Abstrak :
Tajuk Subjek adalah kata atau kumpulan kata yang menentukan subjek buku dan material lainnya serta
menyatukan materi perpustakaan di bawah subjek yang sama, digunakan pada katalog atau pangkalan
data. Dilakukan survey ke perpustakaan umum dan sekolah di Jawa dan Luar Jawa dan ditemukan
hampir 50% petugas perpustakaan tidak menggunakan tajuk subjek dalam katalog dan pangkalan data
serta merancukan pengertian tajuk subjek dengan klasifikasi. Ada beberapa lembaga pendidikan yang
mengenalkan berbagai tajuk subjek namun tidak disertai praktik karena ketiadaan buku daftar tajuk
subjek sehingga kemudian ketika tamat pendidikan dan bekerja di perpustakaan, pustakawan
menghadapi kesulitan mengenai tajuk subjek. Berdasarkan hasil penelitian tersebut juga ditemukan
bahwa sudah waktunya disusun daftar tajuk subjek khusus untuk perpustakaan sekolah dan umum.
1. Pendahuluan.
Tajuk subjek adalah kata atau kumpulan kata yang menentukan subjek buku dan material lainnya serta
menyatukan materi perpustakaan di bawah subjek yang sama, digunakan pada katalog atau pangkalan
data. Sebagai contoh buku berjudul Introduction to Physics akan memperoleh tajuk subjek PHYSICS
atau FISIKA bila menggunakan daftar tajuk subjek dalam Bahasa Indonesia. Mungkin perlu rujukan dari
Ilmu Alam lihat Fisika atau Ilmu Alam GUNAKAN Fisika.
Dalam pengolahan di perpustakaan, tajuk subjek merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
klasifikasi. Bila tajuk subjek menentukan isi buku (dalam arti luas) secara verbal serta terkendali, maka
bagan klasifikasi menggunakan notasi, misalnya 530 bila menggunakan Dewey Decimal Classification
Masalah tajuk subjek menarik perhatian ketika penulis melakukan kunjungan lapangan ke perpustakaan
umum dan sekolah di Jawa dan luar Jawa, sebagai kegiatan pemantauan Proyek Pengembangan
Perpustakaan Sekolah & Madrasah antara tahun 2003 s.d. 2006, kemudian kegiatan serupa pada tahun
2007 s.d. 2009. Dalam sigi (survey) tersebut ada temuan menyangkut tajuk subjek. Hampir 50% petugas
perpustakaan tidak menggunakan tajuk subjek dalam katalog dan pangkalan data serta merancukan
pengertian tajuk subjek dengan klasifikasi.
3. Hasil temuan
Ada lembaga pendidikan yang mengenalkan berbagai tajuk subjek namun tidak disertai praktik karena
ketiadaan buku daftar tajuk subjek. Berikut ini hasil temuan:
(i) Di lembaga pendidikan formal pada aras Diploma 2, 3, dan 4 serta program Sarjana dikenal dikenal
mata kuliah bernama Katalogisasi dan Klasifikasi, Organisasi Informasi, Pengolahan Bahan Pustaka,
Kosakata terkendali atau pun nama lainnya. Salah satu bagian mata kuliah tersebut adalah klasifikasi
dan tajuk subjek.
Mata kuliah tersebut diberikan 3 s.d. 4 kali termasuk praktik. Ada program studi yang memberikan mata
kuliah Kosakata terkendali, namun isinya lebih luas, tidak terbatas pada tajuk subjek saja. Bila lembaga
pendidikan memiliki Tajuk Subjek Perpustakaan Nasional dalam jumlah cukup untuk praktik (sekitar 30
eksemplar), maka diberikan praktik. Untuk tajuk subjek, bahan yang digunakan sangat beragam. Bahan
yang digunakan adalah Tajuk Subjek Perpustakaan Nasional (edisi 2000) dengan kopi terbatas. , atau
Library of Congress Subject Headings umumnya edisi 20-an sementara tahun 2010 sudah keluar edisi
32. Atau pengenalan pada konsep tajuk subjek.
(ii) Program studi kesulitan materi pengajaran, khusus untuk praktik. Bila program studi memiliki Tajuk
Perpustakaan Nasional, maka jumlah yang dimiliki kurang. Apabila ingin menggandakan sampai 30
eksemplar, tidak semua program studi memiliki dana untuk menggandakannya. Permintaan kopi
tambahan ke Perpustakaan Nasional RI tidak selalu terpenuhi, karena pihak PNRI memproduksinya
terbatas antara 500 – 1,000 eksemplar; itu pun untuk seluruh Indonesia.
