Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS

DISUSUN OLEH :

NAMA : SEPRI ARDILA, S. Kep

NIM : 113063J119047

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2019
I. KONSEP TEORI
a. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang


kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak
saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung
dari protuberans sekum. Pada saatantenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens
Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea
coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi
posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks.
Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum)
65,28%,pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum)
2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus
halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
2. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin
ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol
proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin
dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika
dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
b. Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi
lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa
appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, dan Enterobius vermikularis(Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul
dan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
c. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009).
d. Tanda dan Gejala
Menurut Wijaya.A.N dan Yessie ( 2013 ) tanda dan gejala apendisitis adalah :
1. Nyeri pindah ke kanan bawah ( yang akan menetap dan di perberat
bila berjalan atau batuk ) dan menunjukan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc.Burney : nyeri tekan,nyeri lepas, defans
muskuler
2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.
3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan
(Rovsing sign ).
4. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas ( Blumberg ).
5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan
6. Napsu makan menurun.
7. Demam yang tidak terlalu tinggi.
8. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang - kadang terjadi diare

Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak
enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala
ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam
nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan
sekitar Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas.
Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture
apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.

e. Epidemiologi
Di Indonesia, sebesar 596.132 orang dengan presentase 3,36% dilaporkan
menderita apendisitis pada tahun 2009, dan meningkat menjadi 621.435
dengan presentase 3,53% di tahun 2010. Prevalensi dari apendisitissekitar7%
dari kebanyakan populasi di Amerika dengan kejadian 1,1 kasus per seribu
orang per tahun. Kejadian apendisitis mencapaipuncaknya pada kelompok usia
remaja akhir yaitu usia 17 –25 tahun. Frekuensi terjadinya apendisitisantara
laki-laki dan perempuan umumnya sama. Terdapat perbedaan pada usia 20-30
tahun, dimana kasus apendisitis lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki
pada usia tersebut. Penyebab obstruksi lumen apendiks paling sering adalah
oleh batu feses. Faktor lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks
antara lain hiperplasia jaringan limfoid, tumor, benda asing dan sumbatan oleh
cacing. Studiepidemiologi lainnya menyebutkan bahwa ada peranan dari
kebiasaan mengonsumsi makanan rendah serat yang mempengaruhi terjadinya
konstipasi, sehingga terjadi apendisitis.

f. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

g. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi : adanya distensi pada abdomen
2. Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan
peristaltik
3. Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4. Palpasi : Nyeri tekan pada perut kanan bagian bawah
5. Pemriksaan fisik yang khas pada apendiksitis

