Anda di halaman 1dari 12

“Satu Orang Bahagia Seribu Orang Sengsara”

Sebagai salah satu tugas mata kuliah anti korupsi


Yang bertema
ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN DALAM
PEMBERANTASAN KORUPSI

Dosen Pengampu : Zulman Barniat, M.IP

Disusun Oleh
Nama : Alun Bahari
Npm : 20010003
Kelas : A

Prodi Teknik Elektro


Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Lampung
Bandar Lampung
2021 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan, serta
pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Satu
Orang Bahagia Seribu Orang Sengsara” dengan tepat waktu yang telah di
tentukan.

Saya berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah


pengetahuan rekan-rekan mahasiswa pada khususnya dan pada pembaca pada
umumnya tentang materi yang saya sampaikan pada makalah ini. Mudah-
mudahan makalah sederhana ini bisa dengan mudah dipahami oleh siapapun
yang membacanya

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Bapak


Zulman Barniat, M.IP ,atas dukungan dan bimbingannya dalam meberikan
materi pada matakuliah anti korupsi. Dan juga saya meminta maaf bilamana
terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan. Serta tidak lupa
saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar terciptanya
makalah yang lebih baik lagi.

Bandar Lampung,10 April 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir di setiap negara di dunia tidak luput dari praktik korupsi.
Tidak heran kemudian bahwa upaya perlawanan terhadap korupsi juga
menyita perhatian dunia internasional. Hal itu dikarenakan korupsi sebagai
kejahatan luar biasa (extraordinary crime) menimbulkan akibat yang luar
biasa pula.
Begitupun di Indonesia yang tingkat korupsinya terbilang cukup tinggi,
karena Indonesia tercatat dalam peringkat ke 3 negara tekorup se- Asia (dikutip
pada tahun 2020). Hal ini sangat berpengaruh terhadap terpuruknya sistem
perekonomian negara Indonesia ini. Untuk itu pembrantasan terhadap oknum –
oknum yang melakukan korupsi harus dilakukan dengan menggunakan cara –
cara yang khusus dan penanganan yang luar biasa, demi terciptanya negara
dengan penduduk yang jujur.
Namun sampai saat ini m bisa dilihat dari media media bahwa penangan
atau pemberian sanksi kepada para koruptor belumlah membuat pelaku korupsi
tersebut jera. Sehingga sampai saat ini masih banyak para koruptor berkeliaran di
negri kita tercinta ini.

1.2 Rumusan Masalah


Untuk lebih memahami bagaimana situasi negara Indonesia ini terhadap
korupsi kita akan membahas beberapa point, antara lain:
1. Pengertian Korupsi ?
2. Seajarah awal mula korupsi di Indonesia ?
3. Sikap masyrakat kecil dan mahasiswa terhadap kasus korupsi ?
4. Dari mana keabanyakan orang yang menjadi koruptor ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apa Itu Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja
corrumpere berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok.
Menurut Istilah korupsi merupakan perilaku pejabat publik, baik politikus maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalah gunakan kekuasaan
publik berupa penyelewengan dan penggelapan (Uang negara atau perushaan)
yang dipercayakan kepada mereka.
Intinya, korupsi adalah menyalah gunakan kepercayaan yang diberikan
publik atau pemilik untuk kepentingan pribadi. Sehingga, korupsi menunjukkan
fungsi ganda yang kontradiktif, yaitu memiliki kewenangan yang diberikan
publik yang seharusnya untuk kesejahteraan publik, namun digunakan untuk
keuntungan diri sendiri.
2.2 Faktor Penyebab Korupsi

Masalah utama kasus korupsi beriringan dengan kemajuan, kemakmuran


dan teknologi, semakin maju pembangunan suatu bangsa, semakin meningkat
pula kebutuhan dan mendorong seseorang untuk melakukan korupsi.8 Sebagai
suatu peristiwa korupsi tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya tindak pidana korupsi. Korupsi terjadi disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

A. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang disebabkan oleh keinginan diri pelaku.
Faktor internal ini dapat dijabarkan dalam hal-hal berikut.
1) Sifat kepribadian yang rakus
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan
makan. Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah
berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya
diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam
diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus biasanya dilatar belakangi
keinginan untuk mendapatkan lebih dari yang seharusnya ia dapatkan.
2) Lemahnya akhlak dan moral
Setiap anak yang lahir di dunia pasti mendapatakan pelajaran
tentang baik dan buruk dalam perbuatan, baik dari keluarga atau orang tua
maupun dari lingkungan. Seseorang yang melakukan korupsi telah
menyimpang dari ajaran moral. Korupsi merupakan perbuatan yang tidak
baik, bahkan dianggap tercela. Oleh sebab itu. Orang yang melakukan
korupsi dapat dikatakan sebagai orang yang tidak berakhlak atau tidak
bermoral.
3) Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup
seseorang konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai akanmembuka peluang seseorang untuk
melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu
kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
4) Iman yang lemah
Orang yang imanya lemah sangat rentan terpengaruh hal-hal yang
kurang baik. Landasan agama tiang utama dalam membentengi
perilaku seseorang. Apabila iman seseorang kuat niscaya mereka akan
terhindar dari praktik-praktik korupsi.

B. Faktor Eksternal
Merupakan faktor dari luar yang berasaldari situasi lingkungan yang
mendukung seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini beberapa faktor
eksternal penyebab korupsi.
1) Faktor Ekonomi
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan
ada kemung-kinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal
ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk

mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.10


2) Faktor organisasi
Dalam hal ini, organisasi yang dimaksud memiliki cakupan yang
luas, termasuksistem pengorganisasian lingkungan masyarkat. Oraganisasi
yang menjadi korban korupsi atau tempat korupsiterjadi biasanya memberi
andil karena membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan
korupsi. Hal ini terjadi karena beberapa aspek diantaranya kurang adanya
keteladanan dari sosok pemimpin, kultur organisasi yang salah, sistem
akuntabilitas yang kurang memadai, dan manajemen yang kurang terarah.
3) Faktor Politik
Politik juga merupakan salah saatu penyebab terjadinya korupsi.
Hal ini dapat dilihat dari instabilitas politik dan kepentingan para
pemegang kekuasaan. Kasus suap serta politik uang juga santer terdengar
oleh masyarakat. Persaingan dan kompetisi politik merupakan salah satu
penyebab korupsi, terutama di kalangan para elite politik. Umumnya,
desakan kultur dan struktur korupsi betul-betul terwujud dalam perbuatan
korupsi yang dilakukan oleh para pejabat.
4) Faktor Perilaku Masyarakat
Pembiaran masyarakat terhadap praktik-praktik korupsi
menjadi jalanmulus bagi para koruptor.- Meskipun mengetahui praktik
korupsi, sebagian masyarakat cenderung menutupinya karena
kepentingasn segelintir oknum. Masyarakat yang seperti inilah yang terus
menyuburkan tindakan korupsi. Selain itu, masyarakatuga kurang
menyadari bahwa sebenarnya mereka terlibat dalam korupsi.
5) Faktor Hukum
Faktor hukum dalam korupsi dilihat dari dua sisi, yaitu perundang-
undangan dan lemahnya penegakan hukum. Dalam pelaksanaan
penegakan hukum, masih banyak tindakan dan aturan yang bersifat
diskriminatif, berpihak, tidak adil, rumusan tidak jelas, dan tumpang tindih
dengan peraturan yang lain. Walaupun demikian, seharusnya sadar akan
aturan hukum.
2.3 Awal Mula Korupsi Di Indonesia
Era Sebelum Indonesia Merdeka
Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh "budaya-tradisi
korupsi" yang tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan
wanita. Perilaku elit bangsawan yang korup, lebih suka memperkaya pribadi dan
keluarga dll. Gelaja korupsi dan penyimpangan kekusaan pada waktu itu masih
didominasi oleh kalangan bangsawan, sultan dan raja, sedangkan rakyat kecil
nyaris "belum mengenal" atau belum memahaminya. Kebiasaan mengambil
‘upeti’ dari rakyat kecil odern ini.
Era Pasca Kemerdekaan Orde Lama
Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali
dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi - Paran dan Operasi Budhi - namun
ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Sejarah
kemudian mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya mengalami
stagnasi.
Era Pasca Kemerdekaan Orde Baru
Membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa
Agung. Dianggap tidak serius dalam memberantas korupsi Menunjuk Komite
Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa.
Membentuk Opstib (Operasi Tertib) derigan tugas antara lain juga
memberantas korupsi. Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat.
Praktek korupsi terus tumbuh subur
Era Pasca Kemerdekaan Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya "korupsi" lebih banyak
dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir
seluruh elemen penyelenggara negara sudah terjangkit "Virus Korupsi".
Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau
lembaga Ombudsman Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). KPK lembaga
pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis

2.4 Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi


Peran Masyarakat dalam membantu pemberantasan korupsi sangatlah
penting dan sangatlah dibutuhkan. Sebagaimana yang di atur dalam undang –
undang pemberantasan tindak korupsi, dalam pasal 41 ayat (5) dan pasal 42 ayat
(5) diatur mengenai hak dan peran masyarakat dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi.
Namun yang dapat kita lihat bahwasanya kepedulian masyrakat, terutama
masyarakat kecil dalam mengambil alih hal ini sangat lah minum dan cendrung
bersikap apatis atau acuh tak acuh. Hal ini bisa dibuktikan dengan salah satu
survey tindak korupsi di Malang pada tahun 2011 silam. Dan dilam survey itu
dihasilkan.
1. Korupsi di Malang Raya yang merugikan keuangan negara mencapai kurang
lebih 14 milyar (kurun waktu 2011), membuat masyarakat apatis sesuai
dengan data sebesar 54,6% masyarakat mengatakan apatis, disamping
penyebab lain seperti; hambatan stuktural, hambatan kultural, dan hambatan
manajemen.
2. Hasil tabulasi data tentang upaya pemberantasan korupsi menunjukkan 45,5%
responden mengatakan masih sangat sulit, dikarenakan aparat penegak hukum
masih menjadi bagian lingkaran korupsi itu sendiri. Selain itu, upaya
pemberantasan korupsi di Kota Malang masih 88 Jurnal Reformasi, Volume
2, Nomor 2, Juli – Desember 2012 menjadi isu kelompok dan golongan (LSM
dan segelintir orang), belum belum menjadi musuh bersama, bahwa korupsi
harus diberantas.
3. Patologi birokrasi (merujuk pada sikap individu) di Kota Malang bersumber
pada lima masalah pokok; (1) Persepsi gaya manajerial yang cendrung
otoriter; (2) Akibat situasi internal berbagai instansi yang berakibat negatif
terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan kondisi keberpihakan oknum pada
orang-orang partai. Patologi secara organisatoris dapat disimpulkan
bersumber pada; (1) Administrasi publiknya bersifat elitis, serta paternalistik.
(2) Birokrasi lebih berorientasi kepada kemanfaatan pribadi/kelompok/partai
politik ketimbang kepentingan masyarakat.
4. Pelayanan pada masyarakat di Kota Malang 59,1% responden mengatakan
bahwa pelayanan lamban dan masih ada pungutan diluar yang sudah
ditentukan
2.3 Fenomena Umum Terhadap Korupsi di Indonesi
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politik atau politisi maupun
pegawai negri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
politik yang di percayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak
pidana korupsi mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
a. Perbuatan melawan hukum.
b. Penyalahgunaan kewenangan.
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Korupsi sudah di anggap sebagai hal yang biasa dengan dalih sudah sesuai
prosedur maka koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut. Korupsi
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonoi masyarakat.
Sehingga korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary
crimes). Dalam penganganan pemberantasan korupsi harus dilakukan secara
komrehensif dan bersama-sama oleh penegak hukum, lembaga masyarakat dan
seluruh anggota individu masyarakat.
Praktik korupsi biasanya hampir sama dengan konsep pemerintahan
totaliter,”ditaktor” yang meletakan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun
tidak berarti dalam sistem politik-politik yang demokratis tidak ada korupsi
bahkan bisa hampir lebih parah praktek korupsinya, jikala kehidupan sosial
politiknya toleransi bahkan memberikan ruang terhadap prakter korupsi tunggu
subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia.
Politisi sudah tidak mengabdi pada konsituennya. Partai politik bukan alat
untuk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, melainkan menjadikan ajang
untuk mengeruk harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak pidaa korupsi
merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat
membahayakan pembangunan sosial, politik dan ekonomi masyarakat, bahkan
dapat merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat
berdampak membudayakan tindak pidana korupsi tersebut. Sehingga harus
disadari meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa dampak yang tidak hanya sebatas kerugian negara dan perekonomian
nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Ibarat penyakit,
korupsi di indonesia telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu :
1. Elitis, pada tahap elitis, korupsi menjadi patologi sosial yang khas di
lingkungan para pejabat.
2. Endemic, pada tahap endemic korupsi mewabah menjangkau masyarakat luas.
3. Sistematik, pada tahap keritis, ketika korupsi menjadi sistematik setiap
individu dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Boleh jadi di bangsa ini
telah sampai pada tahap sistematik.
Korupsi di indonesia telah mewabah disharmonisasi politik-ekonomi-sosial.
Bahkan bisa jadi sebuah budaya baru di negri tercinta ini, grafik pertumbuhan
jumlah rakyat miskin terus naik karena korupsi. Dalam kehidupan demokrasi di
indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan di berbagai bidang
kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi
menjadi pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan
benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial
sebagian besar orang. Kedua, tidak ada transparasi dan tanggung gugat sistem
integrasi publik. Biro pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk
mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan
pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik semakin terabaikan,
bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di
indonesia, pelayanan publik tidak pernah maksimal karena praktik korupsi dan
demokratis justru memfasilitasi korupsi.
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara indonesia contohnya ialah:
1. Proses modernisasi belum di tunjang oleh kemampuan sumber daya manusia
pada lembaga – lembaga politik yang ada.
2. intitusi – intitusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya
“oknum”. Lembaga tersebut di pengaruhi oleh kekuatan bisnin/ekonomi,
sosial, keagamaan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya
banyak diantara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan
dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa berikut :
1. Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering
berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2. Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi dari pada
kepentingan umum.
3. Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya belomba –
lomba mencari keuntungan materi dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
4. Terjadinya erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta
dan kekuasaan.
5. Sumber kekuasaan ekonomi mulai terkonsentrasi pada bebrapa kelompok kecil
yang menguasai saja.
6. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai aliansi. Yaitu sebagai sektor di
bidang politik dan ekonomi bisnis.
7. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
jabatan dan hirarki politik kekuasaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai rakyat Indonesia kita sehrusnya merasa malu akan title yang di
panggul oleh negara sebagai nomor 3 korupsi terbanyak di Asia. Oleh karena itu
untuk menutupi malu itu kita harus sama - sama peduli akan tindak kriminal yang
sangat merugikan masyarakat yaitu korupsi, terutama korupsi akan uang negara.
Perlu kita ketahui bahwasanya korupsi ini banyak terlahir dari orang orang
yang berpendidikan tinggi, dan memiliki jabatan tinggi. Dari sini kita sebagai
mahasiswa harus sadar akan buruknya citra nama alumni mahasiswa yang
dicoreng oleh para koruptor. Untuk mengembalikan keadaan itu maka kita sebagai
mahasiswa dan calon penerus harus membentengi diri dengan iman yang kuat
agar kita terhindar dari hal hal yang dapat merugikan orang banyak
Dari hal ini juga bisa kita simpulkan bahwa orang pintar di Indonesia ini
banyak, akan tetapi masih sangat sedikit orang yang beradab. Sehingga mereka
tidak takut dan tidak merasa malu telah menyusahkan orang banyak.

Anda mungkin juga menyukai