Anda di halaman 1dari 6

Karakteristik Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa

Karakteristik Ajudikasi Arbitrasi Mediasi Negosiasi

Bentuk sikap Tidak Sukarela Sukarela Sukarela Sukarela

Yang memutus Hakim Arbiter Para pihak Para pihak

Kekuatan Mengikat, Mengikat, dapat diuji Kesepakatan Kesepakatan enforceable


Banding kemungkinan (reviw) untuk hal sangat enforceable sebagai sebagai kontrak (pacta sunt
banding terbatas kontrak (pacta sunt servanda)
servanda)

Pihak ketiga Imposed, dan hakim Dipilih para pihak yang Dipilih fasilitator Tidak ada pihak ketiga
tdk memiliki memiliki keahlian di biasanya ahli di
spesialisasi bidang yang bidang yang
disengketakan disengketakan

Derajad Format struktur dan Tidak begitu formal Informal dan tidak Informal dan tidak berstruktur
formalitas aturan ketat sudah aturan yang digunakan berstruktur
ada sebelumnya disepakati para pihak

Aturan Teknis Informal Tidak ada Tidak ada


Pembuktian

Private / Publikasi Privatisasi Privatisasi Privatisasi


Public

Karakter Ada kesempatan Ada kesempatan Presentasi bukti, Presentasi bukti, argumen,
proses masing-masing masing-masing argumen, dan
dan kepentingan
menyampaikan bukti menyampaikan bukti kepentingan

Hasil /out Principed decision Kadang sama ajudikasi, Kesepakatan yang Kesepakatan yang diterima
come yang didukung kadang kompromi, diterima para pihak para pihak
pendapat obyektif tanpa opini.
(reasoned opinion)

Keterangan

a. Arbitase masih debatable, apakah masuk litigasi atau nonlitigasi

b. b. Dilihat bentuknya, arbitrase cenderung adversarial <permusuhan>

Pelembagaan ADR di Indonesia


1. Lembaga Perdamaian <dading> dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan (vide : Pasal 130
HIR)
2. Lembaga Perantara dalam Penyelesaian Perselisihan Perburuhan/P4 (UU No.22 Tahun 1957)
3. Lembaga Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian (BP4)
4. Lembaga Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan (vide: Pasal 31-33 UU No.23/1997
tentang pengelolaan lingkungan Hidup)
5. UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

ADR adalah singkatan dari Alternative Dispute Resolution, atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
Alternatif Penyelesaian Sengketa. ADR adalah suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang dipahami sebagai
alternatif atau opsi lain bagi para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perkaranya selain melalui jalur
pengadilan. Secara teori yang termasuk dalam mekanisme ADR antara lain adalah Pendapat Mengikat, Mediasi,
Penilaian Ahli, Rekonsiliasi, dan Arbitrase.
Dengan adanya ADR para pihak yang bersengketa dapat mengetahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa tidak
harus atau tidak selalu ke pengadilan, ada alternatif lain yang juga layak untuk ditempuh yang dalam beberapa hal
mempunyai keunggulan daripada pengadilan. Bahkan dalam proses persidangan perdata di Indonesia saat ini,
daading (perdamaian dihadapan hakim) harus ditempuh melalui mekanisme Mediasi (court-annexed mediation).
Istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) relatif baru dikenal di Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-
penyelesaian sengketa secara konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada
upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di
Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.
Sehubungan dngan itu, istilah ADR perlu dicari padanannya di Indonesia. Dewasa ini dikenal beberapa istilah untuk
ADR, antara lain : Pilihan Penyelesaian sengketa (PPS), Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS),
Pilihan Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan, dan Mekanisme penyelesaian sengketa secara kooperatif.

Untuk memperoleh gambaran umum tentang tentang apa yang disebut ADR, George Applebey, dalam tulisannya
“An Overview of Alternative Dispute Resolution” berpendapat bahwa ADR pertama-tama adalah merupakan suatu
eksperimen untuk mencari model-model :
a. Model-model baru dalam penyelesaian sengketa
b. Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama
c. Forum-forum baru bagi penylesian sengketa
d. Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum.

