ROSYIDIN:
Bentuk Administrasi, Situasi Sosial Budaya dan Politik, Model Peralihan
Kepemimpinan, Beberapa Konflik Sosial dan Munculnya Sekte-Sekt eDalam
Islam
Makalah ditulis guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Disusun oleh:
Mei, 2020
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan …
3.2 Saran …
DAFTAR PUSTAKA… 19
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah peradaban islam memiliki arti yang sangat penting dan tidak bisa
kita abaikan begitu saja. Karena dengan sejarah, kita bisa mengetahui apa yang
telah terjadi pada zaman terdahulu. Kita jugabisa mengerti bagaimana bentuk
pemerintahan islam, kondisi social budaya, dan berbagai peristiwa penting pada
zaman Nabi Muhammad SAW. Tak berhenti disitu saja, kita juga bias mengerti
apa yang terjadi pada zaman Khulafaur Rasyidin. Diantaranya yaitu bentuk
administrasi, situasi sosial budaya dan politik, model peralihan kepemimpinan,
beberapa konflik sosial serta munculnya sekte-sekte dalam islam.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk – Bentuk Administrasi, Situasi Sosial Budaya, dan Politik Masa
Khulafaur Rosyidin
4
Dalamurusanpemerintahan, Abu Bakarmenunjuk Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah
sebagai bendahara serta Umar bin Khathab sebagai hakim Agung. Untuk daerah
kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi
ditunjuk seorang amir. Antara lain Itab bin Asid menjadi Amir kota Mekkah,
Utsman bin Abi Al-Ash menjadi amir kota Thaif, Al-Muhajir bin Abi Umayyah
menjadi amir untuk San’a, Ziad bin Labid menjadi amir untuk Hadramaut, Ya’la
bin Umayyah menjadi amir untuk Khaulan, Abu Musa Al-Ansyari menjadi amir
untuk Zubaid dan Rima’, Muaz bin Jabal menjadi amir untuk Al-Janad, Jarir bin
Abdullah menjadi amir untuk Najran, Abdullah bin Tsur menjadi amir untuk
Jarasy, Al-Ula bin hadrami menjadi amir untuk Bahrain, sedangkan untuk Iraq
dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin Militer.
5
keuangan juga dilakukan, yakni dengan dibangunnya lembaga baitul mal,
mencetak mata uang, mengadakan Hisbah, yaitu pengontrolan terhadap
pasar,sertadiciptakannya timbangan dan takaran. Ada juga pengaturan
administratif lain berupaperjalanan pos dan menetapkan tahun Hijriah,penjagaan
terhadap tata tertib dan susila, dan pengawasan terhadap kebersihan jalan. Hal ini
bertujuanuntuk mempermudah dan mengontrol setiap wilayah kekuasaan Islam
yang semakin luas. Dengan begitu, Umar Bin Khattabdapat mengetahui dengan
cepat kondisi wilayah kekuasaannya. Dalam masa pemerintahannya,urusan
ketatanegaraan dikenal dengan sebutan An-Nidhamul. Susunan tatausaha Negara
yang adayaitu: ad-Dawawinu, al-Imaarah ‘alal buldaan, al-Barid, dan asy-Syur-
thah.
Ad-Dawawinu
Pada mulanya kaum Muslimin berjihad dengan sangat ikhlas, dengan tidak
mengharap sesuatu. Tapi lambat laun, para pejuang itu perlu
diberihartarampasanperang (ghanimah), sesuai dengan perintah Allah. Karena itu
mereka perlu didaftar, hal mana mengharuskan adanya tata usaha.
Beberapa orang ahli tata usaha pemerintahan dari Persia memberi pendapat
kepada Khalifah untuk membuat bukuu-buku daftar untuk bermacam urusan;
juyusy, amwal, dan sebagainya. Maka oleh Khalifah Umar, ditetapkan beberapa
orang Kuttab (sekertaris) untuk menulis/ mengurus beberapa buku daftar urusan.
Umar membentuk dua diwan, yaitu:
1) Diwanul Jund, untuk mendaftarkan para anggota tentara dan urusan yang
lain.
2) Diwanul Kharaj, untuk mengurus uang masuk dan uang keluar
Al-Imaarah’Alal Buldaan
Pemerintah kabilah dalam kalangan Arab jahiliyah pada asasnya adalah
demokrasi, karena syekhnya (kepala kabilah) dipilih bersama oleh kepala-
kepala asyirah (suku). Pada zaman Umar, daerah-daerah Negara dijadikan
lebih luas. Agar lebih mudah, kemudian dibagi ke dalam beberapa propinsi,
yaitu: wilayah Al-Ahwaz dan Al-Bahrain, wilayah Sajistan, Makran dan
6
Karman, wilayah Thabristan dan wilayah Khurasan, wilayah Irak, wilayah
Syam, wilayah Palestina, wilayah Mesir Atas: wilayah Mesir Bawah dan
Barat, dan Wilayah Padang Sahara Lybia.
Al-Barid
Dalam masa permulaan Islam ini,soal pos dansuratmenyurattelah diurus,
walaupun sangat sederhana.
Asy-Syurthah
Khalifah Umar adalah orang yang pertama mengadakan dinas “jaga
malam”.
· Ya’la bin Munabbih Halif Bani Naufal bin Abd. Manaf, Amir wilayah
Shana’a
7
· Al-Mughirah bin Syu’bah al-Tsaqafi, Amir wilayah Kuffah;
Gubernur atau Amir adalah wakil khalifah di daerah untuk melaksanakan tugas
administrasi pemerintahan dan bertanggungjawab kepadanya.
8
rumah tamu di berbagai wilayah dan memperluas Masjid Nabawi.Jalan-jalan
menuju ke Madinah dilengkapi dengan fasilitasbagi para pendatang. Tempat-
tempat persediaan air dibangun di Madinah,kota-kota padang pasir,dan di ladang-
ladang peternakan unta dan kuda.Pembangunan sarana-sarana ini menunjukan
bahwasebagaikhalifah, Utsman bin Affan, sangat peduli dan memperhatikan
kemaslahatan publik.
9
• Sahl bin Hanif sebagai Gubernur Syiria
Selain itu, Khalifah Ali bin Abi Thalib juga mengangkat beberapa pejabat sebagai
berikut:
• Qutsam bin Tsabit sebagai kepala daerah (al Amil) Makkah al Mukarramah
• Tammam bin Abbas sebagai kepala Daerah (al Amil) Madinah al Munawarah
10
pelaksanaannya, Abu al Aswad ad Duali diperintahkan untuk memberikan tanda
baca pada huruf-huruf Arab. Selain itu, dia juga diperintah untuk menulis buku
yang berisi ilmu nahwu (kaidah bahasa Arab). Dengan demikian, kaum muslimin
yang bukan berasal dari bangsa Arab juga mampu mempelajari al Qur’an dan
Hadits Rasulullah saw dengan baik.
Pada waktu Saad bin Ubadah mengajukan gagasan tentang siapa yang pantas
menjadi pemimpin, ia menyatakan bahwa kaum Ansharlah yang pantas
memimpin kaum muslimin, dengan argumen bahwa golongan Ansharlah yang
telah banyak menolong Nabi dan Kaum Muhajirin dari kejaran dan penindasan
orang – orang kafir Quraisy. Gagasan ini di setujui oleh golongan Anshar.
Pada saat tokoh Muhajirin seperti Abu Bakar, Umar bn Khatab, dan Abu
Ubaidah bin Jarrah menuju Saqifah Bani Sa’idah, kaum Anshar sepakat untuk
membaiat Saad bin Ubadah, namun kaum Muhajirin menolaknya. Abu Bakar
11
mengatakanbahwa jabatan khalifah sebaiknya diserahkan kepada kaum Muhajrin.
Alasanya adalah karena kaum Muhajirin yang lebih dulu msuk islam.
Abu Bakar meunjuk dua orang Muhajirin yaitu Umar bin Khattab dan Abu
Ubaidah bin Jarrah. Namun sebelum kaum Anshar merespon usulan Abu Bakar,
Umar dan Abu Ubaidah menolak dan memilih Abu Bakar. Akhirnya Abu Bakar
pun dibaiat. Lalu esok harinya baiat terhadap Abu Bakar secara umum dilakukan
utuk umat muslim di Madinah dan Abu Bakar berpidato. “Saudara-saudara, saya
sudah dipilih untuk memimpin kalian sementara saya bukanlah orang terbaik
diantara kalian. Jika saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu
kepercayaan dan dusta merupakan pengkhianatan. Taatilah saya selama saya taat
kepada Allah dan Rasul Nya. Tetapi bila saya melanggar perintah Allah dan Rsul
Nya, maka gugurlah ketaatanmu kepada Nya”.
12
penggantinya kelak. Mereka berjumlah enam orang yaitu Ali Utsman Sa’ad bin
Abi Waqos, Abdurrahman Bin Auf, Zubair bin Awam dan Tholhah bin
Ubaidillah. Mekanisme pemilihan kholifah ditentukan sebagai berikut
a.Yang berhak menjadi kholifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur
dengan suara terbanyak.
b.Apabila suara terbagi secara berimbang, Abdullah bin Umar yang berhak
menentukannya.
c.Apabila campur tangan Abdullah bin Umar tidak diterima, calon yang
dipilih oleh Abdurrahman bin Auf harus diangkat menjadi kholifah. Kalau masih
ada yang menentangnya, penentang tersebut hendaklah di bunuh.
Hasilnya adalah muncul dua kandidat kholifah yaitu Utsman dan Ali.
Ketika diadakan penjajakan suara diluar sidang formatur, terjadi silang pemilihan
yakni Ali dipilih oleh Utsman, dan Utsman dipilih oleh Ali. Selanjutnya
Abdurrahman bermusyawaroh dengan masyarakat dan sejumlah pembesar diluar
anggota dewan formatur. Ternyata, suara di masyarakat terpecah menjadi dua,
yaitu kubu Bani Hasyim yang mendukung Ali dan kubu Bani Umayyah yang
mendukung Utsman. Maka terpilihlah Utsman sebagai kholifah, karena Utsman
lebih tua dari pada Ali dan ia lebih tegas serta bijaksana dari Ali.
13
terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia diba’iat menjadi
kholifah.
2.3 Beberapa konflik sosial pada masa Khulafaur Rosyidin dan munculnya
sekte-sekte dalam Islam
Perang Jamal
Setelah Ali bin Abu Thalib dibai’at, Thalhah dan Azzubeir meminta ijin
kepadanya untuk pergi ke Makkah. Ali pun menginjinkan mereka. Mereka
kemudian bertemu dengan Ummul Mukminin Aisyah disana. Saat itu Aisyah
sudah mendengar kabar bahwa Utsman terbunuh. Maka, mereka semua
berkumpul di Makkah, hendak menuntut balas atas terbunuhnya Utsman.
Tidak lama kemudian, Ya’la bin Munyah dari Bashrah dan Abdullah bin Amir
dari Kuffah datang ke Makkah. Mereka semua berkumpul di Makkah juga untuk
menuntut balas atas terbunuhnya Utsman. Mereka lalu keluar dari Makkah diikuti
oleh orang-orang di belakang mereka, pergi menuju ke Bashrah hendak mencarai
pembunuh Utsman. Semua itu mereka lakukan karena mereka memandang bahwa
mereka telah lalai dalam menjaga Utsman. Ketika itu, Ali berada di Madinah,
sementara Utsman bin Hunaif adalah gubernur Basharah yang diangakat oleh Ali
bin Abu Thalib.
14
Ali kemudian keluar dari Madinah, bergerak menuju Kufah. Ini terjadi setelah
ia mendengar kabar bahwa telah terjadi peperangan antara Utsman bin Hunaif,
gubernur tunjukan Ali untuk Bashrah, dengan Thalhah, Azzubeir, dan Aisyah,
serta orang-orang yang bersama mereka. Ali keluar setelah menyiapkan pasukan
yang berjumlah 10.000 orang untuk menyerang Thalhah dan Azzubeir. Disini kita
melihat secara jelas bahwa Ali bin Abu Thaliblah yang keluar mendatangi mereka
(Thalhah,Azzubeir, dan Aisyah), bukan mereka yang keluar menuju Ali. Mereka
juga tidak bermaksud memerangi Ali sebagaimana yang diklaim oleh sebagian
kelompok dan orang-orang yang terpengaruh oleh isapan jempol terkait
peperangan ini. Jikalau mereka ingin memberontak terhadap Ali, tentunya mereka
akan langsung pergi menuju ke Madinah, bukan ke Bashrah.
