Anda di halaman 1dari 13

UTS

MATA KULIAH METODOLOGI KEPERAWATAN

Disusun oleh :

RAMA GILANG NUGRAHA

NPM : 195140129 P

DOSEN: Ns. FAJAR YUDHA,M.Kep.

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

FAKULTAS KESEHTAN PRODI KEPERAWATAN

2020
ABSTRAK / ABSTRACT

Abstract; The cause of sleep disorders ( insomnia) on technical services for the elderly.
This study aims to know the cause of a disorder of sleep ( insomnia ) on seniors. The kind of
research is descriptive with the approach the subject of cross sectional, using a technique
stratified random sampling the sampling method of proportional with the total sample 30
people. The results of research for the elderly was obtained most experienced insomnia
category as many as 46,7 % high, most big amount is 55-74 age group ( 57.1 % ) year, of the
female sex 85,7 %, 42.9 % of the complete primary school, 57.1 % did not work , 50 percent
of married and widow / widower , 78.6 % have habit of drinking coffee , 64,36 % have
smoking habit, 57.1 % have been anxiety being, 78.6 % uncomfortable with the condition of
its environment, and less 78.6 % the status of his health.

Abstrak : Faktor yang Menyebabkan Gangguan Tidur (Insomnia) Pada Lansia. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan gangguan tidur (insomnia)
pada lansia. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan subjek cross sectional,
menggunakan teknik sampling Stratified Proportional Random Sampling dengan jumlah
sampel 30 orang. Hasil penelitian didapatkan paling banyak lansia mengalami insomnia
kategori tinggi sebanyak 46,7%, kelompok umur paling banyak adalah 55-74 tahun (57,1%),
jenis kelamin perempuan 85,7% , 42,9% tamat SD, 57,1% tidak bekerja, 50% menikah dan
duda/janda, 78,6% memiliki kebiasaan minum kopi, 64,36% memiliki kebiasaan merokok,
57,1% mengalami kecemasan sedang, 78,6% tidak nyaman dengan kondisi lingkungannya,
dan 78,6% status kesehatannya kurang. Kata kunci : Faktor yang menyebabkan, Insomnia,
Lansia.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan nasional


telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi,
perbaikan lingkungan hidup terutama dibidang kesehatan sehingga dapat meningkatkan
umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat
dan peningkatannya cenderung lebih cepat (Nugroho, 2008). Berdasarkan data yang
diperoleh, penduduk berusia lanjut di Indonesia tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa, dengan
usia harapan hidup 66,2 tahun, tahun 2010 diperkirakan jumlah usia lanjut sebesar 23,9
juta jiwa dan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 jumlah usia lanjut
diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Peningkatan
jumlah penduduk usia lanjut disebabkan tingkat sosial ekonomi masyarakat yang
meningkat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan dan tingkat pengetahuan masyarakat
yang meningkat (MENKOKESRA, 2006).

Adanya peningkatan jumlah penduduk usia lanjut menyebabkan perlunya perhatian


pada lansia tersebut, agar lansia tidak hanya berumur panjang tetapi juga dapat menikmati
masa tuanya dengan bahagia serta meningkatkan kualitas hidup diri mereka. Menurut
hirarki kebutuhan dasar manusia Maslow, terdapat lima kebutuhan dasar manusia yang
harus terpenuhi yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan dan kenyamanan, mencintai dan
dicintai, harga diri dan aktualisasi diri (Aziz, 2006). Kebutuhan fisiologis adalah
kebutuhan yang dasar, paling kuat dan paling jelas dari antara sekalian kebutuhan
manusia adalah kebutuhannya untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu
kebutuhannya akan makanan, minuman, eliminasi, seks, tidur dan oksigen.

