Anda di halaman 1dari 6

Definisi Asnaf | Penerima Zakat

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,


pengurus-pengurus zakat, para muallaf, yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Lagi
Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah:60).

Asnaf atau golongan yang berhak menerima zakat yaitu :

 1. Fakir dan miskin

Meskipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan, akan tetapi
dalam teknis opersional sering dipersamakan, yaitu mereka yang tidak memiliki
penghasilan sama sekali, atau memilikinya akan tetapi sangat tidak mencukupi
kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Zakat yang
disalurkan pada kelompok ini dapat bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan dapat pula bersifat produktif, yaitu untuk menambah
modal usahanya.

Adapun yang dimaksud dengan fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau
hasil usaha (pekerjaan) untuk memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan
tanggungannya termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal keperluan-keperluan
lain. Jumhur Ulama berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua golongan tapi
satu macam. Yang dimaksud adalah mereka yang kekurangan dan dalam
kebutuhan. Tetapi para ahli tafsir dan ahli fiqih berbeda pendapat pula dalam
menentukan secara definitif arti kedua kata tersebut secara tersendiri, juga dalam
menentukan apa makna kata itu.

2. Miskin

Sedangkan yang dimaksud dengan miskin adalah yang mempunyai harta dan hasil
usaha (pekerjaan) akan tetapi masih tidak mencukupi untuk menanggung dirinya
dan tanggungannya. Pemuka ahli tafsir, Al-thabari menegaskan bahwa, yang
dimaksud dengan fakir yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri
tidak meminta-minta. Sedang yang dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam
kebutuhan, tapi suka merengek-rengek dan minta-minta. Diperkuatnya lagi
pendapatnya itu dengan berpegang pada arti kata maskanah (kemiskinan jiwa) yang
sudah menunjukkan arti demikian.

Kedua kelompok tersebut berhak mendapatkan zakat sesuai kebutuhan pokoknya


selama setahun, karena zakat berulang setiap tahun. Patokan kebutuhan pokok yang
akan dipenuhi adalah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan
pokok lainya dalam batas-batas kewajaran tanpa berlebih-lebihan. Diantara pihak
yang dapat menerima zakat dari kedua kelompok ini yaitu orang-orang yang
memenuhi syarat “membutuhkan”. Maksudnya, tidak mempunyai pemasukan atau
harta, atau tidak mempunyai keluarga yang menanggung kebutuhannya.

3. Amil Zakat (pengurus zakat)

Sasaran ketiga dari pada sasaran zakat setelah fakir dan miskin adalah para amil
zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat ialah mereka yang melaksanakan segala
kegiatan urusan zakat, mulai dari mengumpulkan, menyimpan, menjaga, mencatat
berapa zakat masuk dan keluar serta sisanya dan juga menyalur atau
mendistribusikannya kepada mustahik zakat. Allah menyediakan upah bagi mereka
dari harta zakat sebagai imbalan dan tidak diambil dari selain harta zakat. Mereka
diangkat oleh pemerintahan dan memperoleh izin darinya atau dipilih oleh instansi
pemerintahan yang berwenang oleh masyarakat Islam untuk memungut dan
membagikan serta tugas lain yang berhubungan dengan zakat, seperti penyadaran
atau penyuluhan masyarakat tentang hukum zakat, menerangkan sifat-sifat pemilik
harta yang dikenakan kewajiban membayar zakat.

4. Muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya)


Yaitu kelompok orang yang dianggap masih lemah imannya, karena baru masuk
Islam. Mereka diberi zakat agar bertambah kesungguhan dalam memeluk Islam dan
bertambah keyakinan mereka, bahwa segala pengorbanan mereka dengan masuk
Islam tidak sia-sia. Dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka
jelas bagi kita bahwa zakat dalam pandangan Islam bukan sekedar perbuatan baik
yang bersifat kemanusiaan melulu dan bukan pula sekedar ibadah yang dilakukan
secara pribadi, akan tetapi juga merupakan tugas penguasa atau mereka yang
berwewenang untuk mengurus zakat.

Di antara kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat dari kelompok muallaf
yaitu :
a. Orang-orang yang diberi sebagian zakat agar kemudian memeluk Islam.
b. Orang-orang yang diberi zakat dengan harapan agar keistimewaannya kian baik
dan hatinya semakin mantap.
c. Orang-orang muallaf yang diberi zakat lantaran rekan-rekan mereka yang masih
diharapkan juga memeluk Islam.

5. Riqab (Hamba sahaya)

Riqab adalah, golongan mukatab yang ingin membebaskan diri, artinya budak yang
telah dijanjikan oleh tuannya akan dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah
tertentu dan termasuk pula budak yang belum dijanjikan untuk memerdekakan
dirinya.

Adapun cara membebaskan perbudakan ini biasanya dilakukan dua hal, yaitu:
a. Menolong pembebasan diri hamba mukatab, yaitu budak yang telah membuat
kesepakatan dan perjanjian dengan tuannya, bahwa ia sanggup membayar sejumlah
harta (misalnya uang) untuk membebaskan dirinya.
b. Seseorang atau kelompok orang dengan uang zakatnya atau petugas zakat
dengan uang zakat yang telah terkumpul dari para muzakki, membeli budak untuk
kemudian dibebaskan.
Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka zakat mereka dialihkan ke
golongan mustahik lain menurut pendapat mayoritas ulama fiqh (jumhur). Namun,
sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara
muslim yang menjadi tawanan.

6. Gharimin (orang-orang yang memiliki hutang)

Yaitu orang-orang yang menanggung hutang dan tidak sanggup untuk membayarnya
karena telah jatuh miskin. Mereka bermacam-macam di antaranya orang yang
mendapat berbagai bencana dan musibah, baik pada dirinya maupun pada hartanya,
sehingga mempunyai kebutuhan mendesak untuk berhutang bagi dirinya dan
keluarganya.

Golongan ini diberi zakat dengan syarat-syarat sebagai berikut yaitu :


a. Hutang itu tidak timbul karena kemaksiatan
b. Orang tersebut berhutang dalam melaksanakan ketaatan atau mengerjakan
sesuatu yang dibolehkan oleh syariat.
c. Pengutang tidak sanggup lagi melunasi utangnya
d. Utang itu telah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberi
kepada si pengutang.

Orang yang berhutang karena kemaslahatan dirinya harus diberi sesuai dengan
kebutuhannya, yaitu untuk membayar lunas hutangnya. Apabila ternyata ia
dibebaskan oleh orang yang memberi hutang, maka ia harus mengembalikan
bagiannya itu.

7. Fi sabilillah

Yang dimaksud dengan fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah dalam
pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih. Intinya adalah
melindungi dan memelihara agama serta meniggikan kalimat tauhid, seperti
berperang, berdakwah, berusaha menerapkan hukum Islam. Golongan yang
termasuk dalam katagori fi sabilillah adalah, da’i, suka relawan perang yang tidak
mempunyai gaji, serta pihak-pihak lain yang mengurusi aktifitas jihad dan dakwah.
Pada zaman sekarang bagian fi sabilillah dipergunakan untuk membebaskan orang
Islam dari hukuman orang kafir, bekerja mengembalikan hukum Islam termasuk
jihad fi sabilillah diantaranya melalui pendirian pusat Islam yang mendidik pemuda
muslim, menjelaskan ajaran Islam yang benar, memelihara aqidah dan kekufuran
serta mempersiapkan diri untuk membela Islam dari musuh-musunya.

8. Ibnu sabil

Yang dimaksud dengan ibnu sabil adalah orang yang terputus bekalnya dalam
perjalanan, untuk saat sekarang, di samping para musafir yang mengadakan
perjalanan yang dianjurkan agama. Ibnu sabil sebagai penerima zakat sering
dipahami dengan orang yang kehabisan biaya diperjalanan ke suatu tempat bukan
untuk maksiat. Tujuan pemberian zakat untuk mengatasi ketelantaran, meskipun di
kampung halamannya ia termasuk mampu. Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa Islam memberikan perhatian kepada orang yang terlantar. Penerima zakat
pada kelompok ini disebabkan oleh ketidakmampuan yang sementara. Para ulama
sepakat bahwa mereka hendaknya diberi zakat dalam jumlah yang cukup untuk
menjamin mereka pulang. Pemberian ini juga diikat dengan syarat bahwa perjalanan
dilakukan atas alasan yang bisa diterima dan dibolehkan dalam Islam. Tetapi jika
musafir itu orang kaya di negerinya dan bisa menemukan seseorang yang
meminjaminya uang, maka zakat tidak diberikan kepadanya.

Golongan ini diberi zakat dengan syarat-syarat sebagai berikut yaitu:


a. Sedang dalam perjalanan di luar lingkungan negeri tempat tinggalnya. Jika masih
di lingkungan negeri tempat tinggalnya, lalu ia dalam keadaan membutuhkan, maka
ia dianggap sebagai fakir atau miskin.
b. Perjalanan tersebut tidak bertentangan dengan syari’at Islam, sehingga pemberian
zakat itu tidak menjadi bantuan untuk berbuat maksiat.
c. Pada saat itu ia tidak memiliki biaya untuk kembali ke negerinya, meskipun di
negerinya sebagai orang kaya. Jika ia mempunyai piutang belum jatuh tempo, atau
kepada orang lain yang tidak diketahui keberadaannya, atau kepada seseorang yang
dalam kesulitan keuangan, atau kepada orang yang mengingkari hutangnya, maka
semua itu tidak menghalanginya.

Anda mungkin juga menyukai