BAB 2
DESKRIPSI DAERAH
Luas Wilayah
Kabupaten/Kota Kecamatan
(Km2)
Plumbon 18,19
Depok 15,55
Weru 9,19
Plered 11,34
Tengahtani 8,97
Kedawung 9,58
Gunungjati 20,55
Kapetakan 60,20
Suranenggala 22,98
Klangenan 20,57
Jamblang 17,76
Arjawinangun 24,11
Panguragan 20,31
Ciwaringin 17,79
Gempol 30,73
Susukan 50,10
Gegesik 60,38
Kaliwedi 27,82
Darma 51,71
Kadugede 18,22
Nusaherang 18,21
Ciniru 49,88
Hantara 35,49
Kabupaten Kuningan
Selajambe 36,73
Subang 47,58
Cilebak 42,50
Ciwaru 52,17
Karangkancana 65,35
Cibingbin 70,91
Cibeureum 47,09
Luragung 47,74
Cimahi 38,77
Cidahu 42,22
Kalimanggis 20,90
Ciawigebang 60,61
Cipicung 21,37
Lebakwangi 19,81
Maleber 57,48
Garawangi 29,96
Sindangagung 13,12
Kuningan 30,06
Cigugur 35,37
Kramatmulya 16,99
Luas Wilayah
Kabupaten/Kota Kecamatan
(Km2)
Jalaksana 37,09
Japara 27,19
Cilimus 35,41
Cigandamekar 22,31
Mandirancan 35,03
Pancalang 19,24
Pasawahan 49,20
Lemahsugih 78,64
Bantarujeg 66,52
Malausma 45,04
Cikijing 43,54
Cingambul 37,03
Talaga 43,50
Banjarn 41,98
Argapura 60,56
Maja 65,21
Majalengka 57,00
Cigasong 24,17
Kabupaten Sukahaji 32,52
Majalengka SIndang 23,97
Rajagaluh 34,37
Sindangwangi 31,76
Leuwimunding 32,46
Palasah 38,69
Jatiwangi 40,03
Dawuan 23,80
Kasokandel 31,61
Panyingkiran 22,98
Kadipaten 21,86
Kertajati 138,36
Jatitujuh 73,66
Ligung 62,25
Sumberjaya 32,73
Haurgeulis 60,83
Gantar 203,31
Kroya 97,749
Gabuswetan 71,766
Cikedung 90,624
Kabupaten Indramayu
Terisi 174,22
Lelea 53,8505
Bangodua 44,2268
Tukdana 47,26
Widasari 360,64
Luas Wilayah
Kabupaten/Kota Kecamatan
(Km2)
Kertasemaya 42,39
Sukagumiwang 35,84
Krangkeng 65,491
Karangampel 28,38
Kedokanbunder 28,23
Juntinyuat 50,038
Sliyeg 53,36
Jatibarang 42,95
Balongan 33,806
Indramayu 48,206
sindang 32,47
Cantigi 24,537
Pasekan 14,98
Lohbener 31,628
Arahan 32,633
Losarang 117,47
Kandanghaur 76,59
Bongas 44,291
Anjatan 76,76
Sukra 43,16
Patrol 44,381
Jumlah 5.527,09
Sumber : Dalam Angka Kota Cirebon, Kab. Cirebon, Kab. Kuningan, Kab.
Inramayu & Kab. Majalengka, Tahun 2017
Letak geografis Wilayah Metropolitan Cirebon Raya berada pada 6 030’ sampai
7044’ Lintang Selatan dan 108 003’ sampai 108 048’ Bujur Timur terletak di ujung
timur Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas
Wilayah Metropolitan Cirebon Raya ± 5.527,09 Km 2. Sedangkan secara
administratif Wilayah Metropolitan Cirebon Raya mencakup: Kabupaten Cirebon,
Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten
Majalengka. Adapun batas – batas Wilayah Metropolitan Cirebon Raya sebagai
berikut:
2.1.2.1. Topografi
No Kabupaten/Kota Topografi
terjadi genangan air. Kabupaten Indramayu
terletak di pesisir utara Pulau Jawa, yang
melalui 11 kecamatan dengan 36 desa yang
berbatasan langsung dengan laut dengan
panjang garis pantai 147 Km
Sumber : Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kuningan, Majalaengka, dan Indramayu Dalam Angka Tahun
2017
1. Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan yang tidak
begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum
mengalami proses pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini banyak
ditemukan dilereng gunung dan pegunungan
2. Aluvial
Jenis tanah ini masih muda belum mengalami perkembangan. Bahannya
berasal dari material halus yang diendapkan oleh aliran sungai. Oleh karena
itu, tanah jenis ini banyak terdapat di daerah datar sepanjang aliran sungai.
3. Grumosol
Tanah grumusol berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah
iklim subhumid atau subarid dan curah hujan kurang 2.500 mm/tahun.
4. Mediteran
Tanah jenis ini berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di
daerah beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vulkan dengan
ketinggian di bawah 400 m. Warna tanah cokelat hingga merah. Khusus
tanah mediteran merah kuning di daerah topografi karst
5. Latosol
Tanah latosol tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300
mm/tahun, dan ketinggian tempat berkisar 300-1.000 meter. Tanah ini
terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses pelapukan
lanjut.
6. Podsolik
Tanah podsolik ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tersebar di daerah
beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih 2.500 mm/tahun.
Tekstur lempung hingga berpasir, kesuburan rendah hingga sedang, warnah
merah dan kering.
7. Regosol
Tanah ini merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar.
Penyebaran terutama pada daerah lereng gunung api.
8. Piroklasik
Batuan hasil letusan gunung api dapat berupa suatu hasil lelehan yang
merupakan lava yang telah dibahas dan digolongkan ke dalam batuan beku,
serta dapat pula berupa produk ledakan atau eksplosif yang bersifat
fragmental dari semua bentuk cair, gas atau padat yang dikeluarkan dengan
jalan erupsi.
2.1.2.4. Hidrografi
Dari sudut pandang biologi, air memiliki sifat-sifat yang penting untuk adanya
kehidupan. Air dapat memunculkan reaksi yang dapat membuat senyawa organic
untuk melakukan replikasi. Semua makhluk hidup yang diketahui memiliki
ketergantungan terhadap air. Air merupakan zat pelarut yang penting untuk
makhluk hidup dan adalah bagian penting dalam proses metabolisme. Air juga
dibutuhkan dalam fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis menggunakan cahaya
matahari untuk memisahkan atom hidroden dengan oksigen. Hidrogen akan
digunakan untuk membentuk glukosa dan oksigen akan dilepas ke udara.
2.1.3. Kependudukan
Pt = Po ( 1 + r )n
dimana :
Pt = Jumlah penduduk pada akhir tahun proyeksi
Po = Jumlah penduduk pada awal tahun proyeksi
r = Rata-rata prosentase tambahan penduduk tiap tahun
n = Kurun waktu proyeksi
Diketahui:
Jumlah penduduk Metropolitan Cirebon Raya
Po jumlah penduduk pada tahun 2018 = 6.431.429 jiwa
R = Pertumbuhan penduduk 1,5%
n = Jumlah tahun proyeksi
Ditanyakan:
Pn tahun 2019 = Jumlah penduduk akhir tahun
Jawaban:
Pn = Po (1 + r)n
Pn tahun 2023= 6.431.429 (1 + 1,5%)1
= 6.928.476 jiwa
Perhitungan Kepadatan Penduduk
Metropolitan Cirebon Raya,
Luas Lahan = 5.538,82 KM2
Jumlah Penduduk Tahun 2018 = 6.431.429 Jiwa
Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM2) = Jumlah Penduduk (Jiwa) / Luas Wilayah KM2
= 6.431.429 Jiwa /5.538,82 KM2
= 1.161 (Jiwa/KM2)
Untuk lebih jelasnya mengenai proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Konawe dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Pendidikan merupakan hak asasi manusia dan hak warga Negara untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Setiap warga
Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
minat dan bakat yang dimiliki tanpa memandang status sosial. status ekonomi,
suku, etnis, agama, gender dan lokasi geografis.
Demikian pula UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan
amandemen konstitusi menekankan bahwa semua warga Negara Indonesia
berhak mendapatkan pendidikan. bahwa pemerintah wajib untuk mendanai
pendidikan dasar tanpa biaya dan bahwa pemerintah menerima mandate untuk
mengalokasikan 20% dari pengeluarannya untuk pendidikan. Isu mendasar di
bidang pendidikan sesuai dengan inpres no 5 tahun 2006 adalah penuntasan
wajib belajar dan pemberantasan buta aksara.