Menurut Luce & Segal dalam Nugroho (2000) mengungkapkan bahwa faktor usia
merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Keluhan terhadap
kualitas tidur terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Insomnia merupakan gangguan
tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20% - 50% orang
dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur
yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Fitri,
2009). Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan–perubahan yang khas yang
membedakannya dari orang–orang yang lebih muda. Perubahan–perubahan tersebut
mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari dan peningkatan jumlah tidur siang.
Jumlah waktu yang dihasilkan untuk tidur yang lebih dalam juga menurun (Stanley &
Beace, 2006). Semakin bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan dari periode
tidur. Kebutuhan tidur akan berkurang dari usia bayi sampai usia lanjut. Bayi yang baru
lahir tidur rata-rata 20 jam sehari, anak berusia 6 tahun rata-rata 10 jam, anak umur 12
tahun rata-rata 9 jam, sedangkan orang dewasa 7 jam 20 menit. Orang yang berusia lebih
dari 60 tahun sering menyampaikan keluhan gangguan tidur, terutama masalah kurang
tidur. Perubahan pola tidur ini adalah umum dan bagian alami dari penuaan. Gangguan
tidur atau insomnia pada kelompok usia lanjut cukup tinggi.

Banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya insomnia pada lansia tersebut. Baik
berupa faktor dari dalam (intrinsik) yaitu ; kecemasan, motivasi dan umur. Serta faktor
dari luar (ekstrinsik) yang dapat berupa gaya hidup, penggunaan obat– obatan, gangguan
medis umum dan lingkungan. Mengingat akan pentingnya pemenuhan kebutuhan istirahat
tidur pada usia lanjut, peneliti melakukan survey kepada lansia di Desa Gayam. Desa
Gayam mempunyai 16 dusun atau pedukuhan. Dari data kependudukan di Desa Gayam
pada tahun 2009, terdapat lanjut usia diatas 60 tahun mencapai 664 jiwa. Dari survey
pendahuluan pada penduduk lansia tersebut, Tujuh dari sepuluh lansia mengatakan bahwa
pernah mengalami kesulitan tidur, meskipun tingkat kesulitan tidur berbeda pada masing–
masing individu. Mereka juga mengeluh sulit untuk masuk tidur, sulit menahan tidur,
tidur tidak tenang, dan sering terbangun lebih awal dan. sulit untuk tertidur kembali
setelah terbangun ditengah malam.

Menurut Rafknowledge (2004), pengalaman yang dirasakan pada lansia tersebut


merupakan tanda dan gejala insomnia. Lansia di Desa Gayam sebagian besar masih
bekerja, walaupun usia mereka lebih dari 60 tahun tapi mereka masih aktif pergi ke sawah
dan juga bekerja sebagai pembuat batu bata. Hal tersebut mereka lakukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dikarenakan ekonomi keluarga yang kurang dan anak-
anaknya sudah berumah tangga sendiri sehingga mereka memenuhi kebutuhan sendiri.
Kesadaran untuk berolahraga juga kurang dikarenakan malas, sibuk bekerja dan pada
malam hari masih harus bergadang sehingga membuat jam tidur terlampau malam dan hal
tersebut berpengaruh pada kualitas tidur mereka. Kecemasan psikologis yang dialami
oleh lansia juga dapat menyebabkan kesulitan tidur atau insomnia serta dapat
mempengaruhi konsentrasi, kesiagaan dan juga meningkatkan resiko–resiko kesehatan,
serta dapat merusak fungsi sistem imun. Kekurangan tidur pada lansia memberikan
pengaruh terhadap fisik, kemampuan kognitif dan juga kualitas hidup.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti “Faktor–faktor Yang


Berhubungan Dengan Terjadinya Insomnia Pada Lanjut Usia (Lansia) Di Kelurahan
Rajabasa Raya bandar lampung tahun 2019.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti dapat merumuskan
masalah sebagai berikut : Faktor–faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya
insomnia pada lanjut usia (lansia) di Kelurahan Rajabasa Raya bandar lampung tahun
2019.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui faktor–faktor yang berhubungan dengan terjadinya insomnia pada
lanjut usia (lansia) di kelurahan rajabasa raya bandar lampung 2019.

2. Tujuan khusus :

Peneliti ingin mengetahui :

a. Hubungan tingkat kecemasan dengan terjadinya insomnia pada lanjut usia (lansia) di
kelurahan rajabasa raya bandar lampung 2019

b. Hubungan gaya hidup dengan terjadinya insomnia pada lanjut usia (lansia) di kelurahan
rajabasa raya bandar lampung 2019

c. Apakah faktor kecemasan dan faktor gaya hidup secara bersama-sama mempengaruhi
insomnia pada lansia di kelurahan rajabasa raya bandar lampung 2019.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya untuk kemajuan di


bidang ilmu keperawatan gerontik.

Manfaat praktis

a. Manfaat bagi peneliti Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang insomnia pada lanjut
usia di kelurahan rajabasa raya bandar lampung 2019

b. Manfaat bagi lansia Sebagai rujukan bagi lanjut usia dalam meningkatkan dan
menjaga status kesehatan dalam mengatasi insomnia.

c. Manfaat bagi instansi pendidikan Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian

1. Wiyono, (2009) meneliti tentang Hubungan Antara Tingkat Kecemasan dengan


Kecenderungan Insomnia Pada Lansia Di Panti Dharma Bakti Surakarta. Penelitian ini
merupakan jenis deskriptif analitik dengan rancangan yang digunakan adalah cross
sectional. Tehnik pengumpulan data dengan kuesioner. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah subyek penelitian (lansia), tehnik
pengumpulan data melalui kuesioner. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian yang akan digunakan peneliti jenis
penelitian non eksperimental dengan menggunakan pendekatan predictive, untuk
insomnia peneliti menggunakan skala insomnia dari PSQI sedangkan Wiyono
menggunakan KSPBJ, dan untuk kecemasan peeliti menggunakan skala TMAS
sedangkan Wiyono menggunakan H-RSA jenis variabel penelitian dimana penelitian ini
menggunakan variabel ganda hubungan tingkat kecemasan dengan insomnia, sedangkan
variabel penelitian yang akan digunakan peneliti menggunakan variabel tunggal yaitu
faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya insomnia pada lansia.

2. Wibowo, (2009) meneliti tentang Hubungan Antara Tingkat Stres dengan Insomnia
Pada Lansia di Desa Tambak Merang Girimarto Wonogiri. Metode penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Desain dalam penelitian ini adalah deskripsi kolerasi dengan teknik
pengambilan sampel cross sectional. Metode pengumpulan data dengan kuesioner.
Hasilnya: dari analisis penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat stres dengan insomnia pada lansia. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah subyek penelitian (lansia), tehnik
pengumpulan data melalui kuesioner. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti jenis penelitian non eksperimental dengan menggunakan
pendekatan predictive, insomnia peneliti menggunakan skala insomnia dari PSQI
sedangkan Wibowo menggunakan KSPBJ, pada jenis variabel penelitian dimana
penelitian ini menggunakan variabel ganda hubungan tingkat stress dengan insomnia,
sedangkan variabel penelitian yang akan digunakan peneliti menggunakan variabel
tunggal yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya insomnia pada lansia.

3. Herawati, (2009) meneliti tentang Hubungan Tingkat Activity of Daily Living (ADL)
dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia di Desa Pucangan Kecamatan Kartosuro
Kabupaten Sukoharjo. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskripsi kolerasi dengan
rancangan yang digunakan adalah cross sectional. Hasilnya : dari analisis penelitian
menunjukkan semakin tinggi tingkat Activity of Daily Living (ADL) maka semakin
rendah kejadian insomnia pada lansia di Desa Pucangan Kecamatan Kartosuro Kabupaten
Sukoharjo. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti
adalah subyek penelitian, tehnik pengumpulan data melalui kuesioner. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti jenis penelitian non
eksperimental dengan menggunakan pendekatan predictive, insomnia peneliti
menggunakan skala insomnia dari PSQI sedangkan Herawati menggunakan KSPBJ, pada
jenis variabel penelitian dimana penelitian ini menggunakan variabel ganda hubungan
tingkat activity of daily living (ADL) dengan kejadian insomnia, sedangkan variabel
penelitian yang akan digunakan peneliti menggunakan variabel tunggal yaitu faktor-
faktor yang berhubungan dengan terjadinya insomnia pada lansia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI INSOMNIA.

