Erni Jurnal
Erni Jurnal
0DV¶XGLQ
(Mahasiswa Program Studi Magister Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract
The problems in this research were: 1) how was the change of correlation between the
regional Legislative and Executive in the process of district regulation establishment of Parigi
Moutong regarding budget 2012. 2) restricting factors of the change of correlation between the
Legislative and Executive in the process of district regulation establishment of Parigi Moutong
regarding budget 2012. This research used qualitative methods, in order to obtain in-depth
description of regional Legislative and Executive in the process of district regulation establishment.
Collecting data by using in-depth interview and documentation. Research location was in regional
parliament and local government district Parigi Moutong. The results showed that in the discussion
of regional regulation regarding regional budget in 2012 Parigi Moutong faced obstacles in its
establishment. ti was caused by some factors such as communication, human resources, disposition,
and structure.
Keywords: Correlation, regional legislative and executive, establishment process, budget 2012
Pada masa orde baru, telah banyak kita masyarakat dan juga mengawasi kinerja
mendengar dan membaca tulisan yang DPRD.
mengandung kritik tentang keberadaan Dimana DPRD praktis tidak berfungsi
Legislatif (DPRD) dan Eksekutif sebagaimana mestinya baik sebagai pembuat
Daerah.Dimana DPRD lebih banyak berperan kebijakan maupun sebagai pengawas. Karena
sebagai mitra yang kurang seimbang dari menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun
Kepala Daerah yang juga merangkap Kepala 1974 DPRD itu merupakan bagian dari
Wilayah. Kedudukan DPRD disini adalah Pemerintah Daerah, jadi secara struktural
salah satu komponen Pemerintah Daerah dibuat tidak bisa berbuat apa-apa (seperti hak
umumnya dilihat sebagai faktor kelemahan angket tidak dapat dipergunakan karena
dari suatu badan yang menyelenggarakan belum diatur dengan Undang-Undang dan
fungsi legislatif di Daerah. Ada anggapan, harus mengikuti petunjuk yang ditetapkan
seolah-olah DPRD sebagai mitra Kepala oleh Depdagri). Para anggota DPRD
Daerah, DPRD lebih banyak dituntut untuk diharuskan patuh terhadap petunjuk pimpinan
mengikuti arah kebijakan Pemerintah Daerah partai dari pada konsekuensinya.
yang sudah terlebih dahulu dirumuskan oleh Partai diawasi dibina oleh Eksekuitf,
Kepala Daerah. karena sarana pendukung pelaksanaan tugas
Antara Legislatif dan Eksekutif di DPRD dikendalikan oleh Kepala Daerah
jaman Orde Baru hubungan yakni dominatif, (Surbakti, 1999). Sejauh ini, pengamatan
dimana Pemerintah Daerah yang berkuasa peranan DPRD pada masa Orde Baru hanya
mengawasi dan mengukur rakyat. Karena terbatas pada pembahasan Rancangan
Kepala Daerah itu merangkap Kepala Peraturan Daerah saja. Itupun tidak terlalu
Wilayah sering dengan sebutan penguasa dapat dibanggakan karena pada umumnya
tunggal (Wakil Pemerintah Pusat di Daerah). prakarsa yang mengajukan Rancangan
Disini dia membina dan mengawasi langsung Undanng-Undang semuanya datang dari
paratai politik, organisasi yang ada ditengah pihak Eksekutif /Kepala Daerah (Rasyid,
20
21 e-Jurnal Katalogis, Volume I Nomor 2, Februari 2013 hlm 20-27 ISSN: 2302-2019
1997). Fakta menunjukkan bahwa selama dan berbagai alternatif program dana
Orde Baru inisiatif mengajukan Rancangan kebijakan, rakyat menentukan wakil-wakilnya
Undang-Undang semuanya datang dari pihak di DPRD dan/atau Kepala Daerah (secara
Eksekutif/ pemerintah. Pada saat langsung ataupun tidak langsung) yang akan
pembahsasna Peraturan Daerah, anggota membuat keputusan perihal kebijakan publik
DPRD jarang menggunakan hak-hak yang (APBD dan Peraturan Daerah lainnya) bagi
dimiliki karena memang situasi kurang mereka. Karena itu para anggota DPRD
mendukung untuk itu. Oleh karena itu sering bertanggung jawab kepada konstituantenya,
PXQFXO XQJNDSDQ KDQ\D VHEDJDL ³WXNDQJ dan segala tindak tanduknya akan diawasi
VWHPSHO´ rubber stamp) dari Peraturan oleh wadah-wadah yang dibentuk oleh rakyat,
Daerah yang telah dirancang oleh Eksekutif. seperti lembaga parlemen, forum pemerhati
Arus reformasi yang sedang marak di pelayanan publik, lembaga swadaya
Indonesia telah berpengaruh terhadap masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan.
kedudukan lembaga Legislatif dan Eksekutif. secara Politik, Kapala Daerah bertanggung
Reformasi politik melalui penetapan Undang- jawab kepada DPRD.
