Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS
“Pemeliharaan Kesehatan Sekolah: UKS”

Dosen Pengajar: Dwi Agustian Faruq., Ners. M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Harnaning Artika Jayanti (2020-02-14201-009)


Imam Bintoro (2020-02-14201-010)
Kristiana Nova (2020-02-14201-011)
Liska Yanti (2020-02-14201-012)
M.Muhaimin (2020-02-14201-013)
Martommy (2020-02-14201-014)
Nova Puspita (2020-02-14201-016)
Numeri Atresia (2020-02-14201-017)
Nur Maiharsih (2020-02-14201-018)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, berkat rahmat dan
karunia Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan
Komunitas ini yang berjudul “Pemeliharaan Kesehatan Sekolah: UKS”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata Kuliah
Komunitas dan makalah ini menjelaskan materi tentang Pemeliharaan
Kesehatan Sekolah: UKS.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang Kami
sajikan masih kurang sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang mendukung dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah
ini.

Palangka Raya, 6 Juni 2021


Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................
2.1 Konsep Keperawatan Komunitas......................................................
2.2 Konsep Keperawatan Kesehatan Sekolah (UKS).............................
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................
3.1 Kesimpulan........................................................................................
3.2 Saran..................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan pembangunan bidang kesehatan adalah terwujudnya derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam kehidupan sosial yang beragam di
masyarakat, keluarga adalah unit sosial terkecil, oleh karena itu diperlukan
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan keluarga terutama kesehatan ibu
dan anak. Masa anak merupakan waktu yang tepat untuk meletakkan landasan
yang kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas.
Lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah merupakan dua
tempat utama yang digunakan oleh seorang anak untuk melakukan aktivitas.
Sekolah merupakan tempat anak-anak belajar, berkreasi, bersosialisasi dan
bermain. Sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar waktu mereka
dihabiskan di sekolah. Oleh karena itu, konsep pemberian kesehatan di sekolah
akan lebih efektif terutama pada sasaran target anak sekolah. Jika ditilik selama
ini, peran perawat di sekolah masih sangat minimal. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya adalah kebijakan pemerintah terhadap
pengembangan peran perawat di sekolah juga masih belum ada. Sehingga yang
sering berhubungan dengan perawatan kesehatan sekolah adalah petugas dari
puskesmas.
Lingkungan sekolah yang sehat akan memberikan dampak yang positif
bagi perkembangan anak. Sekolah seharusnya memiliki kepedulian terhadap
kesehatan anak didiknya, termasuk memberikan pengertian mengenai kesehatan
itu sendiri, sehingga siswa dapat membiasakan dirinya untuk hidup sehat.
Mengingat begitu pentingnya arti kesehatan dalam kehidupan serta begitu
eratnya lingkungan sekolah dengan kehidupan anak yang sedang berada dalam
masa pertumbuhan, maka perlu digalakkan upaya perawatan kesehatan sekolah
dengan memaksimalkan peran perawat baik di puskesmas maupun perawat
yang terlibat langsung di sekolah tersebut.
Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah
menengah pertama, dan sekolah menengah atas adalah suatu masa usia anak
yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Didalam periode ini didapatkan
banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas kesehatan
anak dikemudian hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum,
gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar.
Permasalahan kesehatan tersebut pada umumnya akan menghambat pencapaian
presentasi pada peserta didik di sekolah. Kesempatan belajar tersebut
membutuhkan kondidi fisik prima yaitu tubuh yang sehat, oleh karena itu
diperlukan suatu upaya kesehatan untuk anak sekolah agar anak dapat tumbuh
menjadi manusia yang berkualitas dibutuhkan pendidikan di sekolah, salah
satunya melalui UKS. Oleh karena itu kami tertarik untuk membahas lebih
lanjut mengenai peran UKS dalam anak yang sehat.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan usaha kesehatan sekolah (UKS)?
1.2.2 Apa saja tujuan usaha kesehatan sekolah (UKS)?
1.2.3 Bagaimana sasaran usaha kesehatan sekolah (UKS)?
1.2.4 Bagaimana ruang lingkup usaha kesehatan sekolah (UKS)?
1.2.5 Bagaimana peran perawat usaha kesehatan sekolah (UKS)?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan UKS
1.3.2 Untuk mengetahui tiga program UKS
1.3.3 Untuk mengetahui peran perawat kesehatan sekolah
1.3.4 Untuk mengetahui fungsi perawat kesehatan sekolah
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Keperawatan Komunitas


2.1.1 Pengertian
Komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah
tertentu, memiliki nilai-nilai keyakinan dan minat yang relative sama, serta
berinteraki satu sama lain untuk mencapai tujuan. (Mubarak & Chayatin, 2009).
Keperawatan komunitas merupakan suatu sintesis dari praktik keperawatan dan
praktik kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk meningkatkan serta
memelihara kesehatan penduduk. Sasaran dari keperawatan kesehatan
komunitas adalah individu yaitu balita gizi buruk, ibu hamil resiko tinggi, usia
lanjut, penderita penyakit menular. Sasaran keluarga yaitu keluarga yang
termasuk rentan terhadap masalah kesehatan dan prioritas. Sasaran kelompok
khusus, komunitas baik yang sehat maupun sakit yang mempunyai masalah
kesehatan atau perawatan (Ratih Dwi Ariani, 2015)
2.1.2 Tujuan Keperawatan Komunitas
Tujuan keperawatan komunitas adalah untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut:
1. Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, kelompok, dalam konteks komunitas.
2. Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakt (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat mempengaruhi keluarga, individu dan kelompok
Selanjutnya secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat mempunyai kemampuan untuk Mengidentifikasi masalah
kesehatan yang di alami, Menetapkan masalah kesehatan dan
memprioritaskan masalah tersebut, Merumuskan serta memecahkan masalah
kesehatan, Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi,
Mengevaluasi sejauh mana pemecahan msaalah yang mereka hadapi , yang
akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam mempelihara kesehatan
secara mandiri (self care).
2.1.3 Sasaran Keperawatan Komunitas
Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan komunitas
adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan,
membimbing dan mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk
menanamkan pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat sehingga mampu
memelihara dan meningkatkan derajad kesehatannya. Sasaran Keperawatan
Kesehatan Komunitas (Depkes, 2006).
1. Sasaran individu Sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu
hamil risiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular (TB Paru, Kusta,
Malaria, Demam Berdarah, Diare, ISPA/Pneumonia) dan penderita penyakit
degeneratif.
2. Sasaran keluarga Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan
terhadap masalah kesehatan (vulnerable group) atau risiko tinggi (high risk
group).
2.1.4 Pelayanan Keperawatan Kesehatan Komunitas
Menurut Depkes (2006) Pelayanan keperawatan kesehatan komunitas
dapat diberikan secara langsung pada semua tatanan pelayanan kesehatan,
yaitu:
1. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang
mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat nginap
2. Di rumah Perawat “home care” memberikan pelayanan secara langsung pada
keluarga di rumah yang menderita penyakit akut maupun kronis. Peran home
care dapat meningkatkan fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang mempunyai resiko tinggi masalah kesehatan.
3. Di sekolah Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care)
diberbagai institusi pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi,
guru dan karyawan). Perawat sekolah melaksanakan program 10 screening
kesehatan, mempertahankan kesehatan, dan pendidikan kesehatan
4. Di tempat kerja/industri Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan
langsung dengan kasus kesakitan/kecelakaan minimal di tempat kerja/kantor,
home industri/ industri, pabrik dll. Melakukan pendidikan kesehatan untuk
keamanan dan keselamatan kerja, nutrisi seimbang, penurunan stress, olah
raga dan penanganan perokok serta pengawasan makanan.
5. Di barak-barak penampungan Perawat memberikan tindakan perawatan
langsung terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan fisik ganda,
dan mental.
6. Dalam kegiatan Puskesmas keliling Pelayanan keperawatan dalam
puskesmas keliling diberikan kepada individu, kelompok masyarakat di
pedesan, kelompok terlantar. Pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah
pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan kasus penyakit akut
dan kronis, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.
7. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak, panti wreda,
dan panti sosial lainya serta rumah tahanan (rutan) atau lembaga
pemasyarakatan (Lapas). Bab 1. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan
Komunitas
8. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi

2.2 Konsep Keperawatan Kesehatan Sekolah (UKS)


2.2.1 Pengertian
Usaha kesehatan di sekolah (UKS) merupakan salah satu usaha
kesehatan pokok yang dilaksanakan oleh puskesmas dan juga usaha kesehatan
masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik beserta
lingkungan sekolahnya sebagai sasaran utama. Usaha kesehatan di sekolah juga
berfungsi sebagai lembaga penerangan agar anak tahu bagaimana cara menjaga
kebersihan diri, menggosok gigi yang benar, mengobati luka, merawat kuku,
dan juga memperoleh pendidikan seks yang sehat (Prasasti, 2008).
Usaha kesehatan di sekolah juga merupakan wadah untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin.
Usaha kesehatan di sekolah merupakan perpaduan antara dua upaya dasar, yaitu
upaya pendidikan dan upaya kesehatan, yang pada gilirannya nanti diharapkan
UKS dapat dijadikan sebagai usaha untuk meningkatkan kesehatan anak usia
sekolah pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan (P. Ananto, 2006)
Dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan UKS adalah usaha
kesehatan Sekolah yang di dalam lingkungan sekolah maupun yang di sekitar
lingkungan sekolah, yang sasaranya adalah peserta didik beserta masyarakat
sekolah yang lainya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup
sehat peserta didik sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan
berkembang secara harmonis serta optimal, menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas.
2.2.2 Tujuan usaha kesehatan sekolah (UKS)
Menurut Suliha dkk (2002: 36) Tujuan UKS secara umum adalah untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik
sedini mungkin serta menciptakan lingkungan sekolah yang sehat sehingga
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang harmonis dan
optimal dalam rangka pembentukan manusia indonesia yang berkualitas.
Menurut Suliha dkk (2002: 57-58) Secara khusus tujuan usaha
kesehatan sekolah adalah untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan
mempertinggi derajat kesehatan peserta didik yang mencakup memiliki
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk melaksanakan 12 prinsip hidup
sehat, serta berpartisipasi aktif di dalam usaha peningkatan kesehatan. Sehat
fisik, mental, sosial maupun lingkungan, serta memiliki daya hayat dan daya
tangkal terhadap pengaruh buruk, penyalahgunaan nar koba, alkohol dan
kebiasaan merokok serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah pornografi dan
masalah social lainnya. Jadi tujuan UKS yaitu untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan kemampuan hidup sehat peserta didik agar dapat menciptakan
lingkungan yang sehat, sehingga memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
untuk melaksanakan prinsip hidup sehat, baik fisik, mental, maupun sosial serta
memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk,
penyalahgunaan narkoba, menangani anak didik yang mengalami kecelakaan
ringan, melayani kesehatan dasar bagi anak didik selama sekolah (pemberian
imunisasi), memantau pertumbuhan dan status gizi anak didik dan sebagainya.
2.2.3 Sasaran usaha kesehatan sekolah (UKS)
Sasaran pembinaan dan pengembangan UKS meliputi peserta didik
sebagai sasaran primer, guru pamong belajar/tutor orang tua, pengelola
pendidikan dan pengelola kesehatan serta TP UKS di setiap jenjang sebagai
sasaran sekunder. Sedangkan sasaran tertier adalah lembaga pendidikan mulai
dari tingkat pra sekolah/TK sampai SLTA, termasuk satuan pendidikan luar
sekolah dan perguruan tinggi agama serta pondok pesantren beserta
lingkungannya (Depkes, 2008). Sasaran lainnya adalah sarana dan prasarana
pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan. Sasaran tertier lainnya adalah
lingkungan yang meliputi lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sekitar
sekolah.
Sekolah sebagai lembaga (institusi) pendidikan merupakan media yang
penting untuk menyalurkan segala bentuk pembaharuan tata cara dan kebiasaan
hidup sehat, agar lebih mudah tertanam pada anak-anak. Dengan demikian,
akan dapat memberikan pengaruh terhadap kehidupan keluarga, masyarakat
sekitarnya, bahkan masyarakat yang lebih luas lagi. Anak didik dikemudian hari
diharapkan akan memiliki sikap dan kebiasaan hidup dangan normanorma
kesehatan. Pendidikan kesehatan di sekolah dasar melalui program UKS
mempunyai peranan yang sangat efektif sebab Sekolah Dasar, sebagai lembaga
pendidikan yang tersebar luas di daerah pelosok tanah air, dari pedesaan hingga
kotakota besar. Di pandang dari segi pembiayaan pemerintah dan harapan untuk
masa depan, pelaksanaan UKS di sekolah dasar adalah ekonomis. Apalagi
untuk kepentingan ini masyarakat (orang tua murid) selalu dilibatkan dalam
berbagai bentuk, melalui PGOM (persatuan guru dan orang tua murid).
Menurut Depkes RI (1982: 7) bahwa peserta didik dari tingkat sekolah dasar
sampai tingkat menengah termasuk perguruan tinggi beserta lingkungannya
merupakan sasaran utama dari pembinaan UKS. Didalam pembangunan
nasional, perhatian terhadap dunia anakanak tidak dapat diabaikan. Anak-anak
merupakan penerus dalam bidang tenaga kerja, sehingga pembinaan terhadap
golongan ini perlu dimulai sedini mungkin. Sehubungan dengan ini bidang
pendidikan dan kesehatan mempunyai peranan yang besar karena secara
organisasai sekolah berada dibawah departemen pendidikan nasional, Secara
fungsional departemen kesehatan bertanggung jawab atas kesehatan anak didik.
Mengingat hal tersebut, UKS dijalankan atas dasar titik tolak pemikiran
bahwa Sekolah merupakan lembaga yang sengaja dihidupkan untuk
mempertinggi derajat bangsa dalam segala aspek. Usaha kesehatan melalui
masyarakat sekolah mempunyai kemungkinan yang lebih efektif diantara
beberapa usaha yang ada, untuk mencapai kebiasaan hidup sehat dari
masyarakat pada umumnya, karena masyarakat sekolah mempunyai prosentase
yang tinggi, merupakan masyarakat yang telah terorganisir, sehingga mudah
dicapai dalam rangka pelaksanaan usaha-usaha kesehatan masyarakat, peka
terhadap pendidikan pada umumnya, dapat menyebarkan modernisasi (sebagai
agent of change), karena dalam usia ini anak-anak sekolah berada dalam taraf
perkembangan dan pertumbuhan, mudah dibimbing dan dibina. Pada masa ini
adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan kebiasaan hidup sehat
dengan harapan agar mereka dapat meneruskan serta mempengaruhi
lingkungannya sekarang dan dimasa yang akan datang. Masyarakat sehat yang
akan datang merupakan salah satu hasil dari sikap dan kebiasaan hidup sehat
yang dimiliki anak-anak pada waktu sekarang.
2.2.4 Ruang lingkup usaha kesehatan sekolah (UKS)
Ruang luang lingkup UKS tercermin dalam tri program atau yang
disebut dengan TRIAS UKS yang meliputi:
1) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan upaya memberikan bimbingan kepada
peserta didik untuk meningkatkan pengetahuan kemampuan dan
keterampilan peserta didik dalam melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, selain di bidang
kesehatan peserta didik juga dibina dalam bidang kesehatan lingkungan yang
merupakan bagian yang sangat mempengaruhi pembentukan pribadi peserta
didik, adanya proses kenaikan bagi peserta didik maka harus
menyelenggarakan kegiatan sosialisasi setiap tahun sehingga seluruh peserta
didik terpapar materi kesehatan dan kesehatan lingkungan. (Tim Pembina
UKS, 2008, 33) Pendidikan kesehatan dilakukan secara intra kurikuler dan
ekstra kurikuler. Kegiatan intra kurikuler adalah melaksanakan pendidikan
pada saat jam pelajaran berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pendidikan ini tidak hanya diberikan pada saat mata pelajaran Pendidikan
Jasmani saja, namun bisa juga secara integratif pada saat mata pelajaran
lainnya disampaikan kepada peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler adalah
melaksanakan pendidikan di luar jam pelajaran yang dilakukan di sekolah
atau di luar sekolah. Misalnya, melaksanakan penyuluhan tentang, gizi,
narkoba, dan sebagainya terhadap peserta didik, guru dan orangtua.
Melaksanakan pelatihan UKS bagi peserta didik, guru pembina UKS dan
kader kesehatan. Melaksanakan pendidikan dan kebiasaan hidup bersih
melalui program sekolah sehat. (Tim Pembina UKS,2008,26)
2) Pelayanan Kesehatan
Pelaksanaan pelayanan kesehatannya meliputi kegiatan-kegiatan Antara lain:
a) Kegiatan Peningkatan (Promotif), Latihan Keterampilan teknis
pemeliharaan kesehatan dan pembentukan peran serta aktif peserta didik
dalam pelajaran kesehatan, antara lain: Kader Kesehatan Sekolah,
Olahraga, Kesenian, Berkebun dan Lomba.
b) Pembinaan Sarana Lingkungan Sekolah, antara lain:
Pembinaaan Warung Sekolah (Kantin), Lingkungan Sekolah yang
terpelihara, Pembinaan Keteladan berperilaku hidup sehat, Kegiatan
Pencegahan (Preventif), Memelihara Kesehatan yang bersifat umum dan
khusus, Penjaringan kesehatan bagi anak. Monitoring / memantau peserta
didik, Usaha Pencegahan Penyakit Menular, Kegiatan Penyembuhan dan
Pemulihan (Kuratif dan Rehabilitatif), Diagnosa Dini, Pengobatan pada
penyakit.
c) Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
Pembinaan lingkungan sekolah sehat yang merupakan salah satu unsur
penting dalam membina ketahanan sekolah harus dilakukan, karena
lingkungan kehidupan yang sehat sangat diperlukan untuk meningkatkan
kesehatan seluruh komunitas sekolah serta peningkatan daya serap siswa
dalam proses belajar mengajar Maka pembinaan lingkungan kehidupan
sekolah sehat dilaksanakan melalui 6 K yaitu: Keamanan Keindahan
Kebersihan Kekeluargaan Ketertiban Kerindangan.
d) Pemeliharaan Kesehatan Sekolah
Hal ini dimaksudkan untuk memelihara; mengetahui gejala dini dari suatu
penyakit;serta untuk meningkatkan status kesehatan ,baik siswa, petugas
sekolah maupun guru.kegiatan nyata yang dilakukan misalnya
pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan perkembangan kecerdasan,
pemberian imunisasi, pengobatan sederhana, pertolongan pertama pada
kasus darurat, termasuk rujukan jika ditemukan penyakit yang tidak dapat
ditanggulangi disekolah.
2.2.5 Peran Perawat Dalam Kesehatan Sekolah
1) Sebagai pelaksana asuhan keperawatan di sekolah,perawat
mempunyai peran:
a) Mengkaji masalah kesehatan dan keperawatan peserta didik
dengan melakukan pengumpulan data,analisa data,serta
perumusan dan prioritas masalah;
b) Menyusun perencanaan kegiatan UKS bersama tim pembina
usaha kesehatan di sekolah(TPUKS);
c) Melaksanakan kegiatan UKS sesuai dengan rencana kesehatan
yang di susun;
d) Menilai dan memantau hasil kegiatan UKS
e) Mencatat dan melaporkan sesuai dengan prosedur yang di
tetapkan.
2) Sebagai pengelola kegiatan UKS, perawat kesehatan yang bertugas
di puskesmas menjadi salah seorang anggota dalam TPUKS atau
dapat juga ditunjuk sebagai seorang koordinator UKS di tingkat
puskesmas.bila perawat kesehatan di tunjuk sebagai koordinator
maka pengelolaan pelaksanaan UKS menjadi tanggung jawabnya
atau paling tidak ikut terlibat dalam tim pengelola UKS.
3) Sebagai penyuluh dalam bidang kesehatan, peranan perawat
kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan dapat di
lakukan secara langsung (melalui penyuluhan kesehatan yang
bersifat umum dan klasikal) atau tidak langsung sewaktu
melakukan pemeriksaan kesehatan peserta didik secara
perseorangan.
2.2.6 Fungsi Perawat Dalam Usaha Kesehatan Sekolah
1) Memberikan pelayanan serta meningkatkan kesehatan individu dan
memberikan pendidikan kesehatan kepada semua populasi yang ada
di sekolah.
2) Memberikan kontribusi untuk mempertahankan dan memperbaiki
lingkungan fisik dan sosial sekolah.
3) Menghubungkan program kesehatan sekolah dengan program
kesehatan masyarakat yang lain.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Usaha kesehatan sekolah (UKS)adalah salah satu upaya membina dan


mngembangkan kebiasaan hidup yang sehat yang di lakukan secara terpadu melalui
program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah. Namun masih diperlukan
faktor kesehatan (health) sehingga peserta didik memiliki 4 H (head, heart, hand dan
health).

3.2 Saran
Dalam hal mencoba penyusunan makalah “Pemeliharaan Kesehatan
Sekolah: UKS Kami sangat mengharapkan kritikan, saran, dan partisivasi yang
membangun kepada kami, agar penyusunan makalah ini bisa lengkap seperti
yang kami dan bapak/ibu harapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Sujiono, Yuliani Nurani. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT
Mancana Jaya Cemerlang, 2009.

Departemen Kesehatan. Pedoman Pelatihan Kader Kesehatan di Sekolah.


Jakarta, 2008.

Herawati, Neni FS. Buku Panduan Praktikum Keperawatan Komunitas I.


Banjarbaru: PSIK FK UNLAM, 2012.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan


Dasar. Pedoman Pelaksanaan UKS di Sekolah, 2012.

Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta, 2007.8.

Efendi F, Makhfudli. Keperawatan Keshatan Komunitas Teori dan Praktik


dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009
LAMPIRAN JURNAL

Vol. 8, No. 3, 2020, pp.


184-190
DOI:
https://doi.org/10.29210
/141400
Contents lists available at Jurnal IICET
Jurnal Konseling dan Pendidikan
ISSN: 2337-6740 (Print) ISSN: 2337-6880 (Electronic)

Journal homepage: http://jurnal.konselingindonesia.com

Optimalisasi program usaha kesehatan


sekolah untuk kesehatan mental siswa

Nurochim Nurochim
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Article Info ABSTRACT


Article history: Health and education are important factors in the sustainability of a
Received May 24th, country. Health is not only physical health but also mental health is
2020 Revised Nov very important to maintain its quality. Student mental health is a
12th, 2020 Accepted condition without mental disorders, health because of stress, so it
Nov 27th, 2020 can play a role in life. The method used in this article is literature
review. This study seeks to uncover how school health efforts are as
effective programs to promote school-based mental health. Research
results show that a planned and measured health business program
Keyword: can be a means of promoting school-based mental health. The
School health school health promotion program is health education, health
promotion Mental services, and fostering a healthy school environment. An effective
health Institution and efficient school health promotion program is supported by
strong leadership and cooperation across related sectors. This is
Cognitive frame supported by three forces namely, institutions, cognitive frames, and
Social network social networks.

© 2020 The Authors. Published by Indonesian Institute for


Counseling, Education and Therapy (IICET). This is an open
access article under the CC BY license
(https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/)

Corresponding Author:
Nurochim Nurochim,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Email: nurochim@uinjkt.ac.id

Pendahuluan
Pendidikan dan kesehatan merupakan hak dasar yang harus disediakan oleh Negara
dalam konsep welfare state (Kiswanto, 2005). Hal tersebut juga tertulis dalam Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 31 dan Pasal 28H serta pasal 34. Sekolah sebagai salah satu
lembaga pendidikan mewujudkan sumber daya manusia dengan meningkatkan mutunya,
melalui proses dan aktivitas pendidikan (Yanto & Fathurrochman, 2019). Tujuan pendidikan
yakni mewujudkan sumber daya manusia yang utuh baik dari segi sikap sosial, spiritual,
dan pengetahuan serta keterampilan merupakan proses yang kompleks, proses yang
kompleks untuk mencapai tujuan yang kompleks (Munifah et al., 2019). Pendidikan juga
memiliki peran sosial, bersama dengan keluarga dalam mensosialisasikan bahwa para
pemuda memiliki tanggung jawab dan kontribusi terhadap sebuah masyarakat. Layanan
kesehatan preventif yang berfokus pada kesehatan anak dan kinerja pendidikan penting
dikembangkan.
Integrasi layanan kesehatan preventif dalam sistem pendidikan membantu
mendeteksi permasalahan kesehatan fisik dan mental siswa dan lebih lanjut berdampak
pada peningkatan kesehatan dan mutu kognitifnya siswa. Proses pengorganisasian
pendidikan tersebut bersifat komprehensif, termasuk pembiasaan kehidupan sehat, baik
sehat secara mental dan fisik. Kesehatan mental siswa sangat penting untuk mencapai
prestasi belajar yang optimal. Sekolah yang sehat saling terkait dengan mutu sekolah
yang tergambar dalam profil kesehatan dan perilaku kesehatan siswa (Lee et al., 2018).
Populasi anak usia sekolah yang banyak sebagai sumber daya manusia, namun juga
merupakan kelompok yang terancam kesehatan dan kesejahterannya antara lain adanya:
penyalahgunaan narkoba dan rokok, kekerasan fisik dan mental, perkosaan dan
eksploitasi seksual, konflik, ketimpangan gender, kebersihan dan keamanan lingkungan,
kesehatan reproduksi, perilaku seks bebas, kehamilan dan aborsi yang tidak aman.
Berdasarkan hasil penelitian, prevalensi merokok pada anak usia sekolah mengalami

184
Jurnal Konseling dan Pendidikan Nurochim, N
http://jurnal.konselingindonesia.com

peningkatan (Riset Kesehatan Dasar, 2018:72). Hal tersebut sebagai indikasi bahwa aktivitas anak usia
sekolah menengah kurang sehat, selain itu biaya hidup dikeluarkan untuk membeli rokok. Remaja yang
belum memperoleh penghasilan, bisa berpotensi berperilaku menyimpang untuk mendapatkan
rokok.Berbagai kondisi mengenai siswa seperti tawuran, perundungan, bunuh diri, rasa rendah diri,
khawatir cemas, merupakan penggambaran mengenai kondisi kesehatan mental siswa. Kesehatan
mental, pencegahan cidera, kecekalaan, dan kekerasan belum menjadi kegiatan layanan kesehatan
berbasis sekolah secara rutin (Baltag, Pachyna, & Hall, 2015).
Layanan kesehatan fisik dan mental berbasis sekolah dilaksanakan melaui program usaha kesehatan
sekolah/madrasah (UKS/M). UKS sebagai upaya membina dan mengembangkan perilaku hidup sehat
yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah,
perguruan agama serta usaha-usaha yang dilaksanakan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan
kesehatan di lingkungan sekolah. Melalui UKSlah budaya preventif ditumbuhkan, guna mengurangi
pembiayaan kuratif. Lingkungan sekolah yang sehat, makanan yang dikonsumsi sehat maka akan
berpengaruh terhadap proses pembelajaran.
Usaha kesehatan sekolah memiliki tujuan untuk membentuk kebiasaan hidup sehat dan
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik pada khususnya dan semua warga sekolah secara umum.
Derajat kesehatan tersebut mencakup: (1) memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan
melaksanakan perilaku hidup sehat dan dapat berperan aktif melaksanakan upaya peningkatan
kesehatan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat; (2) sehat secara fisik, mental, sosial, dan
lingkungan; (3) memiliki kecakapan hidup dan daya juang terhadap pengaruh buruk, penyalahgunaan
narkoba dan obat terlarang, minuman keras, perilaku merokok, pornografi, dan masalah sosial lainnya
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016b, pedoman akselerasi pembinaan, dan pelaksanaan
UKS). Usaha kesehatan berbasis sekolah merupakan akses terhadap kesehatan prefentiv, identifikasi awal
kesehatan, dan rujukan lanjut baik kesehatan mental dan fisik. Usaha kesehatan sebagai upaya perluasan
akses kesehatan memerlukan peran pemimpin sekolah untuk memiliki persepsi akan kesehatan warga
sekolah khususnya siswa, selain itu pemimpin sekolah yang berrelasi dengan petugas kesehatan dan
dinas terkait (Bezem et al., 2017).

Method
Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah kajian literatur. Kajian literature membutuhkan
multimodal pengumpulan sumber data berupa data laporan maupun pembahan dan penelitian ilmiah
dan presentasi kreatif (Mannay, 2013). Dengan kajian litertatur, pemahaman dapat dilaksanakan secara luas
dan mendalam terhadap suatu rangkaian pengetahuan, kajian literatur dilaksanakan dengan meringkas,
menganalisis, dan sintesis terhadap kelompok literatur (Xiao & Watson, 2019). Kajian literatur
melibatkan interpretasi penulis terhadap sebuah field (Montuori, 2005). Kesehatan mental siswa sangat
penting dikaji dari berbagai sudut pandang keilmuan. Literatur yang dikaji dalam artikel ini adalah
literatur yang membahas kesehatan mental, dan optimalisasi pelaksanaan program (UKS). Dengan
kajian yang komprehensif tersebut diupayakan dapat mengembangkan peta keilmuan tentang upaya
memelihara dan meningkatkan kesehatan mental siswa. Kesehatan mental berbasis sekolah dikaji
berdasarkan sudut pandang organisasi, berupa bagaimana perilaku tentang program kesehatan siswa
tentang peraturan, jejaring, dan kerangka pikir para pemangku kebijakan.

Hasil dan Pembahasan


Indikator kesehatan mental dan kesehatan mental siswa
Kondisi kesehatan mental siswa menjadi aspek penting sebab menentukan kualitas sumber daya
manusia suatu bangsa. Siswa yang tumbuh dalam kondisi mental yang sehat merupakan sumber daya
yang poetensial (Lubis, Sati, Adhinda, Yulianirta, & Hidayat, 2019). Kesehatan mental siswa berupa
perundungan menjadi isu kebijakan publik yang penting, dan menjadi perhatian para akademisi, sosial
dan politik, dan menjadi permasalahan penting di banyak sekolah. Kesehatan mental siswa merupakan
target yang kompleks dari berbagai individu dan situasi (Dresler-Hawke & Whitehead, 2009). Selain itu
kesehatan mental tanpa penggunaan alkohol juga menjadi permasalahan para remaja, kerangka kerja
yang kompleks juga penting dalam hal ini, pendidikan mengenai dampak penyalahgunaan alkohol
menjadi daya juang (Yassin, Afifi, Singh, Saad, & Ghandour, 2018). Faktor kontekstual yang berkaitan
dengan setting masyarakat yang melibatkan stakeholder dan karakter program tersebut (Darlington,
Violon, & Jourdan, 2018). Mental yang sehat merupakan kondisi emosional tanpa kecemasan,
semangat, antusial, tidur nyenyak dan cukup, tidak menyakiti orang lain, tidak ingin bunuh diri. Para

Optimalisasi program usaha kesehatan sekolah untuk kesehatan ... 185


Jurnal Konseling dan Pendidikan Nurochim, N
http://jurnal.konselingindonesia.com
remaja tidak jarang mencoba hal baru untuk menunjukkan

Optimalisasi program usaha kesehatan sekolah untuk kesehatan ... 186


dirinya sebagai orang dewasa, sehingga melakukan hal-hal berresiko seperti mengkonsumsi alkohol,
merokok, memiliki perilaku seksual, berbeda pendapat dengan orang lain (Mubasyiroh, Suryaputri, &
Tjandrarini, 2017).
Kesehatan mental siswa adalah kondisi bekerjanya fungsi0fungsi mental dalam diri siswa secara
optimal sehingga siswa dapat melaksanakan aktivitas yang produktif pada ranahnya, seperti belajar
dengan baik, mampu berelasi interpersonal yang baik dengan orang lain, baik antar siswa, dengan guru,
orang tua, maupun orang yang terlibat dalam masa pendidikannya, siswa dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan hidupnya baik perubahan besar maupun kecil baik perubahan fisik, sosial, dan
emosionalnya, selain itu siswa mampu mengelola berbagai kegagalan dalam hidupnya sehingga dapat
berkegiatan dengan baik (Hanurawan, 2012). Lebih lanjut kesehatan mental siswa, adalah kesehatan
mental di kelas adalah kondisi kelas dengan kondisi ekspresi yang dihargani, penerimaan yang baik,
penghargaan diri, dan rasa terlindungi di kelas (Badaruddin, Erlamsyah, & Said, 2016). Siswa yang
memiliki kesehatan mental yang baik dapat berpartisipasi sosial dan ekonomi secara aktif, sehingga
tidak dianggap sebagai pembuat onar oleh lingkungan (Suryanto, Herdiana, & Chusairi, 2017).
Kesehatan mental siswa merupakan kondisi tanpa gangguan mental, tidak sakit karena stress, sesuai
dengan kapasitasnya selaras dengan lingkungannya, seperti dapat menjaga ketetiban lingkungan, selain
itu siswa dapat tumbuh dan berkembang secara positif. Gangguan mental dikaji dari gejala fisik maupun
mental yaitu hysteria, seperti perasaan tertekan, gelisah, cemas, psikosomatis seperti tukak lambung,
gangguan makan, amnesia, berkelana tanpa sadar, kepribadian ganda, kepribadian sosiopatik,
dispersonalisasi, kelelahan, lesu walaupun fisik terlihat sehat, dan kelainan seksual (Purnama &
Prasetyo, 2016). Kondisi sakit fisik berkaitan dengan kesehatan mental, sebaliknya kondisi mental yang
sakit dapat menimbulkan sakit fisik (Rosyad, 2016). Kesehatan mental siswa bukan hanya tidak adanya
kondisi tekanan psikologis tetapi juga berkaitan dengan kondisi kesejahteraan psikologis yang
berpengaruh terhadap kondisi kehidupannya seperti perasaan gembira, tertarik, dan dapat menikmati
hidup yang dijalaninya (Faizah & Amna, 2017).
Usaha kesehatan sekolah
Konsep WHO tentang uaha kesehatan sekolah program awalnya berfokus pada mengajarkan kepada
siswa tentang kesehatan dan faktor yang mempengaruhi kesehatan, kemudian mengembangkan
keterampilan siswa tentang penerapan gaya hidup yang sehat. Program awal tersebut bertujuan sebagai
kerangka kerja strategi peningkatan mutu kesehatan Negara dengan pendekatan multisektor (World
Health Organization Europe, 2006). Program usaha kesehatan sekolah dapat diselaraskan dengan program-
program Negara yang lain, untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Konsolidasi lintas sektor
dapat saling melengkapi berbagai kekurangan program masing-masing sektor, seperti skema
pendanaan (Parsons, 2004).
WHO meluncurkan Global School Health Initiative dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah
sekolah yang betul-betul disebut Health-Promoting School (HPS). HPS digambarkan dengan sekolah
yang : (1) membangun kesehatan dan pembelajaran dengan melibatkan lingkungan pendidikan dan
kesehatan, guru, organisasi guru, siswa, orang tua, penyedia layanan kesehatan, dan pemimpin
masyarakat yang saling bekerjasama menjadikan sekolah tempat yang sehat; (2) berusaha keras untuk
menyediakan lingkungan yang sehat, pendidikan kesehatan sekolah, dan layanan kesehatan sekolah
bersamaan dengan pengembangan masyarakat, promosi kesehatan untuk staf sekolah, dan program gizi
dan keamanan pangan, adanya program pendidikan jasmani dan rekreasi, program konseling,
dukungan sosial, promosi kesehatan mental (Cheryl Vince Whitman & Aldinger, 2011).
Usaha kesehatan sekolah sebagai program layanan kesehatan berbasis sekolah didalamnya termasuk
upaya preventif, deteksi awal, dan intervensi kesehatan fisik, sosial, dan mental anak (Baltag et al.,
2015). Usaha kesehatan sekolah Area layanan kesehatan adalah kesehatan mental, kesehatan seksual
dan reproduksi, kesehatan gigi, penyakit menular, pendengaran, penglihatan, nutrisi, penyakit kronis,
ortopedi, bahaya penggunaan narkoba, dampak kekerasan, perawatan darurat, endokrinologi, dan
neurologi. Jenis layanan yang dilaksanakan adalah penjaringan, pendidikan atau promosi, konseling,
rujukan kesehatan, vaksinasi, penyediaan atau perawatan. Berbagai permasalahan dan tantangan
berbasis organisasi seperti sumber daya manusia, keuangan, koordinasi, dukungan masyarakat,
kebijakan, dan kesetaraan.
Tujuan dari program usaha kesehatan sekolah selain meningkatkan kesehatan lingkungan sekolah,
juga meningkatkan budaya perilaku hidup sehat yang berkontribusi terhadap status kesehatan fisik dan
psikologis siswa, guru, dan mempromosikannya kepada lingkungan dimana mereka tinggal. Perilaku hidup
sehat dapat diseminasikan dari sekolah hingga keluarga dan masyarakat (Yee Ki Fong & Lik Hak
Wong, 2002).
Kedisiplinan diri siswa dan warga sekolah dikembangkan untuk tidak memiliki permasalahan mengenai
minum beralkohol, merokok, kekerasan, perundungan, dan kebiasaan makan yang bergizi.
Sekolah yang menerapkan usaha kesehatan sekolah juga berupaya dan berkomitmen secara
menyeluruh antar warga sekolah, atas manfaat program bagi siswa, staff, orang tua, dan masyarakat
luas. Sekolah berkontribusi besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan (well-being) siswa (Gillies,
Dimitrijevich, & Lambert, 1997). Kesenjangan layanan kesehatan dapat diantisipasi dengan adanya
mengelola konteks sosial yang melingkupi pelaksanaan program.
Usaha kesehatan sekolah berorientasi pada konteks sekolah, konsisten dengan kebijakan sekolah dengan
melibatkan staff sekolah, siswa, guru, dan berbagai peran lainnya dalam hal desain kesegiatan hingga
evaluasi. Kegiatan usaha kesehatan sekolah harus mendukung pengembangan keterampilan guru, siswa, dan
warga sekolah dan mendorong partisipasi seluruh warga sekolah. Usaha kesehatan sekolah merupakan
aktivitas untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan warga sekolah dalam komunitas sekolah. Kegiatan
tersebut menyiratkan sekolah sehat, lingkungan sekolah sebagai tempat fisik dan sosial, kurikulum
pendidikan untuk kesehatan, kegiatan yang bekerjasama dengan pihak lain yang ditujukan untuk
layanan kesehatan (Iudici, 2015).
Usaha kesehatan sekolah memiliki tujuan untuk membentuk kebiasaan hidup sehat dan
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik pada khususnya dan semua warga sekolah secara umum.
Derajat kesehatan tersebut mencakup: (1) memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan
melaksanakan perilaku hidup sehat dan dapat berperan aktif melaksanakan upaya peningkatan
kesehatan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat; (2) sehat secara fisik, mental, sosial, dan
