Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


RIVIEW JURNAL TENTANG MANAGEMENT ABDOMINAL INTERNAL BLEEDING

DOSEN PEMBIMBING :
WIDYA ADIARTO,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

DISUSUN OLEH :
SITI FATIMAH TUS ZAHROH
14201.10.18035

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PADJARAKAN – PROBOLINGGO
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpah
rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dan sholawat
serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak
gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES Hafshawaty,
kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul ” RIVIEW JURNAL TENTANG MANAGEMENT
ABDOMINAL INTERNAL BLEEDING ” dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga
tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren Zainul
Hasan Genggong
2. Dr.H.Nur Hamim,S.KM.,.S.Kep,Ns.,M.Kes sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong
3. Shinta Wahyuni.S.Kep.,Ns.M.Kep.,SpKep Mat sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan
4. Roisah ,SKM., M.Kes Sebagai Wali Kelas Prodi S1 Keperawatan
5. Widya adiarto,S.Kep.,Ns.,M.Kep.sebagai dosen mata kuliah keperawatan kegawatdaruratan.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum sempurna.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para
audien untuk perbaikan dan penyempurnaanpada materi makalah ini.

Probolinggo, 14 Juni 2021


DAFTAR ISI

Cover.....................................................................................................................................

Kata Pengantar .................................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konsep dalam kegawatdaruratan abdominal internal bleeding..................................1


1.2 Penatalaksanaan dalam kegawatdaruratan abdominal internal bleeding..................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisa GAP (faktor penghambat dan faktor pendukung)..........................................9


BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................10
3.2 Saran............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 KONSEP DALAM KEGAWATDARURATAN ABDOMEN INTERNAL BLEEDING


Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau pecahnya lien yang
merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi karena trauma tumpul, secara langsung
atau tidak langsung. Ruptur lien merupakan kondisi rusaknya lien akibat suatu dampak penting
kepada lien dari beberapa sumber. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak
langsung yang menyebabkan laserasi kapsul linealis dan avulsi pedikel lien sebagian atau
menyeluruh (Lee et al, 2007; Stuhlfaut et al, 2007).
Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda – tanda perdarahan yang
memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri abdomen pada kuadran atas kiri
dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma. Perdarahan lambat yang terjadi kemudian pada
trauma tumpul lien dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu
setelah trauma. Pada separuh kasus, masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini terjadi karena
adanya tamponade sementara pada laserasi yang kecil atau adanya hematom subkapsuler yang
membesar secara lambat dan kemudian pecah. Untuk menentukan diagnosis trauma tumpul maka
diperlukan anamnesis adanya riwayat trauma abdomen bagian kiri bawah, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, yang menunjukkan tanda-tanda trauma tumpul dengan ruptur lien (Lee et
al, 2007; Moore et al. 2008).
Dengan majunya teknik bedah, maka pandangan bahwa setiap ruptur lien harus dibuang telah
diubah pandangan sekarang bahwa sedapat mungkin lien harus dipertahankan, kecuali bila hal
tersebut tidak mungkin dilakukan. Splenektomi total bukan lagi merupakan pengobatan yang paling
tepat dengan alasan:
1. Kecenderungan terjadinya overwhelming post splenectomy infection sindrome (OPSI) pada
penderita post splenektomi baik pada penderita bayi maupun penderita orang dewasa.
2. Fungsi lien yang melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri, terutama organisme-organisme
yaitu pneumococcus dan meningacoccus yang mempunyai kapsul dan dianggap sebagai
benda asing.
3. Adanya kemungkinan perdarahan pada lien dapat berhenti spontan.
4. Lien yang robek dapat disembuhkan dengan penjahitan.

1
A. Non operatif atau konservatif
Hal umum yang perlu mendapat pertolongan segera pada pasien trauma yaitu :
1. Evaluasi terhadap saluran pernafasan dan tulang vertebra. Dengan memperhatikan
adanya sumbatan pada saluran pernafasan kebawah dan mencakup larynx, serta
benda asing yang harus dikeluarkan dan adanya kemungkinan fraktura vertebra
cervicalis, sehingga dilakukan hiperekstensi kepala dan leher pasien untuk
mempertahankan saluran pernafasan atau untuk memasukkan pipa endotracheal atau
cara sederhana dengan satu metode dengan mengangkat dagu. Bila tindakan ini gagal
untuk menghilangkan obstruksi, maka pipa endotracheal dipasang melalui hidung
untuk mencegah hiperekstensi leher pada fraktur vertebrae cervicalis. Bila intubasi
trachea nasal tidak berhasil, maka diindikasikan krikotiroidotomi bedah dengan
membuat insisi kulit vertikal atau transversa yang meluas melalui ligamentum
cricothyroidea yang diikuti pemasangan pipa trakeostomi kecil.
2. Pertukaran udara : Perhatian selanjutnya pada tercukupinya pertukaran udara,
pemberian oksigenasi yang adekuat.
3. Sirkulasi : Nadi dipalpasi dan dinilai kecepatan dan irama. Dilakukan pemeriksaan
terhadap tensi atau pengukuran untuk mengetahui adanya tanda-tanda syok yang
perlu segera dilakukan tranfusi darah dan terapi cairan yang seimbang diberikan
secara cepat untuk mengatasi syok hipovolemik.
4. Pemasangan pipa lambung (NGT) untuk mencegah muntah dan aspirasi dan
pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai jumlah urin
yang keluar.
B. Operatif
1. Splenektomi total
Splenoktomi total dilakukan jika terdapat kerusakan parenkim lien yang luas, avulsi
lien, kerusakan pembuluh darah hilum, dan kegagalan splenorrhapi. Tindakan splenektomi
total tidak perlu diragukan, meskipun ada kemungkinan terjadinya OPSI. Insiden untuk
terjadi OPSI lebih berarti bila dibandingkan dengan bahaya maut karena perdarahan yang
hebat. Lebih dari 50% dari semua ruptur lien memerlukan splenektomi total untuk
mengurangi OPSI dikemudian hari ada pendapat-pendapat yang menganjurkan:
a) Autotranplantasi / reimplantasi jaringan lien, yaitu jaringan lien yang telah robek di
implantasikan kedalam otot-otot pada dinding perut atau di pinggang di belakang
peritoneum.
2
Caranya ialah: jaringan lien tadi dimasukkan kedalam injeksi spuit dan melalui
injeksi spuit tadi jaringan lien dimasukkan kedalam otot - otot dinding perut.
b) Polyvaleat pneumococcal vaccine atau pneumovaks dapat dipakai untuk
mencegah terjadinya OPSI.
c) Prophylaksis dengan antibiotika. Pemberian antibiotika (denicilline, erythomycin,
dan trimethroprimsulfomethoxazole) setiap bulan dianjurkan, terutama kali ada
infeksi yang menyebabkan demam diatas 38,5°C.
d) Anjuran praktis adalah agar setiap penderita post splenektomi dianjurkan supaya
segera memeriksakan ke dokter setiap kali menderita panas. Penderita tersebut
supaya langsung diberi pengobatan antibiotika dan dievaluasi lebih lanjut, untuk
mendapat perawatan medis yang sempurna.
2. Splenektomi partial
Bila keadaan dan ruptur lien tidak total sedapat mungkin lien dipertahankan, maka
dikerjakan splenektomi partial dianggap lebih menguntungkan daripada splenektomi total.
Caranya ialah eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai hilus dan
bagian yang tidak cedera masih vital.
3. Splenorrhapi
Splenorrhapi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional
dengan teknik bedah. Tindak bedah ini terdiri dari membuang jaringan non vital, mengikat
pembuluh darah yang terbuka dan menjahit kapsul lien yang terluka. Luka dijahit dengan
jahitan berat asam poliglikolat atau polidioksanon atau chromic catgut (0-0, 2-0, 3-0)
dengan jahitan simple matras atau jahitan figure of eight. Jika penjahitan laserasi kurang
memadai, dapat ditambahkan dengan pembungkusan kantong khusus dengan atau tanpa
penjahitan omentum.
Ruptur lien sering disebabkan akibat trauma tumpul pada perut bagian atas dengan
manifestasi klinis berupa anemis, peritonismus, dan adanya Kerh’s sign sebagai tanda
patognomonis. Diagnosis harus segera ditegakkan saat masuk di IGD dengan mengenali
tanda dan gejala serta di dukung alat penunjang diagnostik yang memadai. USG portable
hendaknya harus selalu ada di setiap IGD, karena alat ini merupakan alat non-invasif yang
dengan cepat dapat mengetahui adanya perdarahan intraabdomen.Tindakan splenectomy
total dilakukan apabila lien tidak mungkin dipertahankan akibat robekan parenkim yang
berat disertai perdarahan aktif yang hebat.

3
Risiko OPSI tetap harus dipertimbangkan namun demikian risiko ini jangan sampai
membuat ahli bedah untuk ragu - ragu dalam melakukan splenectomy total, karena risiko
kehilangan nyawa akibat perdarahan hebat jauh lebih diperhitungkan dibandingkan
mempertahankan lien yang rusak berat.
1.2 PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN ABDOMEN INTERNAL BLEEDING
Pada trauma ganda, abdomen merupakan bagian yang tersering mengalami cedera. Organ
yang tersering cedera pada trauma tembus adalah hepar/hati dan pada trauma tumpul adalah
lien/limpa. Evaluasi awal terhadap pasien trauma abdominal harus menyertakan A (airway and C-
spine), B (breathing), C (Circulation), dan D (disability dan penilaian neurologis) dan E (exposure).
Seorang pasien yang terlibat kecelakaan serius harus dianggap cedera abdominal sampai terbukti
lain. Cedera abdominal yang tidak diketahui masih merupakan sebab tersering dari kematian yang
dapat dicegah (preventable death) setelah trauma.
Ada dua jenis dari trauma abdominal :
1. Trauma penetrasi dimana penting dilakukan konsultasi bedah Sebago berikut.:
a. Luka tembak
b. Luka tusuk
4
2. Trauma non-penetrasi sbb.:
a. Kompresi
b. Hancur (crash)
c. Sabuk pengaman (seat belt)
d. Cedera akselerasi / deselerasi.
Sekitar 20% dari pasien trauma dengan hemoperitoneum akut tidak menunjukkan tanda dari
rangsang peritoneum pada saat pemeriksaan pertama. Diagnosis baru ditemukan pada Trauma
tumpul menjadi sulit dievaluasi bila pasien tidak sadar. Pasien ini mungkin memerlukan peritoneal
lavage. Laparatomi eksplorasi merupakan prosedur definitif terbaik untuk menyingkirkan
kemungkinan trauma abdominal. Pemeriksaan fisik abdomen yang lengkap termasuk
pemeriksaan rektum, menilai:
1. Tonus sfinkter anus
2. Integritas dinding rektum
3. Darah dalam rektum
4. Posisi prostat.

Jangan lupa memeriksa apakah ada darah di meatus uretra eksterna. Wanita harus dianggap
hamil sampai terbukti lain. janin mungkin masih dapat diselamatkan. Pengobatan terhadap fetus
adalah melakukan resusitasi terhadap ibunya. Seorang ibu yang hamil cukup bulan (at term),
biasanya baru dapat diresusitasi setelah bayinya dilahirkan. Situasi sulit ini harus dinilai pada saat
itu. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan
usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik.
Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL Sebagai berikut :
1. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2. Trauma pada bagian bawah dari dada
3. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
5. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
6. Patah tulang pelvis

Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb :


1. Hamil
2. Pernah operasi abdominal
3. Operator tidak berpengalaman
4. Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
5

Problem spesifik lain pada trauma abdominal :

1. Patah tulang pelvis sering disertai cedera urologis dan perdarahan masif.
2. Pemeriksaan rektum penting untuk mengetahui posisi prostat dan adanya darah atau laserasi
rektum atau perineum.
3. Foto ronsen pelvis ( bila diagnosaklinis sulit ditegakkan).

Penatalaksanaan Trauma abdominal termasuk :

1. Resusitasi (ABC)
2. Transfusi cairan / volume darah.
3. Imobilisasi dan penilaian untuk operasi
4. Analgesik
5. Ultrasonografi
6. Esophagogastroduodenoscopy
7. Tomografi terkomputasi dengan angiografi
8. MRI dan angiografi resonansi magnetik.
9. CT scan

Pengkajian gawat darurat :


Airways:
1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien.
2. Kaji obstruksi jalan nafas ada tidaknya sputum atau benda asing yang menghalangi jalan
nafas.
3. Kaji adanya suara nafas tambahan karena adanya obstruksi: gargling, snoring, stridor.

Breathing:
1. Kaji frekuensi pernafasan.
2. Kaji irama pernafasan.
3. Kaji bunyi nafas: broncovesikuler, vesikuler dan bronchial.
4. Kaji adanya suara nafas tambahan: wheezing dan ronkhi.
5. Kaji adanya retraksi dinding dada.
6. Kaji ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
Circulation:
1. Kaji nadi pasien.
2. Kaji akral (hangat / dingin).
3. Kaji tekanan darah.
4. Kaji capillary refill time.
5. Kaji saturasi oksigen.
6. Kaji adanya sianosis.
6
Disability:
1. Tingkat kesadaran
a. Composmentis : 14-15
b. Apatis : 13-14
c. Somnolen : 10-12
d. Supor : 8-9
e. Coma :< 3

2. GCS
2.1 Eye :
a. Spontan :4
b. Dengan rangsangan suara :3
c. Dengan rangsangan nyeri :2
d. Tidak ada respon :1
2.2 Verbal
a. Orientasi baik :5
b. Bingung :4
c. Menggigau :3
d. Menceracau :2
e. Tidak ada respon :1
2.3 Motorik
a. Mengikuti perintah :6
b. Rangsangan nyeri :5
c. Menjauhi sumber nyeri :4
d. Flexi abnormal :3
e. Ekstensi abnormal :2
f. Tidak ada respon :1
3. Reflek pupil
2/2 : Isokor
4/2 : Anisokor
3/3 : Disokor
6/6 : Dilatasi
4. Reflekcahaya
+/+ : Bagus
+/- : Lambat
-/- : Tidak ada reflek

7
Eksposure
( Pemeriksaan fisik )
1. Inspeksi
a. Ekspresi wajah tumpul
b. Capek
c. Mengantuk
d. Berat badan meningkat
e. Kelambanan mental
f. Kurangnya pertumbuhan rambut
g. Suara parau (seperti katak)
h. Kulit bersisik
i. Oedema seluruh tubuh
j. Sakit kepala
k. Mual
l. Anoreksia
2. Auskultasi
a. Detak jantung lambat
b. Tekanan darah menurun
3. Palpasi
a. Denyut nadi melemah
b. Konstipasi
4. Perkusi
a. Suara perut dullness

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau pecahnya lien
yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi karena trauma tumpul, secara
langsung atau tidak langsung. Ruptur lien merupakan kondisi rusaknya lien akibat suatu
dampak penting kepada lien dari beberapa sumber. Penyebab utamanya adalah cedera
langsung atau tidak langsung yang menyebabkan laserasi kapsul linealis dan avulsi pedikel
lien sebagian atau menyeluruh (Lee et al, 2007; Stuhlfaut et al, 2007).
Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda – tanda perdarahan
yang memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri abdomen pada kuadran
atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma. Perdarahan lambat yang terjadi
kemudian pada trauma tumpul lien dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai
beberapa minggu setelah trauma. Pada separuh kasus, masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal
ini terjadi karena adanya tamponade sementara pada laserasi yang kecil atau adanya
hematom subkapsuler yang membesar secara lambat dan kemudian pecah. Untuk
menentukan diagnosis trauma tumpul maka diperlukan anamnesis adanya riwayat trauma
abdomen bagian kiri bawah, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yang
menunjukkan tanda-tanda trauma tumpul dengan ruptur lien (Lee et al, 2007; Moore et al.
2008).

3.2 Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih mengenai
analisis review jurnal penanganan kasus abdominal internal bleeding.
2. Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak lengkapan
materi mengenai konsep analisis jurnal penanganan penanganan kasus abdominal internal
bleeding. Kami mohon maaf, kami pun sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah
sempurna. Oleh karena itu kami mengharap kritikdan saran yang membangun.

10
DAFTAR PUSTAKA

M. Aleq Sander, 2018, Serial cases rupture of spleen due to abdominal trauma: How to diagnose and
the treatment?, JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071.
Triantafyllou, M., dan Stanley, A. 2014. Update on Gastric Varices. World Journal of Gastroenterology,
vol. 6, no. 5, pp. 168–175.
Wilkins, T., Hkan, M., Nabh, A., dan Schade, RR. 2015. Diagnosis and Management of Upper
Gastrointestinal Bleeding, American Family Phisician, vol. 85, no. 5, p. 469–476.

Anda mungkin juga menyukai