Anda di halaman 1dari 39

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN TB PARU

A. KONSEP DASAR KELUARGA

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-

masing yang merupakan bagian dari keluarga. (Friedman 2012).

Keluarga adalah suatu ikatan / persekutuan hidup atas dasar perkawinan

antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-

laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik

anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.(Sayekti

2000).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam

keadaan saling ketergantungan. (Effendy, 2001)

2. Bentuk / Type Keluarga

a. Keluarga inti (nuclear family)

Keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dananak yang diperoleh dari

keturunannya, adopsi atau keduanya.

b. Keluarga besar (extended family)

Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai

hubungan darah (kakek-nenek, paman bibi).


c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)

Keluarga baru yang bentuk terbentuk dari pasangan yng bercerai atau

kehilangan pasangannya.

d. Orang tua tunggal (single parent family)

Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak

akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.

e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)

Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa

pernah menikah (the single adult living alone)

Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital

heterosexsual cobabiting family)

f. Keluarga yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay

and lesbian family).

g. Keluarga Indonesia menganut keluarga besar (extended family), karena

masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku hidup dalam satu kominiti

dengan adat istiadat yang sangat kuat (Depkes RI. 2002)

3. Peranan &. Struktur keluarga

a. Pola komunikasi

Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah

akan sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan

memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan dapat

mempercepat proses penyembuhan.


b. Struktur peran keluarga

Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya dengan

baik akan membuat anggota keluarga puas dan menghindari terjadinya

konflik dalam keluarga dan masyarakat.

c. Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan

orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara musyawarah

akan dapat menciptakan suasana kekeluargaan. Akan timbul perasaan

dihargai dalam keluarga.

d. Nilai atau norma keluarga

Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang ditampakan

merupakan gambaran dari nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.

(Suprajitno, 2004: 7)

4. Fungsi Keluarga (Friedman, 1998)

a. Fungsi Afektif

Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga

yang sakit TBC akan mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya

partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang

sakit.

b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi.

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial

sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.


Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan

akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan penderita tetap

memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat diperlukan karena dapat

mengurangi stress bagi penderita.

c. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.Dan juga tempat mengembangkan fungsi

reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat dan berkualitas,

pendidikan seks pada anak sangat penting.

d. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti

kebutuhan makan, pakaian dan tempat untuk berlindung (rumah).Dan

tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan

f. Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga

agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi

tugas keluarga di bidang kesehatan.

5. Tugas keluarga di bidang Kesehatan

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di

bidang kesehatan yaitu :

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan

karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena
kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga

habis.Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan

pada keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan .

Kurangnya pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala,

perawatan dan pencegahan TBC.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,dengan

pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan

memutuskan menentukan tindakan.keluarga.Tindakan kesehatan yang

dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat

dikurangi bahkan teratasi.Ketidaksanggupan keluarga mengambil

keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat,disebabkan karena

keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta

tidak merasakan menonjolnya masalah.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga

memiliki keterbatasan.Ketidakmampuan keluarga merawat anggota

keluarga yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara perawatan pada

penyakitnya.Jika demikian ,anggota keluarga yang mengalami gangguan

kesehatanperlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat

dilakukan di institusi pelayanan kesehatan.


d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan

keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam

memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan karena terbatasnya sumber-

sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak

memenuhi syarat.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

akan membantu anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan

mendapat perawatan segera agar masalah teratasi.

B. KONSEP DASAR TUBERKULOSIS

1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman

tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara

(pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke

organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe,

saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes

RI, 2012).

Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh

lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe

(Smeltzer 2001).
2. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. .

Kuman Mycobacterium Tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang

aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap

panas dan sinar ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid

inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan

terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara

kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam

lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.Dari

sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan

tuberculosis aktif lagi (Bahar,2010: 715)

Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini menunjukkan

bahwa kuman lebih menyenani jaringan yang lebih tinggi kandungan

oksigennya.Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru

lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal inimerupakan

tempat prediksi penyakit tuberculosis.

Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk,tertawa dan

bersin) dan melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat

mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam

suhu kamar (Dep Kes RI 2012).


3. Patofisiologi

Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan,

saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi

tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet

yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang

yang terinfeksi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon

imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi Bakteri dipindahkan melalui

jalan nafas ,basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya

diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ;

gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan

cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada

dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi

peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan

memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah

hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang

akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak

ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri

terus difagosit atau berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar

melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag

yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu

sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.

Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari .


Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif

padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian

ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa

dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan

fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi

lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk

suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan

terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan

kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis

adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan

menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding

kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini

dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat

terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi

rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar

bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi

efusi pleura tuberkulosa.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan

meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen

bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat

dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental

sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga

kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala

dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan

menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh

darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan

mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat

menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal

sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.

Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya

menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik

merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam

sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.

Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada

sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan

antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas,

sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus,

meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.

4. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah batuk yang

tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan ada

dahak. Selain tanda-tanda tersebut diatas, penyakit TBC biasanya tidak

tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang

muncul adalah :
a. Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.

b. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini

membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk

kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).

c. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang

sampai setengah paru.

d. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit

kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.

5. Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk

menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan

dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

Klasifikasi penyakit

Tuberculosis Paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS

hasilnya BTA (+).

 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada

menunjukan gambaran tuberculosis aktif.


b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto

rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif. TBC

Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk

berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan

gambaran kerusakan paru yang luas

Tuberculosis Ekstra Paru

TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,

yaitu :

a. TBC ekstra-paru ringan

Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,

tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b. TBC ekstra-paru berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis

eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC

saluran kencing dan alat kelamin.

Tipe penderita

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).


b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat

denga hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

c. Pindahan (Transfer-In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain

dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan

tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2

bulan atau lebih, kemudian dating kembali dengan hasil pemeriksaan dahak

BTA (+).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Diagnostik.

b. Pemeriksaan sputum

c. Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya

kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan.

Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang,

dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil

dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu

positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali.

Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka

dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman


mengidentifikasi perlu dilakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman

dari dahak yang diambil (Depkes RI, 2012).

d. Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)

e. Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.

f. Skin test (PPD, Mantoux)

g. Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam;

 Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative

 Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan

 Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positif

 Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantouk positif kuat

h. Reaksi timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan,berupa

indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni

persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.

i. Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru

bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan

cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan tuberkulosis

meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.

j. Pemeriksaan histologi/kultur jaringan

k. Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.

l. Biopsi jaringan paru.

m. Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan

terjadinya nekrosis.
n. Pemeriksaan elektrolit

Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya

hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada

penyakit tuberkulosis kronis.

o. Analisa gas darah (BGA)

Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa

kerusakan jaringan paru.

p. Pemeriksaan fungsi paru

Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya

rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi

oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan

paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).

7. Penatalaksanaan

Pengobatan TBC Paru

Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah:

menyembuhkan, mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat

penularan (Depkes RI. 2002).

Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya dengan

monotherapi, kemudian mulai timbul masalah resistensi terhadap obat-obat

tersebut, maka pengobatan secara paduan beberapa obat ternyata dapat mencapai

tingkat kesembuhan yang tinggi dan memperkecil jumlah kekambuhan.

Paduan obat jangka pendek 6 – 9 bulan yang selama ini dipakai di

Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain

adalah 2 RHE/4RH, 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain.


Untuk TB paru yang berat ( milier ) dan TB Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan

diperpanjang jadi 7 bulan yakni 2RHZ / 7RH. Departemen Kesehatan RI selama

ini menjalankan program pemberantasan TB Paru dengan panduan 1RHE /

5R2H2.

Bila pasien alergi/hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat

jangka panjang 12–18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-

lain.

Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :

a. Obat anti TB tingkat satu

Rifampisin (R), Isoniazid (I), Pirazinamid (P), Etambutol (E),

Sterptomisin ( S ).

b. Obat anti TB tingkat dua

Kanamisin ( K ), Para-Amino-Salicylic Acid ( P ),Tiasetazon ( T ),

Etionamide, Sikloserin, Kapreomisin, Viomisin, Amikasin, Ofloksasin,

Sifrofloksasin, Norfloksasin, Klofazimin dan lain-lain.

Obat anti TB tingkat dua ini daya terapeutiknya tidak sekuat yang

tingkat satu dan beberapa macam yang teakhir yaitu golongan

aminoglikosid dan quinolon masih dalam tahap eksperimental.

Belakangan ini WHO menyadari bahwa pengobatan jangka pendek tersebut baru

berhasil bila obat-obat yang relatif mahal ( R & Z ) tersedia sampai akhir masa

pengobatan. Di beberapa negara berkembang, pengobatan jangka pendek ini

banyak yang gagal mencapai angka kesembuhan yang ( cure rate ) ditargetkan

yakni 85 % karena :

 Program pemberantasan kurang baik


 Buruknya kepatuhan berobat

Hal ini menyebabkan :

 Populasi TB semakin meluas

 Timbulnya resistensi terhadap bermacam obat

 Adanya epidemi AIDS akan lebih mengobarkan kembali aktifnya

TB.

Menyadari bahaya tersebut di atas, WHO pada tahun 2012 mengeluarkan

pernyataan baru dalam pengobatan TB Paru sebagai berikut :

Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni

 Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 – 5 macam obat anti TB

per hari dengan tujuan :

 Mendapatkan konversi sputum dengan cepat ( efek bakterisidal ).

 Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut

 Mencegah timbulnya resistensi obat

 Tahap lanjutan ( continuation phase ), dengan hanya memberikan 2 macam

obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan :

 Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisas)

 Mencegah kekambuhan

Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50

kg dan lebih dari 50 kg.

Pengobatan dibagi atas 4 katagori yakni :

a. Katagori I

Ditujukan terhadap :

 Kasus baru dengan sputum negative


 Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti meningitis, TB

diseminata, perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan

gangguan neurologis, kelainan paru yang luas dengan BTA negatif,

TB usus, TB genito urinarius.

Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2RHZS ( E ). Bila setelah

dua bulan BTA menjadi negatif, diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah

dua bulan masih positif, tahap intensif diperpanjang lagi selama 2 – 4 minggu

dengan 4 macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH

rendah pada tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat yakni RHZ.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4R3H3.

Pasien dengan TB berat ( meningitis, TB diseminata, spondilitis dengan kelainan

neurologis ), R dan H harus diberikan setiap hari selama 6 – 7 bulan. Paduan obat

alternatif adalah 6 HE ( T ).

b. Kategori II

Ditujukan terhadap :

 Kasus kambuh

 Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZE / 1RHZE. Bila

setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap

lanjutan. Bila setelah 3 bulan tahap intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif

tersebut diperpanjang lagi 1 bulan dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan BTA masih

juga positif pengobatan dihentikan selama 2 – 3 hari, lalu diperiksa biakan dan

resistensi terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila

pasien masih mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih sensitif
terhadap semua obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap

lanjutan harus diawasi dengan ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi

sputum masih cukup besar. Bila data menunjukkan resiten terhadap R dan H,

maka kemungkinan keberhasilan menjadi kecil.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5

R3H3E3 yang perlu diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif

setelah selesai tahap lanjutan, maka pasien tidak perlu diobati lagi.

c. Kategori III

Ditujukan terhadap :

 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.

 Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I

Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3.

Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila kelainan paru

lebih luas dari 10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi sempurna,

maka tahap lanjutan diperpanjang lagi dengan H saja selama empat bulan lagi.

Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T )

d. Kategori IV

Ditujukan terhadap kasus TB kronik.

Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB

(sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin perlu

dirawat beberapa bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang kurang

begitu efektif, lebih mahal dan lebih toksis.

Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental sesuai

dengan sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup dengan


pemberian H seumur hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan

penularan.

Departemen Kesehatan RI dalam program baru pemberantasan TB paru

telah mulai dengan paduan obat : 2RHZE / 4R3HE ( kategori I ), 2 RHZSE / 1

RHZE / 5 R3H3E3 ( kategori II ), 2 RHZ/2 R3H3 ( kategori IV ).

8. Evaluasi Pengobatan.

Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya

keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ),

berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi

negatif.

Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir

bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum

BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan

pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan

resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah

tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat pengobatan

ulang ( retreatment ).

Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu

berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto

dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk

perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh.

Untuk mengetahui efek samping obat ( yang terbanyak hepatitis ),

perlu pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, kreatinin/ureum,

darah perifer. Asam urat darah perlu diperiksa bagi yang memakai obat Z.
bila terdapat hepatitis karena obat ( kebanyakan karena R dan H ), maka

obat yang hepatotoksis diganti dengan yang non-hepatotoksis. Pemberian

steroid dapat dipertimbangkan. R atau H kemudian dapat diberikan

kembali secara desensitisasi. Tes mata untuk warna perlu bagi yang

memakai E, sedangkan tes audiometri perlu bagi yang memakai S.

Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1 – 2

bulan pengobatan tahap intensif tidak terlihat perbaikan. Di Amerika

Serikat prevalensi pasien yang resisten terhadap obat anti TB makin

meningkat dan sudah mencapai 9 %. Di negara yang sedang berkembang

seperti di Afrika, diperkirakan lebih tinggi lagi. BTA yang sudah resisten

terhadap obat anti TB saat ini sudah dapat dideteksi dengan cara PCR-

SSCP (Single Stranded Confirmation Polymorphism) dalam waktu satu

hari. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 99% BTA yang resisten terhadap

R, 70% terhadap H, dan 60% terhadap S.

Ada 3 Dampak masalah.

a. Terhadap individu.

 Biologis

Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus,

sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi.

 Psikologis

Biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena

batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang

menyenangkan
 Sosial.

Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan

penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.

 Spiritual

Adanya distress spiritual yaitu menyalahkan Tuhan karena

penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap

penyakitnya yang manakutkan.

Produktifitas menurun oleh karena kelemahan fisik.

b. Terhadap keluarga.

 Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain

karena kurang pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit

TB Paru serta kurang pengetahuan penatalaksanaan

pengobatan dan upaya pencegahan penularan penyakit.

 Produktifitas menurun

Terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan

sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan

menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk biaya

pengobatan.

 Psikologis

Peran keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang

lain.

 Sosial

Keluarga merasa malu dan mengisolasi diri karena sebagian

besar masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru .


c. Terhadap masyarakan

Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta

pengobatan Penderita TB Paru positif tidak teratur atau droup out

pengobatan maka resiko penularan pada masyarakat luas akan terjadi

oleh karena cara penularan penyakit TB Paru. Untuk keberhasilan

pengobatan, oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dilakukan strategi

DOTS (Directly Observed Treatmen Shortcourse). Strategi ini

merupakan yang paling efektif untuk mengontrol pengobatan

tuberculosis. Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari

semua kalangan, semua orang yang batuk dalam 3 minggu harus

diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah,

pengobatan harus dipantau selama 6 bulan oleh Pengawas Minum

Obat (PMO) dan ada system pencatatan/pelaporan.