Jumla
Sarana Pendidikan
h
Kabupaten/Kota Kecamatan TK SMP
PAU SD/ SMA SM
/ /
D MI / MA K
RA MTs
Talun 30 5 0 4 39
Sumber 42 18 2 8 70
Dikupuntang 37 17 3 4 61
Palimanan 30 13 2 4 49
Plumbon 33 7 2 4 46
Depok 30 9 0 5 44
Weru 27 7 1 3 38
Plered 22 4 0 2 28
Tengahtani 18 2 1 0 21
Kedawung 20 4 4 11 39
Gunungjati 40 7 1 3 51
Kapetakan 25 5 0 2 32
Suranenggala 4 0 26
21 1
Klangenan 26 6 1 1 34
Jamblang 22 2 1 1 26
Arjawinangun 34 17 1 5 57
Panguragan 24 8 1 2 35
Ciwaringin 19 14 1 4 38
Gempol 22 5 0 1 28
Susukan 32 8 2 3 45
Gegesik 37 8 3 5 53
Kaliwedi 20 8 0 2 30
Darma 21 28 6 1 2 58
Kadugede 9 20 4 1 1 35
Nusaherang 10 14 2 26
Ciniru 7 18 4 1 30
Hantara 8 11 2 21
Selajambe 8 17 3 1 29
Subang 8 24 4 2 38
Kabupaten
Cilebak 4 11 2 1 18
Kuningan
Ciwaru 8 21 2 1 32
Karangkancana 4 17 2 23
Cibingbin 13 5 1 43
23 1
Cibeureum 3 15 3 21
Luragung 14 40 4 2 2 62
Cimahi 5 19 4 28
Cidahu 8 24 5 1 1 39
Kalimanggis 9 16 5 30
Ciawigebang 33 51 16 3 6 109
Cipicung 8 18 2 28
Jumla
Sarana Pendidikan
h
Kabupaten/Kota Kecamatan TK SMP
PAU SD/ SMA SM
/ /
D MI / MA K
RA MTs
Lebakwangi 15 24 4 2 1 46
Maleber 12 31 5 1 2 51
Garawangi 9 24 3 1 1 38
Sindangagung 9 18 3 1 31
Kuningan 36 53 12 5 12 118
Cigugur 16 26 8 3 3 56
Kramatmulya 14 26 5 1 46
Jalaksana 20 32 9 6 2 69
Japara 9 15 5 2 31
Cilimus 23 32 8 5 4 72
Cigandamekar 15 22 5 3 45
Mandirancan 5 15 4 2 1 27
Pancalang 11 16 6 3 1 37
Pasawahan 9 16 4 1 30
Lemahsugih 19 37 6 1 63
Bantarujeg 23 27 4 1 55
Malausma 15 25 2 1 43
Cikijing 21 30 3 1 55
Cingambul 9 25 3 37
Talaga 18 31 5 2 1 57
Banjarn 6 18 3 27
Argapura 10 22 3 35
Maja 17 29 5 1 1 53
Majalengka 13 34 7 1 55
Cigasong 3 17 1 1 22
Sukahaji 8 20 3 1 32
Kabupaten SIndang 5 11 1 17
Majalengka Rajagaluh 15 28 4 2 49
Sindangwangi 6 19 3 1 29
Leuwimunding 13 30 4 1 1 49
Palasah 2 25 3 1 31
Jatiwangi 8 42 6 2 58
Dawuan 6 20 2 1 29
Kasokandel 15 21 3 1 40
Panyingkiran 6 15 2 1 24
Kadipaten 13 19 4 1 1 38
Kertajati 12 31 4 1 48
Jatitujuh 9 30 4 1 44
Ligung 12 33 5 1 51
Sumberjaya 6 27 4 1 38
Jumla
Sarana Pendidikan
h
Kabupaten/Kota Kecamatan TK SMP
PAU SD/ SMA SM
/ /
D MI / MA K
RA MTs
Haurgeulis - - - - - -
Gantar - - - - - -
Kroya - - - - - -
Gabuswetan - - - - - -
Cikedung - - - - - -
Terisi - - - - - -
Lelea - - - - - -
Bangodua - - - - - -
Tukdana - - - - - -
Widasari - - - - - -
Kertasemaya - - - - - -
Sukagumiwang - - - - - -
Krangkeng - - - - - -
Karangampel - - - - - -
Kedokanbunder - - - - - -
Kabupaten
Juntinyuat - - - - - -
Indramayu
Sliyeg - - - - - -
Jatibarang - - - - - -
Balongan - - - - - -
Indramayu - - - - - -
sindang - - - - - -
Cantigi - - - - - -
Pasekan - - - - - -
Lohbener - - - - - -
Arahan - - - - - -
Losarang - - - - - -
Kandanghaur - - - - - -
Bongas - - - - - -
Anjatan - - - - - -
Sukra - - - - - -
Patrol - - - - - -
67 2.66 4.253
Jumlah 0 608 142 162
3 8
Dalam Angka Kota Cirebon. Kabupaten Cirebon. Kab. Kuningan. Kab. Majalengka. Tahun 2017. * kabupaten
Indramayu tidak ada data.
2.1.4.2. Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat di lingkup pelayanan kelurahan/desa di Wilayah
Metropolitan Cirebon Raya merupakan sarana puskesmas keliling. balai
pengobatan dan posyandu. Untuk jumlah sarana kesehatan terbanyak yakni
posyandu yang berjumlah 5.825 unit. Sedangkan yang paling sedikit yaitu Rumah
Bersalin sebanyak 54 unit. Untuk balai pengobatan di setiap kabupaten/kota yang
terdapat di Wilayah Metropolitan Cirebon Raya tidak merata. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3. Jumlah Sarana Kesehatan Tingkat Kelurahan/Desa di Wilayah
Metropolitan Cirebon Raya Tahun 2016
Mushola/ Gereja
No Kabupaten/Kota Mesjid Gereja Pura Vihara
Langgar Katolik
1 Kota Cirebon 283 0 21 0 4 1
2 Kabupaten Cirebon - - - - - -
3 Kabupaten Kuningan 795 4.581 5 10 0 0
Kabupaten
4 1.020 5.723 12 1 3
Majalengka
5 Kabupaten Indramayu 823 4.548 10 4 0 2
Metropolitan Cirebon
2.921 14.852 48 14 5 6
Raya
Sumber : Kabupaten/Kota Dalam Angka. Tahun 2017;
Keterangan : (-) ; Tidak ada data
Kab.
Kab. Kab. Kab.
Kota Cirebon Majalengk
No NAMA PENYAKIT Cirebon Kuningan Inderamayu
(Jiwa) a
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
(Jiwa)
unspecified
8 Gastritis, unspecified 1.780 30.598 9.074 14.024 40.292
9 Acute pharyngitis 1.477 20.982 7.337 11.047 33.433
Diare and gastroenteritis
10 1.118 19.816 6.371 10.968 25.289
non spesifik
Jumlah 28.254 835.771 286.709 261.361 639.379
Sumber : SSK Kota dan Kabupaten Tahun 2017;
Dampak dari meningkatnya derajat kesehatan serta pendidikan yang baik pada
masyarakat ini merupakan salah satu indicator keberhasilan pembangunan
sumber daya manusia di Metropolitan Cirebon Raya. Prediksi angka harapan
hidup pada tahun 2014 mencapai usia 72,11 tahun dengan pencaipan ini
tentunya diharapkan kesejahteraan masyarakat akan semakin baik diimbangi
dengan pertumbuhan ekonomi yang baik pula dan penyakit yang paling tinggi
adalah Hipertensi esensial yakni 409.143 Jiwa sedangkan yang rendah 1.118
Jiwa Kota Cirebon penyakit Pulpitis.
Berdasarkan Tabel di atas terlihat bahwa jenis penyakit yang banyak di derita
adalah Hipertensi esensial yang diakibatkan pola sanitasi yang kurang sehat
yakni BAB’S yang tinggi. Dimana penderita terbanyak berada di Kabupaten
Cirebon.
Salah satu data statistik yang sangat diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan
ekonomi makro adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang disajikan
secara runtut waktu. Indikator ini sudah umum digunakan ditingkat regional dan
merupakan bagian indikator makro ekonomi. Indikator ekonomi makro yang
kerap dipakai sebagai acuan evaluasi proses pembangunan antara lain laju
pertumbuhan ekonomi (LPE) dan pendapatan perkapita yang bersumber pada
PDRB.
perekonomian di suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan
untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Perencanaan
pembangunan ekonomi suatu daerah dan untuk mengetahui sampai seberapa
jauh keberhasilan pembangunan ekonomi tersebut. diperlukan bermacam-macam
data statistik yang dapat dijadikan bahan evaluasi pembangunan ekonomi yang
telah dicapai dan perencanaannya di masa yang akan datang. Pada dasarnya
pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat. Memperluas lapangan pekerjaan. pemerataan
pembagian pendapatan. meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah/wilayah
dan mengupayakan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi yang semula dari
sektor primer. yaitu sektor yang bergantung pada jenis lapangan usaha pertanian
serta pertambangan dan penggalian kepada sektor sekunder (lapangan usaha
industri pengolahan; listrik, gas dan air minum; konstruksi/bangunan) serta
sektor tersier (lapangan usaha perdagangan, hotel restoran, angkutan,
komunikasi, lembaga keuangan, perusahaan persewaan, jasa pemerintahan dan
swasta).
Salah satu data statistik yang sangat diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan
ekonomi makro adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
disajikan secara time series. Angka-angka yang disajikan secara sektoral
memperlihatkan tentang struktur perekonomian suatu daerah. Apakah
menunjukkan ke arah daerah yang agraris atau industri. Berdasarkan data dari
masing-masing sektor dapat dilihat peranan atau sumbangan tiap sektor
terhadap jumlah pendapatan secara keseluruhan. Dengan adanya gambaran
perekonomian suatu daerah. merupakan bahan bagi para perencana ekonomi.
baik di kalangan pemerintah maupun swasta. untuk menentukan ke arah mana
daerah tersebut akan dikembangkan.
Sebagai gambaran saat ini (PDRB tahun 2016). Sektor pertanian merupakan
sektor yang paling besar kontribusinya dalam perekonomian Kabupaten Cirebon
dengan memberikan sumbangan sebesar Rp.6.339.473,00. Ini membuktikan
bahwa sektor pertanian di Kabupaten Cirebon masih sangat dominan. Begitu juga
dengan Kabupaten Kuningan dan Majalengka, sektor pertanian masih
Sedangkan Kota Cirebon, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor merupakan yang paling besar kontribusinya dalam
perekonomian Kota Cirebon dengan memberikan sumbangan sebesar
Rp.5.742.655,80. Dan untuk Kabupaten Indramayu, yang paling besar
memberikan kontribusi pada PDR adalah industry Pengolahan yakni sebesar
Rp.28.814.216,47.
PDRB Kota Cirebon atas dasar harga konstan 2010 pada tahun 2016 sebesar
14.059,3 milyar rupiah. Tahun 2016, sektor perdagangan besar dan eceran
reparasi mobil dan sepeda motor memberi sumbangan yang terbesar dalam
pembentukan PDRB yaitu sebesar 31,66%, kemudian disusul sektor transportasi
dan pergudangan sebesar 11,70%.
Nilai Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) atas dasar harga konstan menurut
lapangan usaha Kabupaten Kuningan, pada Tahun 2016 mencapai
Rp.13.977.774,24 milyar, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya
mencapai Rp.13.178.124,36 milyar, hal ini menunjukkan bahwa pada Tahun 2016
terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,09%.
