Anda di halaman 1dari 25

1.

PREAMBLUE
UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945
PEMBUKAAN
(Preambule)
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Pasal 33 ayat 3

Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), dengan melihat berbagai aspek kehidupan
terkait penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) sudah saatnya menjadi acuan sekaligus
sebagai patokan untuk ditetapkan dan diterapkan. Mengingat sumber ekonomi dan kekayaan di
negeri ini tidak lagi menjadi monopoli semata, melainkan berasaskan kebersamaan dan
kemerataan secara berkelanjutan. Secercah harapan dengan adanya Raperda Kalimantan Barat
diharapkan mampu mengakomodir situasi lingkungan saat ini yang berasaskan pada pasal 33.

Sumber kebijakan tentang pengelolaan sumber daya alam adalah Pasal 33 ayat (3), secara
tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya
alam ditangan orang ataupun seorang. Dengan kata lain monopoli, tidak dapat dibenarkannamun
fakta saat ini berlaku di dalam praktek-praktek usaha, bisnis dan investasi dalam bidang
pengelolaan sumber daya alam sedikit banyak bertentangan dengan prinsip pasal 33.

Bunyi pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut :


ayat (1) berbunyi; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan
ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara,
ayat (3) menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
ayat (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.

Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang Dasar 1945, secara jelas
menyiratkan bahwa penguasaan perekonomian terkait hasil kekayaan alam harus berpatok
kepada kepentingan bersama dan untuk kemakmuran rakyat yang berasaskan kepada keadilan.
Angin segar tentang Raperdatentang Pengelolaan SDA berbasis pemulihan lingkungan sebagai
sebuah keharusan untuk segera di tetapkan dalam suatu daerah atau wilayah untuk dijadikan
sebagai sebuah jawaban dengan semakin kompleksnya pesoalan-persoalan kekinian lingkungan
dan hak-hak masyarakat tidak kunjung usai saat ini.
3. UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

Seperti yang telah di ketahui negara Indonesia merupakan negara Agraris, yang mayoritas
penduduknya bergerak dalam sektor pertanian dengan memanfaatkan sumber daya Alam
(kesuburan tanah, hasil perikanan, dll). Oleh karna itu di butuhkan istrumen yang mengatur
bagaimana cara rakyat Indonesia tersebut memanfaatkan tanah dan sumber daya alam yang
berada di dalam perut bumi Indonesia dapat di gunakan dengan sebaik baiknya untuk
kemakmuran masyarakat Indonesia.

Tanah  dalam  arti  hukum  memiliki  peranan  yang  sangat  penting  dalam  kehidupan
manusia karena dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan hubungan da perbuatan hukum,
baik dari segi individu maupun dampak bagi orang lain. Untuk mencegah masalah tanah tidak
sampai menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat, diperlukan pengaturan, penguasaan
dan penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut dengan hukum tanah.

Dalam pelaksanaan ketentuan tersebut maka diundangkanlah Undang-undang Nomor 5


Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dengan diundangkannya
UUPA, berarti sejak saat itu Indonesia telah memiliki Hukum Agraria Nasional yang merupakan
warisan kemerdekaan setelah pemerintahan kolonial Belanda.Didalam konsiderans Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, menegaskan peranan
kunci tanah, bahwa bumi, air dan ruang angkasa mempunyai fungsi yang amat penting untuk
membangun masyarakat yang adil dan makmur. Dalam konteks ini, penguasaan dan penghakkan
atas tanah terutama tertuju pada perwujudan keadilan dan kemakmuran dalam pembangunan
masyarakat.

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup dalam
melakukan aktivitas diatas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah,
dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung selalu memerlukan tanah.

Tanah memiliki peran yang sangat penting artinya dalam kehidupan Bangsa Indonesia
ataupun dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai upaya
berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Pada saat manusia mati masih membutuhkan tanah untuk
penguburannya sehingga begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap orang
akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal tersebut maka dapat
menimbulkan suatu sengketa didalam masyarakat, sengketa tersebut timbul akibat adanya
perjanjian antara dua pihak atau lebih yang salah satu melakukan perbuatan melawan hukum.
Penguasaan yuridis dilandasi hak dengan dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi
kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Penguasaan
dalam arti yuridis adalah penguasaan yang beraspek perdata maupun publik.
Dalam  Undang-Undang  Pokok  Agraria  (UUPA)  diatur  dan  ditetapkan  tata jenjang
atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional,yaitu :

1. Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam Pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang
tertinggi, beraspek perdata dan publik.
2. Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam Pasal 2,  beraspek publik.
3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam Pasal 3, beraspek perdata dan
publik.
4. Hak-hak perorangan/individual, semuanya beraspek perdata terdiri atas :
a. Hak-hak atas Tanah sebagai hak-hak individual yang semuanya secara langsung
ataupun tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa, yang disebut dalam Pasal 16 dan
53.
b. Wakaf, yaitu Hak Milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal 49.
c. Hak Jaminan atas Tanah yang disebut “Hak Tanggungan” dalam Pasal 25, 33, 39, dan 51.

Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atastanah sebagai


lembaga hukum :
1. Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan ;
2. Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib dan dilarang untuk diperbuat
oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya ;
3. Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang haknya dan
syarat-syarat penguasaannya ;
4. Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.

Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas  tanah


sebagai hubungan hukum konkret.

1.Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum yang konkret,
dengan nama atau sebutan yang dimaksudkan dalam poin 1 diatas.
2.Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain.
3.Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain
4.Mengatur hal-hal mengenai hapusnya
5.Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya.

