Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika Profesi adalah menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh
dilakukan atau tidak, tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain,bersifat
absolute artinya prinsip etika tidak dapat ditawar berlakunya. Tidak hanya
memandang segi lahiriah tapi juga batiniahnya. Fungsi etika untuk mencapai
suatu pendirian dalam pergolakan pandangan pandangan moral yg berupa
refleksi kritis. Membantu agar kita jangan kehilangan orientasi, dapat
membedakan antara apa yang hakiki dan apa yg boleh saja berubah dan
dengan demikian kita tetap sanggup untuk mengambil sikap sikap yang dapat
kita pertanggung jawabkan, membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi
ideologi yang buruk dengan kritis dan obyektif dan untuk membentuk
penilaian sendiri agar kita tidak terlalu mudah terpancing serta membantu kita
jangan naif.
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya serta
hak dan kewajibannyabaik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat
sebagai penerima layanan kesehatan maupun dari pihak penyelanggara
pelayanan kesehatan dalam segala aspek meliputi organisasi, sarana, pedoman
medis, nasional/internasional,hukum dibidang kesehatan, yurisprudensi, serta
ilmu pengetahuan bidang kedokteran,kebidanan,keperawatan atau kesehatan
lainnya.
Dengan adanya etika profesi dan hukum kesehatan kita dapat mengerti
bahwa tiap keputusan yang diambil oleh penyelenggara pelayanan kesehatan
harus berdasarkan etika profesi dan hukum kesehatan yang telah diatur dalam
undang undang negara serta menjamin pasien atau klien untuk mendapat
pelayanan yang terbaik sesuai dengan kode etik. Dengan kita mempelajari
beberapa kasus dan membahas serta memahaminya kita dapat mengetahui
benar tidaknya langkah seorang petugas kesehatan dalam pelayanan maupun

1
kinerjanya sesuai kode etik atau malah menyimpang dari beberapa aspek
meliputi segi hukum segi agama dan segi etika profesi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu prinsip etika moral dalam memberikan pelayanan kebidanan?
2. Mengidentiifikasi nilai personal dan professional apa saja yang
diberlakukan dalam pelayanan kebidanan
3. Mengidentifikasi aspek legal dalam pelayanan kebidanan?
4. Mengidentifikasi issu etik dalam pelayanan kebidanan?
5. Teori-teori yang mendasari pengambilan keputusan dalam menghadapi
dilema etik atau marah pelayanan kebidanan?
6. Landasan hukum profesi dalam pelayanan kebidanan?
7. Melaksanakan tugas sebagai bidan berdasarkan etik dan kode etik
profesi?
8. Sumber-sumber hukum dalam pelayanan kesehatan atau kebidanan?
9. Apa pentingnya ilmu humaniora dalam profesi bidan?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan prinsip etika moral dalam memberikan pelayanan kebidanan
2. Mengidentiifikasi nilai personal dan professional yang diberlakukan
dalam pelayanan kebidanan
3. Mengidentifikasi aspek legal dalam pelayanan kebidanan
4. Mengidentifikasi issu etik dalam pelayanan kebidanan
5. Menjelaskan teori-teori yang mendasari pengambilan keputusan dalam
menghadapi dilema etik atau marah pelayanan kebidanan
6. Menjelaskan landasan hukum profesi dalam pelayanan kebidanan
7. Melaksanakan tugas sebagai bidan berdasarkan etik dan kode etik profesi
8. Menjelaskan sumber-sumber hukum dalam pelayanan kesehatan atau
kebidanan
9. Menjelaskan pentingnya ilmu humaniora dalam profesi bidan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Etika Dan Moralitas Dalam Pelayanan Kebidanan


A. Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata
‘etika’ yaitu ethos. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari     Bertens,2000), etika
mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas          akhlak
(moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
baru    (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari
Bertens 2000),      mempunyai arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
4. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ menjadi seperti berikut :
nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang
berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan
dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika
sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini
bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf
sosial.

B. Etika (Ilmu Tentang Moralitas)

 Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang


tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-
hai,mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut
oleh masyarakat

3
 Etika Normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan
manusia, yang biasanya dikelompokkan menjadi-.
 Etika umum; yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan
kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan
berdasarkan teori-teori dan prinsip prinsip moral.
 Etika khusus; terdiri dari Etika sosial, Etika individu dan Etika Terapan.
 Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan
antarsesama manusia dalam aktivitasnya,
 Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia
sebagai pribadi,
 Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi

Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapan MPR-RI


No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa. Etika kehidupan
bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa antara lain meliputi:
Etika Sosial Budaya, Etika Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan
Bisnis, Etika Penegakkan Hukum yang Berkeadilan, Etika Keilmuan,
Etika Lingkungan, Etika Kedokteran dan Etika Kebidanan.

C. Amoral dan Immoral

Menurut Oxford Dictionary kata amoral dijelaskan sebagai unconcerned


with, out of spere of moral, non moral, diluar etis, Non moral. Sedangkan
Immoral berarti opposed to morality, morally evil, yang berarti
bertengtangan dengan moralitas yang baik, secara moral butuk, tidak etis.

D. Moral dan Agama

Agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Dasar terpenting dari


tingkah laku moral adalah agama. Mengapa perbuatan itu boleh atau tidak
boleh dilakukan, dasarnya adalah agama melarang untuk melakukannya.

4
Agama mengatur bagaimana cara kita hidup. Setiap agama mengandung
ajaran moral yang menjadi pegangan bagi setiap penganutnya. Dalam
agama kesalahan moral adalah dosa, tetapi dari sudut filsafat moral,
kesalahan moral adalah pelanggaran prinsip etis. Bagi penganut agama,
Tuhan adalah jaminanberlakunya tatanan moral.

E. Kode Etik Bidan Indonesia

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/


Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, didalamnya terdapat
Kode Etik Bidan Indonesia. Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia adalah
merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan
eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif
suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi.

2.2 Nilai Personal Dan Professional Dalam Pelayanan Kebidanan


A. Nilai Personal
Nilai personal merupakan nilai yang timbul dari pengalaman pribadi
seseorang, nilai tersebut membentuk dasar prilaku seseorang yang nyata
melalui pola prilaku yang konsisten dan menjadi kontrol internal bagi
seseorang, serta merupakan komponen intelektual dan emosional dari
seseorang.
B. Nilai Personal Profesi
Pada tahun 1985, “The American Association Colleges Of Nursing”
melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai –
nilai personal dalam praktek kebidanan profesional. Perkumpulan ini
mengidentifikasikan tujuh nilai-nilai personal profesi, yaitu :
1)   Aesthetics (keindahan)
Kualitas obyek suatu peristiwa / kejadian, seseorang memberikan
kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas
dan kepedulian.

5
2)   Alturism (mengutamakan orang lain)
Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk
keperawatan atau kebidanan, komitmen, asuhan, kedermawanan /
kemurahan hati serta ketekunan.
3)  Equality (kesetaraan)
Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan
sikap kejujuran, harga diri dan toleransi.
4) Freedom (kebebasan)
Memiliki kafasitas untuk memiliki kegiatan termasuk percaya diri,
harapan, disiplin, serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5)  Human dignity (martabat manusia)
Berhubungan dengan penghargaan yang melekat terhadap martabat
manusia sebagai individu, termasuk didalamnya yaitu kemanusiaan,
kebaikan, pertimbangan, dan penghargaan penuh terhadap
kepercayaan.
6)  Justice ( keadilan)
Menjunjung tinggi moral dan prinsip – prinsip legal. Temasuk
objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta
keawajaran.
7)    Truth (kebenaran)
Menerima kenyataan dan realita. Termasuk akontabilitas, kejujuran,
keunikan, dan reflektifitas yang rasional.

C. Kewajiban Personal Seorang Bidan


a)   Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
1)  Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.
2)  Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan
memelihara citra bidan.

6
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman
pada peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan
klien, keluarga dan masyarakat. 
4)  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan
kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-
nilai yang berlaku di masyarakat.
5)  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa
mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat
dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.
6)   Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara
optimal.
b) Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
1)  Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap
klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi
yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
2)  Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk
keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat
dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh
pengadilan atau dipedukan sehubungan kepentingan klien.
c)  Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
(2 butir)
1)  Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya
untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.