Definisi di atas sangat luas dan terlalu akademis. Definisi lain yang lebih sempit dan akademis dikemukakan oleh
Philip D. Bostwick yang menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum yang
ditujukan untuk :
a. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaiakan diluar pengadilan untuk keuntungan atau kebaikan para
pihak yang bersengketa
b. Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui litigasi konvensional
c. Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak di bawa ke pengadilan
Dengan demikian ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan
sengketa mereka di luar pengadilan, dalam arti diluar mekanisme ajudikasi standar konvensional. Oleh karena itu,
meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi menggunakan prosedur ajudikasi
non standar, mekanisme tersebut masih merupakan ADR.
Dalam Bab I Ketentuan Umum UU No. 30 tahun 1999, Pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli.
Dalam praktik, hakikatnya ADR dapat diartikan sebagai Alternative to litigation atau alternative to adjudication.

Alternative to litigation berarti semua mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sehingga dalam hal ini
arbitrase termasuk bagian dari ADR. Sedangkan Alternative to adjudication berarti mekanisme penyelesaian
sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, tidak melalui prosedur pengajuan gugatan kepada pihak ke tiga
yang berwenang mengambil keputusan. Termasuk bagian dari ADR adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
dan pendapat ahli, sedangkan arbitrase bukan termasuk ADR. Di Amerika sendiri, ADR diartikan sebagai alternative
to adjudication, karena output dari proses adjudikasi umumnya berupa win-lose solution (menang-kalah), padahal
yang dikehendaki pihak-pihak yang bersengketa adalah wini-win solution atau mutual acceptable solution.
Adapun keberadaan ADR terutama ditujukan untuk tercapainya efisiensi yang lebih besar, terutama untuk
mengurangi biaya dan keterlambatan serta menghasilkan penyelesaian sengketa yang memuaskan kedua belah
pihak.

Penanganan Masalah melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)