Pentingnya UU PA Bagi Bangsa Indonesia

Kelahiran Hukum Agraria di Indonesia sendiri di tandai dengan Lahirnya Undang-


Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1948, sekaligus sebagai wujud reformasi
bangsa indonesia terkait dengan pengaturan hak-hak atas tanah, yang dulunya bersifat pluralistik
dan sangat menguntungkan bangsa kolonial.selain itu munculnya Undang Undang Pokok
Agraria ini juga merupakan wujud kemenangan bangsa Indonesia khususnya petani,

Untuk menciptakan hukum agraria nasional guna menjamin kepastian hukum bidang
pertahanan, maka dilakukanlah unifikasi hukum pertahanan dengan membentuk UU no. 5 tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau yang lebih dikenal dengan UUPA pada
tanggal 24 September 1960. Alasan-alasan lahirnya UU No.5 Th 1960 (UUPA), yaitu:
a. karena hukum agraria yang berlaku sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari
pemerintah jajahan (Belanda), hingga bertentangan dengan kpentingan negara;

b. karena akibat politik-hukum penjajahan, sehingga hukum agraria tersebut mempunyai sifat
dualisme, yaitu berlakunya peraturan-peraturan dari hukum adat di samping peraturan-peraturan
hukum barat, shg menimbulkan pelbagai masalah antar golongan yang serba sulit, juga tidak
sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa;

c. hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum bagi rakyat asli.

Hukum agraria sebagaimana yang dimaksudkan oleh UUPA, adalah suatu kelompok berbagai
hukum, yang mengatur hak-hak penguasaan atas sumbe-sumber alam. Dalam pengertian yang
luas, ruang lingkup hukum agraria meliputi: hukum tanah, hukum air, hukum kehutanan, hukum
pertambangan/bahan galian, hukum perikanan dan hukum ruang angkasa (hukum yang mengatur
penguasaan unsur-unsur tertentu ruang angkasa).

Adapun Tujuan dari dibentuknya UUPA terdapat pada Penjelasan Umum UUPA, yaitu:

a. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat
untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama
rakyat tani, dlm rangka masyarakat yg adil dan makmur;

b. meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum


pertanahan;

c. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat seluruhnya.

