APENDISITIS
DISUSUN OLEH :
NIM : 113063J119047
BANJARMASIN
2019
I. KONSEP TEORI
a. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak
enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala
ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam
nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan
sekitar Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas.
Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture
apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.
e. Epidemiologi
Di Indonesia, sebesar 596.132 orang dengan presentase 3,36% dilaporkan
menderita apendisitis pada tahun 2009, dan meningkat menjadi 621.435
dengan presentase 3,53% di tahun 2010. Prevalensi dari apendisitissekitar7%
dari kebanyakan populasi di Amerika dengan kejadian 1,1 kasus per seribu
orang per tahun. Kejadian apendisitis mencapaipuncaknya pada kelompok usia
remaja akhir yaitu usia 17 –25 tahun. Frekuensi terjadinya apendisitisantara
laki-laki dan perempuan umumnya sama. Terdapat perbedaan pada usia 20-30
tahun, dimana kasus apendisitis lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki
pada usia tersebut. Penyebab obstruksi lumen apendiks paling sering adalah
oleh batu feses. Faktor lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks
antara lain hiperplasia jaringan limfoid, tumor, benda asing dan sumbatan oleh
cacing. Studiepidemiologi lainnya menyebutkan bahwa ada peranan dari
kebiasaan mengonsumsi makanan rendah serat yang mempengaruhi terjadinya
konstipasi, sehingga terjadi apendisitis.
f. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
g. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi : adanya distensi pada abdomen
2. Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan
peristaltik
3. Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4. Palpasi : Nyeri tekan pada perut kanan bagian bawah
5. Pemriksaan fisik yang khas pada apendiksitis
b. Post Operasi
DIAGNOSA
NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
Nyeri Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji skala nyeri 1. Berguna dalam
berhubungan keperawatan, diharapkan lokasi, karakteristik pengawasan dan
dengan agen injuri nyeri berkurang dengan dan laporkan keefesien obat,
fisik (luka insisi kriteria hasil: perubahan nyeri kemajuan
post operasi a. Melaporkan nyeri dengan tepat. penyembuhan,perub
appenditomi). berkurang 2. Monitor tanda-tanda ahan dan
b. Klien tampak rileks vital karakteristik nyeri.
c. Dapat tidur dengan 3. Pertahankan istirahat 2. deteksi dini terhadap
tepat dengan posisi semi perkembangan
d. Tanda-tanda vital powler. kesehatan pasien.
dalam batas normal 4. Dorong ambulasi dini. 3. Menghilangkan
TD (systole 110- 5. Berikan aktivitas tegangan abdomen
130mmHg, diastole hiburan. yang bertambah
70-90mmHg), HR(60- 6. Kolaborasi tim dokter dengan posisi
100x/menit), RR (16- dalam pemberian terlentang.
24x/menit), suhu analgetika. 4. Meningkatkan
(36,5-37,50C) kormolisasi fungsi
organ.
5. meningkatkan
relaksasi.
6. Menghilangkan
nyeri.
Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya tanda- 1. Dugaan adanya
berhubungan keperawatan diharapkan tanda infeksi pada area infeksi
dengan tindakan infeksi dapat diatasi insisi 2. Dugaan adanya
invasif (insisi post dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda vit infeksi/terjadinya
pembedahan). Klien bebas dari tanda- al. Perhatikan demam, sepsis, abses,
tanda infeksi menggigil, berkeringat, peritonitis
Menunjukkan perubahan mental 3. mencegah transmisi
kemampuan untuk 3. Lakukan teknik isolasi penyakit virus ke
mencegah timbulnya untuk infeksi enterik, orang lain.
infeksi termasuk cuci tangan 4. mencegah meluas
Nilai leukosit (4,5- efektif. dan membatasi
11ribu/ul) 4. Pertahankan teknik penyebaran
aseptik ketat pada organisme infektif /
perawatan luka insisi / kontaminasi silang.
terbuka, bersihkan 5. menurunkan resiko
dengan betadine. terpajan.
5. Awasi / batasi 6. terapi ditunjukkan
pengunjung dan siap pada bakteri anaerob
kebutuhan. dan hasil aerob gra
6. Kolaborasi tim medis negatif.
dalam pemberian
antibiotik
Hambatan Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign 1. Merupakan data
mobilitas fisik tindakan keperawatan sebelm/sesudah latihan melakukan
berubungan selama….gangguan dan lihat respon pasien intervensi
mobilitas fisik teratasi saat latihan selanjutnya
dengan spasme
abdomen
dengan kriteria hasil: 2. Konsultasikan dengan 2. Kolaborasi dengan
- Klien meningkat terapi fisik tentang ahli fisik unruk
dalam aktivitas fisik rencana ambulasi sesuai mencagah
deformitas kontaktur
- Mengerti tujuan dari dengan kebutuhan
dengan
peningkatan 3. Bantu klien untuk
menggunakan
mobilitas menggunakan tongkat pengubahan posisi
- Memverbalisasikan saat berjalan dan cegah yang hati-hati dan
perasaan dalam terhadap cedera rentang gerak
meningkatkan 4. Ajarkan pasien atau
kekuatan dan tenaga kesehatan lain 3. Ektremitas paralisis
kemampuan tentang teknik ambulasi disokong dengan
berpindah 5. Kaji kemampuan pasien posisi fungsional
- Memperagakan dalam mobilisasi dan memberikan
penggunaan alat 6. Latih pasien dalam latihan rentang
Bantu untuk pemenuhan kebutuhan gerak secara pasif
mobilisasi (walker) ADLs secara mandiri paling sedikit dua
kali sehari.
sesuai kemampuan
4. Untuk meningkatkan
7. Dampingi dan Bantu
rentang gerak pasien
pasien saat mobilisasi 5. Untuk menentukan
dan bantu penuhi tingkat kekuatan dan
kebutuhan ADLs ps. rentang gerak pasien
8. Ajarkan pasien 6. Untuk meningkatkan
bagaimana merubah kemandirian pasien
posisi dan berikan 7. Agar terhindar dari
bantuan jika diperlukan cidera dan resiko
jatuuh
8. Meningkatkan
rentang gerak pasien
DAFTAR PUSTAKA
Fatma.(2010).Askep.Appendicitis.
Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-appendicitis.html pada
tanggal 1 Desember 2019.
Nuzulul.(2014).AskepAppendicitis.
Diakseshttp://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep
%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 01 Desember 2019.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC