Anda di halaman 1dari 12

FARMAKOLOGI VETERINER 1

OBAT YANG BEKERJA PADA KULIT (DERMATOLOGY)

Oleh

Mala Fitanti Anursa

1802101010163

Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh

2020
BAB I

LATAR BELAKANG

Dermatologi (bahasa Yunani: derma yang berarti kulit) adalah cabang


kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian yang berhubungan dengan kulit
seperti rambut, kuku, kelenjar keringat, dan gat, dan lain sebagainya. Cabang-caban
dari dermatolog antara lain adalah venereologi yaitu ilmu yang mempelajari penyakit
yang ditularkan melalui alat kelamin, dermatologi kosmetik dan bedah dermatologi.

Kulit merupakan salah satu organic terbesar dari tubuh dimana kulit
membentuk 15% dari berat badan keseluruhan. Kulit mempunyai daya regenerasi
yang besar, misalnya jika kulit terluka, maka sel-sel dalam dermis melawan infeksi
lokal kafiler dan jaringan ikan akan mengalami regenerasi epitel yang tumbuh dari
tepi luka menutupi jaringan ikat yang beregenerasi sehingga membentuk jaringan
parut yang pada mulanya berwarna kemerahan karena meningkatnya jumlah kafiler
dan akhirnya berbubah menjadi serabut kolagen keputihan yang terlihat melaluo
epitel.

Kulit merupakan organ terluas penyusun tubuh manisia yang terletak paling
luar dan menutupi seluruh permukaan tubuh. Karena letaknya paling luar, maka kulit
yang pertama kali menerima ransangan seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit,
maupun pengaruh buruk dari luar. Gangguan kulit sering terjadi karena berbagai
factor penyebab, antara lain yaitu iklim, lingkungan tempat tingga, kebiasaan hidup
yang kurang sehat, alergi dan lain-lain.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang masih sangat dominan
terjadi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Data Profil Kesehatan
Indonesia 2008 menunjukkan bahwa distribusi pasien rawat jalan menurut
International Classification of Diseases- 10 (ICD-10) di rumah sakit di Indonesia
tahun 2008 dengan golongan sebab sakit “Penyakit Kulit dan Jaringan Subkutan”
terdapat sebanyak 64.557 pasien baru (Depkes, 2009). Hal ini juga dibuktikan dari
data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang menunjukkan bahwa penyakit kulit dan
jaringan subkutan menjadi peringkat ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien
rawat jalan di rumah sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu
sebanyak 192.414 kunjungan dan 122.076 kunjungan diantaranya merupakan kasus
baru (Kemenkes, 2011).

Berdasarkan penelitian studi epidemiologi penyakit kulit dan pengobatan di


India, menyatakan bahwa penyakit kulit menyumbang 10-20% dari semua konsultasi
dalam praktek umum. (Patel, 2010). Data yang didapatkan dari beberapa studi dengan
tema prevalensi penyakit kulit berbasis komunitas di negara berkembang
mengindikasikan bahwa penyakit kulit di negara berkembang sering ditemukan,
yaitu sekitar 2080% (Al-Hoqail, 2013).

Berdasarkan data unit rekam medis 10 penyakit terbesar di Poliklinik


Rumah Sakit Umum Anutapura Palu pada tahun 2012 hingga 2014 terjadi
peningkatan jumlah kasus penyakit kulit setiap tahun yaitu 669 kasus, 700 kasus,
hingga 738 kasus dan menempati urutan ke empat di tahun 2014. Melihat semakin
bertambahnya angka kejadian penyakit kulit, menuntut adanya berbagai upaya untuk
meningkatkan mutu layanan kesehatan. Profil penggunaan obat pasien penyakit kulit
akan membantu tenaga kesehatan dalam meningkatkan terapi yang optimal pada
pasien. Hal ini yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian terkait profil
penggunaan obat pasien penyakit kulit di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU
Anutapura Palu periode Maret sampai Juni 2015.

Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, antara lain rute
topikal, sistemik, dan atau intralesi. (Oktaviani et al., 2016). Namun cara pengobatan
di atas ini belum memadai, maka masih dapat dipergunakan cara-cara lain, yaitu
radioterapi, pengobatan laser, krioterapi, bedah listrik, bedah scalpel.
Radio terapi adalah jenis pengobatan umum kanker menggunakan partikel
atau gelombang berenergi tinggi seperti sinar-X, gamma, elektron atau proton untuk
menghancurkan atau merusak sel kanker. Selama pengobatan pasien juga merasa
kulitnya terkelupas, kering dan gatal. Ketika digunakan untuk mengobati kanker di
daerah kepala dan leher, radiasi biasanya menyebabkan mulut kering dan hilang rasa
akibat radiasi pada kelenjar ludah dan mati rasa. Ketika otak diarahkan pada radiasi
maka akan menyebabkan hilang ingatan, menurunnya gairah seks dan sulit
menyesuaikan diri dengan rasa dingin. Paru-paru dapat terkena imbas akibat radiasi.
Pasien dapat menderita nafas pendek atau batuk karena menutupnya aliran udara
akibat menurunnya surfaktan. Efek tunda pada paru adalah fibrosis (kaku dan kasar)
yang menyebabkan menurunnya kemampuan menghirup udara. Iradiasi pada daerah
paru-paru yang luas akan menyebabkan nafas pendek dan rasa malas beraktivitas.
(Nurhayati dan Yanti, 2016)