Alternatif Dispute Resolution (ADR) adalah sebuah alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar proses
hukum dengan mengoptimalkan pelibatan resources yang berpengaruh di dalam masyarakat. Pola Penyelesaian
ADR diatur di dalam pasal 6 ayat 1 UU No.30 Tahun 1999.
Pilihan alternatif ini biasanya terjadi jika rasa keadilan masyarakat tidak pernah terwujud dan prinsip peradilan
cepat, sederhana dan biaya ringan tidak lagi dipatuhi oleh Penegak hukum dalam penyelesaian sengketa.
Selama ini penyelesaian masalah PNPM Mandiri Perdesaan yang dilakukan masyarakat melalui forum-forum
musyawarah merupakan salah satu bentuk implementasi penyelesaian sengketa alternatif (ADR).
Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) PNPM Mandiri Perdesaan
Di dalam undang –undang No.30 Tahun 1999 tentang Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute
Resolution) mencantumkan beberapa bentuk ADR yang dapat diterapkan dalam penyelesaian sengketa, yaitu
Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Penilaian Ahli.
1. Konsultasi
Konsultasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara meminta masukan dari pihak yang diyakini sebagai
Narasumber berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa untuk mencapai
tujuan bersama. Biasanya, Narasumber yang dimintai konsultasi oleh para pihak adalah Narasumber yang levelnya
lebih tinggi dan memiliki kompetensi yang jelas.
2. Negosiasi
Negosiasi (berunding) berasal dari bahasa inggris “Negotiation” yang berati perundingan. Namun secara umum
negosiasi dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan cara berhadapan langsung
mendiskusikan secara transparan, harmonis suatu masalah atau sengketa untuk mencapai kesepakatan bersama.
3. Mediasi
Mediasi berasal dari bahasa inggris yaitu “Mediation” artinya “menengahi”, “penengah”. Jadi, Penengah (Mediator)
adalah orang yang memediasi suatu kegiatan. Dalam kontek penyelesaian sengketa, Pola mediasi adalah upaya
penyelesaian sengketa dengan cara menengahi para pihak yang bersengketa. Fungsi Mediator adalah sebagai Wasit,
yang memutuskan sengketa adalah para pihak yang berperkara. Karena itu Mediator harus benar-benar orang yang
bersikap “Netral” dan dapat diterima oleh pihak yang bersengketa. Mediator dapat dipilih dari tokoh masyarakat,
tokoh pendidik, tokoh permepuan, tokoh agama, dll yang mengetahui, memahami dan mengerti pokok masalah yang
dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Mediator yang dipilih bisa bersifat tetap atau ad hoc.
4. Konsiliasi
Konsiliasi dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha mempertemukan pihak yang berselisih untuk mencapai
persetujuan dalam rangka penyelesaian sengketa. Konsiliasi dapat diserahkan kepada sebuah Tim (Konsiliator) yang
berfungsi menjelaskan fakta-fakta, membuat usulan-usulan penyelesaian, tetapi sifatnya tidak mengikat. Konsiliator
dapat dibentuk bersifat tetap dan ad hoc.
5. Penilaian Ahli
Penilaian Ahli adalah suatu upaya mempertemukan pihak yang berselisih dengan cara menilai pokok sengketa yang
dilakukan oleh seorang atau beberapa orang ahli di bidang terkait dengan pokok sengketa untuk mencapai
persetujuan. Penilaian ahli berupa keterangan tertulis yang merupakan hasil telaahan ilmiah berdasarkan keahlian
yang dimiliki untuk membuat terang pokok sengketa yang sedang dalam proses. Penilaian ahli ini dapat diperoleh
dari seseorang atau Tim ahli yang dipilih secara ad hoc.
6. Penyelesaian Masalah Melalui Arbitrase
Arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan suatu perkara menurut
kebijaksanaan. Dalam hal ini ditunjuk satu atau beberapa orang yang diberi kewenangan untuk memutuskan suatu

perkara. Hampir sama dengan mediasi dimana penyelesaian perkara melibatkan pihak ketiga. Namun bila dalam
mediasi mediator tidak berhak memutus perkara sedang arbitrator memiliki kewenangan untuk memutuskan suatu
perkara.
7. Penyelesaian Masalah Melalui Pola Tradisi Lokal
Penyelesaian masalah dengan pola tradisi lokal yang hidup dan berlaku di masyarakat adat dapat dipandang cukup
efektif dan efisien. Paling tidak dari sisi waktu dan biaya penyelesaian sengketa tidak memerlukan waktu dan biaya
yang cukup lama. Pola penyelesaian dengan pendekatan ini tidak sama dengan pola penyelesaian masalah ketika
hukum adat masih berlaku. Agar hasil keputusannya mempunyai kekuatan hukum, maka para pihak wajib
mendaftarkan ke Pengadilan Negeri untuk ditetapkan dengan penetapan Pengadilan.
8. Kompensasi harta sebagai salah satu bentuk penanganan penyelewengan dana PNPM Mandiri Perdesaan
Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan upaya penanganan permasalahan disandarkan pada dua skema besar,
yaitu pola penanganan dengan menggunakan mekanisme keprograman yang lebih banyak menggunakan pendekatan
ADR yaitu dengan merevitalisasi dan mengoptimalkan fungsi dari forum-forum yang telah ada di masyarakat seperti
Musyawarah Antar Desa, Musdes, dsb serta menggunakan mekanisme hukum. Salah satu bentuk penanganan
masalah penyelewengan dana adalah melalui kompensasi harta.
Dalam prakteknya pengembalian dana yang diselewengkan melalui kompensasi harta ini sarat dengan aspek hukum,
sehingga pemahaman pelaku PNPM MD terhadap bentuk penyelesaian ini menjadi penting.