Jenis Pemeriksaan Interpretasi


Rovsing’s Sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran
kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan
Psoas Sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan
Obrazsova’s Sign ekstensi dari panggula kanan. Positif jika timbul nyeri pada
kanan bawah
Obturator Sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi
internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada
hipogastrium atau vagina
Dunphy’s Sign Pertambahan nyeri timbul testis kanan dengan batuk
Ten Horn Sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar
Sign pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran bawah
(Rosenstein)’s Sign saat pasien dibaringkan pada sisi kiri.
Bartomier’s- Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah
Michelson’s Sign pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan
posisi terlentang
Aure-Rozanova’s Bertambahanya nyeri dengan jari pada petit triangel kanan
Sign (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s Sign)
Blumberg Sign Disebut juga dengan nyeri lepas. P alpasi pada kuadran
kanan bawah kemudian dilepas tiba-tiba.
b) Laboratorium
1. Darah lekosit akan terjadi peningkatan lekosit lebih dari 10.000.
2. Urin ditemukan jumlah lekosit dan bakteri yang diterlihat.
3. Radiologi
4. Foto polos abdomen setelah enema barium akan nampak jika appendik
tidak terisi oleh kontras dicurigai adanya sumbatan.
5. Ultrasonografi akan terlihat adanya sumbatan atau infeksi.
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.
i. Komplikasi
1. Peritonitis
2. Ruptur Appendik
3. Syok Hipovolemik
4. Ileus
5. Sepsis
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1) Wawancara Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a) Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa
mual dan muntah, panas.
b) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c) Diet : kebiasaan makan makanan rendah serat.
d) Kebiasaan eliminasi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
b) Sirkulasi : Takikardia.
c) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d) Aktivitas/istirahat : Malaise.
e) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
g) Pemeriksaan Abdomen contoh
Inspeksi : bentuk simentris, terdapat luka post operasi appendiktomy
dengan jahitan rapi, luka bersih, tidak ada pus, kemerahan
berkurang, tidak bengkak, panjang luka ± 5 cm, terdapat 5
jahitan luka
Auskultasi : Peristaltik usus 17x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada pembesaran ginjal
maupun limfa, suhu sekitar luka hangat.
a. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri
pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi
duduk tegak.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
c. Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
2) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
c. Hambatan mobilitas fisk berhubungan dengan spasme abdomen
C. Rencana Keperawatan
a. Pre Operasi
DIAGNOSA
NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri, 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan asuhan keperawatan, lokasi dan karasteristik sejauh mana tingkat
agen injuri biologi diharapkan nyeri nyeri. nyeri dan merupakan
(distensi jaringan klien berkurang 2. Jelaskan pada pasien indiaktor secara dini
intestinal oleh dengan kriteria hasil: tentang penyebab nyeri untuk dapat
inflamasi a. Klien mampu 3. Ajarkan tehnik untuk memberikan tindakan
mengontrol nyeri pernafasan selanjutnya
(tahu penyebab diafragmatik lambat / 2. informasi yang tepat
nyeri, mampu napas dalam dapat menurunkan
menggunakan 4. Berikan aktivitas tingkat kecemasan
tehnik hiburan (ngobrol pasien dan menambah
nonfarmakologi dengan anggota pengetahuan pasien
untuk mengurangi keluarga) tentang nyeri.
nyeri, mencari 5. Observasi tanda-tanda 3. napas dalam dapat
bantuan vital menghirup O2 secara
b. Melaporkan 6. Kolaborasi dengan tim adequate sehingga otot-
bahwa nyeri medis dalam otot menjadi relaksasi
berkurang dengan pemberian analgetik sehingga dapat
menggunakan mengurangi rasa nyeri.
manajemen nyeri 4. meningkatkan relaksasi
c. Tanda vital dalam dan dapat meningkatkan
rentang normal kemampuan kooping.
TD (systole 110- 5. deteksi dini terhadap
130mmHg, perkembangan
diastole 70- kesehatan pasien.
90mmHg), sebagai profilaksis
HR(60- untuk dapat
100x/menit), RR menghilangkan rasa
(16-24x/menit), nyeri.
suhu (36,5-
37,50C)
d. Klien tampak
rileks mampu
tidur/istirahat
Ketidakseimbangan NOC : 1. Monitor intake dan 1) Berguna dalam
nutrisi kurang dari a. Nutritional status : output adanya mendefinisikan
kebutuhan adequacy penurunan BB dan gula derajat/luasnya masalah
berhubungan dengan of nutrient darah dan pilihan intervensi
ketidakmampuan b. Nutritional status : 2. Monitor kekeringan, yang tepat
untuk foood and rambut kusam, total 2) membantu dalam
memasukkan atau fluid intake protein, Hb dan kadar mengidentifikasi
mencerna nutrisi c. Weight control Ht kebutuhan
oleh Setelah dilakukan 3. Kaji adanya alergi pertimbangan
karena faktor tindakan makanan keinginan individu
biologis, keperawatan 4. Jelaskan pada pasien dapat memperbaiki
psikologis atau selama ....x24 jam dan keluarga tentang masukan diet.
ekonomi. nutrisi kurang manfaat nutrisi 3) Dapat mempengaruhi
teratasi dengan Anjurkan banyak pilihan diet dan
indikator : minum mengidentifikasi area
a. Albumin serum 5. Kolaborasi dengan pemecahan masalah
b. Pre albumin serum dokter tentang untuk meningkatkan
c. Hematokrit kebutuhan suplemen pemasukan atau
d. Hemoglobin makana penggunaan nutrien
e. Total iron binding 6. Kolaborasi dengan ahli 4) Membantu menghemat
capacity gizi untuk menentukan energi khususnyabila
f. Jumlah limfosit jumlah kalori dan kebutuhan meningkat
nutrisi yang dibutuhkan saat demam.
pasien 5) Menurunkan rasa tidak
enak karena sisa
sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi
yang merangsang pusat
muntah.
6) Masukan nutrisi tanpa
kelemahan yang tidak
perlu atau kebutuhan
energi dari makan
makanan banyak dari
menurunkan iritasi
bantuan dalam
perencanaan diet
dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan
metabolik dan diet.
Cemas  berhubungan Setelah dilakukan 1. Evaluasi tingkat 1. ketakutan dapat terjadi
dengan akan asuhan keperawatan, ansietas, catat verbal karena nyeri hebat,
dilaksanakan diharapkan dan non verbal pasien. penting pada prosedur
operasi. kecemasab klien 2. Jelaskan dan diagnostik dan
berkurang dengan persiapkan untuk pembedahan.
kriteria hasil: tindakan prosedur 2. dapat meringankan
Melaporkan ansietas sebelum dilakukan ansietas terutama ketika
menurun sampai 3. Jadwalkan istirahat pemeriksaan tersebut
tingkat teratasi adekuat dan periode melibatkan
Tampak rileks menghentikan tidur. pembedahan.
4. Anjurkan keluarga 3. membatasi kelemahan,
untuk menemani menghemat energi dan
disamping klien meningkatkan
kemampuan koping.
4. Mengurangi kecemasan
klien