Kabupaten Indramayu Pada tahun 2016 nilai PDRB tertinggi terjadi pada sektor
Pertanian, Kuhutanan, dan Perikanan dengan nilai Rp.3.031.841,45 atau sebesar
21,69%, dan yang terendah terjadi pada sektor Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang dengan nilai Rp.12.609,37 atau sebesar 0,09%.
PDRB atas dasar harga konstan 2010, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Indramayu tahun 2016 adalah sekitar 0,08%, sedangkan tahun 2015 sekitar
2,16%. juta rupiah.
Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan atau LPE Kabupaten
Majalengka tahun 2016 yaitu sebesar 5,90%. Stuktur perekonomian Kabupaten
Majalengka yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku
menunjukkan bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Majalengka pada
tahun 2016 dicapai oleh lapangan usaha A (Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan). Adapun angka laju pertumbuhan ekonomi dari setiap sektor atau
subsektor ekonomi di Wilayah Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagaimana
tercantum dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.6. Laju PDRB Atas Dasar Harga Konstan Wilayah Metropolitan Cirebon Raya Tahun 2015-2016
Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten
Kota Cirebon
No SEKTOR Cirebon Kuningan Majalengka Indramayu
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016
1 Pertanian. Kehutanan. dan Perikanan 0.61 4.00 (3.51) 6.03 1.10 4.53 (0.87) 6.09 0.94 7.40
2 Pertambangan dan Penggalian - - 0.48 (2.45) 0.67 (0.20) 1.90 (2.09) 1.41 (9.88)
3 Industri Pengolahan 4.09 4.39 5.30 5.81 6.36 7.15 8.30 10.31 0.41 (1.17)
4 Pengadaan Listrik dan Gas (8.02) (0.26) 3.37 6.53 3.02 5.90 3.00 6.18 5.74 3.53
Pengadaan Air. Pengelolaan Sampah. Limbah
5 3.96 5.36 4.89 5.28 6.13 5.83 5.97 5.83 8.72 6.41
dan Daur ulang
6 Konstruksi 5.39 4.52 8.07 4.92 8.30 3.58 11.60 4.43 9.39 4.96
Perdagangan Besar dan Eceran. Reparasi
7 4.82 5.63 3.42 3.59 3.25 4.25 5.26 4.44 3.80 1.62
Mobil dan Sepeda Motor
8 Transportasi dan Pergudangan 5.62 4.42 8.72 7.39 8.96 6.86 6.97 6.29 9.25 8.32
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.96 7.93 3.56 3.94 8.58 8.02 5.96 6.05 6.93 5.53
10 Informasi dan Komunikasi 15.83 13.60 13.37 10.44 15.67 11.35 12.74 10.15 15.34 13.99
11 Jasa Keuangan dan Asurani 5.37 5.93 12.41 9.77 8.62 9.35 5.14 6.65 8.20 8.34
12 Real Estate 5.22 5.97 4.21 4.52 5.04 6.74 5.08 4.19 6.79 8.73
13 Jasa Perusahaan 6.67 6.87 7.76 8.97 7.96 8.80 6.03 5.96 8.18 6.94
Administrasi Pemerintahan. Pertahanan dan
14 2.78 4.53 3.88 2.14 2.24 3.02 3.13 2.40 5.32 2.56
Jaminan Sosial Wajib
15 Jasa Pendidikan 9.40 7.56 10.36 6.29 14.38 9.93 7.53 4.23 10.58 8.46
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11.76 7.93 10.60 8.78 14.11 9.20 10.92 7.74 13.21 8.21
17 Jasa Lainnya 9.64 8.67 9.45 8.17 11.94 8.27 7.81 6.54 9.96 6.41
PDRB 5.81 5.95 4.88 5.62 6.38 6.09 5.33 5.90 2.16 0.08
Sumber : Dalam Angka. Kota Cirebon, Kab. Cirebon. Kab. Kuningan, Kab. Majalengka & Kab. Indramayu. Tahun 2017
A. Pertanian
Sektor pertanian di Wilayah Metropolitan Cirebon Raya memiliki konstribusi yang tinggi
dalam pembentukan Produk Domestik Bruto. Pertanian yang banyak dibudidayakan
merupakan tanaman pangan terutama tanaman padi sawah karena di Wilayah
Metropolitan Cirebon Raya masih banyak lahan persawahan dan irigasi teknis maupun
irigasi non teknis. Untuk luas tanaman dan produksi tanaman pangan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.7. Luas Tanaman Padi di Wilayah Metropolitan Cirebon Raya
Tahun 2016 (Ha)
Padi Padi
Kabupaten/Kota Jumlah
Sawah Ladang
Kota Cirebon 461 6 467
Kabupaten Cirebon 76.489 20 76.509
Kabupaten Kuningan 58.000 533 58.533
Kabupaten Majalengka 98.189 1.548 99.737
Kabupaten Indramayu 184.432 12.778 197.210
Sumber : Dalam Angka. Kota Cirebon, Kab. Cirebon. Kab. Kuningan,
Kab. Majalengka & Kab. Indramayu. Tahun 2017
Dari data yang di atas dapat diketahui yang lebih dominan untuk pertanian di wilayah
kabupaten saja sedangkan untuk di Kota Cirebon hanya sedikit lahan untuk pertanian
karena lebih kepada perdagangan dan jasa.
Sedangkan untuk produksi tanaman padi hampir setiap kecamatan yang ada di
Wilayah Metropolitan Cirebon Raya membudidayakannya. Luas Panen yang paling
tinggi berada di Kecamatan Sukagumiwang Kabupaten Indramayu sebanyak 184.432
Ha. Untuk tanaman padi ladang hanya terdapat di beberapa kecamatan saja yang
membudidayakannya terutama di Kabupaten Indramayu. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.8. Produksi Tanaman Padi di Wilayah Metropolitan Cirebon Raya
Tahun 2016
Produksi Produksi Padi Jumlah
Kabupaten/Kota
Padi Sawah Ladang Produksi
Kota Cirebon 2.406 21 2.427
Kabupaten Cirebon 443.382 86 443.468
Kabupaten Kuningan 352.588 2.427 355.015
Kabupaten Majalengka 602.799 8.424 611.223
Kabupaten Indramayu 1.233.785 60.373 1.294.158
B. Perindustrian
Tabel 2.10. Jumlah Unit Industri Kecil Menengah dan Besar di Wilayah
Metropolitan Cirebon Raya Tahun 2016
Penyerapan
No Kabupaten/Kota Unit Usaha Investasi (Juta Rp)
Tenaga Kerja
1 Kota Cirebon 7 2.820 493.600
2 Kabupaten Cirebon 45 4.973 7.357.212
3 Kabupaten Kuningan 20 657 543.919
4 Kabupaten Majalengka 18 20.842 4.200.962
5 Kabupaten Indramayu 16 1.077 447.815
Metropolitan Cirebon 106 30.369 13.043.508
Raya
Sumber : Jawa Barat Dalam Angka. Tahun 2017
C. Jasa Hotel
Jumlah hotel dan akomodasi yang ada di Wilayah Metropolitan Cirebon Raya adalah
120 karena Wilayah Metropolitan Cirebon Raya letaknya sangat strategis yang dilalui
oleh jalur pantura sehingga wilayah Metropolitan Cirebon Raya bisa dijadikan tempat
transit atau untuk beristrirhat bagi masyarakat yang melakukan perjalanan jauh ke
kota – kota lain yang ada di Jawa Barat maupun ke Jawa Tengah.
Di Kabupaten Kuningan terdapat beberapa tempat wisata sehingga banyak
dikembangkan pembangunan hotel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
D. Pariwisata
Objek wisata yang ada di Wilayah Metropolitan Cirebon Raya cukup banyak dan
beragam dari wisata alam hingga wisata budaya yang ada di Wilayah Metropolitan
Cirebon Raya sehingga menarik wisatawan asing dan domestik untuk berkunjung.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini.
E. Investasi
Salah satu faktor utama untuk membiayai pembangunan daaerah adalah penerimaan
pemerintah daerah. Penerimaan pemerintah daerah bersumber dari pendapatan asli
daerah berupa pajak daerah dan bantuan pemerintah pusat. Tolak ukur meningkatnya
kegiatan pembangunan suatu daerah dapat diamati dari realisasi pengeluaran
pemerintah daerah yang terdiri dari pengeluran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Penanaman modal di Wilayah Metropolitan Cirebon Raya terdapat 2 (dua) jenis yaitu:
penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Di Wilayah Metropolitan
Cirebon Raya yang paling dominan yang bersumber dari penanaman modal dalam negeri
sebesar Rp 12.787.704.000.000. sedangkan untuk penanaman modal asing sebesar Rp
3.216.165.849.272.
Kota Cirebon merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan nasional dan regional yang
berbasis pada sektor perdagangan dan jasa, dimana didalamnya didukung oleh
sektor pariwisata, pendidikan dan budaya yang berlandaskan nilai-nilai religius.
Kegiatan dalam skala nasional dan regional ini akan mendorong kemudahan
aksesibilitas. Selain itu, menumbuhkan sektor-sektor lainnya yang dapat menarik
pangsa skala nasional dan regional. Dalam mewujudkannya sangatlah penting
bagi Pemerintah Kota Cirebon melakukan penataan ruang.
Paparan mengenai tata ruang Kota Cirebon dimulai dari pengembangan Sistem
Pusat Pelayanan, Sistem Jaringan Prasarana Kota, Infrastruktur Perkotaan dan
Pola Ruang Wilayah Kota.
Pusat Pelayanan Kota (PPK) Cirebon melayani seluruh wilayah kota dan regional
yang terdapat di sebagian Kelurahan Kejaksan. PPK ini berfungsi sebagai pusat
pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, pusat pelayanan pendidikan dan
pusat peribadatan skala kota. PPK Cirebon ini tentunya terintegrasi dengan
kawasan kota lainnya yakni Indramayu, Majalengka dan Kuningan
(Ciayumajakuning) dimana kawasan kota ini memiliki pertumbuhan yang cepat.
Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) Cirebon terbagi atas 5 bagian, yaitu SPPK
Kawasan Pelabuhan Cirebon, SPPK Gunung Sari – Cipto, SPPK Ciremai Raya,
SPPK Majasem dan SPPK Argasunya.
Tabel 2.15. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) Cirebon
berada di Kelurahan Panjunan, melayani:
Sub Pusat Pelayanan Kota
Kelurahan Kesenden
Kawasan Pelabuhan Cirebon
Kelurahan Kebon Baru
Kelurahan Lemahwungkuk
(berfungsi sebagai pusat
Kelurahan Kasepuhan, dan
pelayanan transportasi)
Kelurahan Pegambiran
Sub Pusat Pelayanan Kota berada di Kelurahan Pekiringan, melayani:
Gunung Sari – Cipto Kelurahan Sukapura
Kelurahan Kejaksan
(berfungsi sebagai Kelurahan Pekalangan
Kelurahan Pekalipan
Kelurahan Jagastru
perdagangan dan jasa skala Kelurahan Lemahwungkuk
kota Kelurahan Pegambiran
Kelurahan Kesambi, dan
Kelurahan Drajat
Sub Pusat Pelayanan Kota
Ciremai Raya berada di sebagian Kelurahan Larangan dan
Kelurahan Kecapi, melayani:
(berfungsi sebagai pusat Kelurahan Pegambiran, dan
pelayanan umum skala Kelurahan Kalijaga
kecamatan)
Sub Pusat Pelayanan Kota
Majasem berada di sebagian Kelurahan Karyamulya,
melayani:
(berfungsi sebagai pusat Kelurahan Sunyaragi, dan
pelayanan pendidikan skala Kelurahan Harjamukti
kota)
Sub Pusat Pelayanan Kota
Argasunya berada di Kelurahan Argasunya, melayani
Kelurahan Argasunya
(berfungsi pusat pertanian)
Selanjutnya, Pusat Lingkungan (PL) merupakan pusat yang melayani skala
lingkungan wilayah kota Cirebon yang tersebar di seluruh kelurahan, diantaranya
adalah sebagai berikut.
Kelurahan Harjamukti,
Kelurahan Larangan,
Kelurahan Kecapi, dan
Kelurahan Pegambiran; dan
Sub Wilayah Kota (SWK) IV Kelurahan Argasunya
Pemerintah Kota Cirebon memiliki prioritas wilayah dalam penataan ruangnya
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, dimana wilayah tersebut
dinamakan Kawasan Strategis Kota (KSK).
Kawasan Strategis Kota sangatlah memperhatikan Kawasan Strategis Kota pesisir
pantura dan Kawasan Strategius Kota koridor Bandung – Cirebon.
Kawasan Strategis Kota Cirebon terdiri atas 2 bagian, yakni:
KSK dengan sudut kepentingan ekonomi meliputi Pelabuhan Cirebon,
Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan, Gunung Sari-Cipto, dan
Ciremai Raya
KSK dengan sudut kepentingan sosial budaya meliputi Keraton Cirebon, Gua
Sunyaragi, Majasem dan Argasunya-Kalijaga
Sistem transportasi darat Kota Cirebon terdiri atas jaringan jalan dan jaringan
perkeretaapian. Berikut merupakan jaringan jalan yang tersebar di Kota
Cirebon berdasarkan fungsinya.
3. Infrastruktur Perkotaan
Infrastruktur perkotaan yang dimaksud meliputi sistem penyediaan air minum,
sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan persampahan dan sistem
drainase.
Sistem Penyediaan Air Minum
Sumber air yang digunakan berasal dari mata air Cipaniis Kabupaten
Kuningan dengan kapasitas produksi 860 liter/detik. Sedangkan, untuk
instalasi pengolahan air I terletak di Cipaniis, Kabupaten Kuningan dengan
Sistem Persampahan
Pengelolaan sampah dilakukan di Tempat Penampungan Sementara (TPS)
yang tersebar diseluruh kelurahan dengan kapasitas penampungan yang
berbeda-beda, diantaranya adalah sebagai berikut ini.
TPS di Kelurahan Kejaksan Kecamatan Kejaksan (kapasitas + 52 m3)
TPS di Kelurahan Sukapura Kecamatan Kejaksan (kapasitas + 64 m3)
TPS di Kelurahan Kesambi Kecamatan Kesambi (kapasitas + 52 m3)
TPS di Kelurahan Sunyaragi Kecamatan Kesambi (kapasitas + 40 m 3)
TPS di Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi (kapasitas + 32 m 3)
TPS di Kelurahan Panjunan Kecamatan Lemahwungkuk (kapasitas + 30 m 3)
TPS di Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Kesambi (kapasitas + 24 m 3)
TPS di Kelurahan Pekalangan, Kecamatan Pekalipan (kapasitas + 20 m 3)
TPS di Kelurahan Jagasatru, Kecamatan Pekalipan (kapasitas + 16 m 3)
TPS di Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Harjamukti (kapasitas + 56 m 3 )
TPS di Kelurahan Larangan, Kecamatan Pekalipan (kapasitas + 80 m3)
Adapun Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) di
Kota Cirebon yang meliputi:
TPPAS Kopi Luhur di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti (dengan
kapasitas + 645 m3)
TPPAS Regional di Kabupaten sekurang-kurangnya yang dapat menampung
sampah kurang lebih 222.077 liter/hari.
Sistem Drainase
Sistem drainase di Kota Cirebon terdiri atas jaringan drainase primer,
sekunder dan tersier. Jaringan drainase primer meliputi 4 sistem drainase
makro yaitu Sungai Kedung Pane, Drainase Sukalila, Sungai Kasunean dan
Sungai Kalijaga.
Sedangkan, jaringan drainase sekunder eksisting meliputi Kali Tangkil, Kali
Kemlaka, Kali Cideng, Kedung Bima, Kedung Pane, Banjir Kanal, Kali Kijing,
Kali Kramat, Kali Kayu Walang, Kali Sukalila, Kali Sigujeg, Kali Bedeng, Kali
Sijarak I, Kali Sijarak II, Kali Langensari, Kali Sirabun, Kali Penyuken, Kali
Seladara, Kali Kesunean, Kali Suba, Kali Cikijing dan Kali Sigemplo, Kali
Lunyu, Kali Cikalong, Kali Cikenis, Kedung Menjangan, Kedung Jumbleng,
Kedung Mendeng, Surapandan dan Cadas Ngampar.
RTH publik eksisting meliputi kawasan seluas + 341,46 Ha atau sekitar + 8,96% dari
luas wilayah kota yang meliputi Kecamatan Harjamukti dengan luas + 93,85 Ha;
Kecamatan Lemahwungkuk, dengan luas + 126,36 Ha; Kecamatan Pekalipan dengan
luas + 15,76 Ha; Kecamatan Kesambi dengan luas + 76,01 Ha; dan Kecamatan
Kejaksan dengan luas + 29,48 Ha.
Kawasan Budidaya
Kawasan Peruntukan Perumahan
Kawasan peruntukan perumahan terdiri atas kawasan peruntukan perumahan
kepadatan tinggi, kepadatan sedang dan kepadatan rendah.
Tabel 2.22. Kawasan Peruntukan Perumahan
Kawasan Peruntukan Perumahan Lokasi
Kelurahan Kesenden,
Kelurahan Kebon Baru,
Kelurahan Panjunan,
Kelurahan Lemahwungkuk,
Kelurahan Pegambiran,
Kelurahan Pekiringan,
Kawasan Peruntukan Perumahan
Kelurahan Kesambi,
Kepadatan Tinggi
Kelurahan Pekalangan,
(Luas + 869 Ha; KDB 60-75%; KLB
Kelurahan Jagasatru,
maks. 1,2)
Kelurahan Pulasaren,
Kelurahan Kesambi,
Kelurahan Drajat,
Kelurahan Sunyaragi,
Kelurahan Pekiringan,
Kelurahan Pekalipan,
Kelurahan Kasepuhan, dan
Kelurahan Kecapi.
Kawasan Peruntukan Perumahan Kelurahan Sunyaragi,
Kepadatan Sedang Kelurahan Karyamulya,
(lLuas + 848 Ha; KDB 45-60%; KLB Kelurahan Harjamukti,
maks. 1) Kelurahan Larangan,
Kelurahan Kecapi, dan
Kelurahan Pegambiran.
Kawasan Peruntukan Perumahan Kelurahan Argasunya
Kepadatan Rendah
Gambar 2.4. P
e
t
a
Kelurahan Kalijaga
kawasan perikanan budi Kecamatan Harjamukti
daya air tawar Kelurahan Kesambi
Kawasan
Kecamatan Kesambi
Peruntukan Kelurahan Kesenden,
Perikanan Kelurahan Kebon Baru
kawasan perikanan budi
Budidaya Kecamatan Kejaksan
daya air payau
Kelurahan Lemahwungkuk
Kecamatan Lemahwungkuk
kawasan perikanan budi Kelurahan Kesenden Kecamatan
daya air laut Kejaksan
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala atau beberapa
Kabupaten/kota; Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten
atau beberapa kecamatan; Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya
h. Kecamatan Sedong;
i. Kecamatan Susukanlebak;
j. Kecamatan Karangwareng;
k. Kecamatan Beber;
l. Kecamatan Greged;
m. Kecamatan Plered;
n. Kecamatan Tengahtani;
o. Kecamatan Talun;
p. Kecamatan Gunungjati;
q. Kecamatan Jamblang;
r. Kecamatan Depok;
s. Kecamatan Dukupuntang;
t. Kecamatan Gempol;
u. Kecamatan Susukan;
v. Kecamatan Kaliwedi;
w. Kecamatan Panguragan;
x. Kecamatan Suranenggala; dan
y. Kecamatan Ciwaringin.
