Anda di halaman 1dari 15

Quality Assurance

Kualitas Pendidikan dan Keselamatan untuk Perawat menjadi tantangan


untukmempersiapkan perawat yang diperlukan untuk terus
meningkatkan kualitas kompetensidan keamanan dari sistem kesehatan di tempat mereka akan
bekerja. Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura, mempersiapkan kompetensi
untuk keperawatan berpusat pada perawatan pasien, kerjasama dan kolaborasi, praktek
berbasis bukti, dalam peningkatan kualitas, keselamatan, dan sistem
informasi, menjadi seorang perawat yang kompeten dan dihormati. menggunakan kompetensi,
penulis mengemukakan laporanpengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk
setiap kompetensi yang harus dikembangkan selama pra-lisensi pendidikan
keperawatan. kualitas dan KeselamatanPendidikan keperawatan.
  
Kualitas Pendidikan dan Keselamatan untuk Perawat, di nyatakan oleh Robert WoodJohnson
sebagai dasar , adalah dirancang untuk mengatasi kesenjangan-untuk
membangun akan, untuk mengembangkan ide-ide
dan memfasilitasi pelaksanaanperubahan dalam pendidikan keperawatan. Sebelum strategi
pengajaran bisadikembangkan, namun, Poltekkes Kemenkes Jayapura perlu
untuk mengidentifikasisecara khusus apa yang harus dicapai. Bekerja sama dengan Provesi
PPNI berpikir dalammengembangkan kurikulum keperawatan. Tujuannya adalah untuk
menggambarkankompetensi yang akan berlaku untuk semua perawat yang terdaftar.Jika
Institusi dan Organisasi Provesi menyusun kompetensi dengan menentukan batas waktu di
berlakukan kurikulum yang dikembangkan secara resmi untuk semua Program Studi
Keperawatan Se Tanah Papua. Selain itu dapat menyediakan kerangka kerja untuk bagian
penjaminan mutu untuk mengatur standar, sertifikasi dan akreditas dari Program studi
keperawatan kedepan.

 Tindakan dan Benchmark
Upaya peningkatan kualitas perlu dievaluasi /diukur atau nilai untuk
menunjukkan"apakah upaya perbaikan (1) mengakibatkan perubahan ke arah yang diinginkan,
(2)memberikan kontribusi untuk hasil yang tidak diinginkan di berbagai bagian sistem, dan
(3) memerlukan tambahan upaya untuk membawa proses kembali ke dalam rentang yang dapat
diterima". Dasar pemikiran untuk mengukur peningkatan kualitas adalah keyakinan
bahwa kinerja yang baik mencerminkan praktek berkualitas baik, dan dapat
membandingkan kinerja antara bagian-bagian dan organisasi akan mendorong performa lebih
baik. Dalam bebrapa bulan lalu, telah dilakukan penilaian/pengukuran dan pelaporan kinerja
sistem Jurusan keperawatan dan processes. Sementara pelaporankualitas kinerja Jurusan
dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang membutuhkan perbaikan
dan menganggap perlu ditingkatkan dan benchmark,,
Kompleksitas sistem di Jurusan keperawatan tentang pelayanan
kesehatan dandiferensiasi kerja dan saling ketergantungan membuat sulit mengukur
kualitas. Salah satu tantangan dalam menggunakan langkah-langkah pelaksanaan pelayanan
adalahvariabilitas atribusi terkait dengan tingkat penalaran kognitif, kebijakan pengambilan
keputusan, pemecahan masalah, dan pengalaman knowledge.
 Strategi Peningkatan Kualitas

  Donabedian, mengusulkan mengukur kualitas pelayanan kesehatan dengan


mengamatistruktur, proses, dan hasil. Langkah-langkah Struktur menilai aksesibilitas,
ketersediaan,dan kualitas sumber daya, seperti asuransi kesehatan, kapasitas tempat
tidur rumah sakit,dan jumlah perawat dengan pelatihan lanjutan. Langkah-
langkah proses menilaipemberian pelayanan perawatan kesehatan oleh dokter dan
penyedia, seperti menggunakan pedoman perawatan pasien diabetes. Ukuran
hasil menunjukkan hasil akhir dari perawatan kesehatan dan dapat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan perilaku. Contohnya termasuk kematian, kepuasan pasien, dan peningkatan
status kesehatan.

 Manajemen Mutu (TQM), dipromosikan "konstannya tujuan" dan analisis sistematis dan
pengukuran langkah-langkah proses dalam kaitannya dengan kapasitas atau hasil. Model TQM
merupakan pendekatan organisasi yang melibatkan manajemen organisasi, kerja sama tim,
proses yang telah ditentukan, berpikir sistem, dan mengubah untuk menciptakan lingkungan
untuk perbaikan. Pendekatan ini dimasukkan pandangan bahwa seluruh organisasi harus
berkomitmen terhadap kualitas dan perbaikan untuk mencapai hasil terbaik.
   Banyak institusi pendidikan memberikan jaminan kualitas (QA) program umumnya berfokus
pada permasalahan yang diidentifikasi oleh peraturan atau akreditasi organisasi, seperti
memeriksa dokumentasi, meninjau pekerjaan komite pengawasan, dan mempelajari
credentialing processes. Ada beberapa strategi lain yang telah diusulkan untuk meningkatkan
praktek klinis. Kompleksitas penyediaan layanan kesehatan, menggunakan tim, menentukan
tujuan, mengumpulkan data, menilai temuan, dan kemudian menerjemahkan hasil temuan
tersebut ke dalam perubahan praktek. Dari model ini, manajemen dan komitmen dan
keterlibatan dokter telah ditemukan untuk menjadi penting untuk keberhasilan pelaksanaan
perubahan.
Strategi peningkatan kualitas didefinisikan sebagai "intervensi yang bertujuan untuk
mengurangi kesenjangan kualitas mengembangkan taksonomi dari strategi perbaikan kualitas
(lihat Tabel 1), yang menyimpulkan bahwa pilihan strategi peningkatan kualitas dan metodologi
tergantung pada sifat dari proyek peningkatan kualitas.
Dalam rangka membangun sistem manajemen mutu berdasarkan Standar ISO 9001:2000,
persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
 .untuk menetapkan kebijakan mutu dan tujuan kualitas untuk mendukung kebijakan
mutu;
 .untuk menggunakan 'proses pendekatan manajemen', yang berarti mengelola program
pelatihan SDM sebagai serangkaian proses yang saling terkait;
 untuk mendokumentasikan sistem manajemen mutu dalam kualitaskebijakan, manual
mutu, prosedur, instruksi kerja dan catatan;
 untuk menentukan tanggung jawab manajemen;
 untuk memenuhi syarat sumber pengajaran (sumber daya manusia, infrastruktur dan
lingkungan kerja);
 untuk merencanakan proses realisasi produk dan kontrol mereka dan
 untuk mengukur, menganalisa dan memperbaiki jalan berfungsi.
Selanjutnya, proses yang diidentifikasi adalah berkumpul sesuai dengan siklus Deming dan
adaptasi dengan ISO 9001:2000 standar (Gambar 1a dan b). Deming siklus adalah model untuk
perbaikan terus-menerus kualitas. Terdiri dari urutan logis dari empat langkah berulang-ulang
untuk berkesinambungan perbaikan dan pembelajaran: "Plan-do-check-tindakan ' (PDCA)
(Walton 1990; ISO 2000a; ISO 200 &).  'rencana' fase adalah fase pembuatan strategi dan
rencana, yang 'melakukan' fasa adalah satu di mana strategi dan rencana dilaksanakan; fase
'check' adalah salah satu saat yang efektivitas proses dan kegiatan dipantau dan dievaluasi; fase
'tindakan' adalah salah satu saat dimana tindakan untuk meningkatkan sistem diidentifikasi
dan direncanakan, berdasarkan Hasil dari fase 'check'.
Gambar 1 (a) The Deming Cycle (PDCA). (b) The adaptatation of Deming Cycle to the ISO 9001: 2000 Standard for
Continuous quality improvement.