Pengertian Insomnia Insomnia adalah kondisi yang menggambarkan dimana


seseorang kesulitan untuk tidur. Kondisi ini bisa meliputi kesulitan tidur, masalah
tidur, sering terbangun di malam hari, dan bangun terlalu pagi. Kondisi ini
mengakibatkan perasaan tidak segar pada siang hari dan kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari – hari dan tidak tercukupinya kebutuhan tidur yang baik (Respir,
2014). Dalam kesehatan kondisi tidur yang baik itu biasanya berlangsung sekitar 6
hingga 9 jam. Jumlah tidur yang seseorang butuhkan adalah yang cukup bagi
seseorang untuk membangkitkan perasaan segar dan dapat beraktivitas secara optimal
di siang hari. Dan jumlah tidur pada seseorang lebih banyak berubah ketika akan
beranjak dewasa(Driver et al., 2012).

Chung et al cit Noman (2015)

menggolongkan insomnia dalam tiga kategori:

1) Transient Insomnia Kategori insomnia ini berlangsung selama beberapa hari


hingga kurang dari satu minggu. Insomnia ini diakibatkan karena stres, cemas,
suasanya hati yang berlebihan, dan sakit. Keadaan ini dapat kembali lagi pada pola
tidur yang normal.

2) Acute Insomnia Acute Insomnia berlangsung selama beberapa minggu hingga


kurang dari satu bulan. Biasanya disebabkan oleh penyakit yang sudah diderita sejak
lama.

3) Cronic Insomnia Insomnia ini berlangsung lebih dari satu bulan hingga menahun
dan disebabkan karena penyakit kronis, stres dan cemas yang berkepanjangan.
B. Etiologi dan Patofisiologi

Tidur merupakan suatu ritme biologis yang bekerja 24 jam yang bertujuan untuk
mengembalikan stamina untuk kembali beraktivitas. Tidur dan terbangun diatur oleh
batang otak, thalamus, hypothalamus dan beberapa neurohormon dan neurotransmitter
juga dihubungkan dengan tidur. Hasil yang diproduksi oleh mekanisme 6 serebral
dalam batang otak yaitu serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang
berperan sangat penting dalam menginduksi rasa kantuk, juga sebagai medula kerja
otak(Guyton & Hall, 2008). Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang
merupakan hormone katekolamin yang diproduksi secara alami oleh tubuh.Adanya
lesi pada pusat pengatur tidur di hypothalamus juga dapat mengakibatkan keadaan
siaga tidur. Katekolamin yang dilepaskan akan menghasilkan hormone norepineprin
yang akan merangsang otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Stress juga
merupakan salah satu factor pemicu, dimana dalam keadaan stress atau cemas, kadar
hormone katekolamin akan meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem
saraf simpatetik sehingga seseorang akan terus terjaga (Perry, dalamIswari &
Wahyuni, 2013).

C. Klasifikasi Insomnia.
1) Insomnia Akut Insomnia akut sering dijumpai dan sebagian besar individu sering
mengalami insomnia akut ini, dimana insomnia ini ditandai dengan keadaan stress
terhadap pekerjaan maupun masalah hidup atau gagal ujian, tetapi tidak disertai
komplikasi yang dapat mengganggu aktivitas sehari – hari.
2) Insomnia Kronik 7 Insomnia kronik yaitu insomnia yang dapat mengganggu
kualitas hidup, gangguan mental maupun fisik.Dimana penderita insomnia kronik
ini rawan mengalami kecelakaan akibat dari insomnia yang mengganggu aktivitas
sehari–hari.

3) Salah Persepsi Keadaan Tidur (Misperception Sleep State) Penderita insomnia


banyak yang mempunyai persepsi yang buruk terhadap lamanya kualitas tidur.
Dimana persepsi yang muncul pada diri mereka yaitu kualitas tidur selama 3 – 4
jam semalam (Imadudin, 2012).

