Anda di halaman 1dari 4

Generasi Mental Illness

Aisyah Karim (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Hari ke hari kondisi generasi muda Indonesia kian memprihatinkan. Setelah kasus Rainhard
yang menggemparkan dunia, kini kasus pembunuhan sadis Sawah Besar mampu membuat
jantung setiap Ibu berhenti berdetak. Mengerikan, pelaku seorang gadis remaja 15 tahun,
NF. Korban seorang bocah 5 tahun berinisial APA. Peristiwa ini terjadi pada Kamis 5/3/2020.
Baik pelaku maupun korban kenal dekat karena bertetangga dan terbiasa saling
mengunjungi.

Pelaku diduga memiliki masalah kejiwaan, ia mengaku tak menyesal. Pembunuhan


dilakukan dirumahnya dengan cara menenggelamkan korban ke dalam bak mandi, lalu
dicekik hingga meninggal dunia. Kemudian jenazah korban disimpan dalam lemari di
kamarnya. Kepada Polisi pelaku mengaku memiliki hasrat untuk membunuh orang lain,
kebetulan, korbanlah yang berada di rumahnya ketika keinginan itu muncul kala itu.

Eksekusi korban terinspirasi film Chucky, boneka pembunuh yang populer di era 1980-an.
Pelaku mengaku menyukai tontonan film bergenre horror dan sadis. Ia juga memiliki
kebiasaan membunuh hewan tanpa alasan. Malam setelah pembunuhan ia membuat status
di facebook yang menceritakan jasad bocah korban ada dalam lemari baju di kamarnya.
“Balita tak bernyawa itu masih di lemari bajuku...banyak warga mencarinya...pak rw selaku
polisi dan pak rt yang memaksa rumahku seluruhnya tak ada satupun dari mereka yang
menemukannya...tak ada satupun yang tau aku pelakunya. Oke besok siap berserah diri,”
demikian bunyi statusnya.

Salah satu yang menjadi sorotan warganet adalah video NF memakai topeng dan rambut
palsu. Ia membuat tarian jari yang menyeramkan. Penampilan NF dalam video itu mirip
seperti karakter game Sally Face. Perilaku menirukan tokoh dan pakaian anime populer
disebut cosplay. Cosplay adalah gabungan dari 2 kata yaitu "Costume Play" dan orang yang
senang melakukan Cosplay disebut Cosplayer. Namun dikalangan penggemar cosplay
biasanya menyingkatnya dengan kata layer.

Kostum yang biasa digunakan oleh para Cosplayer  adalah pakaian dan rias wajah seperti
yang dikenakan tokoh-tokoh Anime, Manga, Dongeng, Game, Film, Penyanyi sampai musisi
idola. Saat ini peserta cosplay biasanya menghadiri sebuah acara atau event yang diakan
setiap tanggal tertentu pada setiap negara. Cosplay sudah memiliki banyak peminat di
seluruh penjuru dunia.

Dalam hal NF, ia mengenakan kostum Sally Face. Sally Face merupakan game Adventure
Psychologial Horror yang dikembangkan oleh Steve Gabry. Permainan ini dipecah menjadi
lima episode mengikuti karakter tituler, seorang bocah laki-laki yang mengenakan wajah
palsu. Para pemain game ini akan mengikuti tituler ke Apartemen Addison, tempat lokasi
pembunuhan misterius.

Daya Tiru/copycat dari Film


Sejak era 60-an film begenre slasher mulai diproduksi. Alur cerita film ini khas bercorak dark
dengan tokoh yang memiliki kelainan jiwa (mental illness) seperti skizofrenia dan
pseudobulbar. Genre ini dianggap `berbahaya` untuk ditonton anak-anak dan orang-orang
yang sudah punya masalah kejiwaan. Film sejenis ini mampu menciptakan `kewajaran` baru
akan kekerasan, perilaku menyimpang, termasuk seksualitas dalam film-film Amerika. Kini
film sejenis ini menuai banyak pujian. Sebut saja Joker, yang menceritakan tokoh yang
semula tertindas menjadi penjahat berdarah dingin yang tidak merasa bersalah ketika
mengambil nyawa seseorang.

Ditengah kontroversi akan tayangan yang begitu 'gelap', Joker justru mendulang untung.


Berdasarkan data Box Office Report, pada akhir pekan debut, Joker berhasil mendulang
US$9,2 juta di Korea Selatan. Joker kemudian berjaya di Inggris Raya dengan US$4,7 juta,
lalu Meksiko dengan US$4,2 juta, Rusia dengan US$3,9 juta, Australia dengan US$3,1 juta,
lalu Brasil dengan US$2,9 juta.

Sementara itu di Indonesia, Joker memperoleh US$2,7 juta atau setara dengan Rp38,2 miliar
per 5 Oktober. Angka itu melonjak drastis dari hari pembukaan pertama di Indonesia yang
mencetak Rp11 miliar. Angka pekan debut yang dicetak Joker menandakan antusiasme
publik terhadap genre film slasher, meski sempat timbul kekhawatiran munculnya kembali
insiden penembakan dalam bioskop seperti pada penayangan The Dark Knight Rises di
Colorado 2012 silam.

Insiden penembakan yang terjadi pada delapan tahun lalu tersebut dinilai sebagai the
copycat effect yaitu kecenderungan untuk meniru kekerasan, pembunuhan, atau bunuh diri
yang dilihat. Istilah ini diciptakan sekitar tahun 1916 saat sejumlah kriminolog menilai
bahwa media dan tontonan dapat memainkan peran dalam menginspirasi penjahat lain
untuk melakukan kejahatan dengan cara yang sama, bahkan bagi non-penjahat untuk mulai
melakukan kejahatan.

Dokter spesialis kedokteran jiwa Agung Frijanto mengatakan ada sejumlah kelompok yang
memang rentan untuk terkena dampak psikologis akan tontonan slasher, horor, thriller, dan
sejenisnya, yaitu kelompok usia balita, anak-anak, dan remaja awal. Memiliki 'mental
illness' atau gangguan jiwa sehingga memengaruhi pemikiran, perasaan, dan perilakunya.
Genre film ini cukup banyak menampilkan tindakan agresi seperti menendang, memukul,
membunuh, menembak tanpa disertai rasa bersalah atau diliputi perasaan menyesal, hingga
memperbolehkan melakukan balas dendam.

Meski efek yang cukup keras berpotensi dialami anak-anak dan remaja, namun Listya
mengingatkan bukan berati kelompok usia 17 tahun ke atas tak ada terkena dampak
psikologis dari adegan kekerasan. Dampak ini dinilai lebih beragam pada penonton 'cukup'
usia. atau tidaknya penonton usia 17 tahun ke atas dengan adegan film berkaitan dengan
masalah mental yang sedang dialami oleh orang tersebut. Bukan tidak mungkin orang
dengan kondisi depresi atau orang dengan kepribadian yang menyukai tindakan kekerasan
bisa menjadikan perilaku dalam film sebagai referensi bila ia dihadapkan dalam situasi yang
sama dengan sang tokoh.

Generasi Mental Illness


Kapitalisme menyumbang stok yang luar biasa bagi tersedianya generasi lemah dengan
penyakit mental. Mental illness atau gangguan kejiwaan adalah gangguan mental ,
perilaku dan emosional, yang menyulitkan seseorang bekerja, bersosialisasi, dan
beraktivitas lain. Sama seperti penyakit fisik yang berbeda-beda jenis dan tingkat
keparahannya, gangguan kejiwaan pun memiliki beberapa jenis. Secara umum,
gangguan mental disebabkan oleh faktor yang bervariasi, dari genetik atau faktor
keturunan, maupun lingkungan.

Kapitalisme sekuler tidak menyediakan ruang nyaman dan aman bagi tumbuh kembang
generasi. Kapitalisme menghadirkan rumah tangga yang berfokus pada kesenangan
dan upaya untuk mengumpulkan dan menumpuk materi sebanyak-banyaknya agar
tetap bisa survive. Anak-anak sejak dini tidak dibina dengan pendidikan aqidah yang
kuat dan memadai. Sebagian besar keluarga bahkan tak lagi menjadikan penanaman
aqidah sebagai project utama keberlangsungan generasi mereka.

Pun demikian dengan corak pendidikan di sekolah. Sistem pendidikan sekuler liberal justru
menabung generasi yang menuntut ilmu semata-mata untuk memenuhi gengsi dan
memudahkan berburu lapangan pekerjaan. Tidak ada jaminan nilai tinggi berbanding lurus
dengan akhlak dan attitude yang baik. NF sendiri tampak cukup cerdas secara akademis,
namun akan halnya penyikapan terhadap kehidupan tampak berbeda. Beberapa coretan
curahan hatinya justru dipenuhi pesan-pesan kematian bagi orang-orang terdekatnya,
bahkan untuk ayahnya.

Hal ini diperparah oleh lingkungan pergaulan yang tidak aman, kapitalisme meniscayakan
pengagungan terhadap kebebasan individu. Prinsip ini menggerus sikap amar makruf nahi
mungkar dimasyarakat. Selanjutnya kontrol sosial nyaris tidak berjalan. Setiap orang
berorientasi pada kepentingannya masing-masing. Kapitalisme beperan besar melahirkan
generasi yang kering kasih sayan serta miskin keimanan.

Tinggal di kota besar dan menjalani berbagai aktivitas, ternyata bisa mempengaruhi
kesehatan mental seseorang. Penelitian menunjukkan, dibandingkan dengan suasana
pedesaan, kaum urban kota memiliki risiko 21% lebih tinggi terhadap gangguan
kecemasan atau anxiety disorder, serta 39% lebih tinggi mengalami mood disorder atau
gangguan perubahan suasana hati.

Alasannya begini. Stimulasi yang terus-menerus muncul akibt kesibukan dan kebisingan
kota besar bisa memicu tubuh kita untuk berada pada kondisi di bawah tekanan.
Akibatnya, tubuh selalu bersiap untuk merespons dengan fight-or-flight, melawan-
atau-menghindar. Ini membuat kita rentan terhadap gangguan mental, seperti depresi,
gangguan kecemasan dan gangguan penyalahgunaan obat dan lain-lain.

Kebijakan negara kapitalis ikut menyempurnakan lahirnya generasi dengan mental


illness. Negara tidak memiliki piranti preventif dan kuratif yang mumpuni untuk
mengatasi Kejahata. Negara, hanya demi argumentasi ekonomi, membiarkan serbuan
berbagai komoditas berbahaya bagi masyarakat, baik dalam bentuk paket kebijakan
maupun pembiaran berbagai konten dan produk seperti film dan tontonan yang
menyesatkan.
Psikolog Anna Surti Ariani menilai tersangka NF tidak serta merta dapat di hukum
meski telah membunuh bocah dengan sengaja dan tanpa disertai penyesalan
sedikitpun. Hal ini karena penyakit kejiwaan psikopat tidak bisa disematkan kepada
anak di bawah 18 tahun!

Inilah alasan mengapa angka kejahatan remaja tidak mengalami penurunan justru
semakin meningkat jumlahnya dan beragam jenisnya. Seorang yang telah baligh,
sempurna akalnya diperlakukan seperti kanak-kanak. Bandingkan jika sistem Islam
yang diterapkan. Dalam Islam ketika seseorang membunuh dengan sengaja maka ada
tiga hak yang terlibat yaitu hak Allah, hak korban dan hak wali (keluarga). Islam
menjaga setiap jiwa hatta jiwa ahlu dzimmi maupun kafir muahad sekalipun.

Sejak dini generasi Islam telah dicelup dengan keimanan dan ketakwaan. Realisasi
kasih sayang yang terpancar adalah bersumber dari aqidah yang tertancap kuat.
Senantiasa tumbuh berkembang dengan mengikatkan dirinya kepada syariat. Setiap
jiwa menjadi mulia dan layak untuk dihormati dan dimuliakan, hatta jiwa tumbuhan
atau hewan sekalipun, konon lagi jiwa seorang manusia. Membunuh dalam Islam
adalah dosa besar yang hanya layak untuk di tebus dengan qishash.

Sanksi yang demikian berat, akan membuat setiap diri menakar ribuan kali jika hendak
membahayakan orang lain. Konon pula melakukan pembunuhan berencana, setiap jiwa
akan jera ketika vonis diucapkan para qadhi. Pembunuhan demikian langka dalam
Islam. Namun fakta ini berbanding terbalik dengan kehidupan kapitalisme yang
menjadi selembar nyawa tak lebih murah dari sekadar memenuhi dorongan hasrat.
Membunuh bahkan menjadi sebuah journey, petualangan yang menantang.
Naudzubillah.

Kembali kepada kita, generasi waras yang tersisa, mau terus bertahan dalam kerusakan
atau bangkit melawan dengan Islam? Tentu saja Islam lebih patut untuk diperjuangkan.
Karena hanya Islam yang akan menyediakan ruang ramah bagi tumbuh kembang
generasi cemerlang.

Anda mungkin juga menyukai