Terapi laser merusak melanosit ekstra yang menciptakan pigmen gelap tanpa
merusak permukaan kulit. Pengobatan dengan laser biasanya membutuhkan beberapa
waktu. Setelah pengobatan, bintik-bintik usia memudar secara bertahap selama
beberapa minggu atau bulan. Terapi laser memiliki sedikit efek samping, tapi bisa
mahal. Terapi laser biasanya berlangsung selama 20 menit.

Bedah listrik dilakukan untuk tindakan bedah tumor jinak, lebih dini
dilakukan akan memberikan kepuasaan yang kebih optimal. Misalnya pada
xantelasma, lebih dini dilakukan pengobatanya akan memberikan hasil yang lebih.
Tindakan bedan skapel dilakukan secara lege artis umumnya tanpa ada penyulit.

BAB III
PEMBAHASAN

A. PENGOBATAN TOPIKAL

Terapi topikal didefinisikan sebagai aplikasi obat dengan formulasi


tertentu pada kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik
yang bermanifestasi pada kulit. Kegunaan terapi topikal didapat dari pengaruh fisik
dan kimiawi obat-obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara
lain ialah mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi,
mendinginkan, memanaskan, dan melindungi (proteksi)dari pengaruh buruk dari luar.
Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan homeostasis, yaitu mengembalikan kulit
yang sakit dan jaringan di sekitarnya ke keadaan fisiologis stabil secepat-cepatnya. Di
samping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang mengganggu, misalnya rasa
gatal dan panas.

Dalam jangka waktu 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan preparat-


preparat topical yang mempunyai khasiat kimiawi yang spesifik terhadap organisme
di kulit atau terhadap kulit itu sendiri.secara ideal pemberian obat topikal harus
berkhasiat fisis dan kimiawi. Kalau obat topical yang digunakan secara rasional maka
hasilnya juga optimal, sebaliknya kalau digunakan secara salah obat topikal menjadi
tidak efektif dapat menyebabkan penyakit iatrogenik.

Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2 bagian:

a. Bahan dasar/pembawa (vehikulum)

b. Bahan aktif

Zat aktif merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik,
sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk
cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat
pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta
menyenangkan secara kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat
pembawa dan kemudian mudah dilepaskan.

Bahan pembawa yang banyak dipakai:

1. Lanolin
Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba. Banyak digunakan
pada produk

kosmetik dan pelumas. Sebagai bahan dasar salep lanolin bersifat hipoalergik
diserap oleh

kulit, memfasilitasi bahan aktif obat yang dibawa.

2. Paraben

Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak digunakan sebagai pengawet sediaan


topikal. Paraben dapat juga bersifat fungisid dan bakterisid lemah. Paraben banyak
dipakai pada shampo, sediaan pelembab, gel, pelumas, pasta gigi.

3. Petrolatum

Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon (jumlah karbon


lebih dari 25). Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin album, diperoleh dari minyak
bumi. Titik cair 10-50°C, dapat mengikat kira-kira 30% air.9,11

4. Gliserin

Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin


memiliki 3 kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan sebagai pelarut dalam
air.9,11 Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 kelompok, cairan, bedak, dan salep.
Ketiga pembagian tersebut merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga
sebagai bentuk monofase. Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak
kocok dan pasta pendingin.

Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 kelompok, cairan, bedak, dan salep.
Ketiga pembagian tersebut merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga
sebagai bentuk monofase. Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak
kocok dan pasta pendingin.

Cairan

Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya
murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform
disebut tingtura. Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang
dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen dan antimikroba.

Indikasi cairan
Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada:

a. Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami


eksaserbasi.

b. Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka
ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti eritema pada
erisipelas.

c. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga
ulkus menjadi bersih.

Bedak

Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum venetum dan
oxydum zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek sangat
superfi sial karena tidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya
penetrasi. Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih bersifat
hidrofob. Talcum venetum merupakan suatu magnesium polisilikat murni, sangat
ringan. Dua bahan ini dipakai sebagai komponen bedak, bedak kocok dan pasta.

Indikasi bedak

Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.

