I. TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGARTIAN
Eliminasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa
feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. (Tarwoto dan Wartonah, 2010)
Eliminasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang
kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan
mahkluk hidup. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari
atau satu kali dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu
hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-kali dalam satu
hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar
dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar. (Wartonah, 2010)
B. ETIOLOGI
a. Makanan
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya
selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan
tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidak mampuan ini
berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses.
Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,respon fisiologi pada pemasukan
makanan dan keteraturan polaaktivitas peristaltik di colon.
b. CairanPemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran contoh: urine,muntah
yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air
dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih
kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalanan chime di sepanjang intestinal,
sehinggameningkatkan reabsorbsi cairan dari chime
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu
termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen
psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat
meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn
depresi bisamemperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi
d. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.
Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular
berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami
perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di
antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos
colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan
tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga
mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak
pada prosesdefekasi
e. Penyakit
Penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan
tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkanstimulus
sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk
merespon terhadap keinginan defekasi ketikadia tidak dapat menemukan toilet atau
mendapat bantuan. Akibatnya,klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien
bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari
spinkter ani
C. KLASIFIKASI
a. Diare
Keluarnya feses cair dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya
anyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang
cukup untuk menyerap air.
b. Konstipasi
Gangguan eliminasi alvi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras
melalaui usus besar.
c. Fecal infaction
Massa feses yang keras di lipatan rectum yang diakibatkan oleh retensi dan
akumulasi material feses yang berkepanjangan.
d. Inkontinensia
Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus.
D. PATOFISIOLOGI
Diare adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Diare biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik.
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik
pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses
kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak
menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang,
signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden,
kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang
peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi
instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal
tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada
dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal
dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi
duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi
sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
E. PATHWAYS
F. MANIFESTASI KLINIK
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir atau
lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur
dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
tinja makin lama makin asam sebagai ak ibat makin banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul
sebelum dan sesudah diare, dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Akan terjadi dehidrasi mulai
nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Manifestasi klinis yang terjadi pada klien diare berdasarkan dehidrasi:
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi berhubugan dengan : penurunan respons berdefekasi, defek
persyarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera medulla spinalis, dan CVA.
2. Konstipasi kolonik berhubunga dengan : penurunan laju metabolisme
akibat hipotiroidime atau hipertiroidisme.
3. Konstipasi dirasakan berhubungan degan : penilaian salah akibat
penyimpangan susunan syaraf pusat, depresi, kelainan obsesif kompulsif dan
kurangnya informasi akibat keyakinan budaya.
4. Diare berhubugan dengan : peningkatan peristaltik akibat peningkatan
metabolisme stres psikologis.
5. Ikontinensia usus berhubungan dengan : gagguan sfigter rectal akibat
cedera rectum atau tindakan pembedahan,distensi rectum akibat konstipasi kronis.
6. Kurangnya volume berhubungan dengan pengeluaran cairan yang
berlebihan (diare).
D. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONAL
1. Catat dan kaji warna, konsitensi,
jumlah dan waktu buang air besar
2. Pengkajian dasar untuk mengetahui
adanya masalah bowel
3. Kaji dan catat pergerakan usus
4. Deteksi dini penyebab konstipasI
5. Jika terjadi fecal impaction:
mengandung gas
Aktivitas
Kebiasaan buang air besar
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor/kaji konsistensi, warna, bau
feses, pergerakan usus, cekberat badan
setiap hari
2. Dasar memonitori kondisi
3. Monitor dan cek elektrolit, intake dan
output cairan
4. Mengkaji status dehidrasi
1. Kolaborasi dengan dokter pemberian
cairan IV, oral, dan makanan lunak
2. Mengurangi kerja usus
3. Berikan antidiare, tingkatkan intake
cairan
4. Mempertahankan status hidrasi
5. Cek kulit bagian perineal dan jaga dari
gangguan integritas
6. Frekuensi buang air besar yang
meningkat menyebabkan iritasi kulit
sekitar anus
7. Kolaborasi dengan ahli diet tentang
diet rendah serat, dan lunak
8. Menurunkan stimulasi bowel
9. Hindari stress dan lakukan istirahat
cukup
10. Stress meningkatkan stimulus bowel
11. Berikan pendidikan kesehatan tentang:
Obat-obatan
Perubahan gaya hidup
3. Gangguan eliminasi alvi: inkontinensia
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan penyebab inkontinensia
2. Memberikan data dasar untuk
memberikan asuhan keperawatan
3. Kaji penurunan masalah ADL yang
berhubungan dengan masalah
inkontinensia
4. Pasien terganggu ADL karena takut
buang air besar
5. Kaji jumlah dan karakteristik
inkontinensia
6. Menentukan pola inkontinensia
7. Atur pola makan dan sampai berapa
lama terjadinya buang air besar
8. Membantu mengontrol buang air besar
9. lakukan bowel training dengan
kolaborasi fisioterapis
10. Membantu mengontrol buang air besar
11. Lakukan latihan otot panggul
12. Menguatkan otot dasar pelvis
13. Berikan pengobatan dengan
kolaborasi dengan dokter
14. Mengontrol frekuensi buang air besar
Daftar Pustaka.
Hidayat, aziz alimul. 2010. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.
Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2011. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. (2011). Ilmu Kebidanan, jakarta : JNPKKR-
POGI.