Latar Belakang Penyelesaian Sengketa Alternatif


Sengketa atau konflik umumnya bersumber dari adanya perbedaan pendapat atau ketidaksesuaian di
antara para pihak. Apabila pihak-pihak tidak berhasil menemukan bentuk penyelesaian yang tepat, maka
perbedaan pendapat ini dapat berakibat buruk bagi kelangsungan hubungan di antara keduanya. Oleh
karena itu, setiap menghadapi
perbedaan pendapat (sengketa), para pihak selalu berupaya menemukan cara-cara penyelesaian yang
tepat. Pada awalnya, bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang
dipergunakan selalu berorientasi pada bagaimana supaya memperoleh kemenangan (seperti
peperangan, perkelahian bahkan lembaga pengadilan). Oleh karena kemenangan yang menjadi tujuan
utama, para pihak cenderung berupaya mempergunakan berbagai cara untuk mendapatkannya,
sekalipun melalui cara-cara melawan hukum. Akibatnya, apabila salah satu pihak memperoleh
kemenangan tidak jarang hubungan diantara pihak-pihak yang bersengketa menjadi buruk, bahkan
berubah menjadi permusuhan. Dalam perkembangannya, bentuk-bentuk penyelesaian yang berorientasi
pada kemenangan tidak lagi menjadi pilihan utama, bahkan sedapat mungkin dihindari. Pihak-pihak lebih
mendahulukan kompromi dalam setiap penyelesaian sengketa yang muncul di antara mereka, dengan
harapan melalui kompromi tidak ada pihak yang merasa
dikalahkan/dirugikan. Upaya manusia untuk menemukan cara-cara penyelesaian yang lebih
mendahulukan kompromi, dimulai pada saat melihat bentuk-bentuk penyelesaian yang dipergunakan
pada saat itu (terutama lembaga peradilan) menunjukkan berbagai kelemahan/kekurangan, seperti: biaya
tinggi, lamanya proses pemeriksaan, dan sebagainya. Akibat semakin meningkatnya efek negatif dari
lembaga pengadilan, maka pada permulaan tahun 1970-an mulailah muncul suatu pergerakan
dikalangan pengamat hukum dan akademisi Amerika Serikat untuk mulai memperhatikan bentuk-bentuk
penyelesaian hukum lain. Usaha-usaha untuk menemukan bentuk penyelesaian sengketa alternatif
terjadi pada saat Warren Burger (mantan Chief Justice) diundang pada suatu konferensi yaitu Roscoe
Pound Conference on the Causes of Popular Dissatisfaction with the Administration of Justice (Pound Conference)
di Saint Paul, Minnesota. Para akademisi, pengamat hukum, serta pengacara yang menaruh perhatian
pada masalah sengketa/konflik
berkumpul bersama pada konferensi tersebut. Beberapa makalah yang disampaikan pada saat
konferensi, akhirnya disusun menjadi suatu pengertian dasar (basic understanding) tentang penyelesaian
sengketa saat itu.
Beberapa tahun berikutnya, penyelesaian sengketa alternative (Alternative Dispute Resolution) mulai
diterapkan secara sistematis. Hakim seringkali memerintahkan kepada para pihak untuk ikut
berpartisipasi dalam suatu persidangan. Peraturan di pengadilan
senantiasa mensyaratkan para pihak untuk menyelesaikan kasus-kasus tertentu (seperti: malpraktek)
diselesaikan melalui arbitrase, bahkan di beberapa pengadilan, pihak-pihak disyaratkan untuk mencoba
terlebih dahulu menyelesaikan sengketa yang timbul diantara mereka melalui cara mediasi sebelum
menempuh jalur pengadilan.