(iii) Proporsi lebih besar diberikan pada praktik klasifikasi. Waktu yang diberikan juga lebih banyak
daripada praktik tajuk subjek. Program studi menggunakan DDC edisi 20 s.d. 22 untuk praktik. Banyak
program studi memiliki kopi ganda hasil fotokopian yang cukup jumlahnya untuk praktik. Rata-rata 1 kelas
diikuti sekitar 30 mahasiswa.
(iv) Pengelola minta agar disediakan daftar tajuk subjek yang dapat diperoleh melalui saluran terbuka.
(2) Karena ketiadaan daftar tajuk subjek, di beberapa perpustakaan ditemukan kerancuan menggunakan
notasi klasifikasi sebagai tajuk subjek. Hal ini merupakan kekeliruan karena notasi klasifikasi berbeda
dengan tajuk subjek. Notasdi klasifikasi dapat dibuat menjadi indeks ialah indeks berangkai (chain index)
namun untuk membuat indeks berangkai tidaklah mudah.
(3) Perpustakaan tidak menggunakan pendekatan tajuk subjek, cukup dengan bagan klasifikasi. Hal ini
merupakan kekeliruan karena sebuah materi perpustakaan punya probabilitas memiliki lebih dari 1 tajuk
subjek, namun hanya 1 notasi klasifikasi.
Misalkan buku History of Java karya Thomas Stamford Raffless, punya 1 notasi namun dapat lebih dari 1
tajuk subjek. Misal: (1) Indonesia – Sejarah – Abad 19; (2) Jawa – Kebudayaan; (3) Raffless, Thomas
Stamford, – Memoar.
(4) Di lapangan tidak tersedia daftar tajuk subjek. Bagi perpustakaan perguruan tinggi yang ingin
menggunakan Library of Congress Subject Headings (LCSH) mengalami kendala dalam pengadaannya
mengingat harganya relative mahal. Sekadar contoh, LCSH edisi 32 memerlukan biaya $ 700, tidak
termasuk ongkos kirim, cukai buku. Karena tidak mampu membeli, maka terdapat perpustakaan umum
yang menggunakan Daftar tajuk subyek untuk perpustakaan (Gunung Mulia) karya Tairas dan
Soekarman., padahal Daftar tajuk subyek untuk perpustakaan dirancang untuk perpustakaan sekolah dan
umum.
(5) Adanya keinginan pustakawan agar Perpustakaan Nasional RI mengeluarkan daftar tajuk subjek
yang dirancang khusus untuk perpustakaan sekolah & umum. Sayangnya keinginan tersebut tidak
terpenuhi karena pada tahun 2010 dan 2011, Perpustakaan Nasional RI berkonsentrasi pada daftar tajuk
subjek khusus untuk keperluan perpustakaan nasional serta perpustakaan perguruan tinggi dan mungkin
juga perpustakaan khusus.
Pengatalogan subjek berkaitan dengan apa isi sebuah materi perpustakaan, misalnya subjek apa yang
dibahas oleh sebuah buku atau apa isi buku tersebut. Tujuan pengatalogan subjek ialah menentukan
subjek apa saja yang dimiliki sebuah perpustakaan dengan menentukan istilah atau frasa yang seragam.
Misalkan apakah pembaca memilih kata sapi atau lembu atau jawi? Manakah yang dipilih, hewan atau
binatang, tumbuhan atau kah tanaman? Atau menyimak olahraga yang populer di Indonesia, apakah
badminton atau bulu tangkis?
Hasil penentuan istilah yang digunakan perpustakaan untuk menyebutkan isi materi perpustakaan
disebut tajuk subjek. Tajuk subjek adalah kata atau frasa seragam yang digunakan dalam katalog
perpustakaan untuk mengungkapkan sebuah topik. Penggunaan kata atau frasa yang dipilih, disertai
dengan rujukan silang dari kata atau sinonim yang tidak digunakan merupalan esensi pengawasan
bibliografi terhadap tajuk subjek. Tujuan sebuah daftar tajuk subjek ialah menyediakan kosakata dasar
istilah yang digunakan disertai saran rujukan silang yang dianggap perlu.
Daftar tajuk subjek sebenarnya merupakan daftar sederhana yang disusun secara abjad mencakup istilah
yang dibutuhkan untuk menentukan subjek materi perpustakaan yang ada di perpustakaan. Daftar tajuk
subjek juga menunjukkan hubungan antara istilah yang berkaitan namun tidak sampai ke tingkat
penyusunan istilah menurut hirarki. Di samping istilah sederhana, daftar tajuk subjek juga memuat istilah
subjek yang telah ditentukan subdivisinya.
Seringkali subjek sebuah materi perpustakaan (dalam buku ini dianggap sinonim dengan karya atau
buku) sudah ditentukan dari judulnya. Misalnya buku berjudul Seluk beluk ikan mas jelas subjeknya Ikan
mas. Pada kesempatan lain, penentuan pasti subjek sebuah buku tidak selalu dapat ditentukan, karena
isi buku itu kompleks atau si pengarang tidak mengungkapkan secara jelas isi buku bagi mereka yang
tidak lazim dengan subjek yang dibahas. Subjek sebuah buku tidak dapat ditentukan semata-mata dari
judulnya karena judul seringkali menyesatkan atau tidak memberikan informasi yang cukup sehingga
mengakibatkan kekeliruan. Sebuah buku berjudul Mengenal Putra Bangsa mungkin pustakawan sudah
menentukan subjeknya adalah Presiden, Politikus namun tatkala menyigi lebih lanjut ternyata isinya
mengenai pelukis besar Indonesia. Untuk mengetahui subjek sebuah buku, pustakawan harus membaca
halaman judul, daftar isi, lewati kata pengantar, langsung ke pendahuluan, rambang halaman-halaman
pertama, kemudian baca sedikit. Bila yang dihadapi pembaca adalah material nonbuku maka pustakawan
hendaknya memeriksa kontener, boks, label, panduan pengiring dll., kemudian melihat isi atau
mendengarkannya. Setelah semua ini dilakukan, baru pustakawan dapat menentukan subjek sebuah
karya. Bila pustakawan menjumpai terminologi teknis yang tidak dipahami, dia dapat memeriksa artinya
pada buku referensi.
Cara menambahkan tajuk subjek yang baru dilakukan dengan menulis dengan pensil atau bol poin pada
entri antara dua tajuk subjek.
Kampanye beli produk dalam negeri
– Indonesia 352.5
Kampanye politik
G Politik
———————————-Kampuchea
Kamuflase hewan
G Penyamaran (Biologi)
Kamuflase (Biologi)
G Penyamaran (Biologi)
Banyak buku yang diterbitkan tidak selalu membahas satu subjek saja, mungkin lebih. Dalam hal
demikian, diperlukan tajuk subjek kedua dan ketiga. Dalam teori, tidak ada pembatasan tajuk subjek
untuk sebuah buku, namun kalau dibuat terlalu banyak hasilnya akan menyusahkan pemakai.
Pustakawan hanya dapat menambahkan tajuk subjek lebih dari tiga tajuk subjek setelah membahas
masak-masak. Ada kemungkinan pustakawan memasukkan lebih dari tiga tajuk subjek karena
ketidakmampuan pustakawan memilih tajuk subjek yang lebih luas yang mampu mencakup semua topik
sebuah karya. Demikian pula, pustakawan tidak akan menambahkan sebuah topik bila topik tersebut
hanya dibahas kurang dari sepertiga buku. Praktik yang lazim yaitu Peraturan dari Tiga diungkapkan
sebagai berikut: sebuah buku hanya dapat diberi tajuk subjek sebanyak-banyaknya tiga buah, namun bila
buku tersebut membahas lebih dari tiga topik, maka digunakan tajuk subjek yang lebih luas sedangkan
topik spesifik tidak digunakan. Misalnya sebuah buku membahas tentang ayam dan bebek, maka tajuk
subjek yang digunakan ialah Ayam dan Bebek. Bila buku tersebut juga membahas tentang angsa, maka
ditambahkan tajuk ketiga yaitu Angsa. Tetapi bila buku tersebut juga membahas tentang Itik Manila, d
samping Ayam, Bebek dan Angsa, maka ketiga tajuk subjek tidak digunakan, dipilih tajuk subjek yang
mampu mencakup keempat subjek. Dalam hal ini digunakan tajuk subjek Unggas.