Plan-Do-Study-Act (PDSA)
Proyek peningkatan kualitas studi bertujuan untuk membuat perubahan positif
dalamproses pelayanan keperawatan kesehatan untuk mempengaruhi hasil yang
menguntungkan dapat menggunakan Plan-Do-Study-Act (PDSA) model. Metode yangtelah
banyak digunakan oleh Institute for Healthcare Improvement untuk siklus yang
cepat improvement. Salah satu fitur unik dari model ini adalah siklus alami yang
berdampak dan penilaian perubahan, paling efektif dilakukan melalui PDSAs kecil
dansering lebih dari yang besar dan lambat. Tujuan dari upaya peningkatan
kualitas PDSAadalah untuk membangun hubungan fungsional sebab akibat antara perubahan
proses(khususnya perilaku dan kemampuan) dan hasil. Langley mengajukan tiga pertanyaan
sebelum menggunakan siklus PDSA: (1) Apakah tujuan proyek? (2) Bagaimana ini
akandiketahui apakah tujuan tercapai? dan (3) Apa yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan? Siklus PDSA dimulai dengan menentukan sifat dan ruang lingkup masalah,perubahan
apa yang dapat dan harus dilakukan, rencana untuk perubahan spesifik, siapa yang harus
terlibat, apa yang harus diukur untuk memahami dampak dari perubahan, dan di mana sasaran
akan menjadi strategi. Perubahan kemudian diimplementasikan, datadan
informasi dikumpulkan. Hasil dari studi implementasi dinilai dan ditafsirkan dengan
meninjau pengukuran kunci yang menunjukkan keberhasilan atau kegagalan.
 
Contoh Manajemen Praktek Klinik Anak

 
Figure 2. Structure of quality management system in the paediatric training programme. Note: ER, emergency room; NICU, neonatal intensive
care unit; PICU, paediatric intensive care unit; RAC, resident affair committee .

Seperti yang disarankan oleh Berwick, para pemimpin harus berinisiatif


memperbaikikualitas dalam kajian ini menemukan bahwa inisiatif yang sukses diperlukan
untuk menyederhanakan, standarisasi; dan stratifikasi untuk menentukan memperbaiki
efek,pola komunikasi
dan pendengaran; dukungan komunikasi terhadap gradien otoritas;penggunaan
dan pemetaan lingkungan (misalnya proses disain, peralatan sehinggamelakukan hal termudah
untuk dilakukan); kewaspadaan dan perhatian;mendorongpembuatan laporan, kesalahan, dan
kondisi berbahaya. Melalui revisi dan standarisasikebijakan dan prosedur,
banyak inisiatif mampu secara efektif menyadari manfaat darimembuat proses baru lebih
mudah daripada yang lama dan mengurangi efek kesalahan manusia terkait
dengan keterbatasan kewaspadaandan perhatian. Penyederhanaanstandarisasi ditemukan
efektif sebagai fungsi mengurangi ketergantungan padapengambilan keputusan individual.

 Inistiatif pembiayaan dipandang sebagai sebuah faktor penting dalam potensi untuk