Perawatan bagi penderita TBC

Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :

a. Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang

terdekat yaitu keluarga.

b. Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.

c. Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita

d. Istirahat teratur minimal 8 jam per hari.

e. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,

kelima dan enam


f. Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang

baik (Depkes RI, 2002)

Pencegahan penularan TBC

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

a. Menutup mulut bila batuk

b. Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah

tertutup yang diberi lisol

c. Makan, makanan bergizi

d. Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita

e. Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik

f. Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2002)

Proses Keperawatan

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang

diberikan melalui praktek keperawatan, keluarga untuk membantu menyelesaikan

masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan (Depkes RI, 2012:3).

Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara

sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan

keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi

keperawatan terhadap keluarga sesuai rencana yang telah disusun dan

mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap

keluarga (Effendi, 2010:55).


1. Pengkajian

Lima tahap proses keperawatan terdiri dari pengkajian terhadap

keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu (diagnosa

keperawatan), rencana keperawatan, implementasi rencana pengerahan

sumber-sumber dan evaluasi perawatan.

Proses keperawatan memiliki tahapan-tahapan yang saling

bergantung dan disusun secara sistematis untuk menggambarkan

perkembangan dari tahap satu ke tahap lain, (Friedman,2010:55).

Menurut Friedman (2010:56) proses pengkajian keperawatan

dengan pengumpulan informasi secara terus-menerus terhadap arti yang

melekat pada informasi yang sedang dikumpulkan tersebut. Pengkajian

yang dilakukan meliputi pengumpulan informasi dengan cara sistematis,

diklasifikasi dianalisa artinya.

Pengumpulan data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara,

pengamatan, studi dokumentasi (melihat KMS, kaetu keluarga) dan

pemeriksaan fisik (Effendi,2001:47).

Data yang dikumpulkan meliputi:

a. Identitas keluarga, yang dikaji adalah umur,pekerjaan dan tempat

tinggal.

Yang beresiko menjadi penderita tuberculosis adalah: individu tanpa

perawatan kesehatan yang adekuat (tuna wisma,tahanan), dibawah umur

15 tahun dan dewasa muda antara 15-44 tahun ,tinggal ditempat kumuh

dan perumahan di bawah standart dan pekerjaan


b. Latar belakang budaya atau kebiasaan keluarga

 Kebiasaan makan

Pada penderita tuberculosis mengalami nafsu makan menurun bila

terjadi terus menerus akan menyebabkan penderita menjadi lemah.

Bagi penderita tuberculosis dianjurkan diet Tinggi Kalori Tinggi

Protein (TKTP) (Tempointeraktif, 23 Juli 2005).

 Pemanfaatkan fasilitas kesehatan

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan

sangat berpengaruh dalam perawatan tuberculosis baik untuk

mendapatkan informasi maupun pengobatan. Beberapa tempat yang

memberikan pelayanan kesehatan bagi tuberculosis adalah Puskesmas,

BP4, Rumah Sakit dan Dokter pratek swasta (Depkes RI, 2012).

 Status Sosial Ekonomi

Pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap pola pikir dan tindakan

keluarga dalam mengatasi masalah dalam keluarga (Effendy, 1998).

Sebaliknya dengan tingkat pendidikan tinggi keluarga akan mampu

mengenal masalah dan mampu mengambil keputusan untuk

menyelesaikan masalah.

 Pekerjaan dan Penghasilan

Pekerjaan dan penghasilan merupakan hal yang sangat berkaitan.

Penghasilan keluarga akan menentukan kemampuan mengatasi

masalah kesehatan yang ada. Kemampuan menyediakan perumahan

yang sehat, kemampuan pengobatan anggota keluarga yang sakit dan

kemampuan menyediakan makanan dengan Gizi yang seimbang. 60%


penderita tuberculosis adalah penduduk miskin (Sinar Harapan, 23 Juli

2005).

 Aktivitas

Selain kebutuhan makanan, kebutuhan istirahat juga harus

diperhatikan. Bagi penderita tuberculosis dianjurkan istirahat minimal

8 jam perhari (Depkes RI, 2012).

 Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga

Tingkat perkembangan pada tahap pembentukan keluarga akan

didapati masalah dengan social ekonomi yang rendah karena harus

belajar menyesuaikan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi.