7
2)  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling
menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan
lainnya.
d)  Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
1)   Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
2)  Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3)  Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian
dan kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra
profesinya.
e)  Kewajiban bidan terhadap dirinya sendiri (2 butir)
1)  Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat
melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
2)  Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
f)  Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air (2 butir)
1)  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa
melaksanakan ketentuan¬ketentuan pemerintah dalam bidang
kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan
keluarga dan masyarakat.
2)  Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu
jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga.
g)  Penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

8
D. Nilai Luhur Dalam Pelayanan
a. Pengertian Nilai Luhur
Merupakan suatu keyakinan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh
setiap orang, dimana sikap-sikap tersebut berupa kebaikan, kejujuran,
kebenaran yang berorientasi pada tindakan dan pemberian arah serta
makna pada kehidupan seseorang.
Nilai luhur dalam pelayanan kebidanan yaitu suatu penerapan
fungsi nilai dalam etika profesi seorang bidan, dimana seorang bidan
yang professional dapat memberikan pelayanan pada klien dengan
berdasarkan kebenaran, kejujuran, serta ilmu yang diperoleh agar
tercipta hubungan yang baik antara bidan dan klien.
b. Penerapan Nilai Luhur
Seorang bidan harus mampu menerapkan nilai – nilai luhur
dimanapun dan kapanpun dia memberikan pelayanan kebidanan.
Karena nilia luhur dalam praktek kebidanan sangat menunjang dalam
proses pelayanan serta pemberian asuhan pada klien.
Nilai luhur yang dimiliki oleh setiap orang mempunyai kadar
yang berbeda. Nilai luhur tergantung oleh setiap individu, bagaimana
cara individu menerapakan dan  mengelola dalam kehidupannya.
Nilai luhur bukan hanya diterapkan pada klien saja, tetapi juga
pada rekan – rekan seprofesi, tenaga kesehatan lainnya, serta
masyarakat secara umum. Sebab hubungan yang dijalin berdasarkan
nilai – nilai luhur dapat membantu dalam peningkatan paradigma
kesehatan, khususnya dalam praktek kebidanan.
Nilai – nilai luhur yang sangat diperlukan oleh bidan yaitu :
 Kejujuran
 Lemah lembut
 Ketetapan setiap tindakan
 Menghargai orang lain

9
c. Dasar Pelayanan Kebidanan yang Baik
 Rasa kecintaan pada sesama manusia
 Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tolong menolong
dalam menghadapi pasien
 Mengembangkan sikap tidak semena – mena terhadap orang lain
 Menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan
   Memberi pelayanan kesehatan pada ibu dan anak
 Berani membela kebenaran dan keadilan
 Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama
dengan bangsa lain
 Bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya
d. Kebijaksanaan Dan Pertimbangan Nilai
Bidan harus memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan
asuhan kebidanan yang berkualatas berdasarkan standar perilaku yang etis
dalam praktek asuhan kebidanan. Pengetahuan tentang perilaku etis
dimulai dari pendidikan bidan dan berlanjut pada forum atau kegiatan
ilmiah baik formal atau non formal dengan teman, sejawat, profesi lain
maupun masyarakat. Salah satu perilaku etis adalah bila bidan
menampilkan prilaku pengambilan keputusan yang etis dalam membantu
memecahkan masalah klien. Dalam membantu memecahkan masalah ini
bidan menggunakan dua pedekatan dalam asuhan kebidanan, yaitu :
1. Pendekatan berdasarkan prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip sering dilakukan dalam etika
kedokteran atau kesehatan untuk menawarkan bimbingan
tindakan khusus.
2. Pendekatan berdasarkan asuhan atau pelayanan
Bidan memandang care atau asuhan sebagai dasar dan kewajiban
moral. Hubungan bidan dengan pasien merupakan pusat

10
pedekataan berdasarkan asuhan, dimana memberikan perhatian
khusus kepada pasien.
Dalam rangka penempatan terhadap jenis tenaga kesehatan
tertentu ditetapkan kebijaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti
terutama bagi tenaga kesehatan yang sangat potensial di dalam
kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan. Disamping itu tenaga
kesehatan tertentu yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi
pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi
pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan
kewajibarnya. Kompetensi dan kewenangan tersebut menunjukan
kemampuan professional yang baku dan merupakan standar profesi
untuk tenaga kesehatan tersebut.
Dari sejumlah tenaga medis tersebut, bidan merupakan salah
satu unsur tenaga medis yang berperan dalam mengurangi angka
kematian bayi dan ibu yang melahirkan, baik dalam proses persalinan
maupun dalam memberikan penyuluhan atau panduan bagi ibu hamil.
Melihat besarnya peranan bidan tersebut, maka haruslah ada
pembatasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban dalam
pelaksanaan tugas dan kewenangan bidan tersebut. Maka, dibuatlah
Kode Etik bidan, dimana kode etik tersebut merupakan suatu
pernyataan kemprehensif dan profesi yang memberikan tuntutan bagi
anggota untuk melaksanakan praktek profesinya, baik yang
berhubungan dengan klien sebagai individu, keluarga, masyarakat,
maupun terhadap teman sejawat, profesi dan diri sendiri, sebagai
kontrol kualitas dalam praktek kebidanan.
Untuk melengkapi peraturan yang ada, maka dibuatlah sebuah
kode etik yang dibuat oleh kelompok-kelompok profesi yang ada di
bidang kesehatan, dengan ketentuan pokok bahwa peraturan yang
dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang ada di
atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok dokter yang
mempunyai kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan

11
mempunyai kode etik kebidanan. Dalam kode etik tersebut terdapat
pengenaan sanksi apabila ada pelanggaran yang berupa sanksi
administratif, seperti penurunan pangkat, pencabutan izin atau
penundaan gaji.
Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai
tindakan-tindakan baik dari institusi pemerintah maupun swasta atau
kelompok masyarakat yang diarahkan oleh keinginan untuk mencapai
tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan. Sedangkan
implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah
suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus perhatian
inplementasi kebijakan mencakup kejadian-kejadian dan kegiatan-
kegiatan yang timbul sesudah diberlakukannya kebijakan negara, baik
usaha untuk mengadministrasikannya maupun akibat/dampak nyata
pada masyarakat. Kebijakan ditransformasikan secara terus menerus
melalui tindakan-tindakan implementasi sehingga secara simultan
mengubah sumber-sumber dan tujuan-tujuan yang pada akhirnya fase
implementasi akan berpengaruh pada hasil akhir kebijakan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seorang bidan harus
melakukan tindakan dalam praktek kebidanan secara etis, serta harus
memiliki etika kebidanan yang sesuai dengan nilai-nilai keyakinan
filosofi profesi dan masyarakat. Selain itu bidan juga berperan dalam
memberikan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua
penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat
untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih.

2.3 Aspek Legal Dalam Pelayanan Kebidanan

Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan


membantu melayani apa yang dibutuhkan oleh seseorang, selanjutnya
menurut kamus besar Bahasa Indonesia, jika dikaitkan dengan masalah
kesehatan diartikan pelayanan yang diterima oleh seseorang dalam

12
hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu gangguan
kesehatan tertentu.

Menurut Pasal. 1 UU Kesehatan No: 36 Th. 2009, dalam Ketentuan


Umum, terdapat pengertian pelayanan kesehatan yang lebih mengarahkan
pada obyek pelayanan. Yaitu  pelayanan kesehatan  yang ditujukan pada jenis
upaya, meliputi upaya peningkatan (promotif)  pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif) dan pemulihan  (rehabilitatif). 
Pengertian pelayanan kebidananan yang termuat dalam Kepmenkes RI
Nomor: 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan, Pelayanan
Kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan
secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Dari beberapa pengertian tentang pelayanan kebidanan diatas maka
dapat disimpulkan pelayanan kebidanan adalah kegiatan membantu
memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien, oleh bidan, dalam upaya
kesehatan (meliputi peningkatan, pencegahan,  pengobatan  dan pemulihan)
yang sesuai dengan wewenang  dan tanggung jawabnya.
Sedangkan kata Legal sendiri berasal dari kata leggal (bahasa
Belanda) yang artinya adalah sah menurut undang-undang. Atau menurut
Kamus  Bahasa Indonesia, legal diartikan sesuai dengan undang-undang atau
hukum.
Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan, pengertian
Aspek Hukum Pelayanan Kebidanan adalah penggunaan Norma hukum yang
telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum
yang paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan membantu
memenuhi kebutuhan seseorang atau pasien/kelompok masyarakat oleh Bidan
dalam upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan Kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan yang
difokuskan pada pelayanan melalui asuhan kebidanan kepada klien yang
menjadi tanggung jawab bidan mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi

13
baru lahir, keluarga berencana, termasuk kesehatan reproduksi wanita dan
pelayanan kesehatan masyarakat untuk mewujudkan kesehatan keluarga
sehingga tersedia sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan.
2.4 Issu Etik Dalam Pelayanan Kebidanan
Issue adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang
memungkinkan setiap orang mempunyai pendapat. Pendapat yang timbul
akan bervariasi, isu muncul dikarenakan perbedaan nilai-nilai dan
kepercayaan.
Issue adalah masalah pokok yang berkembang di suatu masyarakat
atau suatu lingkungan yang  belum tentu benar, yang membutuhkan
pembuktian. Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat
dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau
salah dan apakah penyelesaiannya baik atau buruk (Jones, 1994).
Issue etik adalah topik yang cukup penting untuk dibicarakan
sehingga mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah
tersebut sesuai dengan asas ataupun nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai
benar salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
a)  Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga,
masyarakat 
1. Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan
masyarakat mempunyai hubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan. Seorang bidan dikatakan profesional bila ia
mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya yang
bertanggung jawab menolong persalinan. Dengan demikian
penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi dalam praktek kebidanan
misalnya dalam praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau
institusi kesehatan lainnya. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri
menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan
besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya
penyimpangan etik.

14
 Kasus
Di sebuah desa, ada seorang bidan yang sudah membuka praktek
kurang lebih selama satu tahun. Pada suatu hari datang seorang klien
bernama Ny ‘A’ usia kehamilan 38 minggu dengan keluhan perutnya
terasa kenceng kenceng dan terasa sakit sejak 5 jam yang lalu. Setelah
dilakukan VT, didapatkan hasil pembukaan 3 dan ternyata janin dalam
keadaan letak sungsang. Oleh karena itu bidan menyarankan agar di
Rujuk ke Rumah Sakit untuk melahirkan secara operasi SC. Namun
keluarga klien terutama suami menolak untuk di Rujuk dengan alasan
tidak punya biaya untuk membayar operasi. Tapi bidan tersebut
berusaha untuk memberi penjelasan bahwa tujuan di Rujuk demi
keselamatan janin dan juga ibunya namun jika tetap tidak mau dirujuk
akan sangat membahayakan janin maupun ibunya. Tapi keluarga
bersikeras agar bidan mau menolong persalinan tersebut. Sebenarnya,
dalam hal ini bidan tidak yakin bisa berhasil menolong persalinan
dengan keadaan letak sungsang seperti ini karena pengalaman bidan
dalam hal ini masih belum begitu mendalam. Selain itu juga dengan di
Rujuk agar persalinan berjalan dengan lancar dan bukan kewenangan
bidan untuk menolong persalinan dalam keadaan letak sungsang
seperti ini. Karena keluarga tetap memaksa, akhirnya bidan pun
menuruti kemauan klien serta keluarga untuk menolong persalinan
tersebut. Persalinan berjalan sangat lama karena kepala janin tidak
bisa keluar. Setelah bayi lahir ternyata bayi sudah meninggal. Dalam
hal ini keluarga menyalahkan bidan bahwa bidan tidak bisa bekerja
secara profesional dan dalam masyarakatpun juga tersebar bahwa
bidan tersebut dalam melakukan tindakan sangat lambat dan tidak
sesuai prosedur.
a. KONFLIK : keluarga terutama suami menolak untuk di rujuk ke
Rumah sakit dan melahirkan secara operasi SC dengan alasan
tidak punya biaya untuk membayar operasi.

15
b. ISSU : Di mata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan
atau melakukan tindakan tidak sesuai prosedur dan tidak
profesioanl. Selain itu juga masyarakat menilai bahwa bidan
tersebut dalam menangani pasien dengan kelas ekonomi rendah
sangat lambat atau membeda-bedakan antara pasien yang
ekonomi atas dengan ekonomi rendah.
c. DILEMA : Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan
tindakan yang tepat untuk menolong persalinan Resiko Tinggi.
Dalam hal ini letak sungsang seharusnya tidak boleh dilakukan
oleh bidan sendiri dengan keterbatasan alat dan kemampuan
medis. Seharusnya ditolong oleh Dokter Obgyn, tetapi dalam hal
ini diputuskan untuk menolong persalianan itu sendiri dengan
alasan desakan dari kelurga klien sehingga dalam hatinya
merasa kesulitan untuk memutuskan sesuai prosedur ataukah
kenyataan di lapangan.
b)  Issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidanan
Pengertian Issue Isu adalah masalah pokok yang berkembang di
masyarakat atau suatu lingkungan yang belum tentu benar, serta
membutuhkan pembuktian.
Issue Etik Dalam Pelayanan Kebidanan. Etik merupakan bagian
dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah
pernyataan itu baik atau buruk. Issue etik dalam pelayanan kebidanan
merupakan opic yang penting yang berkembang di masyarakat tentang
nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan yang berhubungan dengan
segala aspek kebidanan yang menyangkut baik dan buruknya.
Beberapa pembahasan masalah etik dalm kehidupan sehari hari
adalah sebagai berikut:
1. Persetujuan dalam proses melahirkan.
 Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan.
 Kegagalan dalam proses persalinan.

16
 Pelaksanan USG dalam kehamilan.
 Konsep normal pelayanan kebidanan.
 Bidan dan pendidikan seks.
2. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan teknologi:
 Perawatan intensif pada bayi.
 Skrining bayi.
 Transplantasi organ.
 Teknik reproduksi dan kebidanan.
3. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan profesi:
 Pengambilan keputusan dan penggunaan etik.
 Otonomi bidan dan kode etik profesional.
 Etik dalam penelitian kebidanan.
 Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif.
4. Biasanyan beberapa contoh mengenai isu etik dalm pelayananan
kebidanan adalah berhubungan dengan masalah-masalah sebagai
berikut:
 Agama / kepercayaan.
 Hubungan dengan pasien.
 Hubungan dokter dengan bidan.
 Kebenaran.
 Pengambilan keputusan.
Bidan dituntut untuk berprilaku hati-hati dalm setiap tindakannya
dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku
yang etis dan profesional.
c) Dilema dan konflik moral
a. Definisi
Moral berasal dari bahasa latin  ”MOS”  kebiasaan adat,
”MORAL” etimologi dengan ”ETIK” keduanya mengandung arti adat
kebiasaan  walaupun bahasa asalnya berbeda (”etik”= Yunani)
(”moral”= latin). Moral merupakan pengetahuan atau keyakian

17
tentang adanya hal yang baik dan buruk yang mempengaruhi sikap
seseorang. Issue moral adalah merupakan topik yang penting
berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari,
sebagai contoh nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan orang
sehari hari menyangkut kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk
terminasi kehamilan.
Moral merupakan pengetahuan atau keyakinan tentang adanya
hal yang baik dan buruk yang memengaruhi sikap seseorang.
Kesadaran tntang adanya baik dan buruk berkembang pada diri
seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan, pendidikan, sosial
budaya, agama dan lain-lain. Hal ini disebut kesadaran moral. Issue
moral dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting
yang berhbungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari
dan yang ada kaitanya dengan pelayanan kebidanan.
Isu moral merupakan topik yang penting berhubungan dengan
benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-
nilai yang berhungan dengan kehidupan orang sehari-hari menyangkut
kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan. Isu
moral juga berhubungan dengan kejadian yang luar biasa dalam
kehidupan sehari-hari seperti menyangkut konflik, malpraktik, perang,
dan sebagainya. 
Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana
dihadapkan pada dua alternatif pilihan yang kelihatannya sama atau
hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah.
Konflik moral menurut Johnson adalah bahwa konflik atau
dilema pada dasarnya sama, kenyataanya konflik berada diantara
prinsip moral dan tugas yang mana sering menyebabkan dilema, ada
dua tipe konflik, yang pertama konflik yang berhubungan dengan
prinsip dan yang kedua adalah konflik yang berhubungan dengan
otonomi. Dua tipe konflik ini adalah merupakan dua bagian yang
tidak terpisahkan.

18
Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah harus menginat
akan tanggung jawab profesional yaitu :
1. Tindakan selalu ditujukan untuk peningkatan kenyamanan,
kesejahteraan pasien dan kline
2. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkan sesuatu
bagian ( omission), disertai rasa tanggung jawab, memperhatikan
kondisi dan keamanan pasien atau klien
 Kasus
Contoh dilema moral : “Seorang ibu primipara masuk kamar bersalin
dalam keadaan inpart. Sewaktu di lakukan anamnesa dia mengatakan
tidak mau di episiotomy. Ternyata selama kala dua kemajuannya
berlangsung lambat, perineum masih tebal dan kaku. Keadaan ini di
jelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya
menolak di episiotomy. Sementara waktu berjalan terus dan denyut
jantung janin menunjukkan keadaan fetal distress dan hal ini
mengharuskan bidan untuk melakukan tindakan episiotomy, tetapi ibu
tetap tidak menyetujuinya. Bidan berharap bayinya selamat.
Sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa dia pernah
melakukan hal ini tanpa persetujuan pasien, di lakukan karena untuk
melindungi bayinya. Jika bidan melakukan episiotomi tanpa
persetujuan pasien, maka bidan akan di hadapkan oada suatu tuntutan
dari pasien. Sehingga inilah contoh gambaran dilema moral. Bila
bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan pasien, bvagaimana di
tinjau dari segi etik dan moral. Bila tidak di lakukan tindakan, apa
yang akan terjadi pada bayinya?”
d) Pengertian konflik moral
Menurut Taquiri dalam Newstorem dan Davis (1977) konflik
merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai
keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidak setujuan.
Kontroversi dan pertentangan diantara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan. Menurut Gibson, et all (1997) hubungan selain dapat

19
menciptakan kerja sama, hubungan saling tergantung dapat pula
melahirkan konflik, hal ini terjadi jika masing-masing kompenen
organisasi meiliki kepentingan atau tujuan sendiri dan tidak bekerja sama
satu sama lain.
Menurut robbin (1996) keberadaan konflik dalam organisasi
ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak
menyadari adanya konflik di dalam organisasi, maka secara umum konflik
tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka memersepsikan
bahwa didalam organisasi telah ada konflik, maka konflik tersebut telah
menjadi kenyataan. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan
bentuk interaktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal,
kelompok atau pada tingkatan organiasi (muchlas,1999). Konflik ini
terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubunganya dengan
stress. Menurut minnery (1985) konflik organisasi merupakan interaksi
antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling
tergantung, namun terpisahkan oleh perbadaan persetujuan.
Ada dua tipe konflik, dan dua tipe konflik ini merupakan dua bagian yang
tidak bisa dipisahkan :
a)       Konflik yang berhubungan dengan prinsip.
b)       Konflik yang berhubungan dengan otonomi.

Adapun penyebab konflik adalah sebagai berikut :


a. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
b. Perbedaaan latar belakang kebudayaan, sehingga membentuk pribadi-
pribadi yang berbeda.
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.

Untuk mengatasi konflik moral adalah Setiap pihak (nakes dan


klien)  harus menyadari hak dan kewajibannya serta mampu menempatkan

20
dirinya dalam porsi yang tepat.Upaya yang dapat mempertemukan 
kebutuhan kedua belah pihak tanpa merugikan salah satu pihak adalah
melalui komunikasi interpersonal atau konseling (KIP/K) antara nakes
dengan kliennya. Yang terwujud dalam informed choice dan informed
concent.
 Kasus
Contoh studi kasus mengenai konflik moral :
“Ada seorang bidan yang berpraktik mandiri dirumah. Ada seorang
pasien impartu datang ketempat prakteknya. Status obstetri pasien
adalah GG.Po.Ao. hasil pemeriksaan penapisan awal menunjukan
presentasi bokong  dengan tafsiran 3900gram. Dengan kesejahteraan
janin dan ibu baik. Maka bidan tersebut menganjurkan dan memberi
konseling pada pasien mengenai kasusnya dan keluarganya menolak
dirujuk dan bersikukuh untuk melahirkan dibidan tersebut karena
pertimbangan biaya dan kesulitan lainya.

Melihat kasus ini maka bidan dihadapkan pada konflik moral yang
bertentangan dengan prinsip moral dan otonomi maupun kewenangan
dalam pelayanan kebidanan. Bahwa sesuai Kepmenkes Republik
Indonesia 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan,
bidan tidak berwenang memberikan pertolongan persalinan pada
primigravida dengan presentasi bokong, disisi lain, ada prinsip nilai moral
dan kemanusiaan yang dihadapi pasien yaitu ketidakmampuan secara
sosial ekonomi dan kesulitan yang lain, maka bagaimana seorang bidan
mengambil keputusan yang terbaik terhadap konflik moral yang dihadapi
dalam pelayanan kebidanan”.

 Beberapa contoh issue moral dalam kehidupan sehari-hari


1. Aborsi
  Menurut KUHP

21
 Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya
sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu)
 Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu).
Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran
prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran
janin sebelum usia kehamilan yang cukup.
Menurut UU Kesehatan Nomor 23/1992 pasal 15
 Disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan
tindakan medis tertentu. Maksud dari kalimat ‘tindakan  medis
tertentu’ salah satunya adalah aborsi
 Selain pengertian diatas disebutkan pula bahwa aborsi atau
pengguguran kandungan adalah terminasi (penghentian) kehamilan
yang disengaja (abortus provocatus). Yakni, kehamilan yang
diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi
pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan berhebti karena
factor-faktor alamiah (abortus spontaneous).

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:


1. Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.
Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel
sperma.
2. Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah
pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja
dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini
dokter, bidan atau dukun beranak).
3. Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah
pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit

22
darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat
membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi
ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.

 Undang – undang yang mengatur mengenai aborsi


Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :
 Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
 Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan
itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
 Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau
mematikan kandunga seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.(2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
 Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukankejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu
melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan
sepertiga dandapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam
manakejahatan dilakukan”.
 Legalitas Aborsi dalam Kondisi Khusus menurut Undang-Undang
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke
dalam dua golongan yakni :
1. Abortus buatan legal (Abortus provocatus therapcutius) Yaitu
pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara

23
yang dibenarkan oleh undang-undang, karena alasan yang sangat mendasar
untuk melakukannya: menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.
2. Abortus buatan ilegal Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya
selain untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh
tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara
yang dibenarkan oleh undang-undang.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan
pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan
terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). Namun dalam undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15ayat (1)
dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan
medis tertentu. Kemudian pada ayat (2) menyebutkan tindakan medis
tertentu dapat dilakukan :
1. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut
2. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kemampuan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
pertimbangan tim ahli
3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan serta suami dan
keluarga

 Lalu dalam UU No. 1 tahun 1946 tentang KUHP, UU no. 7 thn. 1984 dan
UU no 3 thn.1992 aborsi tidak boleh dilakukan kecuali dalam kondisi
tertentu.
Dilakukannya Tindakan Abortus Provokatus / Kriminalis Komplikasi
Medis yang Dapat Timbul Pada Ibu:
1. Perforasi Dalam
Melakukan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan
terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga
peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh

24
sebab itu letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan
seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan
digunakan tekanan berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan
dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat
dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah
perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga
terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama
dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan
suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika
keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya
dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks kerasdan dilatasi dipaksakan maka dapat
timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila
terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera
timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon
pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan
timbulnya incompetent cerviks.
3. Pelekatan pada kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman.
Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan
miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat
mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di
beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat
apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak
begitu lembut lagi.
4. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya
diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai
dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.

25
5. Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka
bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat
menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan
kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara
lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak
bisa terjadi kehamilan lagi.
6. Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl
hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga
peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan
gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian
pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang
dapat ditimbulakan pada pemberian prostaglandin antara lain
panas, enek, muntah dan diare.

Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin:


Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin
mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus
provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa
hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin
kemungkinan besar mengalami cacat fisik. Secara garis besar
tindakan abortus sangat berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu
bisa menyebabkan kematian pada keduanya.

2. Euthanasia
Bidang medis membagi proses kematian ke dalam tiga cara
yaitu : pertama, Orthothansia ialah proses kematian yang terjadi
karena proses ilmiah atau secara wajar, seperti proses ketuaan,
penyakit dan sebagainya. Kedua, dysthanasia ialah proses kematian
yang terjadi secara tidak wajar, seperti pembunuhan, bunuh diri dan

26
lain-lain. Ketiga, euthanasia ialah proses kematian yang terjadi karena
pertolongan dokter.
Euthanasia atau jenis kematian ketiga yang disebutkan diatas
merupakan jenis kematian yang hingga saat ini menimbulkan dilema
bagi para petugas medis khususnya dokter karena belum adanya
ketetapan hukum. Karena tidak jarang pasien yang menderita penyakit
parah dan sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh menginginkan
dokter melakukan euthanasia terhadap dirinya atau pasien yang tidak
sadarkan diri selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sehingga
keluarganya tidak tega melihat penderitaan yang dialami oleh pasien
tersebut sehingga keluarga meminta kepada dokter untuk melakukan
tindakan euthanasia. Baik itu dengan cara menghentikan pengobatan,
memberikan obat dengan dosis yang berlebihan (over dosis), dan
dengan berbagai macam cara lainnya.
Unsur-unsur euthanasia dilihat dari beberapa definisi di atas,
antara lain :
1. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
2. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak
memperpanjang hidup pasien.
3. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan
kembali.
4. Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.
5. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

A. Jenis-Jenis Euthanasia
Euthanasia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, sesuai dari mana
sudut pandangnya atau cara melihatnya.
a. Euthanasia dilihat dari cara dilaksanakannya
Berdasarkan cara pelaksanaannya, Euthanasia dapat dibedakan
menjadi :
1) Euthanasia pasif

27
Euthanasia pasif adalah menghentikan atau mencabut
segala tindakan pengobatan yang sedang berlangsung untuk
mempertahankan hidupnya. Menurut kamus hukum, Euthanasia
pasif adalah pihak dokter menghentikan segala obat yang
diberikan kepada pasien, kecuali obat untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atas permintaan pasien.
Berdasarkan kedua pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa Euthanasia pasif adalah tindakan
mempercepat kematian pasien dengan cara menolak
memberikan pertolongan seperti menghentikan atau mencabut
segala pengobatan yang menunjang hidup si pasien.
Hal ini sudah jelas, karena seorang pasien yang sedang
menjalani perawatan pastilah didukung oleh obat-obatan sebagai
salah satu tindakan medis yang dilakukan oleh petugas medis
atau dokter demi kesembuhan pasien. Apabila petugas
medis/dokter membiarkan pasien meninggal atau pasien
menolak untuk diberikan pertolongan oleh dokter dengan cara
menghentikan pemberian obat-obatan bagi pasien, misalnya
seperti memberhentikan alat bantu pernapasan (alat respirator)
maka secara otomatis pasien meninggal. Cara yang dilakukan
oleh dokter tersebut merupakan euthanasia pasif.
2) Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja secara medis melalui intervensi atau tindakan aktif oleh
seorang petugas medis (dokter), bertujuan untuk mengakhiri
hidup pasien. Dengan kata lain, Euthanasia aktif sengaja
dilakukan untuk membuat pasien yang bersangkutan meninggal,
baik dengan cara memberikan obat bertakaran tinggi (over
dosis) atau menyuntikkan obat dengan dosis atau cara lain yang
dapat mengakibatkan kematian. Euthanasia dibagi lagi menjadi
euthanasia aktif langsung (direct) dan euthanasia aktif tidak

28
langsung (indirect). Euthanasia aktif langsung adalah
dilakukannya tindakan medik secara terarah yang
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien atau
memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini biasa disebut
mercy killing. Contohnya, dokter memberikan suntikan zat yang
dapat segera mematikan pasien.
Euthanasia aktif tidak langsung adalah keadaan dimana
dokter atau tenaga medis melakukan tindakan medik tidak
secara langsung untuk mengakhiri hidup pasien, namun
mengetahui adanya resiko yang dapat memperpendek atau
mengakhiri hidup pasien. Contohnya, mencabut oksigen atau
alat bantu kehidupan lainnya.
b. Ditinjau dari permintaan
Bagi pasien yang harapannya untuk sembuh sangat kecil biasanya
mengajukan permintaan kepada petugas medis untuk mengakhiri
hidupnya agar pasien tersebut tidak mengalami penderitaan yang
berkepanjangan. Berdasarkan hal tersebut, maka Euthanasia dapat
dibedakan menjadi :
1) Euthanasia voluntir
Euthanasia voluntir adalah euthanasia yang dilakukan oleh
petugas medis berdasarkan permintaan dari pasien sendiri.
Permintaan ini dilakukan oleh pasien dalam kondisi sadar dan
berulang-ulang, tanpa tekanan dari siapapun. Dengan kata lain,
pasien menginginkan dilakukannya euthanasia secara sukarela
karena berdasarkan permintaannya sendiri dan tanpa adanya
paksaan dari pihak manapun.
2) Euthanasia involuntir
Euthanasia involuntir ini dilakukan oleh petugas medis kepada
pasien yang sudah tidak sadar. Biasanya permintaan untuk
dilakukannya euthanasia ini berasal dari pihak ketiga yaitu
keluarga pasien dengan berbagai alasan, antara lain : biaya