b. Post Operasi

DIAGNOSA
NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
Nyeri Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji skala nyeri 1. Berguna dalam
berhubungan keperawatan, diharapkan lokasi, karakteristik pengawasan dan
dengan agen injuri nyeri berkurang dengan dan laporkan keefesien obat,
fisik (luka insisi kriteria hasil: perubahan nyeri kemajuan
post operasi a. Melaporkan nyeri dengan tepat. penyembuhan,perub
appenditomi). berkurang 2. Monitor tanda-tanda ahan dan
b. Klien tampak rileks vital karakteristik nyeri.
c. Dapat tidur dengan 3. Pertahankan istirahat 2. deteksi dini terhadap
tepat dengan posisi semi perkembangan
d. Tanda-tanda vital powler. kesehatan pasien.
dalam batas normal 4. Dorong ambulasi dini. 3. Menghilangkan
TD (systole 110- 5. Berikan aktivitas tegangan abdomen
130mmHg, diastole hiburan. yang bertambah
70-90mmHg), HR(60- 6. Kolaborasi tim dokter dengan posisi
100x/menit), RR (16- dalam pemberian terlentang.
24x/menit), suhu analgetika. 4. Meningkatkan
(36,5-37,50C) kormolisasi fungsi
organ.
5. meningkatkan
relaksasi.
6. Menghilangkan
nyeri.
Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya tanda- 1. Dugaan adanya
berhubungan keperawatan diharapkan tanda infeksi pada area infeksi
dengan tindakan infeksi dapat diatasi insisi 2. Dugaan adanya
invasif (insisi post dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda vit infeksi/terjadinya
pembedahan). Klien bebas dari tanda- al. Perhatikan demam, sepsis, abses,
tanda infeksi menggigil, berkeringat, peritonitis
Menunjukkan perubahan mental 3. mencegah transmisi
kemampuan untuk 3. Lakukan teknik isolasi penyakit virus ke
mencegah timbulnya untuk infeksi enterik, orang lain.
infeksi termasuk cuci tangan 4. mencegah meluas
Nilai leukosit (4,5- efektif. dan membatasi
11ribu/ul) 4. Pertahankan teknik penyebaran
aseptik ketat pada organisme infektif /
perawatan luka insisi / kontaminasi silang.
terbuka, bersihkan 5. menurunkan resiko
dengan betadine. terpajan.
5. Awasi / batasi 6. terapi ditunjukkan
pengunjung dan siap pada bakteri anaerob
kebutuhan. dan hasil aerob gra
6. Kolaborasi tim medis negatif.
dalam pemberian
antibiotik
Hambatan Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign 1. Merupakan data
mobilitas fisik tindakan keperawatan sebelm/sesudah latihan melakukan
berubungan selama….gangguan dan lihat respon pasien intervensi
mobilitas fisik teratasi saat latihan selanjutnya
dengan spasme
abdomen
dengan kriteria hasil: 2. Konsultasikan dengan 2. Kolaborasi dengan
- Klien meningkat terapi fisik tentang ahli fisik unruk
dalam aktivitas fisik rencana ambulasi sesuai mencagah
deformitas kontaktur
- Mengerti tujuan dari dengan kebutuhan
dengan
peningkatan 3. Bantu klien untuk
menggunakan
mobilitas menggunakan tongkat pengubahan posisi
- Memverbalisasikan saat berjalan dan cegah yang hati-hati dan
perasaan dalam terhadap cedera rentang gerak
meningkatkan 4. Ajarkan pasien atau
kekuatan dan tenaga kesehatan lain 3. Ektremitas paralisis
kemampuan tentang teknik ambulasi disokong dengan
berpindah 5. Kaji kemampuan pasien posisi fungsional
- Memperagakan dalam mobilisasi dan memberikan
penggunaan alat 6. Latih pasien dalam latihan rentang
Bantu untuk pemenuhan kebutuhan gerak secara pasif
mobilisasi (walker) ADLs secara mandiri paling sedikit dua
kali sehari.
sesuai kemampuan
4. Untuk meningkatkan
7. Dampingi dan Bantu
rentang gerak pasien
pasien saat mobilisasi 5. Untuk menentukan
dan bantu penuhi tingkat kekuatan dan
kebutuhan ADLs ps. rentang gerak pasien
8. Ajarkan pasien 6. Untuk meningkatkan
bagaimana merubah kemandirian pasien
posisi dan berikan 7. Agar terhindar dari
bantuan jika diperlukan cidera dan resiko
jatuuh
8. Meningkatkan
rentang gerak pasien
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Fatma.(2010).Askep.Appendicitis.
Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-appendicitis.html pada
tanggal 1 Desember 2019.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2015, Nursing Interventions Classification (NIC) second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2015, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Nuzulul.(2014).AskepAppendicitis.
Diakseshttp://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep
%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 01 Desember 2019.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai