PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara hukum, hal ini tentunya telah kita ketahui
karena dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 khususnya Pasal 1 ayat (3) dinyatakan “Negara Indonesia adalah
negara hukum”. Sebagai negara hukum segala aspek kehidupan bangsa
Indonesia diatur oleh hukum termasuk dalam hubungan industrial yang
menyangkut tenaga kerja, yaitu hukum ketenagakerjaan. Di Indonesia
pengaturan tentang ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengaturan ini ada demi
terpenuhinya hak para tenaga kerja agar tidak terjadi eksploitasi dan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia dalam hal tenaga kerja.1
Hukum ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo diartikan sebagai
himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan
dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah. Menurut Molenaar, hukum ketenagakerjaan (arbiedsrecht)
adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur
hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dengan
tenaga kerja, dan antara tenaga kerja dengan pengusaha, dan menurut N. E.
H. Van Esveld, hukum ketenagakerjaan (arbiedsrecht) tidak hanya meliputi
hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi
meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan
pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri.2
1
Ahmad Solihin, Hukum Ketenagakerjaan. [online]. Tersedia:
http://akhsoname.blogspot.co.id/2015/09/hukum-ketenagakerjaan.html. Diakses: 24-4-
2017
2
Sudarsono, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 219
1
Dalam ketenagakerjaan di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 dalam bab 1 Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa,
ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada saat waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Dalam hal ini,
sesuai dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dari Tenaga Kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.3
Hal itu dapat kita lihat bahwa, untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat faktor tenaga kerja harus diperhatikan. Mulai dari pembinaan,
pengarahan, dan perlindungan tenaga kerja. Semata-mata untuk
menciptakan proses pembangunan dan kesejahteraan.4 Ditambah dengan
jumlah penduduk yang sangat besar, itu merupakan salah satu modal yang
sangat penting, karena kesenjangan antara jumlah penduduk yang terus
meningkat tanpa diikuti pertambahan lapangan pekerjaan akan menjadi
pemicu menjamurnya pengangguran dan kurang tersedianya tenaga kerja
yang terampil dan berpengalaman, dan itu merupakan salah satu masalah
pokok yang harus dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti halnya
Indonesia.5
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja bertujuan untuk
menghapus sistem perbudakan dan menjaga agar para tenaga kerja lebih
dimanusiakan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup tenaga
kerja dan hidup layak sebagai manusia, seperti dalam pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
3
Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008),
hlm. 5
4
Fadhlil Wafi, Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Tidak
Tetap. [online]. Tersedia: eprints.ums.ac.id/33283/3/2.%20BAB%20I.pdf. Diakses: 24-4-
2017.
5
Ghufron Wicaksono, Makalah Outsourcing atau Hukum Ketenagakerjaan. [online].
Tersedia: http://mahasiswahukumbicara.blogspot.co.id/2015/11/makalah-outsourcing-
hukum.html. Diakses: 24-4-2017.
2
menyatakan “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan”. Untuk menjalankan proses dari
perlindungan terhadap tenaga kerja itu memerlukan beberapa perencanaan
dan pelaksanaan secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.6
Selain itu, perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak-hak dasar tenaga kerja. Menjamin kesamaan
kesempatan dan perlakuan tanpa diskriminasi atas apapun. Dalam
rangka untuk mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan
kepentingan pengusaha.7
B. Identifikasi Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
6
Fadhlil Wafi, loc. cit.
7
Ibid.
3
A. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
4
selama, dan sesudah masa kerja” (Pasal 1 huruf f Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003).
Di samping istilah di atas, masih terdapat istilah tenaga kerja yang
mengandung pengertian lebih luas lagi, meliputi pejabat negara,
pegawai negeri sipil atau militer, pengusaha, buruh, swapekerja,
pengangguran dan lain-lain. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, istilah tenaga kerja
mengandung pengertian yang bersifat umum, yaitu setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Pengertian ini belum jelas menunjukkan status hubungan kerjanya.
Secara khusus pengertian buruh/pegawai adalah:
1) Bekerja pada atau untuk majikan/perusahaan
2) Imbalan kerjanya dibayar oleh majikan/pengusaha
3) Secara resmi terang-terangan dan kontinu mengadakan hubungan
kerja dengan majikan/perusahaan, baik untuk waktu tertentu maupun
untuk jangka waktu tidak tertentu lamanya.
5
pekerja sudah pasti tenaga kerja tetapi setiap tenaga kerja belum tentu
pekerja.8
Pengertian pengusaha baik berdasarkan Jamsostek maupun Undang-
Undang Ketenagakerjaan adalah:
1) Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri.
2) Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya.
3) Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan.
8
Prayudha Akbar, Hukum Ketenagakerjaan. [online]. Tersedia:
https://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/hukum-
ketenagakerjaan.html. Diakses: 25-4-2017
9
Sudarsono, loc. cit.
6
di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung
bersangkut paut dengan hukum kerja itu.
7
Setiap pengusaha atau pengurus perusahaan wajib melaporkan
secara tertulis setiap ada atau akan ada lowongan pekerjaan
kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk, yang memuat:
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
Jenis pekerjaan dan syarat-syarat jabatan yang digolongkan
Jenis kelamin
Usia
Pendidikan, keterampilan, keahlian, atau pengalaman.
Syarat-syarat lain yang dipandang perlu.
c. Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 1970 Tentang Pengerahan
Tenaga Kerja
Pengerahan tenaga kerja dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja dari suatu daerah atau dari luar negeri
dengan memindahkannya dari daerah yang kelebihan tenaga
kerja. Pengerahan dilarang bila tidak ada izin dari menteri atau
pejabat yang ditunjuk. Izin pengerahan tenaga kerja ini antara
lain memuat:
Jumlah tenaga kerja yang dikerahkan
Cara pengerahannya
Tempat penampungannya
Biaya pengerahan dan penampungannya
Perjanjian kerja yang berisi tentang: upah, cuti, jam
kerja/lembur, perumahan, tunjangan-tunjangan, dll.
d. Latihan Kerja
Tugas, wewenang, dan tanggung jawab penyelenggaraan latihan
kerja diatur di dalam Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1972
dan Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1974
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja adalah
melalui latihan keja baik yang diselenggarakan pemerintah
8
maupun swasta. Dengan latihan kerja dimaksudkan untuk
menyiapkan tenaga kerja dengan memberikan serta
meningkatkan keterampilan dan keahlian guna membentuk sikap
kerja, mutu kerja, dan produktivitas kerja.
e. Dalam GBHN bahwa perluasan dan pemerataan tenaga kerja,
peningkatan mutu, dan perlindungan tenaga kerja adalah
kebijaksanaan yang menyeluruh disemua sektor, sasaran utama
meningkatkan perluasan tenaga kerja, diarahkan pada usaha
penanggulangan-penanggulangan. Pengangguran sebagi akibat
tingkat pertumbuhan tenaga kerja cukup tinggi dibandingkan
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih belum
seimbang atas dasar masalah penanganan tenaga kerja dititik
beratkan pada upaya penempatan tenaga kerja melalui jalur-jalur
kesempatan kerja sebagai berikut:
Pendaftaran pengangguran
Bursa tenaga kerja
AKAD (Antar Kerja Antar Daerah)
AKAN (Antar Kerja Antar Negara)
9
musyawarah dan mufakat.11 Melalui langkah inilah semua pihak
dapat dilindungi secara adil agar tercapai ketenangan kerja dan
kelangsungan berusaha. Mengenai hubungan kerja diatur dalam :12
a. Undang-Undang Ketenagakerjaan
b. Undang-Undang Keselamatan Kerja
c. Undang-Undang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan
d. Undang-Undang Jaminan social
e. Undang-Undang Serikat Pekerja
f. Peraturan Pemerintah Tentang Perlindungan Upah
g. Peraturan Menteri Tentang Cara Membuat Perjanjian Kerja
Bersama
h. Peraturan Menteri Tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu
i. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Tentang Upah
10
b. Tenaga kerja yang bersangkutan mengalami cacat total/tetap
menurut keterangan dokter yang ditunjuk oleh perusahaan
(dokter perusahaan)
c. Dalam hal tenaga kerja tersebut meninggal dunia sebelum usia
55 tahun, maka tabungan hari tua itu dibayarkan kepada ahli
warisnya.
11
a. Apabila pada waktu mengajukan permintaan jaminan pensiun
tersebut ternyata terdapat suatu pemalsuan, baik pemalsuan
surat-surat maupun pemalsuan orangnya
b. Apabila penerima jaminan pensiun tenaga kerja dengan seizin
pemerintah menjadi anggota tentara atau tenaga kerja suatu
negara asing
c. Apabila penerima jaminan pensiun tenaga kerja tersebut janda
atau duda berdasarkan Keputusan Pejabat Pemerintah atau badan
yang berwenang dinyatakan salah melakuakan tindakan atau
terlibat dalam suatu gerakan yang menentang pemerintah.
14
Nita Nurrachmawati, Makalah Ketenagakerjaan dan Perburuhan. [online]. Tersedia:
http://www.anekamakalah.com/2012/06/makalah-ketenagakerjaan-dan-
perburuhan.html. Diakses: 26-4-2017
15
Opick Mohammed, Hukum Ketenagakerjaan. [online]. Tersedia:
http://opickmohammed.blogspot.co.id/2013/04/hukum-ketenagakerjaan.html. Diakses:
26-4-2017
12
2) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah.
3) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan dan,
4) Meningkatkan ksesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
16
Ahmad Solihin, loc. cit.
17
Supriadi, Sifat, Asas, Tujuan dan Fungsi Hukum Ketenagakerjaan. [online]. Tersedia:
http://adhyepanrita.blogspot.co.id/2012/11/sifat-asas-tujuan-dan-fungsi-hukum.html.
Diakses: 1-5-2017
13
b. Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan
daerah (Pasal 3 UU. No. 13/2003)
18
Suparno Ngn, Makalah Hukum Ketenagakerjaan. [online]. Tersedia:
http://pusatartikelterpercaya.blogspot.co.id/2015/03/makalah-hukum-ketenagakerjaan-
bab-i.html. Diakses: 29-4-2017
14
h. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja.
2) Peraturan Lain
a. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun
2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
8 Tahun 2005 Tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi
Lembaga Kerjasama Tripartit.
Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Kelima Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
b. Peraturan Presiden
Keppres Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan
Pengupahan
Keppres Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Tunjangan Jabatan
Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan, Perantara Hubungan
Industrial dan Pengantar Kerja
Kepres Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Badan Koordinasi
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia.
Keppres Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan
Konvensi ILO Nomor 87 Mengenai Kebebasan Berserikat
dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi.
15
Keppres Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Warga Negara Asing Pendatang.
c. Instruksi Presiden
d. Keputusan Menteri
Kepmenakertrans Nomor KEP.355/MEN/X/2009 Tentang
Tata Kerja Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit Nasional
Kepmenakertrans Nomor KEP.113/MEN/IV/2009 Tentang
Pembentukan Tim Teknis Pengelolaan dan Pengembangan
Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja di Luar Negeri TA. 2009
Kepmenakertrans Nomor KEP.49/MEN/2004 Tentang
Ketentuan Struktur dan Skala Upah
Kepmenakertrans Nomor KEP.250/MEN/XII/2008 Tentang
Klasifikasi dan Karakteristik Data Dari Jenis Informasi
Ketenagakerjaan
Kepmennakertrans Nomor KEP.268/MEN/XII/2008 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Nasional Tahun 2009
Kepmenakertrans Nomor KEP. 201/MEN/IX/2008 Tentang
Penunjukan Pejabat Penerbitan Persetujuan Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Untuk Kepentingan
Perusahaan Sendiri.
Kepmenakertrans Nomor KEP.14/MEN/I/2005 Tentang Tim
Pencegahan Pemberangkatan TKI Non Prosedural dan
Pelayanan dan Pelayanan Pemulangan TKI
16
Kepmenakertrans Nomor KEP.11/MEN/I/2005 Tentang
Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Akreditas
Lembaga Pelatihan Kerja
Kepmenakertrans Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 Tentang
Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
Kepmenakertrans Nomor KEP.101/MEN/VI/2004 Tentang
Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.
e. Peraturan Menteri
Permenakertrans Nomor PER-23/MEN/IX/2009 Tentang
Pendidikan dan Pelatihan Kerja Bagi Calon Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri.
Permenakertrans Nomor PER-18/MEN/VIII/2009 Tentang
Bentuk, Persyaratan, dan Tata Cara Memperoleh Kartu
Tenaga Kerja Luar Negeri
Permenakertrans Nomor PER-17/MEN/VIII/2009 Tentang
Penyelenggaraan Pembekalan Akhir Pemberangkatan Tenaga
Kerja Indonesia ke Luar Negeri
Permenakertrans Nomor 10/MEN/V/2009 Tentang Tata Cara
Pemberian, Perpanjangan dan Pencabutan Surat Izin
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Permenakertrans Nomor PER-05/MEN/III/2009 Tentang
Pelaksanaan Penyiapan Calon TKI Untuk Bekerja di Luar
Negeri.