Hukum tanah adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak-hak


penguasaan atas tanah, yang merupakan lembaga-lembaga hukum dan hubungan-hubungan
hukum konkrit dengan tanah. Pembatasan serupa dapat kita adakan juga dengan bidang hukum
lain yang merupakan unsur-unsur dari  kelompok hukum agraria di atas, seperti hukum air,
hukum kehutanan, hukum pertambangan/bahan galian, hukum perikanan dan hukum ruang
angkasa.
4. PP RI Nomor 10 Tahun 1961 dan PP RI Nomor 24 Tahun 1997
Penyempurnaan yang terdapat dalam PP No 24 Tahun 1997, meliputi penegasan berbagai
hal yang belum jelas dalam PP No 10 tahun 1961, antara lain :
Tentang Pengertian Pendaftaran Tanah, pada Pasal 1 ayat 1 PP No 24 tahun 1997
memberikan definisi tentang Pendaftaran tanah sebagai berikut “serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang–bidang tanah dan satuan–satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang–bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak–hak tertentu yang
memberinya”. Dan kemudian dalam Pasal 13 ayat 1 PP No 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa
“Pendaftaran Tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui Pendaftaran Tanah secara
sistematis dan Pendaftaran Tanah secara sporadik”.
Dalam Pasal 2 PP No 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa “Pendaftaran Tanah
dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutahkir dan terbuka”.
Asas sederhana dalam Pendaftaran Tanah adalah agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama
kepada pemegang hak atas tanah.
Asas aman dalam Pendaftaran Tanah ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Pendaftaran
Tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan
jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuan Pendaftaran Tanah itu sendiri.
Asas terjangkau dimaksud adalah keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya
dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang
diberikan dalam rangka penyelenggaraan Pendaftaran Tanah harus bisa dijangkau oleh pihak
yang memerlukan, dan hal ini telah ditegaskan sebelumnya pada Pasal 19 Undang-Undang
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang mengatakan bahwa : “Dalam Peraturan Pemerintah
Diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas dengan
ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut”.
Asas mutakhir dimaksud, yakni dalam hal kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Untuk itu perlu diikuti
kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari.
Asas mutakhir ini menurut dipeliharanya data Pendaftaran Tanah secara terus menerus dan
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan
keadaan yang nyata di lapangan, untuk itu sangat dianjurkan agar dalam hal pelaksanaan
prosedur perolehan sertipikat hak atas tanah pada kegiatan pengumpulan data fisik dan data
yuridis memanfaatkan teknologi modern, sehingga proses pengumpulan data fisik dan data
yuridis dalam kegiatan Pendaftaran Tanah lebih efektif dan efisien untuk memberi pelayanan
perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah.
Asas terbuka ini dimaksudkan agar setiap individu khususnya bagi pemegang sertifikat
hak atas tanah berhak mendapatkan informasi ataupun keterangan mengenai data fisik dan data
yuridis hak atas tanahnya setiap saat di Kantor Pertanahan sesuai dengan satuan wilayah obyek
tanah tersebut berada.
Sesuai dengan definisi Pendaftaran Tanah pada Pasal 1 ayat 1 PP No 24 Tahun 1997
tersebut, maka menurut pendapat A.P. Parlindungan bahwa tugas dari Pendaftaran Tanah
tersebut adalah Pendaftaran yang berkesinambungan, dalam arti bahwa setiap data fisik dan data
yuridis tetap harus up to date dengan pencatatan setiap perubahan yang terjadi.
Perbedaan pendaftaran tanah untuk tanah pertanian dan non-pertanian tidak lagi di cantumkan
dalam PP No 24 Tahun 1997, masih mencampur-adukkan perbuatan hukum peralihan hak atas
tanah pertanian dan non-pertanian. Hal ini logis karena sistem pendaftaran tanah yang berlaku
adalah pendaftaran hak, hanya pendaftaran subyek dan obyek haknya, belum merupakan
pendaftaran tanah yang sebenarnya, belum mengkaitkannya dengan sistem pemanfaatan dan
pengusahaan ruang secara keseluruhan (pendaftaran tanah yang komprehensif).
Objek Pendaftaran tanah ini telah dituangkan secara eksplisit dalam PP No 24 Tahun
1997 Pada Pasal 9, yang menyatakan bahwa :
 Objek Pendaftaran Tanah meliputi :
 bidang–bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai.
 tanah hak pengelolaan.
 tanah wakaf.
 hak milik atas satuan rumah susun.
 hak tanggungan.
 tanah Negara.
Dalam hal tanah negara sebagai objek Pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf F, Pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah negara dalam
daftar tanah. Khusus mengenai tanah negara yang juga didaftar, maka Pendaftarannya dilakukan
dengan membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar, namun dalam hal
ini tanah tersebut tidak diterbitkan sertifikat hak atas tanahnya.
Dan dalam objek Pendaftaran Tanah tidak menyinggung tanah pertanian yang sifatnya
sementara, seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan Hak Sewa tanah
pertanian. Sementara, hak-hak "sementara" ini masih berperan penting dalam kehidupan rakyat
tani, yang masih banyak perjanjian diadakan dalam bentuk tidak tertulis berdasarkan
kepercayaan. Padahal data dan informasi tersebut seharusnya sangat penting sebagai dasar untuk
pengambilan strategi kebijakan pertanian dan kebijakan lainnya, misal kebijakan lapangan kerja,
untuk kesejahteraan rakyat.
Hak Gadai tanah pertanian merupakan obyek pendaftaran tanah menurut PP No 10 Tahun
1961, namun tidak lagi menurut PP No 24 Tahun 1997. Tiadanya sistem khusus pendaftaran
tanah pertanian ini, menjadikan kebijakan Land Reform sebagai sesuatu yang "kosong", tidak
konsisten, tidak rasional, jauh dari konstruktif. Bagaimana dapat mengontrol berlakunya asas-
asas UUPA yang harus dihormati, seperti asas tanah pertanian harus dikerjakan secara aktif, asas
larangan pemerasan terhadap pihak yang lemah, dan sebagainya, jika data dan informasi subyek
dan obyeknya saja tidak jelas. Seperti pada sistem gadai tanah pertanian yang sudah berlangsung
7 tahun atau lebih harus dikembalikan kepada yang empunya, tanpa kewajiban untuk membayar
uang tebusan, karena pemegang gadai tanah pertanian dianggap sudah cukup menikmati manfaat
dari tanah gadai, jauh melebihi bunga yang layak dari uang yang diterima oleh yang empunya
tanah (pasal 7 UU No. 56 /Perpu/ 1960, dikenal dengan Undang Undang Land Reform/UULR);
Apakah ditaati aturan mengenai perjanjian bagi hasil, yang dilaksanakan secara tertulis
dihadapan Kepala dari desa atau daerah yang setingkat dengan itu, tempat letak tanah yang
bersangkutan (Kepala Desa) dengan dipersaksikan oleh dua orang, masing-masing dari pihak
penggarap dan pemilik tanah, kemudian perjanjian tersebut disyahkan oleh camat/ kepala
Kecamatan yang bersangkutan atau pejabat yang setingkat dengan itu. Kepala desa mempunyai
kewajiban mengumumkan dalam kerapatan desa mengenai semua perjanjian usaha bagi hasil
setelah kerapatan terakhir.
Dalam hal tanah Negara dalam PP No 24 tahun 1997 termasuk obyek yang diatur
sedangkan dalam PP No.10 tahun 1961 pasal 14, termasuk obyek tapi tidak diatur secara rinci
dan bisa dibuatkan sertifikat. Untuk pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak
tanggungan dan tanah Negara satuan wilayah tata usaha pendaftarannya adalah
Kabupaten/Kotamadya dalam pasal 10 PP No.24 tahun 1997.
Peralihan hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUPA yaitu hak milik dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain. K. Wantjik Saleh memberikan pengertian tentang kata
“beralih” adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan pemilik hak telah meninggal dunia maka
