Anda di halaman 1dari 7

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

DIARE PADA ANAK

DISUSUN OLEH:
Elisa M.S Aritonang

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Herri Novita Tarigan, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELITUA
T.A 2019/2020
Lampiran

1. Pengertian Diare pada anak


Diare merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Karenanya tidak
mengherankan jika bahan-bahan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut
menempati tempat yang khusus dalam sejarah kedokteran. Dokter Sumeria pada tahun
3000 SM telah menggunakan sediaan antidiare dari opium. Penyakit diare atau juga
disebut gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah utama negara perkembang
termasuk Indonesia (Goodman dan Gilman, 2003).
Dua penyakit yang menonjol sebagai penyebab utama kematian pada anak
kelompok umur 1 sampai 4 tahun adalah diare dan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi, yaitu campak, batuk rejan dan tetanus (Anggarini, 2004).
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan
tau tanpa darah pada tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi mendadak pada orang
yang sebelunya sehat dan berlangsung kurang dari 2 minggu (Noerasid dkk., 1988)
Angka kesakitan penyakit diare adalah sekitar 200 – 400 kejadian di antara 1000
penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan penderita
diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, dengan sebagian besar (70% - 80%)
penderita ini adalah anak dibawah umur lima tahun, yang disebabkan karena dehidrasi.
Hal inilah yang menyebabkan sejumlah 350.000 - 500.000 anak di bawah umur 5 tahun
meninggal setiap tahunnya (Noerasid dkk., 1988)
Diare sebenarnya bukan merupakan hal asing bagi masyarakat, karena sebagian
besar dari anggota masyarakat pernah menderita penyakit ini. Namun, angka kematian
yang tinggi akibat diare terutama pada bayi dan anak-anak yaitu sebesar 23,2% di
wilayah Surabaya (Zeinb , 2004).
Pada banyak pasien, onset diare terjadi secara tiba-tiba tetapi tidak terlalu parah dan dapat
sembuh sendiri tanpa memerlukan pengobatan. Pada kasus yang parah, resiko terbesar
adalah dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terutama pada bayi, anak-anak dan
manula yang lemah. Oleh karena itu, terapi rehidrasi oral merupakan kunci utama
penanganan untuk pasien sakit diare akut (Zeina , 2004).
Kematian akibat diare biasanya bukan karena adanya infeksi dari bakteri atau
virus, tetapi terjadinya dehidrasi pada diare hebat yang serius disertai dengan muntah–
muntah, sehingga tubuh akan kehilangan banyak cairan tubuh. Sehingga bisa berakibat
dehidrasi, asidosis, hipokalemia yang tidak jarang akan berakhir dengan kejang dan
kematian. Pada bayi dan anak-anak kondisi ini lebih berbahaya karena cadangan intrasel
dalam tubuh mereka kecil dan cairan ekstrasel lebih mudah dilepaskan jika dibandingkan
orang dewasa. Pada pasien diare akut yang parah harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap, selanjutnya dilakukan upaya pengobatan (Setiawan, 2005).
Kerasionalan penggunaan obat erat berkaitan dengan penulisan resep,
ketersediaan obat, peracikan obat, aturan pakai yang benar (meliputi dosis, interval
waktu, dan lama penggunaan), khasiat serta keamanan dan mutu obat. Untuk upaya
peningkatan pemakaian obat secara rasional, dibutuhkan peningkatan seluruh proses
terapi. Proses terapi tersebut mencakup diagnosis, pemilihan kelas terapi dan jenis terapi,
penentuan dosis dan cara pemberian, pemberian obat pada pasien, serta adanya evaluasi
hasil (Ashadi, 1997).
Obat-obat diare yang diberikan dapat memberikan efek samping yang tidak
dikehendaki misalnya konstipasi dan ketergantungan pada obat selama masa pengobatan
(Setiawan, 2005). Dengan demikian perlu pemahaman yang baik mengenai obat yang
relatif aman untuk pasien diare akut, agar tidak merugikan pasien. Dasar inilah yang
mendorong dilakukan penelitian tentang evaluasi penggunaan obat diare akut pada pasien
rawat inap, dengan melihat obat, dosis dan pasien dapat dilihat apakah pengobatan sesuai
dan tidak merugikan pasien yang berobat. Akhirnya dapat digunakan sebagai dasar
diarahkannya sistem pengobatan pada penderita diare akut yang lebih baik.
2. Penyebab Diare Pada Anak
1. Infeksi bakteri
Beberapa bakteri seperti shigella, salmonella, dan escherichia coli dapat
menginfeksi tubuh Anda dan menyebabkan diare. Bakteri penyebab diare tersebut
biasanya menyebar melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi serta kontak
langsung dengan orang yang terinfeksi. Jadi, Anda bisa terinfeksi bakteri penyebab
diare saat Anda mengonsumsi makanan yang diolah secara secara tidak higienis oleh
orang yang sedang sakit diare.
Pasalnya, bisa saja orang yang terinfeksi lupa mencuci tangan setelah
menggunakan toilet dan kemudian orang yang terinfeksi langsung menangani
makanan, sehingga bakteri bisa berpindah ke makanan. Nah jika sistem kekebalan
tubuh Anda sedang menurun, maka Anda mungkin saja terinfeksi penyakit ini.