PKL sebagaimana memiliki peranan meliputi :
A. Peranan PKL Ciledug melayani beberapa kecamatan meliputi :
1. Kecamatan Losari;
2. Kecamatan Pabedilan;
3. Kecamatan Pabuaran;
4. Kecamatan Waled;
5. Kecamatan Babakan;
6. Kecamatan Gebang; dan
7. Kecamatan Pasaleman.
B. Peranan PKL Lemahabang melayani beberapa kecamatan meliputi :
1. Kecamatan Astanajapura;
2. Kecamatan Mundu;
3. Kecamatan Pangenan;
4. Kecamatan Sedong;
5. Kecamatan Susukanlebak;
6. Kecamatan Karangsembung; dan
7. Kecamatan Karangwareng.
C. Peranan PKL Sumber melayani beberapa kecamatan meliputi :
1. Kecamatan Weru;
2. Kecamatan Beber;
3. Kecamatan Greged;
4. Kecamatan Plered;
5. Kecamatan Tengahtani;
6. Kecamatan Talun;
7. Kecamatan Kedawung; dan
8. Kecamatan Gunungjati.
D. Peranan PKL Palimanan melayani beberapa kecamatan meliputi :
1. Kecamatan Plumbon;
2. Kecamatan Klangenan;
3. Kecamatan Jamblang;
4. Kecamatan Depok;
5. Kecamatan Dukupuntang; dan
6. Kecamatan Gempol.
E. Peranan PKL Arjawinangun melayani beberapa kecamatan meliputi :
1. Kecamatan Kapetakan;
2. Kecamatan Susukan;
3. Kecamatan Kaliwedi;
4. Kecamatan Gegesik;
5. Kecamatan Panguragan;
6. Kecamatan Suranenggala; dan
7. Kecamatan Ciwaringin.
PKLp sebagaimana memiliki peranan meliputi :
a. Peranan Kecamatan Losari sebagai pendukung Kecamatan Ciledug;
b. Peranan Kecamatan Astanajapura sebagai pendukung Kecamatan
Lemahabang;
c. Peranan Kecamatan Weru sebagai pendukung Kecamatan Sumber;
d. Peranan Kecamatan Plumbon sebagai pendukung Kecamatan Palimanan; dan
e. Peranan Kecamatan Kapetakan sebagai pendukung Kecamatan Arjawinangun.
Rencana sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana dimaksud meliputi :
Sumber : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIREBON
TAHUN 2011-2031.
PKLp meliputi:
a. PKLp Tukdana berada di Kecamatan Tukdana; dan
b. PKLp Terisi berada di Kecamatan Terisi.
PPK meliputi:
a. PPK Anjatan berada di Kecamatan Anjatan;
b. PPK Widasari berada di Kecamatan Widasari;
c. PPK Sukra berada di Kecamatan Sukra;
d. PPK Arahan berada di Kecamatan Arahan;
e. PPK Cantigi berada di Kecamatan Cantigi;
f. PPK Pasekan berada di Kecamatan Pasekan;
g. PPK Kedokanbunder berada di Kecamatan Kedokanbunder;
h. PPK Sliyeg berada di Kecamatan Sliyeg;
i. PPK Bangodua berada di Kecamatan Bangodua;
j. PPK Sukagumiwang berada di Kecamatan Sukagumiwang;
k. PPK Lelea berada di Kecamatan Lelea;
l. PPK Cikedung berada di Kecamatan Cikedung;
m.PPK Gabuswetan berada di Kecamatan Gabuswetan;
n. PPK Kroya berada di Kecamatan Kroya;
o. PPK Bongas berada di Kecamatan Bongas;
p. PPK Juntinyuat berada di Kecamatan Juntinyuat;
q. PPK Krangkeng berada di Kecamatan Krangkeng;
r. PPK Lohbener berada di Kecamatan Lohbener; dan
s. PPK Kertasemaya berada di Kecamatan Kertasemaya.
PPL meliputi:
a. Pusat permukiman Desa Sanca berada di Kecamatan Gantar;
b. Pusat permukiman Desa Sukaslamet berada di Kecamatan Kroya;
c. Pusat permukiman Desa Jayamulya berada di Kecamatan Kroya;
d. Pusat permukiman Desa Babakanjaya berada di Kecamatan Gabuswetan;
e. Pusat permukiman Desa Kedokangabus berada di Kecamatan Gabuswetan;
f. Pusat permukiman Desa Loyang berada di Kecamatan Cikedung;
g. Pusat permukiman Desa Karangasem berada di Kecamatan Terisi;
Secara umum dapat dikatakan bahwa pengelolaan air limbah di Kota Cirebon
telah mencakup lebih dari 80% masyarakat Kota Cirebon Namun demikian,
kondisi pengelolaan dapat dikatakan belum baik
Sistem pengelolaan air limbah di Kota Cirebon terbagi menjadi 2 (dua) sistem,
yaitu :
1.Sistem Setempat (On-Site System)
2.Sistem Terpusat (Off-Site System)
Uraian lebih lanjut untuk kondisi eksisting pengelolaan air limbah Kota Cirebon
akan dibahas dibawah ini.
Kepemilikan jamban dan sarana pengelolaan air limbah di Kota Cirebon cukup
tinggi, yaitu 90,9% keluarga memiliki jamban (dari 97,6% keluarga yang
diperiksa) dan yang masuk kategori jamban sehat sebesar 86,6%. Sedangkan
kepemilikan sarana pengelolaan air limbah juga cukup tinggi, yaitu 90,3%
keluarga memiliki sarana pengelolaan air limbah (dari 97,6% keluarga yang
diperiksa) dan yang masuk kategori sarana pengelolaan air limbah sehat
sebesar 85,3%.
Dari data tersebut diatas dapat dikatakan bahwa Kota Cirebon merupakan
kota yang mempunyai sarana sanitasi yang baik sehingga tidak akan terjadi
pencemaran khususnya di sungai yang menjadi badan air penerima dari air
limbah domestik tersebut. Tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan
di lapangan, yaitu terjadinya penurunan kualitas air permukaan. Dalam Buku
Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Cirebon Tahun 2012 disebutkan
bahwa : ”Secara umum, kondisi kualitas air sungai di Kota Cirebon
mengalami penurunan setiap tahunnya. Perkembangan di berbagai kegiatan
khususnya yang memanfaatkan air permukaan sebagai ujung pipa dari
mengalirnya effluen, lambat laun telah mengusik kestabilan dari badan air
yang ada.
Tahun 2011. Berikut ini data Program Sanimas di Kota Cirebon baik yang
telah dilaksanakan maupun yang sedang dan akan dilaksanakan.
Saat ini penyedotan lumpur tinja masih dilaksanakan baik oleh armada truk
tinja milik PDAM maupun pihak swasta, di mana apabila ada masyarakat
yang membutuhkan penyedotan tinja maka mereka bisa menghubungi PDAM
atau Pihak Swasta tersebut melalui layanan telpon.
Tidak ada penyebutan secara spesifik daerah pelayanan sedot tinja milik
swasta ini, namun semuanya dibuang ke stasiun pompa IPAL Ade Irma.
Untuk armada yang dimiliki oleh PDAM sendiri, sementara ini kendaraan
pembersih lumpur diperbantukan untuk penyedotan tinja. Berdasarkan
laporan bulanan bagian air limbah, jumlah ritasi selama sebulan adalah 2
ritasi yang berasal dari perumahan di Kecamatan Kesambi dengan jumlah
kubikasi adalah 4 m3. Selain melayani wilayah Cirebon, terdapat 8 ritasi
dengan jumlah kubikasi 16 m3 yang berasal dari wilayah sekitar Cirebon.
Dari armada ini pada Bulan Juli 2013 jumlah total pembayaran jasa sedot
tinja adalah Rp 550.000. Adapun pembuangan lumpur tinja hasil penyedotan
untuk sementara dilakukan ke bak pengumpul IPAL Ade Irma. Hal tersebut
dilakukan karena kondisi IPLT yang telah ditutup dan tidak dioperasionalkan
lagi. Dari setiap truk tinja milik swasta yang membuang lumpur tinjanya ke
IPAL Ade Irma, akan dikenakan biaya Rp 15.000.
Tabel 2.28. Jumlah Armada Truk Tinja
Jumlah Truk Kapasitas Jumlah Ritasi per
Penyedia Jasa
Tinja per Truk Truk per Bulan
PDAM 1 3 10
2m
CV. GSP 1 3 70
2m
Swasta 1 (Nopol Truk E 8251 3
1 2m 20
VB)
Swasta 2 (Nopol Truk E 8142 L) 1 3 15
2m
Swasta 3 (Nopol Truk E 8953 G) 1 3 20
2m
Sumber: Laporan Bulanan Bagian Air Limbah Bulan Juli 2013, PDAM Tirta Dharma Kota Cirebon
c. Kolam Maturasi
Area = 1,27 Ha, kedalaman = 2,5 meter. Waktu detensi = 2,5 hari
Berikut ini beberapa foto kondisi IPAL Kesenden.
IPAL Ade Irma, berlokasi di Kecamatan Lemah Wungkuk, di bangun pada Tahun
1937 dengan area pelayanan seluas 367,60 hektar . Sistem pengolahannya
menggunakan teknologi kolam oksidasi yang melayanani 35.000 jiwa, dengan
daerah pelayanan 120 ha. Untuk meningkatkan pelayanan, sistem yang dibangun
pada jaman Belanda ini pernah diperbaiki dan direhab sebagian .
Air yang masuk ke sumur pengumpul berasal dari sewerage dan drainage di
wilayah pelayanan tersebut. Debit pengolahan IPAL Ade Irma adalah 50 lt/det,
sedangkan debit alirannya adalah 210 - 3000 lt/det.
IPAL Perumnas Utara dibangun pada tahun 1978. Luas area pelayanan 1,63 Ha.