8. Peristilahan Penyelesaian Sengketa Alternatif

Istilah Penyelesaian Sengketa Alternatif merupakan istilah yang umum dipergunakan sebagai terjemahan dari
Alternative Dispute Resolution (ADR). Ada berbagai istilah yang dipakai untuk menunjuk pada bentuk penyelesaian
sengketa di luar pengadilan, seperti: Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS), Pilihan Penyelesaian
Sengketa di luar Pengadilan, Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) sebagaimana judul dari Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pasal 30 bahkan tidak mempergunakan istilah khusus, tetapi
hanya menyebut Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mendefinisikan Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu
lembaga penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Christopher Kuner,16 tidak memberikan definisi tentang Alternative Dispute Resolution, ia hanya menyatakan: The
term ‘alternative dispute resolution” can include a wide variety of dispute resolution mechanism outside the court system,
including arbitration, mediation, consumer compalint systems, etc., so that it can be difficult to define exactly what is meant by
the term.
Sekalipun banyak pendapat yang berbeda tentang definisi Penyelesaian Sengketa Alternatif, tetapi apabila
memperhatikan unsurunsurnya terkandung beberapa persamaan yaitu: merupakan suatu suatu lembaga
penyelesaian sengketa serta proses penyelesaian sengketa dilakukan di luar pengadilan (out of court).

SENGKETA

1. Keadaan yang mencerminkan para pihak mempunyai masalah, yaitu menghendaki pihak lain berbuat atau tidak
berbuat sesuatu, tetapi pihak lain menolak berbuat demikian.
2. Kondisi yang ditimbulkan oleh dua pihak atau lebih yang dicirikan dengan pertentangan secara terang-terangan

Sengketa dan Proses Penyelesaiannya


Sengketa <dispute>
1. Yudisial
Ajudikasi / Litigasi
Prosedur Konsensus
Out Court / Non Litigasi / Consensually

Penyelesaian Sengketa Non Litigasi


1. ADR : Alternatif Dispute Resolution
2. APS : Alternatif Penyelesaian Sengketa
3. PPS : Pilihan Penyelesaian Sengketa
4. MPPSK : Mekanisme Penyelesaian Sengketa Secara Kooperatif
5. MAPS : Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa
Tujuan APS
1. Mengurangi kemacetan pengadilan
2. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa
3. Memperlancar jalur memperoleh keadilan
4. Memperoleh penyelesaian sengketa secara win-win solution
Karakteristik Penyelesaian Sengketa Pengadilan
Memerlukan waktu lama,Menuntut biaya yang besar ,Proses sangat formal,Keputusan tidak selalu memuaskan
Bersifat memaksa <coercive>,Didasarkan pada hak-hak <right based>,Dapat merusak hubungan bisnis / sosial yang
telah ada ,Menimbulkan konflik berkepanjangan ,Bersifat backward looking <melihat ke belakang, tidak ke
depan>,Bersifat terbuka / publisitas perkara <reputasi seseorang>
Keunggulan / keuntungan APS
1. Sifat kesukarelaan dalam proses
2. Prosedur yang cepat
3. Keputusan non judicial <tidak menghukum>
4. Sifat rahasia <provatisasi sengketa>
5. Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian sengketa
6. Hemat waktu dan biaya ,7.Perlindungan dan pemulihan hubungan yang ada ,8.Kemudahan untuk melaksanakan
hasil penyelesaian ,9.Lebih mudah memperkirakan hasil

Anda mungkin juga menyukai

  • 1
    1
    Dokumen2 halaman
    1
    MHd_DyeAn_RZqy_2682
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen2 halaman
    1
    MHd_DyeAn_RZqy_2682
    Belum ada peringkat
  • 16 03
    16 03
    Dokumen3 halaman
    16 03
    MHd_DyeAn_RZqy_2682
    Belum ada peringkat
  • Contoh Putusan Pidana
    Contoh Putusan Pidana
    Dokumen31 halaman
    Contoh Putusan Pidana
    MHd_DyeAn_RZqy_2682
    Belum ada peringkat
  • UU Haki Cipta No 19 PDF
    UU Haki Cipta No 19 PDF
    Dokumen36 halaman
    UU Haki Cipta No 19 PDF
    Agus Ws
    Belum ada peringkat