Anak kecil mungkin akan lebih rentan terinfeksi bakteri penyebab diare karena
daya tahan tubuhnya belum sekuat orang dewasa.
2.  Infeksi virus
Beberapa infeksi virus dapat menyebabkan diare dan muntah, misalnya infeksi
virus rotavirus dan norovirus. Kelompok virus tersebut sangat mudah menular dari
satu orang ke orang lainnya. Penggunaan peralatan makan serta mengonsumsi
minuman dan makanan yang terkontaminasi bisa menyebabkan Anda terinfeksi virus
tersebut. Bahkan, orang yang terinfeksi dan tidak memunculkan gejala apa pun juga
dapat menularkan virus  tersebut.
3. Keracunan makanan
Beberapa kasus diare pada anak dapat disebabkan oleh keracunan makanan. Diare
si kecil kemungkinan disebabkan oleh masalah ini jika dibarengi juga dengan
muntah-muntah dalam beberapa jam setelah makan.
Anak dapat keracunan makanan apabila makanan tersebut sudah terkontaminasi
oleh kuman seperti Salmonella  dan E. coli.
Diare anak yang diakibatkan keracunan makanan biasanya dapat mereda sendiri
dalam waktu kurang dari 24 jam.
4. Alergi makanan
Gejala diare dan muntah pada anak bisa disebabkan karena ia alergi
makanan. Ada banyak jenis makanan yang berisiko menyebabkan alergi. Namun,
makanan berikut adalah yang paling sering menyebabkan reaksi alergi pada anak:
 Produk susu (termasuk susu, keju, butter, krim susu, dan es krim)
 Telur
 Kacang-kacangan
 Kedelai
 Gandum
Pada anak bayi yang masih menyusu, ia dapat mengalami alergi dari makanan
yang ibunya konsumsi. Protein dari makanan yang ibu makan akan terserap ke dalam
ASI dan masuk ke dalam tubuh bayi.
5. Peredangan usus
Radang usus dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering ditemukan pada
usia 15-30 tahun. Penyebab pasti radang usus belum diketahui, namun diduga terkait
dengan gangguan sistem kekebalan tubuh.
Radang usus atau penyakit inflamasi usus terdiri dari 2 jenis penyakit, yaitu
kolitis ulseratif dan Crohn’s disease. Kolitis ulseratif adalah peradangan kronis pada
lapisan terdalam usus besar atau kolon, sedangkan Crohn’s disease merupakan
peradangan yang bisa terjadi di seluruh sistem pencernaan, mulai dari mulut hingga
ke dubur.
6. Makanan sisa
Meski sisa bahan makanan masih terlihat segar, ada kemungkinan pertumbuhan
bakteri didalamnya. Hal ini dapat sebabkan muntah yang umum dikaitkan dengan
keracunan makanan. Muntah mungkin terjadi sesaat setelah Anda mengonsumsi
makanan sisa yang mengandung bakteri, dalam waktu 2 jam setelanya, atau bahkan
setelah 1-2 hari mengonsumsinya. Hal ini terjadi akibat racun atau bahan kimia yang
diproduksi bakteri tersebut.
3. Penanganan diare pada anak
Diare pada anak adalah salah satu penyakit yang bisa disembuhkan di rumah,
asalkan dengan penanganan yang tepat. Selain memberikan obat-obatan sesuai resep
dokter, memastikan anak tidak sampai dehidrasi, Bunda juga bisa memberikan
penanganan tepat dari segi asupan makanan.
Penanganan diare pada anak dari segi makanan harus dilakukan dengan tepat ya,
ketahui tips penanganan diare pada anak berikut ini:
a) Penuhi kebutuhan cairan
Diare pada anak sering dibarengi dengan kondisi kekurangan cairan dan
dehidrasi. Kehilangan cairan tubuh harus segera diatasi, yaitu dengan meningkatkan
konsumsi cairan harian.  Produk minuman lain seperti oralit atau pedialit bisa
membantu kadar cairan tubuh anak. Produk ini umumnya tersedia di apotek. Selain
itu, Bunda bisa memberikan makanan yang lembut seperti agar-agar sebagai alternatif
cairan untuk anak.
Sup kaldu, jus buah, dan susu tanpa laktosa juga dapat menjadi pilihan nutrisi.
Susu pertumbuhan berbahan dasar kedelai (tanpa kandungan laktosa), dapat diberikan
kepada buah hati saat ia diare.
b) Asupan makanan saat anak diare
Selama anak masih mengalami diare, Bunda tetap bisa memberikan asupan
berupa makanan padat. Berikut adalah beberapa hal yang sebaiknya Bunda pahami
mengenai asupan makanan saat anak diare.
 Tetap makan 3 kali sehari, walau dalam porsi lebih sedikit.
 Konsumsi makanan yang mengandung garam, misalnya biskuit atau sup.
 Sereal
 Sayuran rebus, misalnya wortel, kacang hijau, jamur, dan sebagainya
 Pastikan seluruh jenis makanan telah dibersihkan dan dimasak sampai matang.
c) Makanan yang harus dihindari saat anak diare
Saat diare, buah hati harus menghindari makanan berikut:
 Makanan yang digoreng dan makanan berminyak
 Fast food atau makanan olahan seperti nugget dan sosis
 Jus dalam kemasan yang mengandung banyak gula
 Susu sapi
d) Kapan harus menghubungi dokter
Diare pada anak selalu membutuhkan pengawasan teliti dari orang tua. Bunda
bisa segera hubungi dokter jika buah hati menunjukkan gejala berikut:
 Anak sangat lemas dan tidak beraktivitas seperti biasa (tidak bias duduk atau
memalingkan kepala)
 Mulut kering
 Menangis tanpa air mata
 Demam berkepanjangan
 Pendarahan pada BAB
 Sakit perut
dengan tips dan panduan asupan makanan saat anak diare, Bunda bisa
memastikan nutrisi buah hati tetap terpenuhi dan segera sehat kembali.

Anda mungkin juga menyukai