Tajuk subjek digunakan untuk materi yang memiliki subjek yang jelas dan dapat diberi definisi. Akan
tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa ada karya dengan isi subjeknya tak tertentukan sehingga lebih
baik bila tidak diberi tajuk subjek. Karya semacam itu mungkin merupakan kumpulan materi yang
dikumpulkan oleh beberapa orang mengenai berbagai topik atau pemikiran dan gagasan seseorang. Bila
pustakawan tidak dapat menentukan tajuk subjek yang pasti, maka pembaca pun tidak akan
menemukannya di katalog. Tajuk semacam Perilaku manusia dan Kebahagiaan akan tidak sesuai
sebagai tajuk buku berjudul Apresiasi karena buku tersebut mengisahkan kegemaran penulis dalam
kehidupannya. Maka buku tersebut tidak memiliki subjek spesifik sehingga tidak perlu diberi tajuk subjek.
Prinsip entri spesifik berpedoman pada ketentuan bahwa sebuah karya selalu ditentukan di bawah istilah
spesifik bukannya pada tajuk subjek lebih luas yang mencakup konsep spesifik. Prinsip ini penting bagi
pustakawan yang menggunakan daftar tajuk subjek karena tidak semua tajuk yang memilik kekhasan
tertentu harus dimasukkan ke dalam daftar tajuk karena belum termuat di dalamnya Misalnya bila
perpustakaan memperoleh sebuah buku tentang kutilang, maka karya tersebut harus dimasukkan di
bawah istilah paling spesifik yang tidak lebih sempit daripada buku itu sendiri. Maka istilah yang paling
sesuai ialah Kutilang. Karya tersebut tidak diberi tajuk subjek Burung atau Burung penyanyi. Tindakan
itu sudah benar walaupun istilah Kutilang tidak muncul dalam daftar tajuk subjek. Bila subjek spesifik
tidak ditemukan, maka tajuk untuk kelompok atau kategori yang lebih besar harus diperiksa, dalam hal ini
tajuk Burung. Di sana pustakawan akan menemukan penjelasan : LJ [Lihat Juga] jenis burung misalnya
Burung pemangsa; Burung penyanyi, dsb [ditambah sesuai dengan keperluan]. Maka pustakawan harus
membentuk tajuk baru Kutilang sebagai istilah lebih sempit di bawah tajuk Burung dan kemudian
menggunakannya untuk buku tentang kutilang. Dalam banyak hal entri paling spesifik justru merupakan
subjek umum. Buku berjudul Hal ichwal burung tajuk subjeknya ditentukan di bawah Burung, walaupun
istilah Burung merupakan istilah yang sangat luas, namun istilah tersebut merupakan istilah tersempit
yang mencakup isi subjek karya yang bersangkutan.
Setelah menetapkan tajuk subjek paling spesifik bagi sebuah karya yang dapat diterapkan, pustakawan
hendaknya membuat entri tambahan di bawah tajuk lebih luas. Sebuah karya dengan judul Burung dari
pantai hendaknya tidak dimasukkan di bawah Burung dan Burung air melainkan cukup pada Burung air
saja. Guna menghindari duplikasi, rujukan Lihat juga di katalog perpustakaan mengarahkan pemakai dari
tajuk subjek lebih luas ke tajuk subjek lebih sempit. Pada tajuk subjek Burung, misalnya rujukan akan
tertulis : “Lihat juga Burung pemangsa; Kutilang; Perkutut; Burung penyanyi” dan lain-lain.
Prinsip entri langsung menyatakan bahwa sebuah tajuk subjek hendaknya berada sebagai tajuk subjek
terpisah, bukannya sebuah subdivisi dari tajuk subjek yang lebih luas. Bila pemakai menginginkan
informasi tentang burung hantu, maka di katalog digunakan pendekatan langsung ke tajuk subjek
Burung hantu. Dengan kata lain, pustakawan harus memasukkan buku tentang burung hantu langsung
pada tajuk subjek Burung hantu, bukannya “Burung – Burung hantu”, juga bukan pada “Burung – Burung
Pemangsa – Burung hantu”. Kedua tajuk subjek yang disebutkan terakhir ini merupakan tajuk subjek
spesifik, namun tidak langsung.
Contoh lain menyangkut istilah yang lazim di masyarakat dan kelompok terbatas. Misalnya istilah
Kelistrikan b dipilih, bukannya Keelektrikan karena istilah yang disebut kemudian kurang populer di
lingkungan pemakai perpustakaan umum, sekolah, madrasah, pesantren dan taman bacaan. Bila
terdapat istilah ilmiah atau teknik juga istilah yang digunakan di luar lingkungan ilmiah maka digunakan
istilah yang lazim di kalangan pemakai. Maka istilah Hewan gurun lah yang digunakan, bukannya Fauna
gurun. Dalam hal demikian, dari istilah ilmiah ada acuan ke istilah yang digunakan.