Ali mengirimkan Almiqdad bin Alaswad dan Alqa’qa bin Amr untuk
berunding dengan Thalhah dan Azzubeir. Pihak Almiqdad dan Alqa’qa sepakat
dengan pihak Thalhah dan Azzubeir untuk tidak berperang. Masing-masing pihak
menjelaskan sudut pandang mereka.
15
ini bisa ditunda sampai keadaan stabil. Jadi, mereka sepakat untuk mengqishash
para pembunuh Utsman. Adapun yang mereka perselisihkan adlah waktu untuk
merealisasikan hal tersebut.
Setelah kesepakatan itu, dua pasukan pun bisa tidur dengan tenang,
sedangkan para pengikut Abdullah bin Saba – mereka para pembunuh Utsman –
terjaga dan melewati malam yang buruk, karena akhirnya kaum Muslimin sepakat
untuk tidak saling berperang. Demikianlah keadaan yang disebutkan oleh para
sejarawan yang mencatat peperangan ini, seperti Athabari,2 Ibnu Katsir,3 Ibnu
Atsir,4 Ibnu Hazm,5 dan yang lainnya Ketika itu para pengikut Abdullah bin Saba
sepakat akan melakukan apa pun agar kesepakatan tersebut dibatalkan. Menjelang
waktu subuh, ketika orang-orang sedang terlelap, sekelompok orang dari mereka
menyerang pasukan Thalhah dan Azzubeir, lalu membunuh beberapa orang
diantara pasukan mereka. Setelah itu, mereka melarikan diri. Pasukan Thalhah
mengira bahwa pasukan Ali telah mengkhianati mereka. Pagi harinya, mereka
menyerang pasukan Ali. Melihat hal itu, pasukan Ali mengira bahwa pasukan
Thalhah dan Azzubeir telah berkhianat. Serang-menyerang antara kedua pasukan
ini pun berlangsung sampai tengah hari. Selanjutnya, perang pun berkecamuk
dengan heabatnya.
16
Dalam peperangan ini, Ali disertai 10.000 personil pasukan, sementara
Pasukan Jamal (berunta) berjumlah 5.000 – 6.000 prajurit. Bendera Ali dipegang
oleh Muhammmad bin Ali bin Abu Thalib, sementara bendera Pasukan Jamal
dipegang oleh Abdullah bin Azzubeir. Pada perang ini banyak sekali kaum
muslimin yang tewas terbunuh. Inilah fitnah yang kita berharap kepada Allah
agara menyelamatkan pedang-pedang kita darinya. Kita memohon kepada Allah
agar meridhai dan memberi ampunan kepada mereka (kaum Muslimin yang iktu
dalam perang ini).
17
walaupun sebenarnya tidak ada pihak yang menang. Justru, Islam dan kaum
Muslimin memperoleh kerugian dalam perang ini.
Pasca Perang Jamal, Ali berjalan di antara para korban yang tewas, lalu
menemukan mayat Thalhah bin Ubaidillah. Setelah mendudukannya dan
mengusap debu dari wajahnya, Ali berkata: “Wahai Abu Muhammad, alangkah
berat perasaan ini melihatmu meninggal tergeletak di atas tanah di bawah bintang-
bintang langit.” Ia pun kemudian menangis seraya berkata: “Aduhai, seandainya
aku mati dua puluh tahun silam sebelum peristiwa ini.10 Setelah itu, Ali melihat
mayat Muhammad bin Thalhah (yaitu anak dari Thalhah), lalu ia menangis lagi.
Muhammad bin Thalhah adalah orang yang dijuluki dengan Assajjad (orang yang
banyak sujud) karena dia banyak beribadah. Seluruh Sahabat yang mengikuti
perang ini, tanpa terkecuali, menyesali apa yang telah terjadi.
Ibnu Jurmuz menemui Ali sambil membawa pedang milik Azzubeir, lalu
berkata: “Aku telah membunuh Azzubeir, aku telah membunuh Azzubeir.”
Mendengar hal itu, Ali berkata: “Pedang ini telah begitu lama menghilangkan
duka dan kesusahan Rasulullah. Berikanlah berita gembira kepada orang yang
telah membunuh Ibnu Shafiyyah (yaitu Azzubeir) bahwa ia akan masuk Neraka.”
Setelah itu Ali tidak mengijinkan Ibnu Jurmuz untuk menemuinya.11 Pasca
Perang Jamal, Ali menemui Ummul Mukminin Aisyah, kemudian
mengantarkannya pulang ke Madinah dengan penuh kemuliaan dan kehormatan.
Sebab, dahulu Nabi pernah memerintahkan kepada Ali agar memuliakan dan
menghormati Aisyah. Diriwayatkan dari Ali; dia berkata bahwasanya Rasulullah
bersabda kepadanya: “Akan terjadi suatu masalah antara kau dan Aisyah.” Ali
berkata: “Wahai Rasulullah, kalau begitu, tentu aku akan menjadi orang yang
paling celaka.” Rasulullah berkata: “Tidak demikian adanya, tapi jika itu terjadi,
maka kembalikanlah dia (Aisyah) ke tempatnya yang aman.”12 Maka Ali pun
melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Rasulullah kepadanya.
18
Ali meninjau masalah ini dari segi maslahat dan mafsadatnya, dan ia
melihat bahwa yang maslahat adalah menunda qishash, tapi bukan
meninggalkannya sama sekali. Inilah yang menjadi alasan ditundanya qishash.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Nabi pada peristiwa ifki, yaitu ketika
sebagian orang menggosipkan Aisyah telah selingkuh. Diantara mereka yang
masyhur menggosipkan Aisyah saat itu adalah: Hassan bin Tsabbit, Hammah binti
Jahsy, dan Misthah bin Utsatsah. Sementara yang menjadi penyulutnya adalah
Abdullah bin Ubay bin Salul. Ketika itu, Nabi naik ke atas mimbar, kemudian
bersabda: “Siapa yang membelaku terhadap seseorang yang menyakitiku dengan
menyakiti keluargaku?” Yang beliau maksud dengan orang itu adalah Abdullah
bin Ubay bin Salul. Maka, Sa’ad bin Mu’adz pun berdiri dan berkata: “Aku yang
akan membelamu, wahai Rasulullah! Apabila orang itu berasal dari kami, orang-
orang Aus, maka kami akan membunuhnya. Apabila orang itu berasal dari saudara
kami, orang-orang Khazraj, maka perintahkanlah pada kami untuk membunuhnya.
Sa’ad bin Ubadah kemudian berdiri dan membantah perkataan Sa’ad bin
Mu’adz. Setelah itu, Usaid bin Hudhair berdiri dan membantah perkataan Sa’ad
bin Ubadah. Nabi pun menenangkan mereka.13 Nabi tahu betul bahwa ini
merupakan masalah besar. Sebelum kedatangan nabi ke Madinah, suku Aus dan
Khazraj sepakat menjadikan Abdullah bin Ubay bin Salul sebagai pemimpin
mereka. Maka dari itu, orang ini mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
pandangan mereka. Dialah yang kembali bersama sepertiga pasukan pada saat
Perang Uhud. Dalam hal ini, Nabi tidak menghukum Abdullah bin Ubay bin
Salul. Mengapa demikian? Karena, maslahat. Menurut pandangan beliau,
menghukum Abdullah bin Ubay bin Salul ketika itu akan menimbulkan kerusakan
yang lebih besar daripada apabila beliau membiarkannya.
19
terjadi. Siapa yang berani menjamin bahwa mereka tidak akan membunuh Ali?
Bahkan, bila Ali mengqishashnya ketika itu, bisa dipastikan mereka akan
membunuhnya setelah itu.
Dinukil dari buku terjemahan yang berjudul “inilah faktanya” Meluruskan sejarah
umat islam sejak wafat nabi hingga terbunuhnya husein
Perang Shifin
Setelah Perang Jamal dan Ali dibaiat oleh mayoritas kaum Anshar dan
Muhajirin, Ali memindahkan kursi kekhalifahannya dari Madinah ke Kufa. Dari
Kufa, ia mengirim gubernur-gubernur baru yang menerima pemikirannya, untuk
mengambil alih fungsi administraif provinsi-provinsi yang memberontak. Akan
20
tetapi salah satu dari para gubernur itu menolak berbaiat kepadanya, ia dalah
gubernur Syam, Muawiyah ibn Abu Sofyan. Muawiyah merupakan politikus yang
sangat licin dan mempunyai ambisi besar. Perangainya yang lemah lembut dan
tidak segan-segan mengelurkan hartanya, membuatnya menjadi politikus yang
disegani dan memiliki banyak sekutu. Ketika Ali mengutus Jarir bin Abdullah
untuk menyerahkan surat kepada Muawiyah untuk berbaiat, Muawiyah tidak serta
merta menerimanya. Ia justru mengumpulkan Amr bin al-Ash dan tokoh-tokoh
negeri Syam untuk bermusyawarah.
21
bergerak menuju Eufrat dari arah Shiffin. Sementara di pihak lain, Ali bersama
pasukannya bergerak dari Nukhlailah menuju tanah Syam.
Kedua kubu saling berhadapan pada Juli 657 di tempat bernama Shiffin, di
hulu sungai Eufrat. Sesampainya di Shiffin kedua pasukan sempat saling berebut
sumber air, hingga menimbulkan konfrontasi kecil. Kemudian kedua pihak
sepakat berdamai dalam urusan air ini. Sehingga mereka saling berdesak-desakan
di sumber air itu, mereka tidak saling berbicara dan mengganggu. Ali berdiam
selama dua hari tanpa mengirim sepucuk surat pun kepada Muawiyah dan
Muawiyah pun juga melakukan hal yang sama. Kemudian Ali mengirim seorang
utusan kepada Muawiyah, namun kesepakatan belum juga tercapai. Muawiyah
tetap bersikeras menuntut darah pembunuh Utsman. Setelah terjadi kebuntuan
dalam negosiasi maka pertempuran antara keduanya pun tidak dapat dihindarkan.
Pada awalnya Ali mengajak Muawiyah untuk bertempur satu lawan satu, supaya
konflik di antara mereka segera usai. Sehingga siapa yang hidup ia adalah yang
menang dan menjadi khalifah. Namun, Muawiyah menolak ajakan itu, hanya Amr
yang mau.
22
Dalam pertempuran terakhir pada 28 Juli 657 M, pasukan Ali di bawah
pimpinan Malik al-Asytar hampir menang ketika Amr ibn al Ash dengan licik
melancarkan siasatnya. Ia memerintahkan pasukan Muawiyah untuk melekatkan
salinan al-Quran di ujung tombak dan mengangkatnya, sebuah tanda yang
diartikan pasukan Ali sebagai seruan untuk mengakhiri perang dan mengikuti
keputusan al-Quran.
Dimulainya Perundingan
Setelah perang berhenti, Ali mengutus Asy’ats ibnu Qaist untuk menemui
Muawiyah dan menanyakan tentang tujuan mengangkat al-Quran di atas kepala
tombak. Muawiyah menjawab bahwa maskudnya adalah agar perkara ini
dihukumkan saja menurut hukum Kitabullah. Apa yang diputuskan oleh kedua
orang yang diutus itu, maka kelak akan diterima. Asy’ats tidak melawan usulan
Muawiyah, dan kembali untuk menyampaikannya kepada Ali. Sebelum Ali
menyatakan pikirannya dengan tergesa-gesa banyak orang telah menjawab setuju.
Orang Syam yang mendengar itu lalu berkata bahwa utusan mereka adalah Amr
23
bin Ash. Lalu pengikut Ali (orang Irak) berkata, “Kami memilih Abu Musa al-
Asy’ari.” Ali yang mendengar pendapat kaumnya lalu berkata, “Jika telah kamu
bantah perintahku pada awal perkara ini, sekarang jangalah dibantah pula. Aku
tidak suka berwakil pada Abu Musa.” Abu Musa memang merupakan orang yang
dikenal saleh tapi ia tidak begitu loyal kepada Ali.
24
Hasil arbitrase itu telah menempatkan dirinya setara dengan Ali, yang
posisinya menjadi tidak lebih dari pemimpin yang diragukan otoritasnya.
Berdasarkan keputusan para arbitor, Ali dilengserkan dari jabatan kekhalifahan
yang sebenarnya, sementara Muawiyah dilengserkan dari jabatan kekhalifahan
fiktif yang ia klaim dan belum berani ia kemukakan di depan publik.
2.3.1 Syi’ah
Kaum Syi’ah adalah orang-orang yang mendukung Ali bin Abi Tholib. Ali
telah mempunyai banyak pendukung setelah wafatnya Rosulullah SAW.
Diantaranya Jabir ibnu Abdillah, Huzaifah ibnul Yaman, Salman al Farisi, Abu
Zar Al Ghifari, dll. Karena Nabi Muhammad wafat tanpa meninggalkan anak laki-
laki, maka yang paling dekat dengannya (menurut jalan pikiran Syi’ah) adalah
anak pamannya yaitu Ali bin Abi Tholib. Atas dasar itu orang-orang yang
merampas jabatan kholifah seperti Abu Bakar,Umar dan Utsman berarti
merampas jabatan dari orang yang berhak menerimanya.
Kaum Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib dipercayai oleh
penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :
1. Al-Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa Allah itu ada. Maha esa, tunggal,
tempat bergantung segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak
ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-
sifat Allah.
2. Al-‘Adl
25
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Ia tidak melakukan
perbuatan buruk karena Ia melarang keburukan. Allah mencela kedzaliman dan
orang yang berbuat dzalim.
3. Al-Nubuwwa
Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan
umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutus sejumlah nabi dan rasul
ke muka bumi untuk membimbing umat manusia.
4. Al-Imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia
sekaligus.Iamerupakanpengganti rasul dalam memelihara syari’at, melaksanakan
hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
5. Al-Ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya
sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.
2.3.2 Khawarij
26
Ali yang menerima tahkim dalam upaya penyelesaian persilisihan dan konfliknya
dengan Mu’awiyah bin Abi Sofyan, gubernnur Syam, pada waktu Perang Siffin.
Mereka beralasan bahwa tahkim merupakan penyelesaian masalah yang tidak
didasarkan pada ajaran Al-Quran, tapi ditentukan oleh manusia sendiri. Dan orang
yang tidak memutuskan hukum dengan al-Qur’an adalah kafir.Dengan demikian,
orang yang melakukan tahkim dan merimanya adalah kafir.
Atas dasar ini, golongan yang semula mendukung Ali selanjutnya berbalik
menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya
yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash. Untuk
itu mereka berusaha keras agar dapat membunuh keempat tokoh ini, dan menurut
fakta sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh ditangan mereka. Orang yang
membunuh Ali ialah Ibnu Muljam dengan cara di tusuk dengan pedang.
1. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam (yang
paling tegas)
2.Khalifah tidak harus berasal dari Keturunan Arab. Dengan demikian setiap
orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
3.Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan
kedzaliman.
4. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, umar, Utsman) adalah sah, tetapi setelah
tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman dianggap telah menyeleweng.
6.Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
27
8.Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh.
Yang sangat anarkis lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat
menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap
kafir.
9.Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila
tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara
musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam
(negara islam).
11. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan
orang yang jahat harus masuk neraka).
13. Orang yang meninggalkan haji adalah kafir, karena meninggalkan haji adalah
dosa.
2.3.3 Murji’ah
28
Pergunjingan itu kemudian melahirkan fitnah dan berakhir dengan terbunuhnya
Utsman. Di saat seperti itu, sekelompok sahabat memilih bersikap diam dan
menahan diri agar tidak mencampuri fitnah yang menimbulkan kekacauan luar
biasa di kalangan umat islam.
2.Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumi kafir. Muslim tersebut
tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadat.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa kekuasaan Khulafaur rasyidin yang dimulai sejak Abu Bakar Ash-
Shiddiq hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekhalifahan islam yang
berhasil dalam mengembangkan wilayah islam lebih luas. Nabi Muhammad yang
telah meletakkan dasar agama islam di Arab,setelah beliau wafat,gagasan dan ide-
idenya diteruskan oleh para khulafaur rasyidin. Pengembangan agama islam yang
dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin dalam waktu yang relatif singkat telah
membuahkan hasil yang gemilang-gemilang. Dari hanya wilayah Arabia, ekspansi
kekuasaan islam menembus ke luarpersia.
3.2 Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
Ja’farian, Rasul. 2003. Sejarah Islam: sejak wafat Nabu SAW hingga runtuhnya
Dinasti Bani Umayyah. Jakarta: Lentera.
31