haknya dengan sendiri menjadi beralih kepada ahli warisnya. Dalam pasal 20 menguraikan 2
(dua) bentuk peralihan hak milik atas tanah, yaitu :
 Beralih artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemilik kepada pihak lain
dikarenakan suatu peristiwa hukum. Dengan meninggalnya pemilik tanah, maka
hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli waris
memenuhi syarat subjek hak milik. A. Pitlo merumuskan bahwa warisan adalah
kekayaan yang ditinggalkan oleh simati. Peralihan harta dari pewaris kepada ahli
waris itu didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Beralihnya hak milik atas
tanah yang telah bersertifikat harus didaftarkan kekantor pertanahan setempat
dengan melampirkan surat keterangan kematian pemilik tanah yang dibuat oleh
pejabat yang berwenang, surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh pejabat
yang berwenang, bukti identitas para ahli waris, sertifikat tanah yang pertama atau
terdahulu. Maksud pendaftaran peralihan hak milik atas tanah ini adalah untuk
dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama pemegang hak dari
pemilik tanah kepada para ahli warisnya. Prosedural pendaftaran peralihan hak
karena beralihnya hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 24 PP No. 24 tahun
1997 tentang pendaftaran tanah jo. Pasal 111 dan Pasal 112 Permen
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 tentang ketentuan
pelaksana PP No. 24 tahun 1997.
 Dialihkan atau Pemindahan Hak Dialihkan artinya berpindahnya hak milik atas
tanah dari pemilik kepada orang lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum.
Misalnya perbuatan hukum yaitu: jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan atau
pemasukan dalam bentuk modal, dan lelang. Berpindahnya hak milik atas tanah
karena dialihkan atau pemindahan hak harus dibuktikan dengan akta tanah yang
dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau disebut PPAT,
kecuali tehadap objek itu dilakukan lelang yang dibuktikan dengan berita acara
lelang dibuat oleh Pejabat dari kantor lelang. Perpindahan hak milik atas tanah ini
harus didaftarkan kekantor pertanahan setempat dimana objek berada, untuk
dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama sertifikat dari pemilik.
Prosedur pemindahan hak milik atas tanah karena jual beli, tukar menukar, hibah,
penyertaan atau pemasukan modal diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40
PP No. 24 tahun 1997 jo. Pasal 97 sampai dengan Pasal 106 Permen
Agraria/Kepala BPN No. 3 tahun 1997. Prosedur pemindahan hak atas tanah
karena lelang diatur dalam Pasal 41 PP No. 24 tahun 1997 jo. Pasal 107 sampai
dengan Pasal 110 Permen Agraria/Kepala BPN No. 3 tahun 1997.
Peralihan Hak Karena Pewarisan dalam PP No.10 tahun 1961 ditetapkan jangka waktu
dilakukan pendaftaran dan ada biaya dalam pendaftaran peralihan hak, sedangkan dalam PP
No.24 tahun 1997 ada pengecualian terdapat dalam pasal 61 ayat 3, yang membebaskan
pendaftaran peralihan hak dari pembayaran biaya pendaftaran bilamana dilakukan dalam waktu 6
bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris.
Dalam PP No.24 tahun 1997, surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu
bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian yang diambil datanya dari peta pendaftaran atau surat
ukur merupakan dokumen yang mandiri di samping peta pendaftaran, sedangkan dalam PP
No.10 tahun 1961 surat ukur merupakan bagian dari sertifikat dan merupakan petikan dari peta
pendaftaran. Menurut PP No.24 tahun 1997, sertifikat hak atas tanah, hak pengelolaan, dan
wakaf bisa berupa satu lembar dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang
diperlukan, sedangkan dalam PP No.10 tahun 1961 pasal 13, sertifikat terdiri atas salinan buku
tanah yang memuat data yuridis dan surat ukur yang memuat data fisik hak yang bersangkutan
yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen. Dalam PP No.10 tahun 1961 pasal 17,
mengenal sertifikat sementara dan mempunyai kekuatan sebagai sertifikat, sedangkan dalam PP
No.24 tahun 1997 tidak mengenal sertifikat sementara. Dalam sertifikat pengganti/baru yang
membedakannya hanya mengenai prosedur, dalam PP No.24 tahun 1997 prosedurnya lebih
sederhana,misalnya mengenai pengumuman yang hanya cukup sekali sedangkan dalam PP
No.10 tahun 1961 sebanyak 2 kali.
Guna menjamin kepastian hukum di bidang penguasaan dan pemilikan tanah faktor
kepastian letak dan batas setiap bidang tanah tidak dapat diabaikan. Karena itu masalah
pengukuran dan pemetaan serta penyediaan peta berskala besar untuk keperluan
penyelenggaraan pendaftaran tanah merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan merupakan
bagian yang penting yang perlu mendapat perhatian yang serius dan seksama, bukan hanya
dalam rangka pengumpulan data penguasaan tanah tetapi juga dalam penyajian data
penguasaan/pemilikan tanah dan penyimpanan data tersebut. Perkembangan teknologi
pengukuran dan pemetaan, seperti cara penentuan titik melalui Global Positioning System (GPS)
dan komputerisasi pengolahan, penyajian dan penyimpanan data, pelaksanaan pengukuran dan
pemetaan dapat dipakai di dalam pendaftaran tanah. Untuk mempercepat pengukuran dan
pemetaan bidang tanah yang harus didaftar penggunaan teknologi modern, seperti Global
Positioning System (GPS) dan komputerisasi pengolahan dan penyimpanan data perlu
dimungkinkan yang pengaturannya diserahkan kepada Menteri. Dalam hal ini PP No.24 tahun
1997 sudah menggunakan teknologi atau media elektronik(modern) dan mempunyai kekuatan
pembuktian, sedangkan dalam PP No.10 tahun 1961 masih bersifat konvensional.
Pasal 52 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 telah mengamanatkan penegakan hukum dan
bidang pendaftaran tanah dapat dikenakan sanksi pidana atas perbuatan-perbuatan tertentu.
Peraturan pelaksanaan dari ketentuan ini dirumuskan dalam PP No 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran tanah. PP ini menggariskan kebijakan kriminalisasi yang dirumuskan dalam Pasal 42
sampai Pasal 44. Kebijakan kriminalisasi dalam PP No.10 Tahun 1961 dengan tegas menentukan
bahwa sanksi pidana terhadap pelanggaran batas-batas dari suatu bidang tanah dinyatakan
dengan tanda-tanda batas menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Agraria. Pelanggaran
atas pembuatan akta tentang memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak baru atas
tanah, atau hak tanggungan tanpa ditunjuk oleh Menteri Agraria dipidana dengan hukum
kurungan selama-lamanya tiga (3) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu
rupiah. Disamping itu juga dilarang Kepala desa menguatkan perjanjian mengenai tanah yang
sudah dibukukan jika :
 permintaan itu tidak disertai dengan sertifikat tanah yang bersangkutan.
 tanah yang menjadi objek perjanjian ternyata masih dalam perselisihan.
 tidak disertai surat-suart tanda pembayaran biaya pendaftarannya.
Pelanggaran terhadap hal tersebut dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga
(3) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah (Rp10.000).
Kebijakan kriminalisasi dalam PP No 10 Tahun 1961 ini ternyata tidak lagi dijumpai dalam
PP No 24 Tahun 1997. Hal ini berarti kebijakan kriminalisasi dalam pendaftaran tanah telah
berubah menjadi dekriminalisasi atas perbuatan-perbuatan tertentu yang telah dirumuskan
sebagai tindak pidana di bidang pendaftaran tanah, tetapi telah berubah menjadi pelanggaran
yang bersifat administratif. Meskipun PP No. 24 Tahun 1997 tidak mengatur tentang sanksi
pidana terhadap pelanggaran yang terjadi dalam pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat,
tetapi tidak berarti kesalahan dalam pendaftaran tanah yang menyangkut adanya unsur-unsur
kehilapan/kelalaian, penipuan dan paksaan dalam pembuatan data fisik dan data yuridis tidak
bisa dijangkau oleh KUHP.