Untuk mempertahankan uniformitas atau keseragaman, maka pembentukan tajuk subjek menggunakan
dasar spesifisitas (kekhasan) dan pemilihan kata atau frasa tunggal dari berbagai sinonim dan hampir
sinonim. Bila istilah Hewan gurun dan Fauna gurun digunakan sebagai tajuk subjek, maka materi
mengenai sebuah subjek akan muncul dalam dua tempat. Sudah tentu hal ini tidak sesuai dengan prinsip
kekhasan istilah sehingga membingungkan pemakai. Kadang-kadang pustakawan harus memilih kata
atau frasa tunggal yang harus dipilih dari berbagai istilah. Mungkin saja istilah tidak bermakna sama
dengan sama dengan istilah lain namun sulit dibedakan. Sebagai contoh istilah Perencanaan wilayah
merupakan tajuk yang dipilih dengan rujukan dari perencanaan regional
Alasan ketiga ialah pemilihan tajuk topik hendaknya jelas serta tidak ambigu atau taksa. Kadang-kadang
istilah yang digunakan untuk sebuah topik tidak cocok sebagai tajuk subjek karena sifatnya yang ambigu.
Misalnya istilah Perang Saudara tidak dapat digunakan untuk Indonesia – Sejarah – Mataram – Perang
Saudara karena tidak semua perang saudara adalah Perang saudara di Mataram. Maka istilah Perang
saudara digunakan untuk materi umum yang membahas pemberontakan oleh seseorang terhadap
penguasa yang masih ada hubungan kekerabatan atau revolusi internal.
Bila sebuah kata memiliki beberapa makna, maka kata tersebut hanya dapat digunakan sebagai sebuah
tajuk subjek bila bila tidak ambigu. Kata Depresi misalnya dapat bermakna status kejiwaan, ekonomi dan
tekanan udara. Bila kata tersbeut digunakan sebagai tajuk subjek, maka kata tersebut harus diberi
penjelasan. Depresi (Ekonomi), Depresi (Psikologi). Stres dapat bermakna stres pada kejiwaan, fisik
serta stres pada material maka dibuatlah Stres (Fisiologi), Stres (Psikologi) dan Kekuatan material. Bila
kata yang sama dengan makna berbeda digunakan dalam katalog maka kedua tersebut digunakan
dengan menambah keterangan tambahan dalam kurung. Contoh Bunga (Biologi) dan Bunga (Ekonomi)
atau Penyamaran (Biologi), dan Penyamaran (Militer) atau Reproduksi (Biologi) dengan Reproduksi
(Fotografi); Komposisi (Musik) dengan Komposisi (Seni) atau Komposisi (Pencetakan).
Dalam memilih sebuah istilah sebagai tajuk subjek dari berbagai kemungkinan pustakawan harus
mempertimbangkan ejaan, jumlah, dan konotasi berbagai bentuk. Bila terdapat berbagai ejaan, maka
harus dipilih istilah yang seragam dalam, misalnya Arkeologi bukannya Arkeologi. Bila dalam berbagai
tajuk bahasa Inggris yang banyak digunakan di Indonesia memisahkan antara kata benda tunggal
dengan kata benda jamak, maka daftar tajuk subjek yang akan disusun sedapat mungkin menggunakan
kata benda tunggal karena pada dasarnya Bahasa Indonesia tidak mengenal kata benda jamak. Maka
istilah yang digunakan misalnya adalah Burung, bukannya Burung-burung.
5.4.2. Tajuk bentuk
Tajuk jenis kedua yang ditemukan di katalog perpustakaan adalah tajuk bentuk. Tajuk tersebut tidak
menguraikan isi subjek sebuah karya melainkan bentuk karya. Dengan kata lain, tajuk bentuk
mengemukakan bukan apa isinya melainkan apa bentuknya. Bentuk dalam konteks ini bermakna bentuk
intelektual dari materi perpustakaan bukannya bentuk fisik materi tersebut. Bentuk fisik seperti materi
nonbuku ,sumber elektronik, rekaman video, dll, dianggap sebagai goretan materi deskripsi, bagian dari
katalogisasi deskriptif bukannya tajuk subjek.
Bentuk tajuk mendeskripsikan susunan umum materi perpustakaan serta tujuannya seperti Almanak,
Direktori, Gazetir, Ensiklopedia dan Kamus. Tajuk tersebut lazimnya ditambahkan pada karya
perorangan maupun materi tentang bentuk tersebut. Paling sedikit secara teoritis setiap bentuk (karya)
dapat merupakan topik karena mungkin saja ada orang yang menulis buku tentang almanak ataupun
gazetir.
Tajuk bentuk lainnya adalah nama bentuk sastra dan genre. Tajuk untuk bentuk sastra mayor seperti
Fiksi, Puisi, Drama dan Esei biasanya digunakan sebagai tajuk subjek topik. Sebagai tajuk bentuk,
kesemuanya itu (fiksi, puisi, drama, esei) lebih digunakan untuk kumpulan karya daripada karya sastra
perseorangan. Bentuk sastra minor, dikenal juga dengan nama genre, seperti fiksi ilmiah, puisi surat
menyurat (puisi warkat) dan Drama anak-anak, lebih banyak jumlahnya serta sering ditambahkan pada
karya sastra perorangan. Tajuk-tajuk tersebut akan dibahas lebih lanjut pada topik.
Untuk keperluan pembaca, karya ini memberikan contoh bagi nama geografi berupa tajuk contoh
Indonesia (untuk negara), Jawa Timur (untuk provinsi, negara bagian, kanton di Swis, State di Amerika
atau Lander di Jerman), Jakarta (untuk kabupaten, kota, desa dll). Dengn adanya tajuk contoh, maka
pustakawan dapat mengembangkan tajuk untuk negara, provinsi, kota lain. Misalnya tajuk Indonesia –
Geografi, dapat dikembangkan menjadi misalnya Malaysia – Geografi. Ketiga tajuk contoh itu merupakan
pedoman bagi pembaca. Pembaca yang menggunakan daftar tajuk subjek ini dapat mengembangkan
tajuk geografi selanjutnya dengan menggunakan sumber rujukan resmi misalnya gazetir terbitan Badan
Koordinasi Survei Nasional (Bakosurtanal).
5.4.4. Nama
Koleksi sebuah perpustakaan lazimnya mencakup juga karya tentang seseorang, keluarga, badan
korporasi, karya sastra, film, dll. Tajuk yang sesuai bagi karya tersebut adalah nama unik dari entitas
yang bersangkutan. Adapun tajuk nama yang lazim adalah nama diri, nama badan korporasi, dan judul
seragam. Nama diri lazimnya disusun berdasarkan bagian akhir nama bagi nama yang mengikuti prinsip
nama keluarga (misalnya Silaen, Yosefa) atau pada bagian nama terakhir (misalnya Notosusanto,
Smita). Bila terdapat nama yang sama dapat ditambahkan keterangan tahun bilamana dianggap perlu,
dan dengan rujukan Lihat dari bentuk alternatif. Misalnya Suharto (1927-), memerlukan rujukan lihat dari
Soeharto.
Di sini timbul masalah mengingat adanya praktik yang berlainan. Menurut SNI 1975 tentang nama
Indonesia, ditetapkan pada bagian akhir nama dengan beberapa pengecualian. Di sisi lain, ada Surat
Keputusan kepala Perpustakaan Nasional RI yang menetapkan kata utama nama Indonesia adalah
bagian pertama nama dengan beberapa pengecualian. Disebutkan bahwa SK tersebut hany berlaku di
lingkungan Perpustakaan Nasional RI, namun kenyatannya sudah tersebar di berbagai tempat. Hal ini
menyebabkan kekacauan tajuk nama Indonesia dan hingga karangan dibuat (2011) masih terdapat
praktik yang bertentangan.
Tajuk nama badan korporasi biasanya nama badan korporasi yang sudah terbentuk atau sudah mapan
seperti nama perusahaan, lembaga, bangunan, gedung, tim olahraga, kelompok drama, seni pertunjuka
ndll. Materi tentang sebuah badan korporasi, misalnya Universitas Indonesia, atau Pekan Raya Jakarta
langsung ditetapkan pada nama tersebut sebagai sebuah subjek.
Judul seragam adalah nama yang sudah terbentuk dari kitab suci, karya sastra anonim, majalah, film,
acara radio dan televisi, folklor dll. Materi mengenai sebuah film atau tentang karya sastra anonim,
misalnya ditentukan langsung pada judul seragam, misalnya Ayat-ayat cinta (Film) atau Malin Kundang
sebagai subjek. Materi mengenai karya sastra dari pengarang yang dikenal ditetapkan pada tajuk nama-
judul terdiri dari nama pengarang diikuti dengan judul misalnya Toer,Pramudya Ananta, (1925-2006),
Perburuan untuk sebuah novel karya Pramoedya Ananta Toer.