Undang Nomor 2 tahun 1999 tentang partai Dalam sistem pemerintahan demokrasi,
politk, lembaga perwakilan rakyat (DPRD)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1999 merupakan unsur yang paling penting di
tentang susunan kedudukan MPR, DPR, dan samping unsur-unsur lainnya seperti sistem
DPRD, dan Undang-Undang Nomor 22 tahun pemilihan, persamaan di depan hukum,
1999 tentang pemerintah daerah telah kebebasan mengeluarkan pendapat,
mengubah hubungan Legislatif dan Eksekutif kebebasan berserikat dan sebagainya. Setiap
Daerah yang selama ini berlangsung dengan sistem demokrasi adalah ide bahwa warga
cara-cara Orde Baru. Sesuai dengan Undang- negara seharusnya terlibat dalam hal tertentu
Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang di bidang pembuatan keputusan-keputusan
pemerintahan daerah yakni DPRD dipisahkan politik baik secara langsung maupun melalui
dengan Pemerintah Daerah dengan maksud wakil pilihan mereka di lembaga parwakilan
lebih memberdayakan DPRD dan (Sarjen, 1998).
meningkatkan pertanggungjawaban Namun demokrasi paling umum
pemerintah daerah pada rakyat oleh karena dimaknakan sebagai tatanan kehidupan
itu, hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan dimana warga negara menikmati kebebasan
untuk menyerap serta menyalurkan aspirasi dan hak-hak dasarnya, serta ada jaminan
masyarakat menjadi kebijakan daerah hukum agar warga negara dapat
(Malarangeng 122: 2001). mengekspresikan aspirasinya secara maksimal
Pola hubungan Legislatif dan Eksekutif dan terbuka.
Daerah menurut versi era reformasi sekarang Para anggota DPRD dan Kepala Daerah
ini didasarkan pada hubungan yang demokrasi secara bersamaan sama merumuskan dan
(berdasarkan asas kerakyatan). Hubungan menetapkan APBD dan Perda lainnya (Pasal
demokrasi yaitu hubungan kekuasaan segitiga 18 ayat (1) d dan e pasal 43 huruf g UU
yang seimbang dan saling kontrol antara Nomor 22 tahun 1999). Dan Undang-Undang
rakyat (warga negara yang berhak memilih Nomor 32, tahun 2004 serta Undang-Undang
dengan wadah yang mewakilinya. Politisi Nomor 12 tahun 2008 pasal 42 ayat b dan c,
(anggota DPRD dan Kepala Daerah) dan Kepala Daerah Memimpin Pemerintah
Birokrasi (PNS dan Tentara). Melalui Daerah untuk melaksanakan APBD dan Perda
pemilihan umum yang lebih free and fair, lainnya (Pasal 44). Sebaliknya DPRD
dengan dibantu oleh partai politik peserta melakukan pengawasan terhadap Kepala
pemilu yang menawarkan calon wakil rakyat Daerah dalam melaksanakan APBD dan
0DV¶XGLQ, Hubungan Legislatif dan Eksekutif Daerah dalam Proses Penetapan Peraturan Daerah «««««« 22
Perda lainnya (Pasal 18 huruf f). Di bawah abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah
pengarahan dan pengendalian kepala daerah, syarat agar implementasi kebijakan dapat
birokrasi daerah melaksanakan empat tugas berhasil, menurut George C. Edwards III ada
yaitu implementasi kebijakan Daerah, empat variabel dalam kebijakan publik yaitu
penegakan Peraturan Daerah, memberikan Komunikasi (Communications), Sumber
pelayanan publik kepada warga masyarakat di Daya (resources), sikap (dispositions atau
daerah dan mengumpulkan dan mengolah attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic
informasi untuk kemudian disampikan dalam structure)
bentuk rekomendasi. Pendekatan yang Ke empat faktor di atas harus
digunakan dalam menganalisis implementasi dilaksanakan secara simultan karena antara
Kebijakan adalah teori yang dikemukakan satu dengan yang lainnya memiliki hubungan
oleh George C. Edwards III. Dimana yang erat. Tujuan kita adalah meningkatkan
implementasi dapat dimulai dari kondisi pemahaman tentang implementasi kebijakan.
Diagram: Dampak langsung dan tidak langsung dalam Implementasi