Secara garis besar fasilitas di IPAL Perumnas Utara adalah :
a. Pipa Saluran : diameter 140 mm – 400 mm
b. Kolam Anaerobik, kedalaman : 2.45 meter
c. Kolam Fakultatif : area = 0.14 Ha, kedalaman = 2.6 m
d. Kolam Maturasi ke-1 : area = 0.18 Ha, kedalaman = 2.75 m
e. Kolam Maturasi ke-2 : area = 0.30 Ha, kedalaman = 2 m
f. Kapasitas sambungan : 2.000
g. Sambungan Tersedia : 1.419
h. Pelanggan Tersambung : 1.419 SL
i. Belum Tersambung :0
j. Luas Area Terlayani : 170 Ha
k. Panjang Saluran : 8,950 Km
Cakupan pelayanan air limbah di Kota Cirebon dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2.32. Cakupan layanan air limbah domestik saat ini di Kabupaten/Kota
Sanitasi tidak layak Sanitasi Layak
Tabel 2.33. Kondisi Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Domestik
Kondisi
Jumlah/
No Jenis Satuan Tdk Keterangan
Kapasitas Berfungsi
berfungsi
SPAL Setempat (Sistem Onsite)
Berbasis komunal
1
- MCK Komunal unit 64 64
2. Truk Tinja unit
3 IPLT : kapasitas M3/hari
SPAL Terpusat (Sistem Offsite)
Berbasis komunal
- Tangki septik komunal unit
1 91
>10KK
- IPAL Komunal unit 4
IPAL Kawasan/Terpusat orang 3.134
2 - kapasitas M3/hari
- sistem
Sumber : Instrumet Profil Sanitasi, 2015
No Permasalahan Mendesak
1. Aspek Teknis: Pengembangan Sarana dan Prasarana
(user interface-pengolahan awal-pengangkutan-pengolahan akhir-pembuangan akhir)
serta Dokumen Perencanaan Teknis
BABS : 6,2 % (4.792KK)
Akses terhadap jamban yang tidak layak: 26,3% (20.234 KK)
Jumlah truk tinja tidak memadai (hanya 3 unit)
Praktek pengurasan tinja sangat rendah pertahun (15% atau 1300 KK)
Kondisi IPLT tidak berfungsi optimal (ada kapasitas idle) atau kondisi IPLT rusak
Tidak ada pengukuran kualitas efluen
2 IPAL kawasan tidak berjalan secara optimal, belum semua idle terpasang.
2. Aspek Non Teknis: Pendanaan, kelembagaan, Peraturan dan Perundang-
undangan, Peranserta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta, Komunikasi
Cakupan area layanan masih kecil dan didominasi golongan low income.
Kurangnya infrastruktur jaringan air limbah, khususnya di Kecamatan Kesambi.
Masih ada penduduk yang memiliki jamban yang tidak kedap air.
Masih ada perilaku masyarakat yang BABS.
Persepsi dari sebagian masyarakat bahwa sarana sanitasi air limbah belum
menjadi kebutuhan yang mendesak.
Sebagian masyarakat Kota Cirebon lebih mudah membuang limbahnya ke
saluran/sungai atau karena keterbatasan ekonominya belum mampu
menyediakan sarana sanitasi sendiri.
Kondisi kawasan pemukiman di Kota Cirebon yang padat sulit untuk
menempatkan saluran pembuangan air limbah dan septic tank yang sesuai
dengan persyaratan kesehatan.
IPLT Kesenden belum berjalan secara optimal. Saat ini baru terbangun kolam
tempat buangan lumpur tinja, sedangkan fasilitas penunjang lainnya belum ada.
Jarak rumah penduduk dengan IPAL < 20 m, sehingga penduduk di sekitar
kolam sering mengeluh karena bau.
Sumber : Instrumen Profil Sanitasi, 2015
Permasalahan air limbah juga sering berkaitan dengan masalah-masalah sosial. Sebagai
contoh, masalah kemiskinan di perkotaan disebabkan oleh perilaku sanitasi dan higiene
perseorangan yang tidak baik dan daerah sempadan sungai yang berubah menjadi
tempat tinggal. Daerah Metropolitan Cirebon Raya, sebagai Pusat Kegiatan Nasional, juga
tidak luput dari permasalahan tersebut. Penanganan masalah tersebut di atas,
membutuhkan pendekatan yang menyeluruh/holistic, karena pada dasarnya sistem air
limbah adalah suatu sistem yang meliputi penyaluran air limbah dan pengolahan air
limbah yang mengacu kepada baku mutu air limbah (effluent standard maupun stream
standard). Untuk dapat memahami hal tersebut diatas, yang berarti dapat mencari akar
permasalahan air limbah di Metropolitan.
Saluran air limbah di Kota Cirebon sebagian besar masih bercampur dengan saluran
drainase (sistem campuran) dalam bentuk saluran terbuka. Saluran tertutup untuk
limbah domestik maupun non-domestik masih sangat terbatas. Sistem pembuangan air
limbah di Kota Bandung, baik setempat maupun terpusat, masih menghadapi
permasalahan teknis dan non teknis dalam operasi pengelolaannya yang secara umum
akibat kurangnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan sarana yang ada. Selain
itu pengelolaan limbah non domestik, seperti limbah pabrik, masih banyak yang belum
memenuhi standar yang telah ditetapkan, bahkan masih banyak pabrik-pabrik yang
belum memiliki instalasi pengolahan limbah.
Permasalahan yang dihadapi pada saat ini adalah :
1.Masih banyaknya penggunaan sistem setempat dalam pengolahan limbah, seperti
penggunaan cubluk dan pembuangan air cuci dan mandi tanpa saluran, terutama
pada lingkungan perumahan yang padat.
2.Terbatasnya kapasitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengolah air
limbah domestik yang dihasilkan.
3.Tidak tersedianya IPAL di beberapa sektor yang membutuhkan pengolahan air
limbah khusus, seperti industri.
4.Bercampurnya air hujan dan drainase pada satu saluran menyebabkan besarnya
volume air limbah yang harus diolah.
5.Masih banyaknya saluran yang merupakan saluran terbuka di daerah perkotaan.
Berdasarkan kondisi eksisting pengelolaan air limbah Kota Cirebon, berikut ini analisa
khususnya terkait aspek teknis, diperhatikan diantaranya :
1. Sistem On-Site
Masih terjadi pencemaran badan air/sungai akibat limbah domestik, salah
satunya karena tangki septik yang dimiliki oleh masyarakat masih belum
memenuhi syarat.
Program Sanimas yang telah berjalan baru mencakup sebagian kecil saja (±
2.000 KK) dan program ini layak dan akan diteruskan pada wilayah2 lain
yang prioritas (PAKUMIS).
Perlu dilakukan rehabilitasi IPLT Kesenden mengingat cukup besarnya potensi
lumpur tinja yang harus dikelola
2. Sistem Off-Site
Terdapat 4 (empat) IPAL di Kota Cirebon yang melayani 23,84% dari jumlah
penduduk Kota Cirebon atau 15,02% dari luas wilayah Kota Cirebon.
1 (satu) kecamatan yang belum terlayani oleh sistem off-site yaitu Kecamatan
Kesambi.
Kondisi IPAL sebagian besar tidak difungsikan sesuai SOP karena kendala biaya
OP
Untuk pengembangan IPAL : dari 4 IPAL, hanya IPAL Kesenden yang masih
memungkinkan untuk rehabilitasi dengan penambahan unit pengolahan.
Sedangkan 3 IPAL lainnya hanya bisa direhabilitasi dengan pengembangan
teknologi karena lahannya sudah habis.
3. Secara topografi Kota Cirebon mempunyai areal dengan kemiringan yang
cenderung datar.
Kerusakan jaringan pipa sepanjang sekitar 50 m yang menyebabkan IPAL Kesenden tidak
pernah dioperasikan. Kerusakan ini berupa pipa air limbah yang mengalami
penurunan/pecah sambungan. Lokasi pipa yang mengalami kerusakan terletak 50 m
sebelum rumah pompa IPAL Kesenden. Dengan demikaian IPAL Kesenden perlu
dilakukan perbaikan terutama jaringan pipa yang mengalami kerusakan).
Dari data dan informasi mengenai jaringan pipa IPAL Ade Irma diketahui bahwa
kapasitas saluran telah berkurang akibat adanya endapan lumpur dalam jumlah besar
dan adanya pasir, pada bagian dalam pipa serta akibat adanya kerusakan struktur pipa.
Komplek perumahan sepanjang jalur pipa induk dan sekitarnya pada penataan awal tidak
menyediakan sarana kusus penanganan air limbah, sehingga masalah limbah belum
mendapat perhatian secara serius. Prasarana yang telah ada meliputi :
1.Jalan lingkungan
2.Saluran air hujan.
Sanitasi Kabupaten Cirebon secara umum dapat dilihat dari tingkat layanan, cakupan
layanan maupun akses masyarakat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana baik
untuk sektor air limbah, persampahan dan drainase lingkungan yang ada di Kabupaten
Cirebon. Karena sektor air bersih juga eratkaitannya dengan sektor sanitasi, maka profil
sanitasi kota juga berusaha menggambarkan kondisi PHBS,demikian juga pengelolaan air
limbah domestik, pengelolaan persampahan, pengelolaan drainase lingkungan dan
pengelolaan komponen terkait sanitasi.
Limbah domestik biasanya berasal dari kamar mandi, dapur dan cuci yang
disalurkanke dalam tangki septic yang dilengkapi dengan peresapan. Sistem buangan
yang sederhanaini sebenarnya harus disediakan di tiap – tiap bangunan sehingga
sangat memudahkan danmeringankan bagi Pemerintah Kabupaten Cirebon karena
pengadaannya dapat diusahakan sendiri oleh masyarakat baik secara perorangan
maupun secara kelompok. Hal ini juga bermanfaat untuk melokalisasi tempat
pembuangan limbah domestik agar tidak membebani sungai dan drainase yang dapat
menimbulkan pencemaran yang memberatkan.
Cakupan layanan sanitasi sektor air limbah eksisting di Kabupaten Cirebon yang
memenuhi syarat dan dinyatakan tidak melaksanakan BABS secara kuantitas adalah
sebesar 61%, meliputi tangki septik individual sebesar 50 %, menggunakan tangki
septicsecara komunal sebesar 5.% dan yang sudah menggunakan cubluk pribadi sebesar
6%. (Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Cirebon, 2015).
Sedangkan sesianya yaitu sebanyak 39% dari jumlah penduduk Kabupaten Cirebon
masih melakuksan aktivitas BABS. Tahapan pengembangan yang direncanakan selama 5
tahunke depan adalah dengan menuntaskan praktek BABS di seluruh wilayah Kabupaten
Cirebon melalui kepemilikan tangki septic individual sebesar 75%, dengan komunal
MCK atau MCK++ 15% dan yang masih menggunakan cubluk 10%.
Sementara itu penuntasan BABS secara kualitas baru akan ditargetkan pada tahapan
jangka panjang 15 tahun.
A Sistem On-site
Individual (tangki
1 56 % 65 % 75 % 80 %
septik)
Komunal (MCK,
2 5% 20 % 10 %
MCK++)
3 Individual (Cubluk) 6% 10 % 15 %
Lain-lain (tidak
4 33 % 5%
memenuhi syarat)
B Sistem Off-site
1 Skala Kota 20%
2 Skala Wilayah
Ket : *) Cakupan layanan adalah persentase penduduk terlayani oleh sistem dimaksud atastotal
penduduk.
Sistem pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Cirebon saat ini dilayani oleh
sistem setempat (on site system), yaitu merupakan sistem pengolahan limbah dimana
fasilitas instalasi pengolahan berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki dapat
berupa: Septic tank, Cubluk dan Plengsengan
Kondisi ideal pengelolaan air libah domestik, dari tempat penampungan tersebut diatas,
kemudian dilanjutkan pengangkutan dengan mobil tanki tinja dengan pengolahan
lumpur tinja di IPLT.
Daur Ulang
Pengola Dan Atau
Produk Kode User Interface Penampungan Pengaliran han Pembuangan
Input Aliran Awal
Akhir Akhir
Di Kabupaten Cirebon belum tersedia sarana pengolahan air limbah domestik terpusat,
sedangkan sistim setempat yang diupayakan masyarakat sendiri belum memenuhi
standar yang berlaku, oleh karena itu air yang berupa limbah domestik dibuang
kebadan sungai baik secara langsung ataupun melalui air hujan. Praktek tersebut sudah
berlangsung lama sehingga secara komulatif pertambahan populasi dan aktifitas
masyarakat yang terus meningkat.
Sebagian besar masyarakat Kab. Cirebon terbiasa membuang air limbah domestik
kedalam saluran air hujan dikarenakan keterpaksaaan karena ketidak tersedianya sistem
pengolahan air limbah domestik serta kurangnya minat kesadaran mengenai kesehatan
lingkungan dan pelestarian sumber daya air karena keterbatasan pemahaman dan
informasi mengenai hal tersebut.
Secara alami keberadaan air bersifat dinamis menuju ketempat yang lebih rendah,
tanpa mengenal batas wilayah administrasi. Jadi semakin buruk kualitas lingkungan
yang dilalui oleh suatu sumber daya air akan semakin buruk pula kualitas air tersebut.
Untuk menjaga kelestarian sumber daya air maka seyogyanya segenap pihak
menegakan pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dalam setiap pelaksanaan aktifitas kehidupan masyarakat. Untuk
memenuhi keperluan manusia, kesehatan lingkungan dan kelestarian Sumber daya Air,
semua pihak harus menjabarkan hakekat kedua undang-undang dalam bentuk program
atau action plans yang sesuai dengan keperluan bagi hidup.
Isu strategis dan permasalahan di Kabupaten Cirebon pada sub sektor pembuangan
limbah, terbagi atas permasalahan teknis dan non teknis. Untuk isu-isu permasalahan
non teknis yang ditemuipada sub sektor pembuangan limbah di Kabupaten Cirebon
menyangkut masalah kebijakan, kelembagaan, anggaran/pendanaan, sosialisasi dan
pendekatan (informasi) terhadap masyarakat. Sedangkan permasalahan teknis biasanya
berupa masalah sistem dan kontruksi, perlu ada standard yang berlaku berkaitan sistem
dan kontruksi agar dapat berfungsi dengan baik dan terkoordinir dalam hal
pemeliharaannya.
Berikut adalah kondisi eksisting sistem pengolahan air limbah di kabupaten Kuningan,
yaitu:
Sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPIJM) tahun 2010-
2014, pemerintah Indonesia perlu melakukan upaya percepatan pembangunan sanitasi,
salah satunya melalui pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi
Permukiman (PPSP) yang menekankan bahwa sanitasi adalah urusan bersama seluruh
pihak baik pemerintah, swasta, donor, dan masyarakat. Melalui program PPSP yang
diikuti oleh seluruh kabupaten/kota di Indonesia persoalan sanitasi menjadi persoalan
mendesak, serta target millennium development Goals (MDGs) untuk menurunkan
separuhnya proporsi rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan
sanitasi dasar layak dapat tercapai dengan segera.
Tujuan, sasaran dan strategi percepatan pembangunan sanitasi harus sejalan dengan visi
misi sanitasi, permasalahan sanitasi yang mendesak saat ini dan isu strategis yang ada di
Kabupaten Kuningan. Hal ini penting karena tujuan, sasaran dan strategi yang telah
disepakati harus dapat memberikan arah terhadap penetapan pengembangan sanitasi.
Tujuan dan sasaran harus sesuai dengan kaidah SMART (specific, measurable, attainable,
realistic dan time-bound), yaitu spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan
mempunyai jangka waktu yang jelas. Berdasarkan kondisi permasalahan air limbah, hasil
analisa SWOT dan peta tahapan mpengembangan air limbah domestik kabupaten
kuningan serta berdasarkan kawasan terbangun dan Central Bussines Distrik (CBD) dan
Peta Area beresiko sanitasi yang terdapat dalam Buku Putih Santasi (BPS) yang
dipadukan dengan SPM, RPJMN, RPJPD dan RPJMD Kabupaten Kuningan, maka tujuan,
Kepemilikan Jamban di Kab. Kuningan adalah 84%, dengan rincian 82% jamban pribadi
dan MCK/WC Umum 2%,
Bahwa berdasarkan hasil study EHRA Tahun 2013, cakupan layanan sanitasi sektor air
limbah di Kabupaten Kuningan yang memenuhi syarat dan dinyatakan tidak
melaksanakan BABS secara kuantitas adalah sebesar 73%, meliputi tangki septik
individual sebesar 46%, menggunakan tangki septik secara komunal sebesar 25%.
Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 27% dari jumlah penduduk Kabupaten Kuningan
masih melakukan aktivitas BABS
Berdasarkan data SSK Kabupaten Kuningan, Isu strategis dan permasalahan pada sub
sektor Pembuangan Limbah, terbagi atas permasalahan teknis dan non teknis. Untuk isu-
isu permasalahan non teknis yang ditemui pada sub sektor pembuangan limbah di
Kabupaten Kuningan menyangkut masalah kebijakan, kelembagaan,
anggaran/pendanaan, sosialisasi dan pendekatan (informasi) terhadap masyarakat.
Sedangkan permasalahan teknis biasanya berupa masalah sistem dan kontruksi, perlu
ada standar yang berlaku berkaitan sistem dan kontruksi agar dapat berfungsi dengan
baik dan terkoordinir dalam hal pemeliharaannya.
User Interface:
Keterangan:
- Jumlah Penduduk Kab. tahun 2013: 1.099.658 jiwa
atau 219.931 KK
- Jumlah Penduduk Perkotaan tahun 2013: 408.734 jiwa
atau 81.746 KK
Kesimpulan:
Pengelolaan air limbah domestik khususnya air kotor dan limbah tinja di kabupaten
Indramayu berdasarkan tugas pokok dan fungsinya menjadi tanggung jawab Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Indramayu (Perda Kabupaten Indramayu No.8
Tahun 2008), dalam menjalankan tupoksinya, maka Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Indramayu perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana pendukungnya, tetapi
kondisinya sampai pada saat ini masih terbatas, hal ini bila dilihat dari jumlah sarana dan
prasarana termasuk kinerja dinas yang belum menyentuh seluruh pelosok wilayah
Kabupaten Indramayu. adapun kondisi sarana dan prasarana yang ada pada saat ini,
adalah :
Saat ini pelayanan pengelolaan air limbah domestik dilakukan baru melalui sistem
setempat (onsite) dengan menggunakan Septik Tank dan belum ada sistem komunal
serta sistem terpusat (offsite) meskipun saat ini pembangunan IPAL komunal sudah
mulai dibangun di beberapa wilayah dan kawasan industri. Pelayanan air limbah domestik
yang dilakukan pada tahun 2011 meliputi 270 KK/tahun (Data Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kabupaten Indramayu).
Sarana dan prasarana yang dimiliki berupa 1 (satu) unit Truck Tangki Tinja dan 1 (satu)
unit Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) yang berlokasi di Pecuk dengan luas
176,95 m2, sistem pengolahan gravitasi dan kapasitas maksimal 15 m 3/hari.
Tahun
Luas Kapasitas
No Jenis Keterangan
(m2) (m3) Usia
Pemb.
Pakai
1 IPLT Pecuk 176,95 1996 15
Sumber SSK Kab. Indramayu 2015
Tabel 2.46. Pengelolaan Sarana Jamban Keluarga Dan MCK Oleh Masyarakat
Tahun Tahun
Jumlah Jumlah MCK Jumlah Sanimas
MCK++ Sanimas
Kecamatan Pddk Dikelola
Jamban Dikelola Dikelola Dikelola Dikelola Dikelola Dikelola
RT RW miskin Lainnya dibangun Dikelola RT dibangun
Keluarga RT RW CBO RW CBO Lainnya
(KK) (KSM)
Kec. Haurgeulis 254 95 7.197 15.393 1 Unit 2013
Kec. Gantar 167 70 4.817 1.323
Kec. Kroya 139 62 7.108 7.337
Kec. Gabus Wetan 114 46 5.921 10.009 1 Unit 2012
Kec. Cikedung 259 59 4.991 5.234 1 Unit 2012
Kec. Terisi 262 59 6.461 8.852 1 Unit 2013
Kec. Lelea 199 75 6.306 11.793
Kec. Bangodua 94 32 2.852 4.280
Kec. Tukdana 159 56 5.274 3.237 1 Unit 2012
Kec. Widasari 132 37 3.693 3.659
Kec. Kertasemaya 215 41 4.962 8.239 1 Unit 2010
Kec. Sukagumiwang 135 28 3.700 5.506 2 Unit 2010, 2014
Kec. Krangkeng 169 47 7.227 12.552 1 Unit 2013
Kec. Karangampel 157 43 4.780 7.921 1 Unit 2013
Kec. Kedokanbunder 133 34 3.409 18.643
Kec. Juntinyuat 324 85 7.930 12.388 7 Unit 2014
Kec. Sliyeg 276 63 5.456 13.053 2 Unit 2010, 2013
Kec. Jatibarang 326 73 7.599 11.237
Kec. Balongan 135 39 3.712 8.914
Kec. Indramayu 426 122 9.962 16.403
Kec. Sindang 247 71 3.930 9.070
Kec. Cantigi 84 27 2.925 5.478 2 Unit 2013, 2014
Kec. Pasekan 144 42 2.780 3.919 1 Unit 2010
Kec. Lohbener 230 45 4.993 9.354 2 Unit 2013, 2014
Kec. Arahan 150 29 3.287 5.860 1 Unit 2014
Kec. Losarang 194 47 6.484 3.014
Kec. Kandanghaur 212 72 8.002 3.830
Kec. Bongas 109 34 5.030 5.978 1 Unit 2012
Kec. Anjatan 312 80 7.701 9.454 1 Unit 2013
Kec. Sukra 156 38 4.968 7.363 1 Unit 2014
Kec. Patrol 133 38 6.263 6389
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Indramayu 2015
Keterangan:
L = laki-laki S = selalu tersedia air Y = ya SPT = Sumur pompa tangan
P = perempuan T = tidak ada persediaan air T = tidak SGL = Sumur gali K = kadang-kadang
Kondisi sarana MCK berdasarkan rekapan jumlah jamban keluarga dan keluarga yang akses jaga sehat triwulan IV tahun 2015 dari Dinas
Kesehatan dapat terlihat dari tabel dibawah ini;
Dalam upaya penyehatan lingkungan pemukiman padat kumuh dan miskin kawasan
pantura. Pemkab Indramayu melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2010 sampai
2015 telah melaksanakan kegiatan pembangunan MCK Plus di beberapa kecamatan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan secara swakelola dari dan oleh masyarakat. Karena itu
merupakan kebutuhan masyarakat, terkait dengan penyehatan lingkungan, maka
pelaksanaannya melibatkan masyarakat secara langsung melalui KSM.