Seperti halnya dengan tajuk geografi, tajuk nama berjumlah sangat banyak dan harus ditetapkan oleh
pengatalog atau pustakawan sebagaimana diperlukan. Untuk itu pemakai disarankan menggunakan
berbagai buku referensi terutama tentang nama pengarang dan badan korporasi Indonesia. Kesulitan
untuk nama Indonesia ialah adanya dua peraturan yang bertentangan menyangkut nama Indonesia. Ada
pun kedua peraturan itu ialah SNI 1975 dan Surat Keputusan Kepala Peprustakaan Nasional RI tahun
2005 tentang kata utama nama Indonesia. Sampai saat ini masih terjadi pertentangan di lapangan akibat
produk yang bertentangan itu.
6.2. Subdivisi
Entri khas dalam tajuk subjek dapat dibuat dengan dua cara. Pertama, dengan menciptakan istilah sempit
sesuai dengan keperluan. Kedua dengan menggunakan subdivisi di bawah istilah yang sudah ditentukan
guna menunjukkan aspek istilah tersebut, misalnya Burung – Telur atau Makanan – Analisis atau dengan
menggunakan bentuk itu sendiri, misalnya Kedokteran – Bibliografi. Ruang lingkup ini dapat diperluas
sampai jauh di luar tajuk subjek yang ada dengan cara menambahkan subdivisi. Beberapa subdivisi
hanya dapat diterapkan pada subjek tertentu saja, misalnya Telur; subdivisi tersebut hanya berlaku untuk
hewan bertelur. Subdivisi lainnya seperti Analisis dapat diterapkan pada berbagai subjek. Adapun
subdivisi seperti Bibliografi, praktis dapat diterapkan pada semua tajuk. Subdivisi yang digunakan dalam
buku ini dapat digunakan pada semua perpustakaan umum, sekolah, madrasah, pesantren, taman
bacaan, perpustakaan pribadi maupun perguruan tinggi (khusus untuk perpustakaan perguruan tingi
dengan batas koleksi sekitar 20,000 judul). Subdivisi lain seperti Aspek ekonomi bukan merupakan tajuk
dan dengan demikian tidak diberikan perintah khusus, cukup dimuat dalam daftar subdivisi.
Tidak semua tajuk topik dapat diikuti subdivisi geografi. Topik semacam Intuisi atau Alamat Internet
merupakan subjek yang bersifat non-fisik atau terlalu abstrak untuk diikuti dengan subdivisi geografi.
Tajuk lain, seperti Terapi hewan kurang sesuai untuk diikuti subdivisi geografi karena diperkirakan tidak
terdapat banyak buku mengenai topik tersebut, khususnya untuk perpustakaan kecil . Masih juga ada
topik lain semacam Penjelajahan, Sejarah masjid, Sejarah gereja tidak dapat dibagi lebih lanjut menurut
geografi karena istilah tersebut digunakan sebagai subdivisi di bawah nama tempat, misalnya Papua –
Penjelajahan, Indonesia – Sejarah masjid, Jawa Timur – Sejarah gereja.
Banyak tajuk subjek dalam buku ini diikuti dengan tanda kurung yang memuat tulisan “Dapat dibagi lebih
lanjut menurut geografi”. Ini berarti bila buku yang pembaca hadapi menyangkut sebuah subjek yang
dapat dibagi lebih lanjut menurut geografi, maka tajuk subjek buku tersebut memuat subdivisi geografi.
Misalnya Acara televisi (Dapat dibagi lebih lanjut menurut geografi) maka pembaca dapat membuat tajuk
subjek seperti Acara televisi – Jakarta, Acara televisi – Jawa Timur dsb., bila karya yang dihadapi
menyangkut acara televisi di Jakarta atau Jawa Timur. Daftar tajuk subjek Perpustakaan Nasional
menggunakan Indonesia sebagai tajuk kunci. Pustakawan disilahkan mengembangkan sendiri subdivisi
geografi sesuai keperluan anda berbasis ketiga contoh geografi di atas. Misalnya contoh tajuk subjek dan
atau geografi kunci dapat diganti menjadi misalnya Kabanjahe atau Wamena atau Ambon dan
selanjutnya.
Beberapa subjek khususnya dalam bidang seni dan musik, memiliki rujukan umum berupa LJ [Lihat juga]
seni dari negara atau kawasan tertentu, misalnya Seni Yunani. Untuk tajuk tersebut, pustakawan dapat
mengembangkan sendiri kawasan lain misalnya Seni Indonesia.
Subdivisi geografi dapat digunakan langsung atau tidak langsung. Tajuk subjek dapat menggunakan
bentuk subdivisi langsung artinya topik langsung dibagi lebih lanjut menurut nama kawasan, negara,
provinsi, kabupaten, kota, dsb. Misalnya Tambang di laut – Laut Jawa atau Rumah Angker – Jakarta.
Sebaiknya daftar tajuk subjek yang akan disusun tidak menggunakan subdivisi geografi tidak langsung
karena alasan menghemat waktu pustakawan dan ruang deskripsi. Contoh subdivisi geografi tidak
langsung adalah Rumah sakit – Sumatera Utara – Serdang Badagai. Hal itu sekali lagi tidak digunakan.
Subdivisi kronologi yang digunakan di bawah nama sebuah negara dapat juga digunakan untuk negara
lain dengan subdivisi Politik dan pemerintahan. Jenis subjek lain seperti sastra dan kesenian dapat juga
dibagi lebih lanjut menurut kronologi yang sesuai, lazimnya berdasarkan abad demi abad.
Tajuk topik dengan subdivisi bentuk seperti Geografi – Kamus atau Sastra Indonesia – Bibliografi
menunjukkan bahwa karya semacam itu tidak dapat ditemubalik dengan menggunakan pendekatan
bentuk.; karya semacam itu dapat ditemukan melalui subjek selanjutnya diikuti dengan subdivisi bentuk.
Dalam tajuk subjek yang terbit di Indonesia, hanya sedikit saja contoh yang diberikan menyangkut
penggabungan tajuk subjek dengan subdivisi bentuk, selebihnya ditambahkan oleh pustakawan.
Subdivisi bentuk banyak manfaatnya manakala menyangkut bidang pengetahuan yang luas yang diwakili
dalam berbagai entri pada katalog perpustakaan. Dalam menentukan subdivisi bentuk, pustakawan
hendaknya tidak terpaku pada judul karya, lebih-lebih pada karya yang dimulai dengan kata Pedoman,
panduan, ringkasan dsb., karena mungkin saja karya berjudul Panduan kimia anorganik justru
merupakan karya yang menjelaskan panjang lebar mengenai kimia organik sehingga sulit diterima bila
karya tersebut diberi subdivisi Pedoman.
Daftar subdivisi topik yang dapat digunakan untuk kabupaten dan kota tersedia pada Jakarta, sedangkan
untuk provinsi, negara bagian dan sejenisnya terdapat pada Jawa Timur. Untuk nama negara,
pustakawan menggunakan tajuk Indonesia. Dari tajuk Indonesia, dapat dikembangkan tajuk negara lain
dengan subdivisi yang ada di bawah Indonesia kecuali subdivisi Sejarah, Subdivisi Sejarah untuk
Indonesia tidak dapat digunakan untuk negara lain karena sejarah setiap negara berlainan.
7.Penutup
Penggunaan tajuk subjek merupakan keharusan di samping bagan klasifikasi. Perkembangan teknologi
informasi tidak mengubah prinsip kosakata terkendali yang iperlukan untuk mencegah jatuhan semu.
Bagi pembaca yang biasa menggunakan mesin pencari seperti Google, bila mencari dokumen “bulu
tangkis”, pasti akan menemukan dokumen yang dimulai dengan kata bulu serta entri yang memuat kata
tangkis padahal yang dicari ialah bulu tangkis. Kalau pun menggunakan istilah “bulu tangkis” maka mesin
pencari tidak selalu dapat menemukan dokumen tentang “badminton.”.
Menyangkut keperluan perpustakaan umum dan sekolah, sudah waktunya bagi pustakawan atau pun
Perpustakaan Nasional menyusun daftar tajuk subjek khusus untuk kedua jenis perpustakaan tersebut.
Bagi Perpustakaan Nasional dapat menggunakan daftar tajuk subjek yang disusunnya sendiri sementara
untuk perpustakaan perguruan tinggi dan juga khusus dapat menggunakan Library of Congress Subject
Headings, MeSH (Medical Subject Headings) dll. Maka siapa pun yang akan menyusun daftar tajuk
subjek dalam Bahasa Indonesia disarankan untuk memperhatikan prinsip tajuk subjek sebagaimana
diuraikan di atas.
Bibliografi