D. Komplikasi Insomnia

Komplikasi akibat dari insomnia dapat mempengaruhi fungsi otak yang tepat. Otak
menggunakan tidur sebagai proses aktif dimana pada saat seseorang tidur otak akan
melatih semua sel saraf dengan melewatkan sinyal aktivitas listrik melalui semua sel
saraf. Ketika sel saraf otak tidak mendapatkan jumlah tidur yang cukup maka kerja
fungsi otak dalam hal menyimpan atau mengambil informasi dan kemampuan untuk
mentoleransi situasi stress dan berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi dapat
terganggu dan tidak optimal (Driver et al., 2012).

Efek fisik imsomnia kurang jelas sampai saat ini.Sekarang diketahui bahwa sistem
kekebalan tubuh dipengaruhi oleh insomnia.Kekurangan tidur juga terbukti dapat
menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas.

E. Faktor Resiko insomnia.

Terdapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami
insomnia, antara lain:

 Masalah mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, hingga gangguan stres


pasca trauma (PTSD).
 Bekerja shift, pekerjaan seperti ini bisa mengubah jam biologis tubuh.
 Jenis kelamin,ketika menstruasi tubuh akan mengalami perubahan hormon,
kondisi ini menimbulkan gejala hot flasher atau keringat di malam hari,
sehingga menyebabkan gangguan tidur.
 Usia, insomnia meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
 Perjalanan jauh, melakukan perjalanan jauh atau jet lag karena melintasi
beberapa zona waktu juga bisa memicu insomnia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi insomnia

Insomnia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah :

usia lanjut dan jenis kelamin perempuan. Pada usia lanjut terjadi perubahan
daya tahan tubuh yang membuat mereka rentan memiliki masalah kesehatan. Hal
tersebut dapat memicu terjadinya insomnia pada usia lanjut. Jenis kelamin perempuan
juga menjadi penyebab insomnia karena berhubungan dengan perubahan hormon saat
menstruasi atau menopause (Kozier & Erb, 2008).

Menurut National Sleep Foundation wanita lebih banyak mengalami insomnia


dibandingkan pria, 57% wanita mengalami tanda gejala insomnia beberapa kali dalam
satu mingggu. Insomnia lebih banyak terjadi pada wanita karena fase tertentu dalam
kehidupannya seperti siklus menstruasi, kehamilan, dan menopause. Menopause pada
wanita menyebabkan terjadinya penurunan hormon estrogen dan progesteron yang
berhubungan dengan kejadian insomnia (Susanti, 2015).

Faktor lain yang mempengaruhi insomnia yaitu keadaan lingkungan.


Lingkungan yang tidak nyaman seperti suhu ruangan yang terlalu tinggi dan teman
tidur yang mendengkur akan menyulitkan seseorang untuk tidur. Selain itu gangguan
kesehatan seperti rasa nyeri, alergi, atau sesak nafas juga akan menyulitkan seseorang
untuk tidur (Litin cit Sulistyowati, 2014).

Menurut Munir (2015) faktor-faktor penyebab insomnia yaitu:

1) Stres Stres akibat pekerjaan, sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran
menjadi aktif dimalam hari.

2) Kecemasan dan depresi Hal ini disebabkan karena terjadi


ketidakseimbangan kimia dalam otak atau kekhawatiran yang menyertai
depresi.

3) Obat-obatan Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,


termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,
stimulan, dan kortikosteroid.

4) Kafein, nikotin, dan alkohol.

5) Kondisi medis Gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan kondisi medis
lainnya dapat menyebabkan insomnia karena menimbulkan rasa tidak nyaman.
F. Gejala insomnia

Seseorang yang mengalami insomnia sangat sulit untuk merasakan ngantuk, sehingga
menentukan ukuran tidur normal karena kebutuhan tidur berbeda-beda bagi setiap
orang. Hal tersebut dipengaruhi oleh usia, gaya hidup, lingkungan, dan pola makan.
Gejala-gejala insomnia yang paling umum di antaranya:

 Sulit untuk merasakan ngantuk dan tidak bisa tertidur.