perbaikan, bahkan ketika dampak dari proses saat
ini dianggap sebagai mengharuskanperubahan. Penting untuk menerapkan perubahan yang
dapat segera diimplementasikan dengan gangguan aktivitas praktek minimal. Hal ini juga
penting untuk mempertimbangkan potensi mereplikasi inisiatif dalam unit lain
atau strategi pendidikan untuk meningkatkan peluang replikasi adalah untuk standarisasi
proses, yangkemungkinan besar akan dikenakan biaya beberapa .
MENJAGA MUTU( Quality Assurance)
May 15
Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan kesehatan,
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai
dengan standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah
sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan
secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan
kualitas hospital care.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud
mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat
diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu
(quality).
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya, namun pada
akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi kesehatan serta
semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi
masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah
dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat
diselenggarakan, bukan saja akan dapat memperkecil timbulnya berbagai
risiko karena penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi tetapi
sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat
yang semakin hari tampak semakin meningkat.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak
upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara
terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality
Assurance Program).
MUTU
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan
yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan
kepuasan pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang
dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa
aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang
dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby,
1984).
Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu
pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu
dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari
wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap
standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan
penilaian ini tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu
pelayanan tersebut bersifat multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari
latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat saja melakukan
penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa
pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda
dengan penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun dengan penyandang
dana pelayanan kesehatan. Menurut Roberts dan Prevost (1987) perbedaan
dimensi tersebut adalah:
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan
petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi
antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan
petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang
diderita oleh pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian
pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan,
standar dan etika profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi
pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari
pelayanan kesehatan mengurangi kerugian dari penyandang dana.
PROGRAM MENJAGA MUTU.
1. Pengertian.
Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa
diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:
a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan
objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan
dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan
untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).
b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara
penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai
dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988).
c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan
penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan
berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American
Hospital Association, 1988).
d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan
sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan
berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan
serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on
Acreditation of Hospitals, 1988).
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya
tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya
tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak
mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan
dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang
ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program
menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga
mutu yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan,
menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang
tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan.
2. Tujuan.
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok,
yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tujuan antara.
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah
diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program
menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas
masalah mutu berhasil ditetapkan.
b. Tujuan akhir.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah
makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan
program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan
penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
3. Manfaat.
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat
yang akan diperoleh.Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan
adalah:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya
dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara
penyelesaian masalah yang benar.Karena dengan diselenggarakannya
program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah
dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara
penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya
dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan
atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang
berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena
pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila
peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti
akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan
hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai
kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat
makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya
gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan
kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali
berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin
mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat
penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan
dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatanyang
bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan
para pemakai jasa pelayanan kesehatan .
4. Syarat.
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari
persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam
arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta
diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan
adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan
program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja
program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk
melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar.
Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik
seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan
berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau
kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah
program menjaga mutu yang baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan
sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang
berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu
bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah
sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self
assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung,
dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan
pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti.
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan
pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang
hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan
standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan
kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat
diupayakan, karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni
rumusan-rumusan standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah
dimiliki dan wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam
menyelenggarakan setiap kegiatan profesi.
Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan ?. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran
utama pelayanan kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan
memang bersifat sangat luas, menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah semudah yang
diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu pelayanan, dimensi
kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum dimensi kepuasan
tersebut dapat dibedakan atas dua macam:
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan
terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi
saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan
kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi
dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran
pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan
standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang
dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien
mengenai:
a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient relationship).
b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill).
e. Efektifitas pelayanan (Effectives).
f. Keamanan tindakan (Safety).
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan
dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan .
Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang
bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat
memuaskan pasien. Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa
ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas,
karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai:
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).
b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).
c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).
d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).
e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).
f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable).
g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).
h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).
UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN

Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari


pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari
tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat
kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.

Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh


proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik
atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut,
dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan
sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.

Unsur masukan

Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan.
Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika
dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu
pelayanan (Bruce 1990).

Unsur lingkungan

Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara


umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai
dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu
pelayanan.

Unsur proses

Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis.


Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik
(Pena, 1984).

STANDAR

Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena


kegiatan pokok programtersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab
masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil
dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan
sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.

Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:


• Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.

• Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai,


berkaitan denganparameter yang telah ditetapkan.

• Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan


sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai
kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).

Berdasarkan batasan tersebut di atas sekalipun rumusannya berbeda, namun terkandung


pengertian yang sama, yaitu menunjuk pada tingkat ideal yang diinginkan. Lazimnya
tingkat ideal tersebut tidak disusun terlalu kaku, namun dalam bentuk minimal dan
maksimal (range). Penyimpangan yang terjadi tetapi masih dalam batas-
batasyang dibenarkan disebut toleransi (tolerance). Sedangkan untuk memandu para
pelaksana program menjaga mutuagar tetap berpedoman pada standar yang telah
ditetapkan maka disusunlah protokol.

Adapun yang dimaksud dengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu


pernyataan tertulis yangdisusun secara sistimatis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh
para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan.Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai
standar yangtelah ditetapkan.Jenis standar sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat dalam
unsur-unsur rogram menjaga mutu, dan peranan yang dimiliki tersebut. Secara umum
standar program menjaga mutu dapat dibedakan :

1) Standar persyaratan minimal

Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin


terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang dibedakan dalam :

a) Standar masukan

Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal terselenggaranya pelayanan


kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi tenaga pelaksana
sarana,peralatan, dana (modal).

b) Standar lingkungan

Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur


lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bermutu yakni garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta
sistim manajemen,yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.

c) Standar proses

Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan


untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis,
keperawatan dan non medis (standard of conduct),karena baik dan tidaknya mutu
pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses.