Salep

Salep merupakan sediaan semisolid berbahandasar lemak ditujukan untuk


kulit dan mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4
kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang
bisa dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep
menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

a. Dasar salep hidrokarbon

Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti vaselin album
(petrolatum), parafi n liquidum. Vaselin album adalah golongan lemak mineral
diperoleh dari minyak bumi. titik cair sekitar 10-50°C, mengikat 30% air, tidak
berbau, transparan, konsistensi lunak. Hanya sejumlah kecil komponen air dapat
dicampurkan ke dalamnya. Sifat dasar salep hidrokarbon sukar dicuci, tidak
mongering dan tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini ditujukan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup.
Dasar salep hidrokarbon terutama digunakan sebagai bahan emolien.

b. Dasar salep serap

Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat (parafi n hidrofi
lik dan lanolin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk emulsi (lanolin dan cold cream)
yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan tambahan. Adeps lanae ialah lemak
murni dari lemak bulu domba, keras dan melekat sehingga sukar dioleskan, mudah
mengikat air. Adeps lanae hydrosue atau lanolin ialah adeps lanae dengan akua 25-
27%. Salep ini dapat dicuci namun kemungkinan bahan sediaan yang tersisa masih
ada walaupun telah dicuci dengan air, sehingga tidak cocok untuk sediaan kosmetik.
Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai

emolien.

c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air

Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air misalnya salep hidrofi lik.
Dasar ini dinyatakan “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit,
sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Dasar salep ini tampilannya
menyerupai krim karena fase terluarnya adalah air. Keuntungan lain dari dasar salep
ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada
kelainan dermatologi.

d. Dasar salep larut dalam air

Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” terdiri dari komponen
cair. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti halnya dasar salep
yang dapat dicuci dengan air karena tidak mengandung bahan tak larut dalam air
seperti parafi n, lanolin anhidrat. Contoh dasar salep ini ialah polietilen glikol.
Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi salep bergantung pada beberapa
faktor, seperti kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep, absorpsi obat,
kemampuan mempertahankan kelembaban kulit oleh dasar salep, waktu obat stabil
dalam dasar salep, pengaruh obat terhadap dasar salep.Pada dasarnya tidak ada dasar
salep yang
ideal. Namun, dengan pertimbangan faktor di atas diharapkan dapat diperoleh
bentuk sediaan yang paling baik.

Indikasi salep

Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik),
termasuk likenifi kasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama berlapis, pada
ulkus yang telah bersih.

Kontraindikasi salep

Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena
tidak dapat melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan
perlekatan.

Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim
ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan
minyak dalam air (O/W), misalnya vanishing cream.

Contoh krim W/O11:

R/ Cerae alba 5

Cetacei 10

Olei olivarum 60

Aquae ad 100

Contoh krim O/W11:

R/ Cerae lanett N

Olei sesami aa 15

Aquae ad 100

Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak
tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis
resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya
biocream. Krim ini bersifat ambifi lik artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W.
Krim dipakai pada kelainan yang kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan
dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di daerah lipatan dan

kulit berambut.

Contoh emulsi O/W16:

R/ Acid salicyl 5%

Liq carb deterg 5%

Biocream 20

Aqua 40

Contoh emulsi W/O16:

R/ Acid salicyl 5%

Liq carb deterg 5%

Biocream 20

Ol. oliv 20

Indikasi krim

Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa.11,12

Pasta

Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri dari
bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum
zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh
dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Efek pasta lebih
melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih
rendah dari salep.

BAB IV

KESIMPULAN
Dermatologi (bahasa Yunani: derma yang berarti kulit) adalah cabang
kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian yang berhubungan dengan kulit
seperti rambut, kuku, kelenjar keringat, dan gat, dan lain sebagainya. Penyakit kulit
dapat diobati dengan bermacam-macam cara, antara lain rute topikal, sistemik, dan
atau intralesi. Namun cara pengobatan di itu belum memadai, maka masih dapat
dipergunakan cara-cara lain, yaitu radioterapi, pengobatan laser, krioterapi, bedah
listrik, bedah scalpel.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hoqail, I.A. (2013). Epidemiological spectrum of common dermatological
conditions of patients attending dermatological consultations in AlMajmaah
Region (Kingdom of Saudi Arabia), J Taibah Univ Med Sci.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Nurhayati, S, dan Lusiyanti,Y. 2006. Apoptosis dan respon biologik sel sebagai
faktor prognosa radioterapi kanker. Buletin Alara. 7 (3) : 57 – 66.

Oktaviani1, F., Mukaddas, A., dan Faustine,I. 2016. Profil penggunaan obat pasien
penyakit kulit di poliklinik kulit dan kelamin rsu anutapura palu.
GALENIKA Journal of Pharmacy. 2 (1) : 38 – 42.

Anda mungkin juga menyukai