lingkungan; (3) memiliki kecakapan hidup dan daya juang terhadap pengaruh buruk, penyalahgunaan
narkoba dan obat terlarang, minuman keras, perilaku merokok, pornografi, dan masalah sosial lainnya
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016b, pedoman akselerasi pembinaan, dan pelaksanaan
UKS). Usaha kesehatan berbasis sekolah merupakan akses terhadap kesehatan prefentiv, identifikasi awal
kesehatan, dan rujukan lanjut baik kesehatan mental dan fisik. Usaha kesehatan sebagai upaya perluasan
akses kesehatan memerlukan peran pemimpin sekolah untuk memiliki persepsi akan kesehatan warga
sekolah khususnya siswa, selain itu pemimpin sekolah yang berrelasi dengan petugas kesehatan dan
dinas terkait (Bezem et al., 2017).
Dalam konteks Indonesia, Sejak tahun 1984 dengan dikeluarkannya SKB 4 Menteri (Departemen
Kesehatan, Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Dalam Negeri)
program UKS mulai diterapkan secara terintegrasi dengan lintas sektor terkait, yang selanjutnya pada
tahun 1991 dilakukan Lomba Sekolah Sehat (LSS) tingkat Nasional. Pada tahun 2003, SKB 4 Menteri
tersebut direvisi sesuai dengan situasi desentralisasi dan perkembangan program UKS, dimana sasaran
UKS meluas mulai dari tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA. Pada tahun 2014, SKB 4
Menteri tersebut direvisi kembali menjadi Peraturan Bersama 4 Menteri dimana terdapat penambahan
kata Madrasah, menjadi Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M). Peraturan bersama tersebut
menunjukkan bahwa keberlangsungan dan keterlaksanaan UKS tidak hanya menjadi kewajiban pihak
sekolah, namun juga lintas sektor terkait seperti dinas kesehatan, kementerian agama, dan pemerintah
lokal terdekat.
Keberlangsungan program usaha kesehatan sekolah bergantung pada kerjasama di berbagai level
kewenangan program, baik di tingkat sekolah, lokal, dan nasional. Di tingkat sekolah masing-masing
aktor baik kepala sekolah, guru, siswa beperan dalam meningkatkan literasi program. Di tingkat makro
kebijakan memiliki peran meningkatkan literasi dan menetapka kebijakan yang mendukung program,
seperti menetapkan petunjuk kurikulum yang integratif dengan kesehatan, petunjuk bagi pembagian
peran pendanaan lintas sektor, tentunya literasi akan pendidikan tidak hanya dilihat sebagai fitur
akademik.
Usaha kesehatan sekolah dan kesehatan mental siswa
Berbagai cara ilmiah dibutuhkan bagi kegiatan preventif di sekolah termasuk pemetaan sumber daya
manusia, evaluasi yang valid dan reliabel, penyaringan kesehatan mental komprehensif, pengembangan
model logic, memilih sebuah teori untuk perubahan, monitoring, dan dampak yang diharapkan dari program
kesehatan mental. Dalam pembahasan dalam lingkup yang lebih luas, model sosio ekologis dirancang
untuk mengembangkan pengetahuan kerja yang kuat tentang ilmu pencegahan dan kesehatan
masyarakat. Model sosio ekologis yang dikembangkan dapat mempengaruhi pengembangan layanan
komprehensif untuk semua siswa, di semua tingkatan satuan pendidikan (Macklem, 2014).
Usaha kesehatan sekolah adalah program untuk promosi kesehatan, tidak hanya kesehatan fisik
namun juga kesehatan jiwa. Upaya kesehatan jiwa untuk yang melibatkan orang tua agar ikut serta
dalam membiasakan makan yang bergizi pada anak, membiasakan hidup sehat dan bersih di rumah,
menyesuaikan
diri dengan program kesehatan dan berupaya secara aktif untuk mengetahui kegiatan putra dan
putrinya di sekolah (Limbu, Mochny, & Sulistyowati, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan
UKS berupaya untuk membentuk jejaring aktif antara orang tua dan sekolah, sehingga upaya membentuk
kesehatan mental siswa dapat terencana dan terukur secara komprehensif.
Program usaha kesehatan sekolah sebagai salah satu akses kesehatan preventif siswa menjadi
kegiatan yang penting dikembangkan dalam lingkup pengelolaan pendidikan yang professional. Namun
demikian berbagai masalah muncul dalam upaya optimalisasinya yakni anggaran dan tenaga ahli yang
kurang. Oleh sebab itu para professional sekolah sangat penting meningkatkan kesadaran tentang akses
kesehatan preventif, sehingga dapat merancang program dengan berbagai kerjasama berbasis kebijakan
(Bezem et al., 2017).
Penting adanya kolaborasi antara sekolah, lembaga kesehatan masyarakat, dan orang tua dalam
mewujudkan kesehatan fisik dan mental siswa. Kolaborasi upaya kesehatan sekolah yang berbasis riset
empirik dan teoretik merupakan syarat penting demi terwujudnya mental siswa yang sehat. Riset-riset
yang dilaksanakan merupakan kerjasama antara universitas dan lembaga penelitian, dapat menjadi
basis rancangan program pelaksanaan usaha kesehatan sekolah.
Dalam kerangka organisasi, sebuah sistem kesehatan melibatkan setiap orang untuk terlibat secara
bersama-sama. Pengelola sekolah yang sering bekerjasama dengan petugas kesehatan maka akan
membentuk kerjasama dan relasi positif antara lingkup pendidikan dan kesehatan yang dapat
mendukung terlaksananya usaha kesehatan yang efektif dan efisien. Persepsi pemimpin lembaga
pendidikan akan pentingnya sebuah program kesehatan berbasis sekolah menjadi dukungan iklim
positif pelaksanaan program UKS. Variable budaya dan norma masing-masing organsiasi juga
menentukan faktor efektivitas program, ditambah dengan kepemimpinan yang kuat.
Dinamika pelaksanaan suatu kebijakan atau program dapat disesuaikan dan dikembangkan dengan
mengubah kebijakan, penguatan sumber daya dan relasi kelembagaan, dan mendukung pengembangan
kepemimpinan (Trickett & Beehler, 2013). Untuk mendukung terlaksanannya program kesehatan
mental berbasis sekolah sangat penting untuk menciptkaan dan melanggengkan perilaku masyarakat
sekolah yang sadar dan mendukung kesehatan mental. Penciptaan perilaku tersebut harus diciptakan
dengan tiga kekuatan besar, yakni institusi, social network, dan cognitive frame (Beckert, 2010).
Institusi berupa norma- norma dan aturan yang mengatur perilaku manusia atau kelompok dalam
aspek kesehatan mental berbasis sekolah. Aspek kelembagaan ini masih membutuhkan sosialisasi
seperti surat keputusan bersama pengelolaan UKS/M dan petunjuk teknis pelaksanaan UKS, dan buku-
buku yang harus diisi mengenai kesehatan siswa. Selain itu institusi berupa koordinasi masing-masing
sektor terkait masih lemah (Limbu et al., 2012). Sekolah juga masih ada yang belum melaksanaan
kegiatan UKS/M secara optimal. Cognitive frame adalah sikap dan cara berpikir tentang kesehatan
mental berbasis sekolah, masih harus dihabituskan. Social network, aspek ini meliputi relasi sosial antar
warga sekolah, antar sekolah, dinas pendidikan, dinas kesehatan, pemerintah daerah, dan kementerian
agama. Dalam konteks Indonesia social network ini berbentuk kegotongroyongan untuk membentuk sikap
yang mementingkan kesehatan mental siswa (Ricardi
S. Adnan, 2019).
Pelaksanaan UKS dapat mendukung kualitas kesehatan mental siswa, sebab dapat meningkatkan
kerjasama dan relasi antara siswa, orang tua, dan guru, meningkatkan kualitas sosial, mengurangi
kecelakaan dan luka di tempat belajar, mengurangi perilaku merokok, dan preventif terhadap perilaku
penyalahgunaan minuman keras dan obat terlarang (Aldinger et al., 2008).

Kesimpulan
Kesehatan mental siswa dapat diwujudkan dan ditingkatkan melaui pelaksanaan program UKS yang
berdasarkan pada data-data nyata dan kondisi yang ada pada masing-masing sekolah. Dengan
pelaksaan program UKS yang terencana dan dievaluasi dengan tepat maka kesehatan fisik dan mental
warga sekolah, khususnya siswa dapat terwujud. UKS dirancang berbasis data, kepemimpinan sekolah
yang mendukung keterlaksanaan UKS dengan efektif dan efisien dapat meningkatkan akses kesehatan
preventif siswa dan meningkatkan mutu kesejahteraan siswa. Kepemimpinan pendidikan yang dapat
bekerjasama dengan pihak terkait seperti dinas kesehatan, dinas pendidikan, kementerian agama, dan pihak
pemerintah terdekat seperti kecamatan, keluarahan, dan kabupaten atau walikota. Pelaksanaan program
UKS yang optimal memuat pendidikan kesehatan dan perubahan serta pembiasaan perilaku hidup
bersih dan sehat, baik sehat secara
fisik dan psikologis. Hal tersebut penting didukung dengan tiga kekuatan yakni institusi, kerangka
kognitif, dan jejaring sosial, sehingga dapat membentuk habitus mental sehat berbass sekolah.

Referensi
Aldinger, C., Zhang, X. W., Liu, L. Q., Guo, J. X., Yu Sen Hai, & Jones, J. (2008). Strategies for
implementing Health-Promoting Schools in a province in China. Promotion & Education, 15(1), 24–
29. https://doi.org/10.1177/1025382307088095
Badaruddin, A., Erlamsyah, E., & Said, A. (2016). Hubungan Kesehatan Mental dengan Motivasi Belajar
Siswa. Konselor, 5(1), 50. https://doi.org/10.24036/02016516543-0-00
Baltag, V., Pachyna, A., & Hall, J. (2015). Global Overview of School Health Services: Data from 102
Countries. Health Behavior and Policy Review, 2(4), 268–283. https://doi.org/10.14485/hbpr.2.4.4
Beckert, J. (2010). How do Fields Change? The Interrelations of Institutions, Networks, and Cognition
in the Dynamics of Markets. Organization Studies, 31(5), 605–627.
https://doi.org/10.1177/0170840610372184
Bezem, J., Heinen, D., Reis, R., Buitendijk, S. E., Numans, M. E., & Kocken, P. L. (2017). Improving
access to school health services as perceived by school professionals. BMC Health Services Research,
17(743), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12913-017-2711-4
Cheryl Vince Whitman, & Aldinger, C. E. (2011). Case Studies in Global School Health Promotion From Research
to Practice. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Darlington, E. J., Violon, N., & Jourdan, D. (2018). Implementation of health promotion programmes in
schools: An approach to understand the influence of contextual factors on the process? BMC Public
Health, 18(1), 1–17. https://doi.org/10.1186/s12889-017-5011-3
Dresler-Hawke, E., & Whitehead, D. (2009). The behavioral ecological model as a framework for school-
based anti-bullying health promotion interventions. Journal of School Nursing, 25(3), 195–204.
https://doi.org/10.1177/1059840509334364
Faizah, F., & Amna, Z. (2017). Bullying dan Kesehatan Mental Pada Remaja SMA di Banda Aceh. Maret,
3(1), 77.
Gillies, S., Dimitrijevich, S., & Lambert, M. (1997). What is a health promoting school? The Indian Journal
of Pediatrics, 64(1), 104–104. https://doi.org/10.1007/bf02795787
Hanurawan, F. (2012). Strategi Pengembangan Kesehatan Mental Di Lingkungan Sekolah. PSIKOPEDAGOGIA
Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 1(1).
https://doi.org/10.12928/psikopedagogia.v1i1.2572

Iudici, A. (2015). Health Promotion in School: Theory, Practice, and Clinical Implications. New York: Nova
Publishers New York.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Pedoman Akselerasi Pembinaan dan Pelaksanaan
UKS. In Bina Kesehatan Anak, Depkes RI. https://doi.org/10.3406/arch.1977.1322
Kiswanto, E. (2005). Negara Kesejahteraan (Welfare State): Mengembalikan Peran Negara Dalam
Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Indonesia. JKAP (Jurnal Kebijakan Dan Administrasi Publik),
Vol. 9, pp. 91–108. https://doi.org/10.22146/jkap.8320
Lee, A., St Leger, L. H., Ling, K. W. K., Keung, V. M. W., Lo, A. S. C., Kwong, A. C. M., … Armstrong,
E. S. (2018). The Hong Kong Healthy Schools Award Scheme, school health and student health: An
exploratory study. Health Education Journal, 77(8), 857–871.
https://doi.org/10.1177/0017896918779622
Limbu, R., Mochny, I. S., & Sulistyowati, M. (2012). Analisis Pelaksanaan Tiga Program Pokok Usaha
Kesehatan Sekolah (TRIAS UKS) Tingkat Sekolah Dasar Kecamatan Blimbing Kota Malang. The
Indonesian Journal of Public Health, 9(1), 51–66. https://doi.org/10.1002/ejoc.201200111
Lubis, L. T., Sati, L., Adhinda, N. N., Yulianirta, H., & Hidayat, B. (2019). Peningkatan Kesehatan
Mental Anak dan Remaja Melalui Ibadah Keislaman. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu
Pengetahuan, 16(2), 120. https://doi.org/10.25299/jaip.2019.vol16(2).3898
Macklem, G. L. (2014). Preventive Mental Health at School: Evidence-Based Services for Students. In
Preventive Mental Health at School. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-8609-1

Mannay, D. (2013). Review article. Qualitative Research, 13(2), 242–244.


https://doi.org/10.1177/1468794112450831
Montuori, A. (2005). Literature Review As Creative Inquiry: Reframing Scholarship As a Creative
Process.
Journal of Transformative Education, 3(4), 374–393. https://doi.org/10.1177/1541344605279381
Mubasyiroh, R., Suryaputri, I. Y., & Tjandrarini, D. H. (2017). Determinan Gejala Mental Emosional
Pelajar SMP-SMA di Indonesia Tahun 2015. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(2), 103–112.
https://doi.org/10.22435/bpk.v45i2.5820.103-112

Munifah, M., Tsani, I., Yasin, M., Tortop, H. S., Palupi, E. K., & Umam, R. (2019).
Management System of Education: Conceptual Similarity (Integration) between
Japanese Learning System and Islamic Learning System in Indonesia. Tadris: Jurnal
Keguruan Dan Ilmu Tarbiyah, 4(2), 159–170.
https://doi.org/10.24042/tadris.v4i2.4893
Parsons, C. (2004). The Health Promoting School and Social Justice in a Global
Environment. Asia Pacific
Journal of Public Health, 16(1_suppl), 42–47.
https://doi.org/10.1177/101053950401600S11 Purnama, D. S., & Prasetyo. (2016).
Modul Guru Pembelajar: Aplikasi Kesehatan Mental.

Ricardi S. Adnan. (2019). Bencana, Kelembagaan, dan Masyarakat. Talenta Conference Series:
Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA), 2(1), 1–11. https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i1.621

Riset Kesehatan Dasar. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. In Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. https://doi.org/1
Desember 2013

Rosyad, R. (2016). Pengaruh Agama terhadap Kesehatan Mental. Syifa Al-Qutub, 1(1), 17–
26.
Suryanto, S., Herdiana, I., & Chusairi, A. (2017). Deteksi Dini Masalah Psikologis Pada
Anak Jalanan Oleh Orangtua Asuh di Rumah Singgah. INSAN Jurnal Psikologi Dan
Kesehatan Mental, 1(2), 85. https://doi.org/10.20473/jpkm.v1i22016.85-96
Trickett, E. J., & Beehler, S. (2013). The Ecology of Multilevel Interventions to Reduce
Social Inequalities in Health. American Behavioral Scientist, 57(8), 1227–1246.
https://doi.org/10.1177/0002764213487342
World Health Organization Europe. (2006). What is the evidence on school health promotion in
improving health or preventing disease and , specifically , what is the effectiveness of the health
promoting schools approach ? Denmark.

Xiao, Y., & Watson, M. (2019). Guidance on Conducting a Systematic Literature Review. Journal
of Planning Education and Research, 39(1), 93–112.
https://doi.org/10.1177/0739456X17723971

Yanto, M., & Fathurrochman, I. (2019). Manajemen kebijakan kepala madrasah dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 7(3), 123–130.
https://doi.org/10.29210/138700
Yassin, N., Afifi, R., Singh, N., Saad, R., & Ghandour, L. (2018). “There Is Zero Regulation
on the Selling of Alcohol”: The Voice of the Youth on the Context and Determinants
of Alcohol Drinking in Lebanon. Qualitative Health Research, 28(5), 733–744.
https://doi.org/10.1177/1049732317750563
Yee Ki Fong, & Lik Hak Wong. (2002). Family health: the perspective of bereaved
children. Promotion & Education, 9(1_suppl), 53–53.
https://doi.org/10.1177/10253823020090010135
.

Anda mungkin juga menyukai