2) Standar penampilan minimal

Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjuk pada


penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini karena menunjuk
pada unsur keluaran maka sering disebut dengan standar keluaran atau standar
penampilan (Standard of Performance).

Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas


kewajaran, maka perlu ditetapkan standar keluaran.Untuk dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara
obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera diperbaiki.
Dalam pelaksanaannya pemantauan standar–standar tersebut tergantung
kemampuan yang dimiliki,

maka perlu disusun prioritas.

INDIKATOR

Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka digunakan indikator


(tolok ukur), yaituyang menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap
standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator,makin sesuai
pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan.Sesuai dengan jenis standar
dalam program menjaga mutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi :

1) Indikator persyaratan minimal

Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya


standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran berada di bawah
indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan.

2) Indikator penampilan minimal

Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya


standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering
disebut indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan berada di
bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak
bermutu.

Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui (diukur) adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab), maka yang
dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yang ingin diketahui
adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator
keluaran (penampilan).
KRITERIA

Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah ditetapkan, baik
unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran. Berdasarkan uraian di atas mutu
pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa dapat diukur dengan memantau dan
menilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahih dan relevan dengan : masukan,
lingkungan, proses dan keluaran.

BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)

Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga

jenis :

1) Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)

Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada
bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar
lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di
samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.

Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam
banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya :
Standardisasi (Standardization),perizinan (Licensure), Sertifikasi(Certification), akreditasi (A
ccreditation).

2) Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)

Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan
bersamaan dengan pelayanan kesehatan.

Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan
menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.

3) Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance)

Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan
setelah pelayanan kesehatan.

Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau
dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai
bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa
pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif
adalah : Record review, tissue

review, survei klien dan lain-lain.

METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU


Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda sesuai
kebutuhan.

Metoda yang digunakan adalah :

1) Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan


keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat
dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau
mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi
khusus.

2) Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber


daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan.
Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun
terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.

3) Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun


melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.

4) Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku
pasien.

KEPUSTAKAAN

1. Dep. Kes. RI. Sistem Kesehatan Nasional, Depkes, Jakarta, 1982.

2. Rowland HS, Rowland BL.The Manual of Nursing Quality Assurance,Aspen Publication Inc, Rockville

, 1987.

3. Samsi Jacobalis. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit, PT Citra Windu Satria, Jakarta, 1989.

4. Joint Commission on Acreditation on Health Care Organization, Primer on Indicator Development and

pplication, measuring Quality in Health Care,JCAHO, Oakbrook Terrace, III, 1990.

5. Nan Kemp, Richardson EW. Quality Assurance in Nursing Practice,Biddies LTD, London, 1990.

6. Donabedian A. Exploration in Quality and Monitoring Health Administration,Ann Arbor, Michigan, 1980.

7. Azrul Azwar. Standar dalam Program Menjaga Mutu, MKMI, 1993;

8. Azrul Azwar. Konsep Mutu dalam Pelayanan Kesehatan, MKMI, 1993;

9. Blum HL. Planning for Development and Application of Social Change Theory, Human Science Press, New

York, 1984.

10. Departemen Kesehatan RI. Standar Pelayanan Rumah Sakit, Depkes,Jakarta, 1992.
11. Emilie Beck, Joseph ED. Quality Assurance/Risk Management : The Nurses Prespective, Care

communication Inc, Chicago, 1981.

12. Ell MF, Ell JD. Quality Assurance Demystified, M.E. Medical Information System, Victoria Australia

1991.

13. Texas Hospital Association.Guidelinesto an Effective Quality Assurance Program, Texas Society for

Quality Assurance, Texas, 1984.

14. Wiorld Health Organization. The Principles of Quality Assurance, Report on WHO Meeting Barcelona,

1986.

15. Dep. Kes. RI. Modul Pelatihan Rumah Sakit, Mutu Pelayanan Depkes,Jakarta, 1992.

Anda mungkin juga menyukai