Keluarga baru belajar memecahkan masalah. Dengan keadaan tersebut

berpengaruh pada tingkat kesehatan keluarga. Social ekonomi yang

rendah pada umumnya berkaitan erat dengan masalah kesehatan yang

mereka hadapi disebabkan karena ketidak mampuan dan ketidak

tahuan dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi (Effendy,1998).

Tidak adanya riwayat keluarga yang mempunyai masalah kesehatan

tidak berpengaruh pada status kesehatan keluarga.

Data lingkungan

Karakteristik rumah

Keadaan rumah yang sempit, ventilasi kurang, udara yang lembab

termasuk rumah dengan kondisi di bawah standart kesehatan. Salah satu

factor yang bisa menyebabkan kuman tuberculosis bertahan hidup adalah

kondisi udara yang lembab (Depkes RI, 2012).


a. Karakteristik lingkungan

Lingkungan rumah yang bersih, pembuangan sampah dan

pembuangan limbah yang benar dapat mengurangi penularan TBC

dan menghambat pertumbuhan bakteri tuberkulosa. TBC sangat

erat berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kumuh .

b. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Kuman tuberculosis dapat menular dari ke orang melalui udara.

Semakin sering kontak langsung dengan penderita bereksiko sekali

tertular TBC. Terutama yang merawat di rumah berkesempatan

terkena TBC dari pada yang berada di tempat umum

Struktur keluarga

a. Pola komunikasi

Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan

dua arah akan sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling

mengingatkan dan memotivasi penderita untuk terus melakukan

pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan.

b. Struktur peran keluarga

Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya

dengan baik akan membuat anggota keluarga puas dan

menghindari terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat.

c. Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan

mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang

mendukung kesehatan. Penyelesaian masalah dan pengambilan


keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan suasana

kekeluargaan. Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga.

d. Nilai atau norma keluarga

Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang

ditampakan merupakan gambaran dari nilai dan norma yang

berlaku dalam keluarga.(Suprajitno,.2004: 7)

Fungsi Keluarga (Friedman, 2010)

a. Fungsi Afektif

Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota

keluarga yang sakit TBC akan mempercepat proses penyembuhan.

Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang sakit.

b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan

sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan

orang lain.

Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan

lingkungan akan mempengaruhi kesembuhan penderita asalkan

penderita tetap memperhatikan kondisinya .Sosialisasimsangat

diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi penderita.

c. Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5

tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu :


 Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh

diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan

berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan

sumber daya dan dana keluarga habis. Ketidak sanggupan

keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada keluarga

salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan .

Kurangnya pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda

dan gejala, akibat, pancegahan, perawatan dan pengobatan

TBC.

 Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan

keluarga,dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang

mempunyai kemampuan memutuskan menentukan tindakan

.keluarga.Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga

diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi

bahkan teratasi. Ketidak sanggupan keluarga mengambil

keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan

karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan

luasnya masalah serta tidak merasakan menonjolnya masalah.

 Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar,

tetapi keluarga memiliki keterbatasan. Ketidakmampuan


keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dikarenakan

tidak mengetahui cara perawatan pada penyakitnya. Jika

demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan

kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan

dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan.

 Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga

Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan

kesehatan keluarga dan membantu penyembuhan.

Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan

bisa di sebabkan karena terbatasnya sumber-sumber keluarga

diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak

memenuhi syarat.

 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi

keluarga.

 Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan akan membantu anggota keluarga yang sakit

memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar

masalah teratasi.

Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.Dan juga tempat mengembangkan fungsi

reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat dan berkualitas,

pendidikan seks pada anak sangat penting.


Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti

kebutuhan makan, pakaian dan tempat untuk berlindung (rumah).Dan

tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Koping keluarga

Bila koping keluarga tidak efektif terhadap stressor yang akan

menyebabkan stress yang berkepanjangan.Hal ini akan mempengaruhi

daya tahan tubuh .

