Anda di halaman 1dari 5

Masih kurangnya kesadaran masyarakat mematuhi protokoler kesehatan

menjadi salah satu penyebab sulitnya memutus rantai penularan Covid-19 di


negara kita. Sikap kurang peduli sebagian warga masyarakat mematuhi
protokol kesehatan, khususnya 3M (memakai masker, mencuci tangan pakai
sabun di air mengalir dan menjaga jarak) membuat angka kasus Covid-19 di
negara kita terus meningkat.

Berdasarkan data yang dirilis andrafarm.com, angka positif Covid-19 di 34


provinsi Indonesia hingga Rabu (4/11/2020) sudah mencapai 421.731 kasus
dengan kasus meninggal 14.259 kasus.

Salah satu pemicu masih tingginya sikap apatisme warga masyarakat terhadap
bahaya dan pencegahan Covid-19 , yaitu rasa tidak percaya bahwa Covid-19
benar-benar ada dan rasa yakin bahwa dirinya tidak akan bisa tertular Covid-
19.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku Ketua Satuan


Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Indonesia, Letjen TNI Doni Monardo pada
pertemuan virtual (zooming) Fellowship (Kebersamaan) Jurnalisme Perubahan
Perilaku (FJPP) baru-baru ini mengatakan, berdasarkan penelitian atau survei
yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) Pusat medio 7-14 September 2020,
sekitar 44 juta jiwa penduduk Indonesia tidak percaya Covid-19 dan tidak yakin
dirinya bisa tertular Covid-19. Jumlah penduduk Indonesia yang tidak percaya
Covid-19 tersebut mencapai 16 % dari sekitar 268 juta jiwa penduduk
Indonesia saat ini.

Dikatakan, sikap apatis tentang bahaya Covid-19 tersebut membuat orang


enggan mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Ketidak-pedulian warga
masyarakat terhadap 3M dan melakukan isolasi mandiri membuat potensi
penularan Covid-19 di masyarakat akan tetap tinggi seperti terjadi di beberapa
negara besar.

“Negara – negara besar banyak yang gagal mengatasi pandemi Covid-19


karena masyarakatnya tidak percaya adanya Covid-19. Warga masyarkat
dibberapa negara di dunia menilai bahwa Covid-19 hanya rekayasa, padahal
Covid-19 itu nyata,”katanya.

Doni Monardo mengatakan, untuk menggugah kesadaran masyarakat


Indonesia agar semakin peduli terhadap upaya pemutusan rantai penularan
Covid-19 melalui kepatuhan pada protokol kesehatan, peran pers atau media
massa perlu ditingkatkan.
Untuk itu, Satgas Penanganan Covid-19 Indonesia bersama Dewan Pers
menggalang kebersamaan insan pers Indonesia mengubah perilaku masyarakat
menghadapi Covid-19 melalu kerja sama FJPP.

Melalui FJPP, sekitar 5.800 orang jurnalis dari seluruh penjuru Tanah Air
direkrut dan dikerahkan menjadi pemberita-pemberita terdepan mengenai
berbagai peristiwa Covid-19, khususnya kampanye 3 M mulai Oktober lalu.

“Peran pers sangat diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat


menghadapi pandemi Covid-19 melalui peningkatan pemberitaan dan
memperkaya konten media mengenai 3M,”ujarnya.

Doni Monardo mengatakan, berdasarkan kajian Tim Komunikasi Publik Satgas


Penanganan Covid-19 Indonesia, sekitar 63 % keberhasilan sosialisasi
mengenai program penanganan Covid-19 di Indonesia, terutama sosialisasi
protokol kesehatan Covid-19 berada di tangan medua atau pers.

“Selama vaksinasi belum dilakukan secara massal, maka vaksin teraik


mencegah penularan Covid-19 adalah mematuhi protokoler kesehatan.
Melalui pemberitaan pers, kita mengajak masyarakat menghindari Covid-19
dengan mematuhi protokoler kesehatan. Kepatuhan masyarakat terhadap
protokoler kesehataan merupakan benteng pertahanan terakhir menghadang
Covid-19,”katanya.

Disebutkan, media massa di Tanah Air diharapkan mengisi ruang untuk


mengajak masyarakat mematuhi protokoler kesehatan. Kepatuhan ini penting
arena setiap orang yang tampak sehat bisa menjadi ancaman bagi orang lain
ketika dia masuk otg dan tidak memakai masker dan jaga jarak.

Doni Monardo lebih lanjut mengatakan, strategi pencegahan Covid-19 oleh


Satuan Tugas Penanganan Covid-19 (STPC19) Bidang Perubahan Perilaku
difokuskan pada peningkatan kepatuhan 3M. Setiap orang harus mau dan
mampu melakukan perubahan perilaku kepatuhan 3M sehingga dapat
mencegah terjadinya penularan Covid-19.

“Hal itu penting karena saat ini makin banyak orang yang terkonfirmasi positif
Covid-19 tanpa gejala sehingga perilaku sehat 3M menjadi upaya pencegahan
yang penting,”tambahnya.

Dijelaskan, Bidang Komunikasi Publik Satgas Covid-19 Indonesia menggalang


kebersamaan dengan pers untuk mencegah meningkatnya penularan Covid-19
sebab pers menjadi jembatan komunikasi publik yang efektif bagi masyarakat.
Melalui intensitas pemberitaan media menyajikan berita Covid-19, warga
masyarakat akan semakin waspada dan responsif dalam pencegahan dan
penanggulangan Covid-10.

“Pemberitaan yang bersifat persuasif dan intensif mengenai Covid-19


membuat masayaakat bisa tergugah semakin patuh terhadap protokol
kesehatan pencegahan Covid-19, khususnya melakukan 3M,”ujarnya.

Kesadaran masyarakat, menurut dia, menjadi kunci utama dalam upaya


memutus rantai penyebaran penyakit menular mematikan itu. Apapun konsep
yang dilakukan, entah itu lockdown, social distancing atau apa pun lainnya, jika
masyarakat tidak bisa disiplin dan punya kesadaran tinggi, itu tidak akan
pernah berhasil. "Sudah ada arahan Presiden untuk bekerja dari rumah,
beribadah di rumah, tapi tidak dipatuhi. Ini menunjukkan bahwa kesadaran
atau kedisiplinan kita masih rendah. Dibutuhkan kesadaran kolektif untuk
memahami bahwa ancaman virus ini tidak boleh lagi dianggap enteng," tegas
Doni. Pemerintah-pemerintah daerah, dalam kondisi seperti ini, juga diminta
memiliki manajemen kelola yang mumpuni dalam mengendalikan masyarakat
mereka. Pemerintah daerah harus memiliki strategi yang tegas agar imbauan-
imbauan yang dikeluarkan dapat ditaati oleh masyarakat setempat.

Meski telah berjalan selama delapan bulan, pandemi Covid-19 di Indonesia


belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat. Bahkan di
sejumlah daerah, peningkatan kasus justru terjadi hingga akhirnya membuat
belasan wilayah kota/kabupaten justru masuk ke dalam wilayah dengan risiko
penularan tinggi atau zona merah. Hal itu tidak terlepas dari kepatuhan
masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan yang belum maksimal.
Padahal, penerapan protokol kesehatan merupakan salah satu kunci untuk
memutus mata rantai penyebaran virus corona.  Ketua Bidang Perubahan
Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi
mengungkapkan, dari tiga hal yang diatur dalam penerapan protokol
kesehatan, masyarakat disebut masih kurang patuh dalam penerapan protokol
menjaga jarak. "Ini data selama seminggu terakhir berarti dari Selasa minggu
lalu. Ini ternyata yang memakai masker se-Indonesia hampir 85 persen rata-
rata. Kemudian yang mampu menjaga jarak hanya 80,73 persen," ujar Sonny
dalam sebuah diskusi daring, Selasa (10/11/2020). Baca juga: Atasi Covid-19,
Pemerintah Diminta Maksimal Lindungi Dokter dan Tenaga Kesehatan
Penerapan protokol kesehatan, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan
dengan sabun, serta menjaga jarak sedianya harus dilakukan secara
bersamaan. Ketika ada salah satu yang tidak diterapkan maka potensi
penularan virus corona masih cukup tinggi. "Risiko tertular itu akan turun ya
ketika kita cuci tangan, ketika kita pakai masker apalagi maskernya masker
bedah, mampu menjaga jarak minimal satu meter. Kalau diterapkan tiga-
tiganya kita bisa mengurangi risikonya sampai 99 persen," jelasnya. Terpisah,
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan,
penting bagi masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan pada
situasi apapun. Terutama, ketika berada pada situasi dengan tingkat
kerumunan tinggi. Ia menyatakan, virus corona yang menjadi penyebab Covid-
19 adalah virus yang tidak bisa dilihat. Bahkan, tidak semua orang yang
dinyatakan positif Covid-19 menunjukkan adanya gejala penyakit tersebut
sebelum akhirnya menjalani tes. Baca juga: Berharap pada Vaksin Covid-19
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus menerapkan protokol
kesehatan secara ketat. "Saya imbau bagi seluruh elemen masyarakat agar
memiliki kepedulian bahwa kita masih berada dalam kondisi pandemi Covid-
19," ujar Wiku saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (10/11/2020).   
Penularan meningkat Wiku menuturkan, penanganan pandemi Covid-19
selama sepekan terakhir di sejumlah daerah justru kurang baik. Indikasi ini
terlihat dari adanya peningkatan kasus positif Covid-19 sebesar 8,2 persen
dibandingkan pekan sebelumnya. Berdasarkan catatan satgas, ada 19
kabupaten/kota yang masuk ke dalam zona merah risiko penularan virus
corona. "Pada pekan ini, yang menjadi sorotan pada 19 kabupaten/kota yang
berpindah dari zona oranye ke zona merah. Padahal, sebelumnya di zona
oranye seharusnya bisa berpindah ke zona kuning (risiko rendah)," kata Wiku.
"Apabila masyarakat dan pemerintah daerah lengah, kabupaten/kota di zona
oranye dapat berpindah ke zona merah. Dan ini terjadi pada 19
kabupaten/kota pekan ini. Ini menunjukkan Pemerintah Daerah dan
masyarakatnya benar-benar lengah," lanjut Wiku. Baca juga: Kekhawatiran
Klaster Baru Covid-19 Setelah Penyambutan Rizieq Shihab... Adapun 19 daerah
yang dimaksud, ialah Kota Bengkulu, Bantul, Bekasi, Cilacap, Magelang,
Karanganyar, Semarang, Kota Tegal, Tanah Bumbu, Kotawaringin Timur,
Sukamara, Sumbawa, Kota Bima, Kota Kupang, Banggai Kepulauan, Kota
Tomohon, Tanah Datar, Kota Gunungsitoli dan Karawang. Terpisah, Sekretaris
Daerah Karawang Acep Jamhuri menyatakan, salah satu penyebab terjadinya
lonjakan kasus Covid-19 di wilayahnya akibat adanya kegiatan masyarakat yang
disinyalir kurang memperhatikan aspek protokol kesehatan. "40 orang berasal
dari klaster ulang tahun komunitas tari," ungkap Acep, Senin (10/11/2020).
Dijelaskan, puluhan orang yang dinyatakan positif itu diduga sebelumnya
berkerumun saat merayakan ulang tahun salah seorang anggota komunitas
tersebut. Seseorang yang dinyatakan positif Covid-19, meniup lilin kue tart
sembari dikelilingi oleh peserta lainnya. "Droplet orang positif itu menyebar ke
kue tart. Kuenya dimakan peserta pesta dan mereka bernyanyi bersama. Itu
yang membuat pesta ultah menjadi klaster," terang Acep. Baca juga: 444.348
Kasus Covid-19 di Indonesia dan 19 Daerah yang Jadi Zona Merah Selain itu,
Wiku juga melaporkan adanya lima provinsi yang masuk ke dalam jajaran lima
daerah yang mencatat penambahan kasus Covid-19 tertinggi secara mingguan.
"Sangat disayangkan, provinsi yang sebelumnya keluar dari lima besar, pekan
ini malah kembali masuk lima besar," ujar Wiku dalam konferensi pers daring
yang ditayangkan kanal YouTube BNPB. Kelima daerah yang dimaksud yakni
Jawa Tengah (naik 919), Jawa Barat (naik 833), DKI Jakarta (naik 410),
Kalimantan Timur (naik 207) dan Kalimantan Barat (naik 199).  Di sisi lain,
peningkatan kasus kematian juga dilaporkan mengalami peningkatan 3,6
persen.  Pekan ini ada lima besar provinsi yang masih perlu menekan angka
kematiannya, diantaranya Jawa Tengah (naik 25), Jawa Timur (naik 10),
Sumatera Selatan (naik 9), Banten (naik 8) dan Sumatera Utara (naik 8).
Sementara itu, persentase kematian tertinggi secara keseluruhan berada di
Jawa Timur (7,14 persen), NTB (5,46 persen), Sumatera Selatan (5,39 persen),
Jawa Tengah (4,95 persen) dan Bengkulu (4,62 persen).

Anda mungkin juga menyukai