29
perawatan yang mahal sehingga tidak bisa ditanggung lagi oleh
keluarga pasien, kasihan terhadap penderitaan pasien, dan
beberapa alasan lainnya. Menurut Leenen, seperti dikutip oleh
Chrisdiono, terdapat beberapa kasus yang disebut pseudo-
euthanasia atau euthanasia semu, yang tidak dapat dimasukkan
pada larangan hukum pidana. Empat pseudo-euthanasia menurut
Leneen adalah :
 Pengakhiran perawatan medis karena gejala mati batang
otak. Jantung masih berdenyut, peredaran darah dan
pernapasan masih berjalan, tetapi tidak ada kesadaran
karena otak seratus persen tidak berfungsi, misalnya akibat
kecelakaan berat.
 Pasien menolak perawatan atau bantuan medis terhadap
dirinya.
 Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa
tidak terlawan (force majure).
 Penghentian perawatan/pengobatan/bantuan medis yang
diketahui tidak ada gunanya.
B. Euthanasia dan Kode Etik Kedokteran
Bartens menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani kuno
yaitu “ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat
istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah “ta etha”
artinya adat kebiasaan. Lebih lanjut, Poerwadarminta menyimpulkan
bahwa : etika adalah sama dengan akhlak, yaitu pemahaman tentang
apa yang baik dan apa yang buruk, serta pemahaman tentang hak dan
kewajiban orang. Etika sebagai kajian ilmu membahas tentang
moralitas atau tentang manusia terkait dengan perilakunya terhadap
makhluk lain dan sesama manusia. James J. Spillane
SJ1mengungkapkan bahwa etika atau ethic memperhatikan atau
mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan
keputusan moral. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik

30
kesimpulan bahwa etika merupakan suatu aturan yang mengatur
tingkah laku dalam bermasyarakat sehingga bisa menmbedakan apa
yang baik dan apa yang buruk serta mana yang hak dan mana
kewajiban.
Secara garis besar etika dikelompokkan menjadi dua, yaitu
etika umum dan etika khusus. Etika umum merupakan aturan
bertindak secara umum dalam kelompok masyarakat tertentu. Etika
khusus, yang selanjutnya berkembang menjadi etika profesi adalah
aturan bertindak pada kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat
khusus, yakni kelompok profesi. Tujuan dari etika profesi ini adalah
agar tidak terjadi penyimpangan dalam menjalankan profesi. Oleh
karena itu, etika profesi ini harus ditaati dan dipatuhi oleh setiap orang
yang menjalankan profesi tertentu, misalnya seorang dokter yang
harus tunduk dan taat pada Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI).
Segala tindakan yang dilakukan oleh seorang dokter harus
sesuai dengan keahliannya yang diperoleh dari pendidikan
kedokteran yang telah ditempuhnya serta perkembangan ilmu
pengetahuan kedokteran. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kode
Etik Kedokteran, yaitu “seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang
tertinggi.” Standar profesi tertinggi yang dimaksud adalah
melakukan profesi sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran
yang mutakhir atau sesuai dengan perkembangan IPTEK
kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama.
Pendidikan kedokteran mutakhir yang dimaksud di atas adalah
sesuai dengan Pasal 28 ayat 21 (1) Undang-Undang Nomor 29
tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, yaitu “setiap dokter atau
dokter gigi yang berpraktek wajib mengikuti pendidikan dan
pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang

31
diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau
kedokteran gigi.”
Selain itu, dalam Kode Etik Kedokteran yaitu pada Pasal 7c
bahwa “seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-
hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus
menjaga kepercayaan pasien.” Hak pasien yang dimaksud pada
Pasal tersebut salah satunya adalah hak untuk hidup dan hak atas
tubuhnya sendiri. Maka berdasarkan Pasal 7c seorang dokter harus
memenuhi permintaan pasien yang ingin dieutahanasia sebab
pasien tersebut berhak atas hidup dan tubuhnya sendiri. Tetapi
pada Pasal 7d menyatakan bahwa “setiap dokter harus senantiasa
mengingat kewajiban melindungi hidup insani.” Artinya, dalam
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter bertujuan untuk
memelihara kesehatan dan mempertahankan hidup pasien.
Sehingga dokter tidak boleh melakukan tindakan yang tidak
memelihara atau mempertahankan hidup pasien salah satunya
adalah Euthanasia.
Terjadi ketidakharmonisan antara Pasal 7c dengan Pasal 7d
Kode Etik Kedokteran Indonesia apabila dikaitkan dengan
Euthanasia, yaitu berdasarkan Pasal 7c seorang dokter harus
memenuhi permintaan pasien untuk dilakukan Euthanasia sesuai
dengan hak pasien atas hidup dan tubuhnya sendiri. Menurut Pasal
7d seorang dokter harus memelihara kesehatan dan
mempertahankan hidup seorang pasien.
Menurut Frans13, beberapa tantangan etika kedokteran
meliputi : penetapan norma-norma etika kedokteran, otonomi
pasien, janin manusia dan euthanasia. Mengenai kasus euthanasia,
sampai saat ini masih menimbulkan dilema antara etika kedokteran
dan problem hidup yang sangat sulit diselesaikan. Selain Kode Etik
Kedokteran Indonesia landasan etika kedokteran yang lain yaitu

32
Sumpah Hipocrates (460-377 SM), Deklarasi Geneva (1948)
mengenai lafal sumpah dokter, International Code of Medical
Ethics (1949), Lafal Sumpah Dokter Indonesia (1960), Deklarasi
Helsinki (1964) mengenai riset klinik, Deklarasi Sydney (1968)
mengenai saat kematian, Deklarasi Oslo (1970) mengenai
pengguguran kandungan atas indikasi medik dan Deklarasi Tokyo
(1975) mengenai penyiksaan.
Berkaitan dengan kasus euthanasia maka pihak yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaannya adalah dokter.
Tanggung jawab tersebut didasarkan pada implikasi yuridis
terjadinya kesalahan atau kelalaian dalam perawatan atau
pelayanan pasien. Kesalahan dokter timbul sebagai akibat
terjadinya tindakan yang tidak sesuai, atau tidak memenuhi
prosedur medis yang seharusnya dilakukan, yang dapat terjadi
karena faktor kesengajaan atau kelalaian dari seorang dokter.15
Menurut C. Berkhouwer dan L. D. Vorstman, suatu kesalahan
dalam melakukan profesi bisa terjadi karena adanya tiga faktor,
yaitu :
1) Kurangnya pengetahuan.
2) Kurangnya pengalaman.
3) Kurangnya pengertian.
Tanggung jawab dokter dari sudut hukum meliputi
tanggung jawab hukum pidana, hukum perdata dan hukum
administrasi. Tanggung jawab hukum pidana apabila terjadi
kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas maka dokter
harus bertanggung jawab. Tanggung jawab hukum perdata
bersumber pada 2 dasar, yaitu : Pertama, berdasarkan pada
wanprestasi (contractual liability) sebagaimana diatur dalam Pasal
1239 KUHPerdata; Kedua, berdasarkan perbuatan melanggar
hukum (onrechmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal 1365
KUHPerdata. Tanggung jawab hukum administrasi yaitu apabila

33
tindakan dokter atau tenaga medis lain mengakibatkan timbulnya
kerugian bagi pasien.

3. Adopsi atau pengangkatan anak


Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anak
angkat adalah anak orang lain yang diambil (dipelihara) serta disahkan
secara hukum sebagai anak sendiri.22Menurut Ensiklopedia Umum,
anak angkat adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara
orangtua dan anak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut Hilman Hadikusuma, anak angkat adalah anak orang
lain yang dianggap anak sendiri oleh orangtua angkat dengan resmi
menurut hukum adat. Dari segi etimologi yaitu asal usul kata
pengangkatan anak berasal dari bahasa Belanda “Adoptie” atau
adoption (bahasa Inggris) yang berarti pengangkatan anak.
Dalam bahasa arab disebut “Tabanni” yang menurut prof.
Mahmud Yunus diartikan dengan “mengambil anak angkat”, sedang
menurut kamus Munjid diartikan “menjadikannya sebagai anak”.
Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum berarti
pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri.

2.5 Teori-Teori Yang Mendasari Pengambilan Keputusan Dalam


Menghadapi Dilema Etik Pelayanan Kebidanan

1. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternative perilaku tertentu dari
dua atau lebih alternative (Teori George R. Terry dalam Astuti, 2016).
Faktor-faktor yang mendasari pengambilan keputusan antara lain:
a. Fisik : rasa yang dirasakan oleh tubuh
b. Emosional : perasaan dan sikap
c. Rasional : pengetahuan
d. Praktik : keterampilan dan kemampuan individu

34
e. Interpersonal : jaringan sosial dan hubungan antar individu
f. Struktural : lingkup sosial, ekonomi dan politik
g. Posisi atau kedudukan
h. Masalah yang dihadapi
i. Situasi dan kondisi
j. Tujuan

Hal Pokok dalam Pengambilan Keputusan:

a. Intuisi : berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah


terpengaruh
b. Pengalaman : pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu kasus
meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan
c. Fakta : keputusan yang rill, valid dan baik
d. Wewenang : lebih bersifat rutinitas
e. Rasional : keputusan bersifat obyetif, transparan dan konsisten

Ciri pengambilan Keputusan yang Etis:

a. Mempunyai pertimbangan benar salah.


b. Sering menyangkut pilihan yang sukar.
c. Tidak mungkin dielakkan.
d. Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, lingkungan sosial.

Mengapa perlu mengerti Situasi?

a. Untuk menerapkan norma-norma terhadap situasi.


b. Untuk melakukan perbuatan yang tepat dan berguna.
c. Untuk mengetahui masalah-masalah yang perlu diperhatikan.

Kesulitan-kesuliatan dalam mengerti situasi :

a. Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita.

35
b. Pengertian kita terhadap situasi sering dipengaruhi oleh kepentingan,
prasangka dan faktor-faktor subyektif lain.

Bagaimana kita memperbaiki pengertian kita tentang situasi :

a. Melakukan penyelidikan yang mamadai.


b. Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli.
c. Memperluas pandangan tentang situasi.
d. Kepekaan terhadap pekerjaan.
e. Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain

Bentuk pengambilan kebijakan dalam kebidanan:

a. Strategi pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh kebijakan


organisasi/pimpinan, fungsi pelayanan dan lain-lain
b. Cara kerja pengambilan keputusan dengan proses pengambilan
keputusan yang dipengaruhi pelayanan kebidanan klinik dan
komunitas, strategi pengambilan keputusan dan alternatif yang
tersedia
c. Pengambilan keputusan individu dan profesi yang dipengaruhi
standar praktik kebidanan, peningkatan kualitas kebidanan.

Kerangka pengambilan keputusan dalam asuhan kebidanan memperhatikan


hal-hal sebagai berikut :

1. Bidan harus mempunyai responbility dan accountability.


2. Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani
dengan rasa hormat.
3. Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing mother.
4. Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan
dan menyatakan pilihannya pada pengalaman situasi yang aman.

36
5. Sumber proses pengambilan keputusan dalam kebidanan adalah :
knowledge, ajaran intrinsic, kemampuan berfikir kritis, kemampuan
membuat keputusan klinis yang logis.

2. Teori-Teori Etika
Etika didasari oleh filosofi moral yang diaplikasikan dalam setiap
sendi kehidupan manusia. Ada kecenderungan untuk menganggap moral
berkaitan dengan masalah seksualitas, namun, tentunya hal ini berkaitan
dengan kebenaran dan kesalahan atau seharusnya dan tidak seharusnya
dilakukan. Ada tiga level etika pada ummnya antara lain:

 Meta-ethics : melibatkan filosofi yang lebih dalam untuk memeriksa


sebuah hal yang abstrak, untuk mengetahui apa yang kita maksud
benar atau salah. Dalam situasi sehari-hari, kita tidak punya waktu
untuk tingkat pertimbangan ini karena memerlukan waktu untuk
pemikiran yang lebih rumit;
 Ethical theory : bertujuan untuk menciptakan mekanisme pemecahan
masalah seperti dalam hal matematika, tercipta formula/rumus untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan bidangnya; dan
 Practical Ethics : seperti yang disarankan, adalah bagian aktif di
mana karya para filsuf moral dipraktikkan.

Bidan diharuskan untuk tidak hanya selalu up to date dalam hal


kompetensi (kognitif, psikomotor dan afeksi), tetapi juga harus dapat
memahami dan menguasai ranah hukum/ kebijakan dan etika serta norma-
norma yang ada. Adapun beberapa teori yang melandasik etika kebidanan
antara lain:

1. Teori Utilitarisme
Mengutamakan adanya konsekuensi kepercayaan adanya
kegunaan, semua manulisa memiliki perasaan senang dan sakit.
Prinsip umum dari utilitarisme adalah didasarkan bahwa tindakan

37
moral menghasilkan kebahagiaan yang besar bila menghasilkan
jumlah atau angka yang besar.
Bentuk utilitarisme ada dua yaitu :

 Utilitarisme berdasarkan tindakan : bahwa setiap tindakan


ditujukan untuk keuntungan.
 Utilitarisme beradasarkan aturan : bahwa setiap tindakan
didasarkan pada prinsip kegunaan dan aturan moral.

2. Teoti Deontology
Menurut Immanuel Kant : sesuatu dikatakan baik dalam arti
sesungguhnya adalah kehendak yang baik oleh kehendak manusia.
Menurut W.D Ross : Setiap manusia punya intuisi akan kewajiban
dan semua kewajiban berlaku langsung pada diri kita. Kewajiban
untuk melakukan kebenaran adalah kewajiban utama, termasuk
kesetiaan, ganti rugi, terima kasih, keadilan, berbuat baik dan
sebagainya. Memahami kewajiban akan membuat seseorang
terhindar dari konflik atau dilemma.
3. Teori Hedonisme
Sesuai kodratnya setiap manusia mencari kesenangan dan
menghindari ketidaksenangan. Hal terbaik adalah menggunakan
kesenangan dengan baik dan tidak terbawa oleh kesenangan.
Dalam menilai kesenangan, tidak hanya kesenangan inderawi,
tetapi juga kebebasan dari rasa nyeri, serta kebebasan dair
keresahan jiwa. Kita sebut baik jika meningkatkan kesenangan dan
sebaliknya dinamakan jahat jika mengurangi kesenangan atau
menimbulkan ketidak senangan.
4. Teori Eudemonisme
Menurut Aristoteles, dalam setiap kegiatan manusia mengejar
suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi. Semua orang
akan setuju bahwa tujuan hidup akhir manusia adalah kebahagiaan

38
(eudemonia). Keutamaan dalam mencapai kebahagiaan melalui
keutamaan intelektual dan moral.

Ada beberapa prinsip, konsep dan doktrin dalam etika kebidanan yang
harus diperhatikan antara lain:

 Accountability / dapat di pertanggungjawaban


 Beneficence / kemurahan hati
 Non-maleficence / bukan tindak kejahatan
 Confidentiality / kerahasiaan
 Justice / keadilan
 Paternalism : pengambilan kebijakan atau praktik oleh orang
yang memiliki wewenang untuk membatasi kebebasan dan
tanggung jawab bagi mereka atas kepentingan terbaik
bawahannya.
 Consent / persetujuan
 Value of life / nilai kehidupan
 Quality of life / kualitas hidup
 Sanctity / kesucian
 Status of the fetus / status janin
 Acts and omission / Tindakan dan kelalaian
 Ordinary or extraordinary mean
 Double effect
 Truth – telling
3. Dimensi Etik dalam Peran Bidan
Peran bidan secara menyeluruh meliputi beberapa aspek antara lain:
 Praktisi
 Penasehat
 Konselor
 Teman

39
 Pengelola
 Pendidik
 Peneliti

Menurut United Kingdom Central Council (UKCC) tahun 1999 tanggung


jawab bidan meliputi:

 Mempertahankan dan meningkatkan kenyamanan ibu dan bayi


 Menyediakan pelayanan yang berkualitas dan informasi serta
nasehat yang tidak bias yang berdasarkan pada evidence based
dan
 Mendidik dan melatih calon bidan agar dapat bekerjasama dan
memberi pelayanan dengan memiliki tanggung jawab yang sama,
termasuk dengan teman sejawat nya atau kolega agar fit for
practice and fit for purpose.

Dimensi Kode etik meliputi:

1. Antara anggota profesi dan klien


2. Antara anggota profesi dan sistem kesehatan
3. Anggota profesi dan profesi kesehatan
4. Sesama anggota profesi

Prinsip kode etik terdiri dari:

1. Menghargai otonomi
2. Melakukan tindakan yang benar
3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan
4. Memperlakukan manusia dengan adil
5. Menjelaskan dengan benar
6. Menepati janji yang telah disepakati
7. Manjaga kerahasiaan

40
4. Penanganan Konflik Etik Kebidanan Terdiri Atas

1. Informed Concent
Pesetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap
bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien
setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai
tindakan yang akan dilakukan
2. Negosiasi
Proses yang di dalamnya dua pihak atau lebih bertukar barang / jasa
dan berupaya menyepakati tingkat kerjasama tersebut.

Negosiasi terjadi ketika suatu keadaan memenuhi syarat-syarat berikut ini:

 Pertama, melibatkan dua pihak atau lebih. Kedua, terdapat suatu


konflik kepentingan antara pihak-pihak tersebut.
 Keduanya menginginkan sesuatu yang menguntungkan untuk dirinya
masing-masing. Price versus profit, keuntungan bagi satu pihak
merupakan harga yang harus dibayar oleh pihak lain.
 Ketiga, pihak-pihak yang terlibat sama-sama berusaha untuk mencapai
kesepakatan bukannya berkonflik. Kesepakatan dapat dicapai melalui
kompromi antara memberi dan menerima sesuatu antar pihak tersebut

3. Persuasi
Persuasi bisa diartikan sebagai usaha untuk mengubah sikap dan
kepercayaan melalui informasi dan argument.
Ketika target menerima pesan (message) yang berbeda dari pendiriannya
maka munculah respon yang bermacam-macam seperti :
 reject the message (menolak pesan atau informasi)
 derogate the source (mencela the sumber)
 suspend judgment (mencari informasi tambahan untuk menentukan
keputusan, menolak atau menerima)

41
 distort the message (tidak menanggapi informasi dan
menyimpannya dalam “skema” yang mungkin suatu saat akan
mengubah sikapnya)
 attempt counter persuasion (melancarkan argumentasi balik)

2.6 Landasan Hukum Profesi Dalam Pelayanan Kebidanan


A. Pentingnya Landasan Hukum Dalam Praktek Profesi
Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak
bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang lain, menuruti hukum tentang kebebasan. (Immanuel
Kant)
Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat , aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika
dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan
pelanggaran. (Leon Duguit)
Kesimpulan :
a)      Merupakan aturan (perintah atau larangan)
b)     Mengikat/memaksa (harus dipatuhi)
c)      Memiliki sanksi atau akibat
d)     Ada peran kekuasaan negara/penguasa
e)      Melindungi kepentingan-kebebasan anggota masyarakat
Pada dasarnya hukum merupakan cerminan nilai-nilai yang berlaku
dimasyarakat dan memegang nilai-nilai secara konsisten merupakan
tindakan yang etis , sehingga antara hukum dan etika juga memiliki
keterkaitan.Digunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan
tugas profesinya.
Tujuan :
1. Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
2. Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.