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Perumusan diagnosis keperawatan keluarga menggunakan aturan yang

telah disepakati, terdiri dari :

Masalah (problem, P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota

(individu).

Penyebab (etiology ,E) adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan

masalah dengan mengacu kepada lima tugas keluarga, yaitu mengenal

masalah, mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota keluarga,

memelihara lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan.

Tanda (Sign, S) adalah sekumpulan data subyektif dan obyektif yang

diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak yang

mendukung masalah dan penyebab.


Apabila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih dari

satu perlu dilakukan skor Proses skoring menggunakan skala yang telah

dirumuskan oleh Bailon dan Maglaya (1999). Proses scoring untuk setiap

diagnosis keperawatan:

 Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang di buat perawat.

 Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan

bobot.

Skor yang diperoleh


_______________ x bobot
Skor tertinggi

 Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan

jumlah bobot, yaitu 5).

 Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga

kelompok, yaitu:

a)    Diagnosis actual adalah masalah keperwatan yang sedang dialami

oleh keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.

b)   Diagnosis resiko / resiko tinggi adalah masalah keperawatan yang

belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan

actual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat

bantuan perawat.

c)   Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga

ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya

dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan

dapat ditingkatkan.
Diagnosa yang mungkin muncul pada keluarga dengan penyakit TBC

adalah :

a. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan secret yang keluar

c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penumpukan secret yang berlebih.

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay O2 yang

menurun (Doenges,1999)

Dalam merumuskan diagnosa dalam keperawatan keluarga perlu dilakukan

prioritas masalah dan adanya kriteria prioritas masalah.

Prioritas masalah

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah adalah sebagai berikut :

a. Tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang

ditemukan dalam keluarga dapat diatasi sekaligus.

b. Perlu mempertimbangkan masalah-masalan yang dapat

mengancam kehidupan keluarga seperti masalah penyakit.

c. Perlu mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap

asuhan keperawatan yang akan diberikan.

d. Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka

hadapi.

e. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah

kesehatan/ keperawatan keluarga.

f. Penetahuan dan kebudayaan keluarga (Effendy,2010).


Kriteria prioritas masalah

Beberapa kriteria dalam penyusunan prioritas masalah menurut Effendy (2010:52)

1. Sifat masalah, dikelompokkan menjadi : ancaman kesehatan, keadaan sakit

atau kurang sehat dan situasi krisis.

2. Kemungkinan masalah dapat dirubah, adalah kemungkinan keberhasilan

untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan

intervensi keperawatan dan kesehatan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah TBC dapat dirubah adalah:

a. Pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah TBC.

b. Sumber daya keluarga, diantaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan

prasarana.

c. Sumber daya perawatan, diataranya adalah pengetahuan dan ketrampilan

dalam penanganan masalah TBC serta waktu.

d. Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi, seperti

posyandu, polindes dan sebagainya.

e. Potensi masalah TBC untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah

TBC yang akan timbul dan dapat dikuraangi atau dicegah melalui tindakan

keperawatan dan kesehatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah TBC

adalah :

a. Kepelikan/kesulitan masalah,hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit

atau masalah TBC yang menunjukkan pada prognosa dan beratnya TBC

yang diderita oleh anggota keluarga.


b. Tindakan yang sudah dan sedang dijalankan, adalah tindakan untuk

mencegah dan mengobati masalah TBC dalam rangka meningkatkan status

kesehatan keluarga.

c. Lamanya masalah, berhubungan dengan beratnya masalah TBC pada

keluarga dan potensi masalah untuk dicegah.

d. Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang

sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah.

e. Menonjolnya masalah TBC,adalah cara keluarga melihat dan menilai

masalah TBC dalam hal beratnya dan mendesaknya untuk diatasi melalui

intervensi keperawatan dan kesehatan.

3. Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan khusus

yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan

standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan

keperawatan yang berorientasi pada kriteria dan standart.

Ada beberapa tingkatan tujuan dalam penyusunan rencana

keperawatan menurut Friedman (1998;64). Tujuan jangka pendek yang

sifatnya dapat diukur, langsung dan spesifik. Dan tujuan jangka panjang

yang merupakan tingkatan akhir yang menyatakan maksud-maksud luas

yang diharapkan oleh perawat dan keluarga agar dapat tercapai.

Penyusunan kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan

dengan sumber daya yang ada pada keluarga Tn .S yaitu biaya,

pengetahuan dan sikap dari keluarga Tn.S berupa respon verbal, afektif

dan psikomotor untuk mengatasi masalahnya.


Tujuan asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah TBC :

Tujuan jangka pendek antara lain :

Setelah di berikan informasi kepada keluarga mengenai TBC, maka

keluarga mampu mengenal masalah TBC, mampu mengambil keputusan

dan mampu merawat anggota keluarga yang menderita TBC.

Kriteria evaluasi :

a. Respon verbal,keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda

dan gejala, penyebab, cara penularan perawatan dan pencegahan

TBC.

b. Respon efektif, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang

menderita TBC.

c. Respon Psikomotor, keluarga mampu memodifikasi lingkungan

bagi penderita TBC.

Standar evaluasi :

Pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan TBC, cara

pencegahan penularan dan cara perawatan TBC.

Tujuan jangka panjang

Masalah TBC dalam keluarga dapat teratasi / dikurangi setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

Tahap intervensi diawali dengan penyelesaian perencanaan perawatan.

Seperti pendapat Friedman (1998: 67). Selama pelaksanaan intervensi

keperawatan, data-data baru secara terus-menerus mengalir masuk.

Karena informasi ini (respon dari klien, perubahan situasi, dll)


dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk

mengkaji ulang situasi keluarga dengan membuat modifikasi-modifikasi

tanpa rencana terhadap perencanaan. Dalam memilih tindakan

keperawatan tergantung pada sifat masalah dan sumber-sumber yang

tersedia untuk pemecahan.

Intervensi pada keluarga dengan masalah TBC antara lain sebagai berikut

(Doenges, 1999) :

1. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tissue

dan menghindarkan meludah di sembarang tempat.

2. Dorongan keluarga untuk memberi makanan yang bergizi.

3. Kontrol berat badan secara periodic

4. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan makanan

tinggi karbohidart dan tinggi protein.

5. Dorong pasien untuk minum obat secara teratur

4. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga, didasarkan pada

rencana keperawatan yang telah disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan

dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga dengan TBC

adalah :

a. Sumber daya Keluarga (keuangan)

Sumber daya (keuangan) yang memadai diharapkan mampu

menunjang proses penyembuhan pada anggota keluarga yang

menderita TBC.
b. Tingkat pendidikan keluarga

Tingkat pendidikan keluarga dapat mempengaruhi kemampuam

keluarga dalam mengenal masalah TBC dan mengambil keputusan

mengenai tindakan yang tepat terhadap anggota keluarga yang

menderita TBC.

c. Adat istiadat yang berlaku

Adat istiadat yang berlaku berpengaruh pada kemampuan kelurga

dalam merawat anggota keluarga yang menderita TBC.

d. Respon dan penerimaan keluarga

Respon dan penerimaan keluarga sangat berpengaruh pada

penyembuhan karena keluarga mampu memberi motivasi.

e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga

Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik pada keluarga akan

memudahkan keluarga dalam memberikan perawatan dan

pengobatan pada anggota keluarga yang menderita TBC.

5.   Evaluasi

Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.

Menurut Friedman (1998) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya

intervensi-intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang

lainnya. Ada beberapa metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan.

Faktor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan

dengan tujuan dan intervensi yang sedang dievaluasi. Bila tujuan tersebut

sudah tercaapai maka kita membuat recana tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai