Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PSIKOLOGI KOMUNITAS
Di Indonesia, Psikologi Komunitas dibahasa sebagai “Kesehatan Masyarakat” dalam
disiplin Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Psikologi Komunitas juga
menjadi subbagian dalam Psikologi Sosial, Sosiologi, dan ilmu sosial lainnya. Disini
Psikologi Komunitas akan dibahas sebagai salah satu kegiatan yang berkaitan dengan
memberi bantuan kepada orang yang mengalami gangguan emosional, penyesuaian diri,
atau masalah psikologi lainnya.
Apa yang dimaksud dengan psikologi komunitas? Umumnya psikologi komunitas
didefinisikan sebagai suatu pendekatan terhadap kesehatan mental yang menekankan
pada pemberdayaan lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah.
Psikologi komunitas bidang dengan perspektif baru yang unik untuk memahami
individu-individu di lingkungan mereka yang mencakup sistem sosial yang lebih besar
yang mempengaruhi kehidupan mereka. Menekankan dan berfokus pada kecocokan
orang terhadap lingkungan, saat bekerja sama dengan kelompok, dan mendorong
pemberdayaan.
Pencegahan dan intervensi awal melalui penelitian dan tindakan kolaboratif dipandang
sebagai alat (tools) yang penting, untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Psikologi
komunitas tidak berfokus pada "masalah" melainkan pada kekuatan dan kompetensi dari
anggota masyarakat.
Salah satu aspek yang paling menarik dari psikologi komunitas adalah bahwa bidang
masih berkembang dan mendefinisikan dirinya sendiri. Mengapa? Pertama, psikologi
komunitas secara bersamaan menekankan baik pada layanan terapan kepada
masyarakat juga penelitian berbasis teori. Kedua, mereka fokus pada berbagai tingkatan
analisis ➔ dari individu dan kelompok hingga pada program khusus dalam sebuah
organisasi, dan terakhir untuk seluruh komunitas. Ketiga, psikologi komunitas mencakup
berbagai setting. Seorang psikolog komunitas mungkin mendapati dirinya untuk
melakukan penelitian di sebuah pusat kesehatan mental pada hari Senin, tampil sebagai
saksi ahli dalam persidangan pada hari Selasa, mengevaluasi sebuah program rumah
sakit pada hari Rabu, menerapkan program berbasis sekolah pada hari Kamis, dan
mengatur pertemuan di lingkungan perumahan pada hari Jumat. Ini menggambarkan
urgensi dan uniknya dari psikolog komunitas – mereka seperti bagian dari sosial dan juga
bagian disipilin profesional dan ilmiah.
Psikologi komunitas fokus untuk merubah sistem dan struktur yang terlibat dalam
individu dalam menyesuaikan diri dalam lingkungannya.
Psikologi komunitas ini memiliki visi tunggal yaitu untuk membantu orang atau
lingkungan yang relatif tidak berdaya, bagian luar dan dalam institusi, dan mengambil
alih lingkungan dan kehidupan mereka. Psikolog komunitas seperti memakai “banyak
topi” dalam menciptakan sistem sosial, yang: (1) mempromosikan pertumbuhan individu
dan mencegah masalah kesehatan mental dan sosial sebelu terjadi; (2) menyediakan
intervensi langsung dan tepat dimana mereka paling dibutuhkan; (3) memungkinkan
mereka yang diberi label “menyimpang” agar mereka dapat hidup layak bermatabat,
didukung, dan diberdayakan, serta dapat memberikan kontribusi sebagai anggota
masyarakat.
Ada beberapa yang sangat melekat pada pendekatan psikologi komunitas, yaitu
pencegahan dan pemberdayaan.
Intervensi
Dibandingkan dengan sejarah perawatan untuk gangguan mental, sejarah intervensi
untuk individu dengan gangguan neurokognitif relatif singkat. Rehabilitasi adalah sebuah
proses interaktif antara pasien dan penyedia layanan yang dirancang untuk
memungkinkan orang tersebut berfungsi semaksimal mungkin. Menggunakan
terminologi dari WHO, beberapa intervensi dirancang untuk mengatasi gangguan dengan
mengajarkan strategi pasien baru pada pasien; intervensi lain dirancang untuk
mengkompensasi gangguan dengan memodifikasi lingkungan atau dengan menggunakan
alat agar pasien mampu melakukan suatu aktivitas; dan beberapa intervensi lain
membahas rintangan sosial, psikologis, fisik terhadap partisipasi orang tersebut
(Lemsky, 2000). Perencanaan treatment melibatkan kolaborasi dengan klien untuk
mengidentifikasi hasil yang diinginkan. Wilson (2008) menggunakan akronim SMART
untuk menggaris-bawahi pentingnya menetapkan tujuan yang Spesific, Measurable,
Achievable, Realistic, dan Timely.
PSIKOLOGI FORENSIK
Psikologi forensik merupakan penerapan metode, teori, dan konsep psikologi terhadap
sistem hukum (Wrightsman, Nietzel, dan Fortune, 1998).
Kegiatan Psikolog dalam Psikologi Forensik (Phares, 1992):
1. Psikolog dapat menjadi saksi ahli. Ada perbedaan antara saksi ahli dan saksi biasa.
Seorang saksi ahli harus mempunyai kualifikasi ➔ dalam hal ini clinical expertice,
meliputi pendidikan, lisensi, pengalaman, kedudukan, penelitian, publikasi,
pengetahuan, aplikasi, prinsip-prinsip ilmiah, serta penggunaan alat tes khusus.
2. Psikolog dapat menjadi penilai dalam kasus-kasus kriminal, misalnya menentukan
waras/tidaknya (sane/insane) pelaku kriminal.
3. Psikolog dapat menjadi penilai bagi kasus-kasus sipil. Termasuk di dalamnya
menentukan layak/tidaknya seseorang masuk rumah sakit jiwa, kekerasan dalam
keluarga, dan lain-lain.
4. Psikolog juga dapat memperjuangkan hak untuk memberi/menolak pengobatan bagi
seseorang.
5. Psikolog diharapkan dapat memprediksi bahaya yang mungkin berkaitan dengan
seseorang. Misalnya dampak baik/buruk mempersenjatai seseorang. Psikolog
diharapkan tau tentang motivasi, kebiasaan, dan daya kendali seseorang.
6. Psikolog dapat memberikan treatment sesuai dengan kebutuhan.
7. Psikolog diharapkan dapat menjalankan funsgi sebagai konsultan dan melakukan
penelitian di bidang psikologi forensik.
Nietzel dkk (1998) menyimpulkan bahwa ada lima pokok bahasan psikologi forensik,
yaitu:
1. Kompetensi untuk menjalani proses pengadilan serta tanggung jawab kriminal.
2. Kerusakan psikologis yang mungkin terjadi dalam pengadilan sipil
3. Kompetensi sipil
4. Otopsi psikologis dan criminal profiling
5. Hak asuh anak dan kelayakan orang tua (parental fitness).
Yang dimaksudkan dengan otopsi psikologi ialah kegiatan psikolog dalam melakukan
asesmen terhadap seseorang yang sudah meninggal. Asesmen ini diminta oleh
pengadilan untuk mengetahui keadaan psikis orang itu sebelum meninggal. Selanjutnya
dapat diketahui penyebab kematiannya, apakah karena bunuh diri, kecelakaan, dan lain-
lain. Ini dilakukan untuk menentukan wajib/tidaknya suatu perusahaan memberikan
kompensasi kepada keluarga korban.