Permenakertrans Nomor PER.31/MEN/XII/2008 Tentang
Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Melalui Perundingan Bipartit
17
Permenakertrans Nomor PER.25/MEN/XII/2008 Tentang
Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan
dan Penyakit Akibat Kerja
Permenakertrans Nomor PER.23/MEN/XII/2008 Tentang
Asuransi Tenaga Kerja Indonesia
Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang
Penempatan Tenaga Kerja
Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang
Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Peraturan Menteri Nomor PER.18/MEN/IX/2007 Tentang
Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar
Negeri.
Peraturan Menteri Nomor PER.17/MEN/VI/2007 Tentang
Tata Cara Perizinan dan Pendaftaran Lembaga Pelatihan
Kerja.
Peraturan Menteri Nomor PER.12/MEN/VI/2007 Tentang
Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan Pembayaran Iuran,
Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jamsostek.
3) Kebiasaan
Kebiasaan dalam hal ini adalah kebiasaan yang terjadi antara
pekerja dan pemberi kerja yang dilakukan berulang-ulang dan
diterima masyarakat (para pihak baik pekerja maupun pemberi
kerja), contoh: perekrutan pegawai tanpa pelatihan terstruktur (usaha
kecil dan menengah).
4) Yurisprudensi
18
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial maka
putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap akan menjadi dasar hukum bagi hakim untuk
memutus perkara serupa.
5) Traktat/perjanjian
19
pekerja atau buruh adalah setiap orang yang mendapatkan imbalan
atau upah dalam bentuk lain (pasal 1 ayat (3)).
20
Ibid.
20
Tujuan keluar yaitu meningkatkan kesejahteraan buruh dan
keluarga
Tujuan kedalam yaitu memberikan perlindungan pada buruh
dan keluraga
2) Fungsi serikat kerja/federasi serikat kerja atau konfederasi
serikat kerja:
Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian bersama
Sebagi wakil pekerja atau buruh dalam bidang
ketenagakerjaan
Sebagai penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kewajiban anggota
Sebagai penanggungjawab pemogokan
Sebagai wakil pekerja buruh dalam kepemilikan saham
diperusahaan.
c. Pengusaha21
Dalam pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
menjelaskan pengertian pengusaha adalah:
1) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
2) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya
3) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada
di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana di maksud dalam
huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia
d. Organisasi Pengusaha22
1) KADIN
21
Nita Nurrachmawati, loc. cit.
22
Ahmad Solihin, loc. cit.
21
Untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam
kegiatan pembangunan, maka pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 49 Tahun 1973 maka membentuk Kamar
Dagang dan Industri (KADIN). KADIN adalah wadah bagi
pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang perekonomian.
2) APINDO
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) adalah organisasi
pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan
dengan ketenagakerjaan dan juga merupakan suatu wadah
kesatuan para pengusaha yang ikut serta untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial dalam dunia usaha melalui kerjasama yang
terpadu dan serasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
APINDO lahir didasari atas peran dan tanggung jawabnya dalam
pembangunan nasional dalam rangka turut serta mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur, maka pengusaha Indonesia
harus ikut serta secara aktif mengembangkan peranannya sebagai
kekuatan sosial dan ekonomi.
e. Lembaga Kerjasama23
1) Bipartit
Kerjasama yang hanya dilakukan oleh pengusaha dan pekerja
2) Tripartit
Kerjasama antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Bila
terjadi masalah di dalam hubungan bipartit tidak dapat
diselesaikan secara bipartied maka dapat diselesaikan secara
tripartied.
Unsur-unsur tripartit:
Komunikasi
Konsultasi
23
Ibid.
22
Musyawarah
Jenis-jenis tripartit:
Tripartit Nasional
Tripartit Provinsi
Tripartit Kabupaten
Tripartit Kodya
Tripartit Sektoral
24
Nita Nurrachmawati, loc. cit.
25
Ahmad Solihin, loc. cit
23
2) Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal
hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-
luasnya guna membuat undang-undang dan peraturan
perburuhan lainnya.
3) Menjalankan pekerjaan lainnya yang diserahkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
1. Upah
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
pada bab 10 mengatur tentang Pengupahan. Upah adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,
atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang
telah atau akan dilakukan (Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).26 Menurut Pasal 88 ayat (1)
Undang-Undang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh meliputi:27
a. upah minimum
b. upah kerja lembur
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan
26
Suparno Ngn, loc. cit.
27
Sofie Widyana, Pengupahan Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. [online].
Tersedia: http://www.hukumtenagakerja.com/pengupahan/pengupahan-dalam-undang-
undang-ketenagakerjaan/. Diakses: 29-4-2017
24
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
f. bentuk dan cara pembayaran upah
g. denda dan potongan upah
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional
j. upah untuk pembayaran pesangon
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
25
Yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang
diterima secara rutin oleh para pekerja.
2) Upah Riil
Adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja
jika ditukarkan dengan barang dan jasa, yang diukur berdasarkan
banyaknya barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran
tersebut.
1.1. Larangan30
Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 89 Undang-Undang
Ketenagakerjaan. Dalam hal pengusaha yang tidak mampu membayar
upah minimum yang telah ditentukan tersebut, dapat dilakukan
penangguhan yang tata cara penangguhannya diatur dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah
Minimum.
Kemudian, pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas
kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan
pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Jika kesepakatan tersebut lebih rendah atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, maka kesepakatan tersebut batal
demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
26
kompetensi. Peninjauan upah secara berkala tersebut dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Ketentuan
mengenai struktur dan skala upah diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
KEP.49/MEN/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.
27
f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan
tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan
sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari
pengusaha;
2. Perjanjian Kerja
Dalam dunia kerja, sebelum terjadi hubungan kerja antara Pengusaha
dan Pekerja, dibuat suatu perjanjian yang merupakan dasar kesepakatan
untuk memenuhi hak dan kewajiban antara masing-masing pihak
(Pengusaha dan Pekerja). Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian
dimana pihak yang satu yaitu buruh mengikatkan dirinya untuk bekerja
pada pihaklainnya yaitu majikan untuk selama waktu tertentu dengan
menerima upah (pasal 1601 KUHPerdata), adapun menurut Pasal 1
angka 14 UU Nomor 13 Tahun 2003, perjanjian kerja adalah perjanjian
antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.34
Dari pengertian/perumusan di atas oleh Sendjum H. Manulang
dijabarkan sebagai berikut:35
a. Perjanjian antara seorang pekerja (buruh) dengan pengusaha untuk
melakukan pekerjaan.
34
Opick Mohammed, loc. cit.
35
Ahmad Solihin, loc. cit.
28
b. Dalam melakukan pekerjaan itu pekerja harus tunduk dan berada di
bawah perintah penguasa/pemberi kuasa
c. Sebagai imbalan dari pekerjaan yang dilakukan, pekerja berhak atas
upah yang wajib dibayar oleh penguasa/pemberi kerja.
36
Ibid.
37
Opick Mohammed, loc. cit.
29
d. Mengurus perawatan/pengobatan pekerja
e. Memberikan surat keterangan
38
Ibid.
30
pekerja. Surat penangkatan tersebut sekurang-kurangnya berisi
informasi tentang:39
1) nama dan alamat pekerja
2) tanggal pekerja mulai bekerja
3) tipe pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja
4) jumlah upah yang menjadi hak pekerja.
Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Than
2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya
memuat:40
1) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2) nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
3) jabatan atau jenis pekerjaan;
4) tempat pekerjaan dilakukan;
5) besarnya upah dan cara pembayarannya;
6) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
7) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
9) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
39
Alsha Alexandra, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu. [online]. Tersedia:
http://www.hukumtenagakerja.com/perjanjian-kerja/perjanjian-kerja-waktu-tidak-
tertentu/. Diakses: 30-4-2017
40
Ibid.
41
Maria Amanda, Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu. [online]. Tersedia:
http://www.hukumtenagakerja.com/perjanjian-kerja/perjanjian-kerja-untuk-waktu-
tertentu/. Diakses: 30-4-2017
31
Dalam Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa
perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu
atau selesainya satu pekerjaan tertentu. Berdasarkan Pasal 1 angka 1
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans
100/2004”), pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”)
adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk
pekerjaan tertentu.
32
hanya dapat dilakukan untuk satu pekerjaan pada musim
tertentu; atau
33
2) Pekerja buruh meninggal dunia
3) Adanya putusan pengadilan yang menyatakan buruh melakukan
tindak pidana
44
Maria Amanda, Berakhirnya Perjanjian Kerja. [online]. Tersedia:
http://www.hukumtenagakerja.com/perjanjian-kerja/berakhirnya-perjanjian-kerja/.
Diakses: 30-4-2017
34
yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Berdasarkan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa
apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum
berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu
tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri
hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja. Hal ini merupakan asas fairness (keadilan) yang
berlaku baik pengusaha maupun pekerja agar kedua saling mematuhi
dan melaksanakan perjanjian kerja yang telah dibuat dan ditandatangani.
35
c. mengatur hubungan antara pengusaha atau organisasi pengusaha
dengan organisasi pekerja/serikat pekerja.
Pasal 22 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 16/2011”) mengatur bahwa
PKB paling sedikit memuat:47
1) nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;
2) nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
3) nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupaten/kota;
4) hak dan kewajiban pengusaha;
5) hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
6) jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan
7) tanda tangan para pihak pembuat PKB.
PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pasal 124 ayat (3) UU No. 13/2003 mengatur
bahwa apabila isi PKB bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal
demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan.48
Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang
berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Apabila perusahaan memiliki cabang maka dibuat PKB induk yang
berlaku di semua cabang perusahaan atau dapat dibuat PKB turunan
yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan. PKB induk memuat
ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan
47
Dianyndra Hardy, loc. cit.
48
Ibid.
36
dan PKB turunan memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan
dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing. Dalam hal PKB
induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki adanya PKB
turunan di cabang perusahaan, maka selama PKB turunan belum
disepakati tetap berlaku PKB induk.49
Masa berlaku dari PKB yaitu:50
1) Masa berlakunya paling lama 2 (dua) tahun.
2) Dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan
kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat
buruh.
3) Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat
3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku.
4) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka PKB yang
sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.
37
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha.
38
10) melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang
diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
4. Hubungan Industrial
Pengertian hubungan industrial berdasarkan Pasal 1 angka 16
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”) adalah suatu sistem hubungan yang berbentuk antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari
unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang berdasarkan pada
39
nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.52
52
Maria Amanda, Bentuk-Bentuk Sarana Hubungan Industrial. [online]. Tersedia:
http://www.hukumtenagakerja.com/perselisihan-hubungan-industrial/bentuk-bentuk-
sarana-hubungan-industrial/. Diakses: 1-5-2017
53
Ibid.
40
Industrial (“UU PHI”). Yang dimaksud dengan perselisihan hubungan
industrial adalah perbedaaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan.54
Berdasarkan Pasal 2 UU PHI, jenis-jenis perselisihan hubungan
industrial meliputi:55
1) Perselisihan hak
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak
dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau
penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama.
Contohnya; (i) dalam Peraturan Perusahaan (“PP”), Perjanjian Kerja
Bersama (“PKB”), dan perjanjian kerja; (ii) ada kesepakatan yang
tidak dilaksanakan; dan (iii) ada ketentuan normatif tidak
dilaksanakan.
2) Perselisihan Kepentingan
Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam
hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang diterapkan
dalam perjanjian kerja, atau PP, atau PKB. Contohnya: kenaikan
upah, transport, uang makan, premi, dan lain-lain.
3) Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
54
Sofie Widyana, Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial. [online]. Tersedia:
http://www.hukumtenagakerja.com/perselisihan-hubungan-industrial/jenis-jenis-
perselisihan-hubungan-industrial/. Diakses: 1-5-2017
55
Ibid.
41
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang
timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Contohnya; ketidaksepakatan alasan PHK dan perbedaan hitungan
pesangon.
4) Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu
perusahaan
Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah perselisihan
antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat
buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya
persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan
kewajiban keserikatan pekerjaan.
1) Perundingan Bipartit56
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/serikat
pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial. Penyelesaian dilakukan secara negosiasi;
penyelesaian sengketa oleh para pihak tanpa melibatkan pihak lain
dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerjasama
yang harmonis dan kreatif.
2) Mediasi57
Jika ternyata penyelesaian perselisihan hubungan industrial tidak
dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit, maka tahap yang
dipakai untuk menyelesaikan perselisihan adalah penyelesaian
melalui tripartit yaitu secara mediasi. Upaya penyelesaian
56
Opick Mohammed, loc. cit.
57
Raymond Hutagaol, Mediasi Hubungan Industrial. [online]. Tersedia:
http://www.hukumtenagakerja.com/perselisihan-hubungan-industrial/mediasi-hubungan-
industrial/. Diakses: 1-5-2017
42
perselisihan hubungan industrial melalui cara mediasi bersifat wajib
(mandatory).
Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
mediator yang netral. Mediator adalah pegawai instansi pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi
syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk
bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban
memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih
untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Bila diperbandingkan antara cara penyelesaian perselisihan
bipatrit dengan mediasi, yang membedakan adalah masuknya pihak
luar selain para pihak yang berselisih. Dalam bipatrit perundingan
dilakukan terbatas pada pihak-pihak yang berselisih, sementara
dalam mediasi, adanya pihak luar yaitu mediator yang masuk
sebagai penengah untuk mencoba menyelesaikan perselisihan
tersebut.
3) Konsiliasi58
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”), mengatur mengenai
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU PHI, konsiliasi adalah
penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisishan pemutusan
hubungan kerja atau perselisishan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
58
Sofie Widyana, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Konsiliasi.
[online]. Tersedia: http://www.hukumtenagakerja.com/perselisihan-hubungan-
industrial/penyelesaian-perselisihan-hubungan-industrial-melalui-konsiliasi/. Diakses: 1-5-
2017
43
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 UU PHI, pengertian
konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat
sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas
melakukan konsiliasi oleh Menteri, yang bertugas melakukan
konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak
yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
4) Arbitrase59
Upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
arbitrase merupakan salah satu alternatif yang bersifat sukarela
(voluntary). Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
lembaga arbitrase dapat terjadi jika kedua belah pihak yang
berselisih telah bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan
melalui arbitrase. Arbitrase menurut Undang-undang Nomor 2
Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (“UU PHI”) adalah penyelesaian suatu perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh/serikat kerja pada
suatu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial, melalui
kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih, untuk
menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang
memiliki putusan mengikat para pihak dan bersifat final.
Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU PHI menjelaskan bahwa
kesepakatan mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis
dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) yang
masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) rangkap dan memiliki
59
Raymond Hutagaol, Arbitrase Hubungan Industrial. [online]. Tersedia:
http://www.hukumtenagakerja.com/perselisihan-hubungan-industrial/arbitrase-
hubungan-industrial/. Diakses: 1-5-2017
44
kekuatan hukum sama. Atas dasar hal tersebut, para pihak memilih
atau menunjuk arbiter dari daftar yang ditetapkan oleh Menteri
Tenaga Kerja.
Menurut ketentuan UU PHI, apabila kedua belah pihak sudah
bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial
melalui lembaga arbitrase, hal ini mengakibatkan lembaga
pengadilan tidak lagi mempunyai kewenangan untuk memeriksa
dan mengadili perselisihan para pihak tersebut, dikarenakan putusan
lembaga arbitrase bersifat final and binding.
BAB III
45
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebagaimana telah dikemukakan diatas maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum ketenagakerjaan adalah himpunan peraturan baik tertulis
maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian seseorang
bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Pengaturan tentang
ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan bertujuan untuk
mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan
dan untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak
terbatas dari pengusaha. Sumber hukum dari hukum ketenagakerjaan
yaitu peraturan perundang-undangan, kebiasaan, yurisprudensi, dan
traktat/perjanjian. Adapun pihak-pihak yang terkait dengan hukum
ketenagakerjaan ialah pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, pengusaha,
organisasi pengusaha, lembaga kerjasama, dan pemerintah
2. Aspek-aspek yang diatur dalam hukum ketenagakerjaan yaitu tentang
upah, perjanjian kerja, pemutusan hubungan kerja, dan hubungan
industrial.
DAFTAR PUSTAKA
46
Akbar, Prayudha. 2015. Hukum Ketenagakerjaan. [online]. Tersedia:
https://materimahasiswahukumindonesia.blogspot.co.id/2015/01/huk
um-ketenagakerjaan.html. Diakses: 25-4-2017
47
Ngn, Suparno. 2015. Makalah Hukum Ketenagakerjaan. [online]. Tersedia:
http://pusatartikelterpercaya.blogspot.co.id/2015/03/makalah-
hukum-ketenagakerjaan-bab-i.html. Diakses: 29-4-2017
48
industrial/penyelesaian-perselisihan-hubungan-industrial-melalui-
konsiliasi/. Diakses: 1-5-2017
49