 Terbangun pada malam hari atau dini hari dan tidak bisa tidur kembali.
 Merasa lelah, emosional, sulit berkonsentrasi, dan tidak bisa melakukan
aktivitas secara baik pada siang hari.
 Tidak bisa tidur siang meskipun tubuh terasa lelah.

Dampak dari insomnia sendiri adalah sebagai berikut :

Dampak dari insomnia menurut Munir (2015) berupa kelelahan, sulit untuk
berkonsentrasi, mengantuk saat beraktivitas disiang hari, penurunan motivasi, dan
performa sosial yang buruk. Orang yang kurang tidur akan cenderung melakukan
kesalahan saat bekerja dan mudah tersinggung. Hal tersebut dikarenakan mereka
merasa lelah karena kekurangan waktu tidur. Insomnia dapat menimbulkan gangguan
untuk melakukan aktvitas sepanjang hari, melemahkan energi dan mood, kesehatan,
serta kualitas hidup, dan menyebabkan rasa frustasi bagi yang mengalaminya. Jika
insomnia terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan baik mental maupun fisik (Mayo Clinic, 2013 cit Sulistyowati, 2014).

G. Diagnosis Insomnia.

Untuk mendiagnosis insomia, dokter akan mengawali dengan wawancara medis


seputar:

 Rutinitas tidur.
 Gaya hidup yang buruk, misalnya kebiasaan mengonsumsi kopi atau
minuman keras secara berlebihan.
 Porsi olahraga.
 Riwayat kesehatan (penyakit yang mungkin diidap).
 Obat-obatan yang mungkin dikonsumsi.

H. Pengobatan insomnia.
Dalam mengobati insomnia, hal pertama yang dilakukan oleh dokter adalah mencari
tahu apa yang menjadi penyebab. Jika insomnia didasari oleh kebiasaan atau pola
hidup tertentu yang tidak sehat, maka dokter akan menyarankan untuk
memperbaikinya. Jika insomnia disebabkan oleh gangguan kesehatan (misalnya
gangguan kecemasan), maka dokter akan terlebih dahulu mengatasi kondisi yang
mendasari rasa cemas tersebut.

Dalam beberapa kasus insomnia, dokter akan menyarankan agar menjalani terapi
perilaku kognitif. Terapi ini bisa membantu untuk mengubah perilaku dan pola pikir
yang memengaruhi tidur mereka.

Andaikan dianggap perlu, tak menutup kemungkinan dokter akan meresepkan obat
tidur untuk beberapa waktu. Namun, obat tidur merupakan solusi yang bersifat
sementara saja. Hal yang perlu digarisbawahi, penanganan insomnia jarang berhasil
bila tak mencari solusi dari akar penyebabnya.

I. Pencegahan Insomnia.

Periksakan diri ke dokter jika kesulitan untuk tidur atau sulit mempertahankan tidur,
terlebih lagi jika hal tersebut berdampak kepada kehidupan sehari-hari. Kelelahan
karena insomnia dapat memengaruhi suasana hati dan menciptakan masalah di dalam
hubungan dengan orang-orang terdekat dan rekan kerja.

J. Penatalaksanaan insomnia.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada orang yang mengalami insomnia adalah
melakukan behavioral treatment untuk memperbaiki kebiasaan pola tidur. Contoh
behavioral treatment sebagai berikut (Kozier & Erb, 2008):

1) Kontrol stimulus Yaitu dengan cara membuat lingkungan yang nyaman agar
merasa tenang sehingga dapat memudahkan kita untuk tertidur.

2) Terapi kognitif Terapi ini dilakukan dengan cara berlatih untuk memciptakan
pikiran yang positif dan yakin untuk bisa tertidur.

3) Pembatasan tidur Menghindari waktu tidur yang berlebihan disiang hari, sehingga
dapat memulai tidur dengan mudah dimalam hari.

Anda mungkin juga menyukai