5. PENTUNJUK TEKNIS PERTANAHAN


TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS
LENGKAP BIDANG YURIDIS

I. PENDAHULUAN
1. Umum
a. Bahwa Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menetapkan bahwa untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia;
b. Bahwa untuk percepatan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal 19
UUPA perlu dilaksanakan pendaftaran tanah pertama kali secara masal melalui
Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang merupakan
salah satu Program Prioritas Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis.
Lengkap;
c. Bahwa sejalan dengan hal tersebut di atas, di dalam Peraturan Presiden Nomor 17
Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional disebutkan bahwa Direktur Jenderal Hubungan Hukum
Keagrariaan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di
bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah;
d. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan Petunjuk Teknis
tentang Pedoman Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang
Yuridis.
2. Dasar
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
d. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata
Ruang;
e. Peraturan Petunjuk Teknis Kegiatan PERCEPATAN PELAKSANAAN
PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP
f. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional;
g. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 8 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
h. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
i. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap;
j. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
Tahun 2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
3. Maksud dan Tujuan
a. Petunjuk Teknis ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi satuan kerja di
lingkungan Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi, Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia
dalam melaksanakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap bidang yuridis;
b. Tujuan petunjuk teknis ini agar terdapat standarisasi dan keseragaman dalam
melaksanakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap bidang yuridis.
4. Ruang Lingkup
Petunjuk Teknis ini meliputi:
a. Pelaksana Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
b. Persiapan;
c. Penetapan Lokasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
d. Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis;
e. Hasil Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis;
f. Tahapan Waktu Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang
Yuridis;
g. Pengelolaan Sumber Daya Manusia Untuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap.
5. Tata Urut Petunjuk Teknis Kegiatan PERCEPATAN PELAKSANAAN
PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP
Tata Urut Petunjuk teknis ini disusun sebagai berikut:
I. Pendahuluan;
II. Penggolongan;
III. Pelaksana Kegiatan Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
IV. Tahapan Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
V. Penutup.

II. PENGGOLONGAN
1. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran
tanah yang belum didaftar maupun yang telah terdaftar dalam suatu wilayah
desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu;
2. Panitia Ajudikasi Percepatan adalah panitia yang dibentuk dengan Keputusan Kepala
Kantor Pertanahan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka percepatan proses
pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan data fisik
dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk
keperluan pendaftarannya;
3. Pengumpulan dan penetapan data yuridis adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan
tanah, meneliti kelengkapan data/dokumen yuridis, menerbitkan risalah hasil
pemeriksaan untuk dijadikan dasar dalam penetapan hak atau penetapan
penegasan/pengakuan hak;
4. Pengumpul data yuridis adalah seorang aparatur sipil negara dan/atau non aparatur
sipil negara yang melaksanakan tugas pengumpulan data yuridis;
5. Satuan Tugas (Satgas) Yuridis adalah terdiri dari paling sedikit 2 Pengumpul data
yuridis dan sebanyak-banyaknya 4 Pengumpul data yuridis;
6. Data Yuridis adalah keterangan mengenai status hukum atau status penguasaan
bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang hak atau pihak yang
menguasai, dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya;
7. Desa Lengkap adalah desa yang seluruh bidang tanah yang terdapat didalamnya telah
didaftarkan di dalam daftar tanah;
8. Subyek Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah orang atau badan hukum yang
memenuhi syarat sebagai peserta pendaftaran tanah Sistematis lengkap;
9. Obyek Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah semua obyek pendaftaran tanah
yang belum didaftar dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang
setingkat dengan itu;
10. Klusterisasi adalah pengelompokan jenis keluaran/output/hasil kegiatan Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap berdasarkan hasil penelitian terhadap data/dokumen
yuridis dan fisik yang terdiri dari kluster 1, kluster 2, kluster 3 dan kluster 4;
11. Periodesasi pelaksanaan kegiatan adalah penjadwalan masing-masing tahapan
kegiatan yang diberi tanda dengan bulan kesatu, bulan kedua, ... dst (B.1, B.2,... dst).
Penjadwalan dimaksud tidak menggambarkan nama bulan.
III. PELAKSANA KEGIATAN PERCEPATAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS
LENGKAP
1. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap bidang yuridis dilaksanakan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota;
2. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap bidang yuridis dilaksanakan oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagaimana tersebut pada angka 1 di atas berada
di bawah kendali dan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan (monitoring evaluasi)
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional c.q. Direktur Jenderal Hubungan
Hukum Keagrariaan;
3. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi bertanggung jawab
terhadap keberhasilan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap secara
keseluruhan di wilayah kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi,
oleh karena itu mempunyai tugas:
a. Memimpin rapat koordinasi persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
dengan seluruh pejabat di lingkungan Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan,
dan apabila diperlukan dapat melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah
terkait dengan pelaksanaan percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan
sinkronisasi kegiatan lintas sektor;
b. Memimpin rapat strategi pengelolaan sumber daya manusia yang tersedia dan
arahan lokasi yang akan ditetapkan untuk pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap, termasuk memobilisasi sumber daya manusia yang ada di
lingkungan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional;
c. Menandatangani kontrak kinerja dengan seluruh personil yang terlibat dalam
kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
d. Melaksanakan bimbingan dan pembinaan kepada seluruh pelaksana kegiatan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
e. Memantau dan mengevaluasi kemajuan pelaksanaan kegiatan secara berkala serta
menyelesaikan hambatan yang ada;
f. Melaporkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap dan langkah-langkah penyelesaiannya kepada Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan (Lampiran 2a: Laporan
Pemasalahan Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).
4. Kepala Bidang Hubungan Hukum Keagrariaan selaku koordinator teknis bidang
yuridis Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap mempunyai tugas:
a. Mengkoordinasi persiapan teknis Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap bidang
yuridis dengan seluruh pejabat di lingkungan Kantor Wilayah dan Kantor
Pertanahan, dan apabila diperlukan dapat melakukan koordinasi dengan
Pemerintah Daerah terkait dengan pelaksanaan percepatan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap dan sinkronisasi kegiatan lintas sektor;
b. Mengkoordinasikan dan menyiapkan jadwal kegiatan Panitia Ajudikasi
Percepatan satgas yuridis dan satgas fisik dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap;
c. Melakukan koordinasi dengan Kapala Bagian Tata Usaha dalam rangka
mobilisasi pegawai (sumber daya manusia) dan anggaran yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;
d. Memberikan arahan, pembinaan teknis, kontrol kualitas pengumpulan data yuridis
dan pengelompokannya ke dalam masing-masing kluster dalam Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap;
e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi dan mengupayakan penyelesaian
hambatan yang ada secara berkala;
f. Melaporkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap bidang Yuridis dan langkah-langkah penyelesaiannya
kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional selaku penanggung
jawab kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di lingkungan wilayah
provinsi (Lampiran 2b: Laporan Pemasalahan Percepatan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).
g. Kepala Kantor Pertanahan mempunyai tugas :
- Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap di lingkungan kabupaten/kota pada wilayah kerja kabupaten/kota;
- Membentuk dan menetapkan susunan Panitia Ajudikasi Percepatan dan
Satuan Tugas Yuridis;
- Melaporkan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap kepada
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional secara berkala (Lampiran
3: Laporan Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap);
- Menandatangani berita Acara penerimaan berkas dan warkah hasil kegiatan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dari Panitia Ajudikasi Percepatan
untuk disimpan sebagai arsip pada Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
- Kepala Seksi Hubungan Hukum Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota secara
teknis bertanggung jawab terhadap :
o Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Bidang Yuridis di Kabupaten/Kota
wilayah administrasi Kantor Pertanahan Yang bersangkutan;
o Kontrol kualitas Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di lingkungan
kabupaten/kota wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan
dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan Kepala Bidang
Hubungan Hukum Kegrariaan;
o Menerima berkas dan warkah hasil kegiatan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap dari Panitia Ajudikasi Percepatan untuk disimpan
sebagai arsip pada Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
5. Kepala Bagian Tata Usaha bertanggung jawab dalam kelancaran pelaksanaan
anggaran dan ketersediaan sumber daya manusia pegawai pelaksana kegiatan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di bidang yuridis yang dilaksanakan di
wilayah kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, oleh karena itu
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis berkoordinasi dengan Kepala Bidang
Hubungan Hukum Keagrarian;
6. Agar Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap terlaksana secara efektif dan efisien
maka Kepala Kantor Wilayah dapat melakukan mobilisasi/penugasan pegawai dari
satu Kantor Pertanahan ke Kantor Pertanahan lain dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya manusia yang ada di lingkungan
Kantor Pertanahan dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi;
7. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi menerbitkan Surat
Keputusan tentang penugasan pegawai yang diperbantukan untuk melaksanakan
pendaftaran tanah sistematis pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang ditunjuk
(Lampiran 4 : Surat Keputusan tentang Penugasan Pegawai);
8. Direktur Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan mengkoordinasikan pelaksanaan
monitoring, evaluasi dan pembinaan kegiatan bidang yuridis Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap di 33 (tigapuluh tiga) provinsi dan melaporkan hasilnya kepada
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
9. Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional melaksanakan monitoring dan evaluasi serta pembinaan
pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, dibantu oleh Pejabat Eselon II
dilingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk
setiap Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional beserta Kantor Pertanahan dalam
wilayah kerjanya sesuai dengan Surat Keputusan tentang Pejabat Pembina
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan
Kantor Pertanahan yang telah ditetapkan oleh Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

IV. TAHAPAN KEGIATAN


Tahapan kegiatan proses percepatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
meliputi:
1. Persiapan (Sosialisasi, Penetapan Lokasi, Perencanaan Tenaga Dan Pembentukan
Panitia Ajudikasi Percepatan, Pelatihan);
2. Penyuluhan;
3. Pengumpulan Data Yuridis;
4. Pengolahan Data Yuridis dan Pembuktian Hak;
5. Pemeriksaan Tanah;
6. Pengumuman;
7. Pengesahan;
8. Penerbitan Surat Keputusan Penetapan Hak dan Keputusan Penegasan/Pengakuan
Hak;
9. Pembukuan Hak;
10. Penerbitan dan Penyerahan Sertipikat;
11. Pengelolaan Warkah/Dokumen;
12. Pelaporan.
Penjelasan :
1. Persiapan (Sosialisasi, Penetapan Lokasi, Perencanaan Tenaga Dan Pembentukan
Panitia Ajudikasi Percepatan, Pelatihan) Persiapan dilakukan pada Bulan Kesatu
(B.1). Kegiatan persiapan meliputi:
a. Sosialisasi
Seluruh jajaran kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
memberikan informasi akan dilaksanakannya Pendaftaran Tanah
SistematisLengkap kepada masyarakat secara langsung maupun melalui media.
b. Penetapan Lokasi dan Jumlah Bidang
- Lokasi ditetapkan dengan memperhatikan ketersediaan peta kerja,
ketersediaan dan kemampuan optimal Panitia, dan Satgas;
- Apabila volume bidang pada desa/kelurahan yang ditetapkan lebih kecil dari
kapasitas jumlah bidang tanah yang dapat dikerjakan oleh panitia, maka
panitia tersebut dapat mengerjakan pada beberapa desa/kelurahan;
- Satgas yang membantu panitia sebagaimana disebutkan pada angka 2 dapat
dibentuk pada masing-masing desa/kelurahan;
- Lokasi yang sudah disiapkan ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
- Jika lokasi yang ditetapkan terdiri dari beberapa desa, upayakan agar desa
yang menjadi obyek Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap letaknya
berdekatan;
- Dalam hal dipandang perlu, untuk efisiensi dan efektivitas capaian target
kinerja Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap maka dimungkinkan
penyebaran target Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dikonsentrasikan
pada beberapa kabupaten/kota saja dalam satu provinsi;
- Jika letak satu desa dengan desa lainnya memerlukan waktu perjalanan yang
panjang, sementara jumlah bidang dalam satu desa tidak memerlukan Satgas
Yuridis maka cukup dibentuk satu panitia dengan 1 pengumpul data yuridis;
- Jika diperlukan Kepala Kantor dapat melakukan perubahan lokasi yang sudah
ditetapkan dan melaporkan ke Kantor Wilayah BPN Provinsi;
- Lokasi tanah obyek landreform yang ditetapkan menjadi obyek pendaftaran
tanah sistematis lengkap dengan sendirinya dikeluarkan dari obyek
landreform.
c. Perencanaan tenaga panitia dan Satgas Yuridis
- Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi melakukan
inventarisasi jumlah pegawai yang dapat ditugaskan sebagai panitia dan
Satgas yuridis; Satu Panitia dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
disebut Panitia Ajudikasi Percepatan berjumlah 4 orang pegawai Badan
Pertanahan Nasional ditambah satu dari kelurahan/desa, dan keanggotaannya
dapat ditambah sesuai kebutuhan;
2. Untuk pengumpulan data yuridis, Panitia Ajudikasi Percepatan dibantu oleh Satgas
Yuridis yang terdiri atas paling sedikit 1 (satu) orang Pegawai Negeri Sipil Badan
Pertanahan Nasional dan 1 (satu) orang warga setempat sesuai kebutuhan;
3. Satu Panitia Ajudikasi Percepatan dapat didampingi/dibantu oleh pengumpul data
yuridis atau satgas yuridis sesuai dengan volume/target;
4. Satu orang pengumpul data yuridis mempunyai target sebanyak minimal 15
berkas/bidang dalam satu hari kerja
5. Pengumpulan dan analisis data yuridis diselesaikan dalam satu tahun anggaran
dengan memperhatikan jangka waktu tahapan kegiatan;
6. Perbandingan antara kapasitas Panitia Ajudikasi Percepatan dan Satgas Yuridis
dengan target volume bidang yang ditentukan berpedoman pada (Lampiran 5 :
Perbandingan Antara Kapasitas Panitia Dan Satgas Yuridis Dengan Target Volume
Bidang);
7. Panitia Ajudikasi Percepatan mempunyai tugas:
- Menganalisis/mengolah data yuridis yang terkumpul tentang bidang bidang
tanah yang dapat disertipikatkan atau tidak dapat disertipikatkan;
- Mengkategorikan masing-masing data yuridis ke dalam kluster 1 ,2, 3, dan 4;
- Melakukan pemeriksaan tanah bersama anggota Panitia Ajudikasi Percepatan
lainnya (Lampiran 6 : Berita Acara Pemeriksaan Tanah);
- Melaksanakan pengumuman data yuridis sebagaimana Lampiran III Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
35 Tahun 2016 dan mengesahkan hasil pengumuman data yuridis dan data
fisik bersama anggota Panitia Ajudikasi Percepatan lainnya (Lampiran 7 :
Berita Acara Pengesahan Hasil Pengumuman);
- Menyiapkan Surat Keputusan Penetapan Hak (Lampiran 8a : Surat Keputusan
Penetapan Hak) dan Keputusan Penegasan/Pengakuan Hak (Lampiran 8b :
Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas);
- Menyiapkan proses pembukuan hak dan penerbitan sertipikat;
- Dalam hal dipandang perlu anggota Panitia Ajudikasi Percepatan dapat
ditambah dari unsur Kantor Pertanahan sesuai kebutuhan.
- Ketua Panitia Ajudikasi Percepatan menandatangani Surat Keputusan
Penetapan Hak dan Keputusan Penegasan/Pengakuan Hak, Pembukuan Hak
dan penerbitan sertipikat hak tanah berdasarkan pendelegasian kewenangan
Kepala Kantor Pertanahan (Lampiran 9 : Surat Keputusan Pendelegasian
Kewenangan Penandatangan Surat Keputusan, Buku Tanah dan Sertipikat);
8. Sekretaris Panitia Ajudikasi Percepatan bertugas melaksanakan tugas administrasi/
kesekretariatan.
d. Pembentukan Panitia Ajudikasi Percepatan
- Penyiapan pembentukan Panitia Ajudikasi Percepatan dilaksanakan di Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional;
- Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
dapat menugaskan pegawai dari Kantor Pertanahan membantu pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
lain dalam satu wilayah Provinsi;
- Panitia Ajudikasi Percepatan dan Satgas Yuridis ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagaimana Lampiran II
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 35 Tahun 2016;
- Dalam hal diperlukan, anggota panitia dapat ditunjuk pegawai dari komponen
seksi lain selain dari seksi Hubungan Hukum Keagrarian dan Infrastruktur
Keagrariaan di lingkungan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi maupun Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;-
- Untuk memperlancar pendaftaran tanah sistematis lengkap, Kepala Kantor
- Pertanahan dapat menetapkan unsur Kelurahan/Desa, RT/RW atau warga
setempat melaksankan pengumpulan data yuridis.

e. Pelatihan
Untuk mempersiapkan kelancaran pelaksanaan tugas Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap, perlu dilakukan pelatihan teknis “Pendaftaran Tanah
Sistematis Bidang Yuridis”, bagi Panitia Ajudikasi Percepatan dan Satgas Yuridis
yang meliputi materi pengumpulan data yuridis, pengolahan data yuridis dan tata
laksana kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang dilaksanakan oleh
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi.
2. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan selambat-lambatnya pada Bulan Kedua (B.2)
a. Penyuluhan dilakukan oleh Kantor Pertanahan beserta Panitia Ajudikasi
Percepatan dan Satgas Yuridis bersama Satgas Fisik;
b. Dalam penyuluhan disampaikan tahapan kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap, dokumen yuridis yang perlu disiapkan, jadwal pengumpulan data
yuridis, kluster hasil akhir kegiatan ajudikasi percepatan;
c. Mengajak partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap dengan memperhatikan hak dan kewajibannya;
d. Penjelasan tentang pembiayaan yang disediakan oleh Pemerintah melalui kegiatan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan kemungkinan biaya/bea/pajak yang
akan ditanggung oleh peserta.
3. Pengumpulan Data Yuridis
Pengumpulan data yuridis dilakukan selambat-lambatnya pada Bulan Ketiga (B.3)
a. Pengumpulan/inventarisasi data yuridis dilakukan oleh Satgas Yuridis;
b. Pelaksanaan pengumpulan data yuridis dapat dilaksanakan bersamaan waktunya
dengan pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh Satgas Fisik;
c. Inventarisasi/pengumpulan data yuridis dilakukan dengan formulir-formulir isian
inventarisasi dan identifikasi peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(Lampiran 1a : Formulir Isian Inventarisasi Dan Identifikasi Peserta Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap);
d. Mendokumentasikan hasil inventarisasi/pengumpulan data yuridis sebagaimana
(Lampiran 1b : Rekapitulasi Data Isian Inventarisasi Dan Identifikasi Peserta
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).
DAFTAR PUSTAKA
http://ngada.org/uu5-1960bt.htm
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Peraturan-Menteri-ATR-Kepala-BPN
http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/meneropong-pasal-33-uud-1945-dan-pengelolaan-sda-
berbasis-pemulihan-lingkungan_55208a79a33311764646d0bb
https://www.ndaru.net/wp-content/uploads/peraturan-pemerintah-nomor-10-tahun-1961-ttg-
pendaftaran-tanah.pdf
http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/meneropong-pasal-33-uud-1945-dan-pengelolaan-sda-
berbasis-pemulihan-lingkungan_55208a79a33311764646d0bb
http://www.kompasiana.com/mas_bedjo/peranan-undang-undang-pokok-agraria-bagi-
masyarakat-indonesia-yang-bersifat-agraris_54f4193a745513a42b6c8618
http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/1961/10TAHUN1961PPPenj.htm
https://geghepratyaksha.wordpress.com/2013/10/21/proses-pendaftaran-tanah-menurut-pp-
nomor-24-tahun-1997/

Anda mungkin juga menyukai