42
B. Perundang-Undangan Yang Melandasi Tugas, Praktik Dan Fungsi Bidan
1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga
kesehatan
2. Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
3. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR
PROFESI BIDAN
4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN

C. Aspek Hukum Dan Keterkaitannya Dengan Pelayanan / Praktek Bidan


Dan Kode Etik

Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau


standar profesi. Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam
KEPMENKES RI No. 369/MENKES/SK/III/2007 yang berisi mengenai
latar belakang kebidanan. Berbagai defenisi dalam pelayanan kebidanan.
Berbagai defenisi dalam pelayanan kebidanan, falsafah kebidanan,
paradigma kebidanan, ruang lingkup kebidanan, standar praktek
kebidanan, dan kode etik bidan di Indonesia. Pelayanan Kebidanan Adalah
seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam
sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu
dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat. 

D. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia


Hubungan hukum perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan
tenaga kesehatan adalah:

43
Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik
dengan tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa.
Hubungan timbale balik ini mempunyai dasar hukum yang merupakan
peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima jasa kesehatan dan tenaga
kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan
kewajiban.

2.7 Tugas Sebagai Bidan Berdasarkan Etik Dan Kode Etik Profesi
1. Bidan profesional
Profesional berarti memiliki sifat profesional (profesional = ahli).
Secara populer seseorang bekerja di bidang apapun sering diberi predikat
profesional. Sesorang pekerja profesional dalam bahasa keseharian
tersebut adalah seorang pekerja yang terampil atau cakap. Bidan adalah
jabatan profesional. Dikatakan jabatan profesional karena :
 Disiapkan melalui pendidikan agar lulusannya dapat mengerjakan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dan kemampuannya
diperoleh melalui jenjang pendidikan.
 Dalam menjalankan tugasnya bidan mempunyai alat yang dinamakan
kode etik dan etika kebidanan
 Bidan memiliki kelompok pengethuan yang jelas dalam menjalankan
profesinya
 Memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya (Kep Menkes
900/VIII/2002)
 Memiliki organisasi profesi
 Memiliki karakteristik khusus, dan dikenal derta dibutuhkan
masyarakat
 Menjadikan bidan sebagai sumber utama kehidupan

Persyaratan bidan sebagai jabatan profesional meliputi :


a) Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau
spesialis

44
b) Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga
profesional
c) Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat
d) Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh
pemerintah
e) Mempunyai peran dan fungsi yang jelas
f) Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur
g) Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
h) Memiliki kode etik bidan
i) Memiliki etika kebidanan
j) Memiliki standar pelayanan dan standar praktek
k) Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan
profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan
l) Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana
pengembangan kompetensi

2. Peran Bidan Profesional


Peran bidan secara umum berdasarkan undang – undang dibagi menjadi :
1. Pelaksana
2. Pengelola
3. Pendidik
4. Peneliti
a. Pelaksana
Sebagai pelaksana bidan memiliki kategori tugas yaitu:
1. Tugas Mandiri
Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
yang diberikan.
-   Memberikan pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan
dengan melibatkan mereka sebagai klien.
-   Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama
kehamilan normal.

45
-   Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa
persalinan dengan melibatkan klien/keluarga.
-   Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
-   Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas
dengan melibatkan klien/keluarga.
-   Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang
membutuhkan pelayanan keluarga berencana.
-   Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan
sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium.
-   Memberikan asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan
melibatkan keluarga.
2. Tugas Kolaborasi
-   Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien
dan keluarga.
-   Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas, bayi baru lahir dan balita dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
3. Tugas Rujukan
-   Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan
keluarga.
-   Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
pada kasus kehamilan, persalinan, masa nifas, bayi baru lahir,
dan balita yang disertai kegawatdaruratan yang memerlukan
konsultasi serta rujukan yang melibatkan klien dan keluarga.
b. Pengelola
Sebagai pengelola, bidan berperan mengembangkan pelayanan dasar
kesehatan, terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga,
dan masyarakat di wiliyah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien.

46
Selain itu bidan juga dapat bekerja sama dengan lintas sektor yang ada
di masyarakat.
c. Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki tugas yaitu sebagai pendidik dan
penyuluh kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing bagi
kader.
d. Peneliti
Bidan melakukan penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik
secara mandiri maupun berkelompok untuk meningkatkan dan
mengembangkan pelayanan kesehatan yang diberikan pada
masyarakat.

3. Pelayanan Professional
a.    Berlandaskan sikap dan kemampuan profesional
b.    Ditujukan untuk kepentingan yang menerima
c.    Serasi dengan pandangan dan keyakinan profesi
d.   Memberikan perlindungan bagi anggota profesi

4. Perilaku Profesional
a.  Bertindak sesuai dengan keahliannya dan didukung oleh pengetahuan
dan pengalaman serta keterampilan yang tinggi
b.  Bermoral tinggi
c.  Berlaku jujur, baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
d. Dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada etika profesi dan
aspek legal
e. Tidak melakukan tindakan coba-coba yang tidak didukung ilmu
pengetahuan profesinya
f.  Tidak memberikan janji yang berlebihan
g.  Tidak melakukan tindakan yang semata-mata didorong oleh
pertimbangan komersial
h.  Memegang teguh etika profesi

47
i.  Mengenal batas-batas kemampuan
j.  Menyadari ketentuan hukum yang membatasi geraknya
k. Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis
yang dibuatnya.
l. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan
mutakhir secara berkala
m.Menggunakan cara pencegahan universal untuk mencegah penularan
penyakit dan strategi pengendalian infeksi.

2.8 Sumber- Sumber Hukum Dalam Pelayanan Kebidanan


A. Peran dan fungsi Majelis Pertimbangan Etik Profesi Bidan
Peran dan fungsi Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis
Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis (MP2EPM), yang
meliputi :
1. Kepmenkes RI no. 554/Menkes/Per XII/1982.
Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan
pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana
pelayanan medis.
2. Peraturan Pemerintah Ni. 1 Tahun 1988 BabV Pasal 11.
Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan
tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh
Menteri Kesehatan atau Pejabat yang ditujukan.
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No, 640/Menkes/Per/X 1991,
Tetang Pembentukan MP2EPM.

Dasar Majelus Disiplin Tenaga kesehatan (MDTK), adalah


sebagai berikut :
1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945
2. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Keputusan Presiden Tahun1995 tentang pembentukan MDTK

48
Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam
menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan.
a. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat
b. Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Propinsi
c. Majelis Etika Profesi Bidan
d. Badan Konsil Kebidanan
B. Majelis Etika Profesi Bidan
Pengertian majelis etika profesi bidan adalah merupakan badan
perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya
tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan
indikasi penyimpangan hukum. Realisasi majelis etika bidan (MPEB)
dan majelis pembelaan anggota (MPA). Latar belakang dibentuknya
majelis pertimbangan etika bidan atau MPEB adalah adanya unsur-unsur
pihak-pihak terkait:
1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien
2. Sarana pelayanan kesehatan
3. Tenaga pemberi pelayanan, yaitu bidan
Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama.
Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka
diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi, prosedur yang baku
dan kode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk majelis etik bidan,
yaitu MPEB dan MPA. Tujuan dibentuknya majelis etika bidan adalah
untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan
dan penerima pelayanan.
Lingkup majelis etik kebidanan meliputi:
a. Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi
pelayanan bidan (Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/Tahun
2002).

49
b. Melakukan supervisi lapangan, termasuk tentang teknis, dan
pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah
pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan standar praktik bidan,
standar profesi dan standar pelayanan kebidanan, juga batas-batas
kewenangan bidan.
c. Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik
kebidanan.
d. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan,
khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan.

Pengorganisasian majelis etik kebidanan, adalah sebagai berikut:


a. Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisasi yang
mandiri, otonom, dan non struktural.
b. Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi atau pusat.
c. Majelis kebidanan pusat berkedudukan di ibukota negara dan
majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
d. Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris
e. Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang
f. Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selama tiga tahun dan
sesudahnya, jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan
yang berlaku, maka anggota tersebut dapat dipilih kembali.
g. Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh
menteri kesehatan.

Susunan organisasi majelis etik kebidanan terdiri dari:


1. Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan di
bidang hukum.
2. Sekretaris merangkap anggota.
3. Anggota majelis etik bidan.

Tugas majelis etik kebidanan, adalah meliputi:

50
a. Meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau
kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh
bidan.
b. Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga
yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
c. Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
d. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsul ke majelis
etik kebidanan pada tingkat pusat
e. Sidang majelis etik kebidanan paling lambat 7 hari, setelah diterima
pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta
keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
f. Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang.
g. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan
daerah IBI di tingkat propinsi.

Dalam pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi


bidan IBI, telah melantik MPEB (majelis pertimbangan etika bidan) dan
MPA (majelis peradilan profesi, namun dalam pelaksanaannya belum
terealisasi dengan baik.

C. Permenkes Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan


1. Pencatatan dan pelaporan
a. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010Sebagaimana telah
ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang
izin dan penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20
mengenai pencatatan dan pelaporan. Yang mana bunyi pasal
tersebul ialah : 
b. Pasal 20
1. Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melkukan pencatatan
dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.

51
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke
Puskesmas wilayah tempat praktik.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002 sebagaimana telah ditetapkan
oleh Kepmenkes RI NO.900/MENKES/2002  tentang Registrasi dan
Praktik Bidan pada bab VI pasal 27 mengenai pencatatan dan
pelaporan, yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
a. Pasal 27
1. Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencacatan
dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan
puskesmasdan tembusan keepala dinas kesehatan
kabupaten/kota   setempat.
3. Pencatatan dan peaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran IV keputusan ini. 
3. Pembimbingan dan Pengawasan
a. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010Kepmenkes RI NO.
1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek
bidan pada Bab V pasal 20 sampai pasal 24 mengenai
pembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebul
ialah :
b. Pasal 20
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan,
keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap
segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi
kesehatan.
c. Pasal 21

52
1. Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan
dengan mengikut sertakan Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi
profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diarahkan untuk meningkatkan  mutu pelayanan,
keselamatan pasien dan melindungi masyarakat
terhadap  segala kemungkinan yang dapat menimbulkan
bahaya bagi kesehatan.
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus
melaksanakan pembinaan dan pengawasan  penyelenggaraan
praktik bidan.
4. Dalam pelaksanaa ntugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus membuat
pemetaan tenaga bidan praktik  mandiri dan bidan di desa
serta  menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk
pelaksanaan tugas supervise terhadap bidan di
wilayah tersebut.

d. Pasal 22 
1. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan
bidan yang bekerja dan yang berhenti  bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada
organisasi profesi.
e. Pasal  23
1. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten / kota dapat
memberikan tindakan administrative kepada bidan yang

53
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan
praktik dalam Peraturanini.
2. Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1
(satu) tahun ; atau
d. pencabutan SIKB / SIPB selamanya
f. Pasal24
a. Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi 
beruparekomendasi pencabutan surat izin /STR kepada kepala 
dinas kesehatanprovinsi / majelis tenaga kesehatan Indonesia
(MTKI) terhadap bidan yang
melakukan praktik tanpa memiliki SIPB
atau kerja tanpa memiliki SIKB
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dan (2).
b. Pemerintah daerah  kabupaten/ kota dapat mengenakan sanksi t
eguranlisan, teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilita
s pelayanankesehatan yang mempekerjakan bidan yang
tidak mempunyai SIKB. 

2.9 Pentingnya Ilmu Humaniora Dalam Profesi Bidan


A. Pengertian Humaniora
Menurut bahasa latin, humaniora disebut artes liberales yaitu studi
tentang kemanusiaan. Sedangkan menurut pendidikan Yunani Kuno,
humaniora disebut dengan trivium, yaitu logika, retorika dan gramatika.
Pada hakikatnya humaniora adalah ilmu-ilmu yang bersentuhan
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup etika, logika, estetika,
pendidikan pancasila, pendidikan kewarganegaraan, agama dan

54
fenomenologi. Yang sering disebut sebagai Mata Kuliah Dasar Umum
(MKDU).
B. Pengertian Ilmu Kebidanan
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan
dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan
menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan
menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia
serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan
komunitasnya.
C. Kaitan Humaniora dan Kebidanan
Ilmu kebidanan dan Ilmu Humaniora, sebenarnya 2 ilmu yang
berbeda antara satu dengan yang lain. Namun, ternyata keduannya
memiliki hubungan yang saling melengkapi. Pelayanan kebidanan tanpa
dilandasi konsep humaniora bisa dikategorikan tindak kriminal karena
baik secara langsung maupun tidak langsung, tindakan tidak manusiawi
tersebut akan merampas hak klien sebagai pengguna layanan kebidanan.
Hal ini tentunya merugikan bagi pengguna jasa maupun pelaksana
pelayanan dalam hal ini adalah bidan. Bagi bidan yang tidak menerapkan
ilmu humaniora bisa dikatakan telah melanggar kode etiknya dan
kepadanya diberikan sanksi yang tegasa atas kelalaian yang dibuat baik
sengaja maupun tidak disengaja. Dalam makalah ini, akan dibahas
bagaimana peran dan fungsi dari kedua ilmu tersebut secara lebih
mendetail. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa bidan yang nantinya
akan menjadi bidan professional mengetahui makna penerapan ilmu
humaniora dalam memberikan pelayanan kebidanan.
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang
dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan. Pengerucutan
dari pelayanan kebidanan ini adalah pemberian asuhan kebidanan yaitu
proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan

55
sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu
dan kiat kebidanan.
Alasan Penerapan Humaniora dalam Ilmu Kebidanan
Telah dijelaskan diatas, bahwa humaniora secara singkat diartikan
sebagai ilmu untuk memuliakan manusia baik dari segi fisik maupun
psikis.
Beberapa alasan yang menyebabkan humaniora ini bisa sangat
penting artinya diterapkan dalam pelayanan kebidanan antara lain:

a. Bidan sebagai barisan pertama dalam masyarakat untuk


menangani masalah kesehatan. Hal ini menambah peluang
bidang untuk menangani masalah kemasyarakatan yang sangat
memerlukan aturan humaniora dalam menjalankan
kehidupannya.
b. Bidan sebagai pelayan kesehatan yang menangani
mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan
menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan,
klimakterium dan menopause yang keseluruhan mencagkup
setengah dari masa kehidupan manusia.
c. Bidan memiliki peluang besar dalam hal aborsi, pembatasan
kelahiran yang hingga kini masih menjadi teka-teki masih
kurang jelasnya status ilegal dari aborsi.

Penerapan Ilmu Humaniora dalam Memberikan Pelayanan


Kebidanan
1. Pemberian Asuhan Kebidanan.
Dalam memberikan pelayanan kepada klien, bidan harusnya
memenuhi kode etik dan sumpah profesi yang telah dilakukan
sebelum terjun menjadi bidan antara lain :
 Kewajiban bidan terhadap klien dan masyrakat (6
butir)

56
 Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
 Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga
kesehatan (2 butir)
 Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
 Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
 Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa
dan tanah air (2 butir).

Kode etik inilah yang menjadi pembatas tindakan-tindakan yang


boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bidan yang tentunya harus
dilandasi ilmu humanira sehingga mampu memuliakan klien.
D. Contoh Kasus Paling Umum Terkait Humaniora dan Kebidanan
1. Aborsi
Aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Aborsi
ini menjadi illegal bila dilakukan dengan sengaja khusunya dalam
hal ini adalah dilakukan oleh tenaga bidan untuk menghentikan
kehamilan kliennya.
Ilmu humaniora di sini sangat dibutuhkan sabagai penguat
dasar kode etik bidan, secara otomatis bidan yang memegang teguh
kode etik dan memegang konsep humaniora tidak akan melakukan
aborsi ini. Karena selain bukan merupakan kewenangannya, juga
diluar dari kode etiknya.
2. Pembatasan Kehamilan
Semakin melunjaknya jumlah penduduk yang tidak
diimbangi dengan meningkatnya sumber daya alam yang
dibutuhkan memacu adanya prosedur diberlakukannya
pembatasan kehamilan. Dalam hal ini merujuk pada 2 sistem
pembatasan kelahiran yaitu promotif untuk memiliki 2 anak saja
dan adanya keluarga berencana. Sebenarnya KB ini dapat memicu

57
kontra terkait pelanggaran hak manusia dalam meneruskan
keturunan.
Namun setelah dikaji lebih mendalam, hal ini tidaklah
melanggar peri kemanusiaan yang tentunya juga disendingkan
dengan alasan-alasan yang logis. Sehingga diperlukan bidan
professional yang mampu memahami penerapan Ilmu humaniora
dalam melaksanakan tugasnya.

58
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika Profesi adalah menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh
dilakukan atau tidak, tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain,bersifat
absolute artinya prinsip etika tidak dapat ditawar berlakunya. Tidak hanya
memandang segi lahiriah tapi juga batiniahnya. Fungsi etika untuk mencapai
suatu pendirian dalam pergolakan pandangan pandangan moral yg berupa
refleksi kritis.
Dari penjelasan yang telah dijabarkan diatas, dapat diperoleh kesimpulan :
 Prinsip dari pendidikan humaniora bertujuan membuat manusia
lebih manusiawi atau untuk keselamatan dan kesempurnaan
manusia.
 Pelayanan kebidanan yang diberikan kepada klien meliputi seni
yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan
menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium
dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi
reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada
perempuan, keluarga dan komunitasnya yang semuanya harus
dilakukan berdasarkan kode etik dan peri kemanusiaan.
 Diperlukan adanya penerapan ilmu humaniora dalam memberikan
pelayanan kebidanan karena berbagai factor yang menjurus peran
bidan sebagai gardu utama dalam memberikan pelayanan
kesehatan di lingkungan masyarakat.

59
3.2 Saran
Pemberian mata kuliah humaniora untuk mahasiswa bidan, memang
sangat bermanfaat karena dapat dijadikan sebagai bekal untuk menjalankan
profesi kedepannya, sehingga mata kuliah humaniora perlu dipertahankan
bahkan diberikan porsi lebih. Ilmu humaniora sebaiknya tidak hanya
dianggap sebagai teori namun juga harus bisa diterapkan dalam kehidupan.

60
DAFTAR PUSTAKA

Hendrik.2016.ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN.Jakarta:Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Yanti, Eko Nurul.ETIKA PROFESI DAN HUKUM


KEBIDANAN.Yogyakarta:Pustaka Rihana.

Marimbi, Hanum. 2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Yogyakarta :
Mitra Cendikia.

Wahyuningsih,  Heni Puji. 2008.  Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta :


Fitramaya.

Masruroh. 2010. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Citra Pustaka

Mafluha Y, Nurzannah S. Modul Etika dan Hukum Kesehatan Bagi Mahasiswa


Diploma III Kebidanan. Tangerang: Akademi Kebidanan Bina Husada
Tangerang 2016. (diakses pada tanggal 28 Januari 2018)

Nordqvist C. Euthanasia and Assisted. Newsletter [Internet]. 2016. Available


from: https://www.medicalnewstoday.com/articles/182951.php.

Wahyudi A. Konflik, Konsep Teori dan Permasalahan. Portal Garuda. [Internet].


2015. Available from: http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=419078&val=8953&title=KONFLIK, KONSEP TEORI DAN
PERMASALAHAN.

61

Anda mungkin juga menyukai