baik yaitu di jamban pribadi sebanyajk 78% dan 4% di MCK/WC umum. Namun dari 78%
itu 52,2% masih menyalurkan buangan akhir tinjanya ke cubluk/lobang
tanah/drainase/sungai/sawah danlain – lain
Pembangunan sanitasi Kabupaten Majalengka diharapkan berkontribusi dalam
pencapaian visi misi kabupaten dan sanitasi yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Majalengka dan Tim Sanitasi Kabupaten. Visi misi Kabupaten Majalengka
merupakan acuan dari visi misi sanitasi di Kabupaten Majalengka. Adapun visi dan misi
Kabupaten Majalengka dapat dilihat pada table 2.52. Dalam mendukung pengelolaan air
limbah Kab. Majalengka sudah memiliki visi dan misi yang dituangkan dalam visi misi
sanitasi
Tabel 2.49. Visi dan Misi Kabupaten Majalengka
Visi Sanitasi
Visi Misi Misi Sanitasi
Misi Kabupaten Kabupaten
Kabupaten Kabupaten
Majalengka Majalengka
Majalengka Majalengka
2017
“TERWUJUDNYA 1. Meningkatkan Terwujudnya Air Limbah
KABUPATEN kualitas kehidupan Kabupaten Domstik
MAJALENGKA beragama dalam majalengka sehat “Meningkatkan
YANG RELIGIUS, mewujudkan melalui lingkungan yang
MAJU DAN masyarakat pembangunan sehat dan bersih
SEJAHTERA” Majalengka beriman dan pelayanan melalui
(REMAJA) dan bertaqwa. sanitasi yang lebih pengelolaan air
2. Meningkatkan baik, limbah rumah
kualitas pendidikan berkelanjutan dan tangga yang
dan kesehatan yang berwawasan berkelanjutan dan
merata dan lingkungan berwawasan
terjangkau. berbasis lingkungan”
3. Mengembangkan partisipasif
ekonomi kerakyatan menuju Persampahan
yang berbasis masyarakat yang “Meningkatkan
agribisnis. religius, maju dan cakupan pelayanan
4. Reformasi birokrasi sejahtera persampahan dan
bagi pemenuhan kesadaran
pelayanan umum. masyarakat pada
5. Optimalisasi budaya hidup
otonomi desa. bersih dan sehat
6. Meningkatkan melalui
pembangunan pengelolaan
infrastruktur yang persampahan yang
proporsional, berwawasan
berkualitas dan lingkungan”
berkelanjutan
7. Meningkatkan Drainase
pemberdayaan “Terciptanya
masyarakat. drainase
lingkungan yang
bersih, sehat dan
berwawasan
Visi Sanitasi
Visi Misi Misi Sanitasi
Misi Kabupaten Kabupaten
Kabupaten Kabupaten
Majalengka Majalengka
Majalengka Majalengka
2017
lingkungan melalui
penataan dan
pembangunan
drainase”
Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
“Meningkatkan
budaya hidup
bersih dan sehat
melalui pendidikan
dan sosialisasi
PHBS sejak dini”
Sumber : RPJMD Kabupaten Majalengka; Kesepakatan Pokja Sanitasi Majalengka tentang Visi Misi
Sanitasi 2015
Kurangnya kepemilikan septic tank dari 71% menjadi 85% pada tahun 2017.
2.4. PERHITUNGAN PELAYANAN AIR LIMBAH YANG BELUM TERLAYANI
Terjadinya penurunan kualitas badan air di Metropolitan Cirebon Raya selain disebabkan
oleh kegiatan pembuangan limbah domestik oleh masyarakat juga terdapat kontribusi
dari kegiatan-kegiatan usaha yang berkembang di Metropolitan Cirebon Raya. Saat ini
untuk beberapa kegiatan usaha tersebut secara umum masih ditemukan beberapa hal
yang menyebabkan kegiatan usaha berpotensi menimbulkan pencemaran, antara lain
seperti:
a. Tidak semua kegiatan usaha mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
yang memadai untuk menampung limbah yang dihasilkan yang selanjutnya dilakukan
pengolahan secara proporsional sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat
memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sesuai kegiatan usaha yang
bersangkutan.
b. Ada sebagian kegiatan usaha yang tidak/belum mempunyai IPAL untuk mengolah
limbah cair yang dihasilkan dengan berbagai alasan seperti: tidak adanya lahan,
keterbatasan dana, keterbatasan kemampuan tenaga teknis pengolahan limbah cair
dan lain-lain.
2.4.1. Perhitungan Proyeksi Penduduk Yang Belum Terlayani Air Limbah Dan
Rencana atau Usulan IPAl Regional
Usulan lokasi yang direncanakan untuk IPAL Regional sesuai KAK atas dasar Masterplan
Air Limbah Metropolitan Cirebon Raya Tahun 2016 yakni IPAL Regional Gunungjati dan
IPAL Regional Susukan dengan jumlah penduduk 267.530 Jiwa dengan jumlah desa 38
desa dan luas wilayah 78,22 KM2.
Tabel 2.50. Luas Cakupan Layanan Eksisting Untuk Usulan Lokasi Regional
Berdasarkan hasil analisa kondisi eksisting yang ada di Metropolitan Cirebon Raya untuk
sudah terlayani dengan air limbah 66,25% dengan jumlah penduduk 117.237 Jiwa atau
39.386 KK sedangkan yang belum terlayani 33,75%. Dengan jumlah penduduk 90.293
Jiwa atau 20.065 KK
Tabel 2.51. Cakupan Layanan Eksisting Untuk Usulan Lokasi Regional (Jiwa)
Jumlah Penduduk
Jumlah
Pendudu Yang Belum
Rencana Terlayani
Kota/Kabupate Area k Tahun Terlayani
No IPAL Air Limbah
n Layanan 2018 Air Limbah
Regional Tahun 2018
Tahun 2018
Jiwa
Kab. Cirebon Gunungjati 85.896 69.467 16.430
1 Gunungjati
Kota Cirebon Kejaksan 50.315 46.782 3.533
Jumlah 136.211 116.249 19.962
Tabel 2.52. Cakupan Layanan Eksisting Untuk Usulan Lokasi Regional (KK)
Jumlah Penduduk
Jumlah Yang
Rencana Penduduk Terlayani Air Belum
Kota/Kabupate Area Tahun
No IPAL Limbah Terlayani
n Layanan 2018
Regional Tahun 2018 Air Limbah
Tahun 2018
KK
Gunungjat Kab. Cirebon Gunungjati 19.088 15.437 3.651
1
i Kota Cirebon Kejaksan 11.181 10.396 785
Jumlah 30.269 25.833 4.436
Tabel 2.53. Persentase (%) Cakupan Layanan Eksisting Untuk Usulan Lokasi
Regional
Persentase Penduduk
Jumlah Terlayan
Penduduk Yang Belum
Rencana i Air
Kota/Kabupate Area Tahun Terlayani Air
No IPAL Limbah
n Layanan 2018 Limbah Tahun
Regional Tahun
2018
2018
KK %
Gunungjat Kab. Cirebon Gunungjati 19.088 80,87 19,13
1
i Kota Cirebon Kejaksan 11.181 92,98 7,02
Jumlah 30.269 85,34 14,66
Tabel 2.55. Proyeksi Penduduk (KK) Rencana IPAL Regional Tahun 2030
SDG’S dan Per Lima Tahun
Perhitungan beban pencemar berdasarkan pemakaian air bersih 130 lt/org/hari dan air
limbah yang dihasilkan sebesar 80% dari pemakaian air bersih bisa dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2.57. Beban Pencemaran Limbah Domestik Per Kapita
% Banyaknya
limbah Yg 80% - -
dihasilkan
Black Water 25% 26 550 13.200
Grey Water 75% 78 210 15.120
Jumlah 28.320
Sumber : Hasil Perhitungan Konsultan Tahun 2018
Keterangan :
Untuk Beban BOD Black Water 550 mg/l dan Grey Water 210 mg/l didapat dari hasil analisa konsultan
Contoh Perhitungan :
Kecamatan Palaran
Q Air Minum 130 L/O/H
Volume Air Limbah 80%
Black Water 25%
Grey Water 75%
Kandungan BOD Black Water 550 mg/L
Kandungan BOD Grey Water 210 mg/L
Debit Air Limbah = 130 L/O/H × 80%
= 104 L/O/H
Volume Air Limbah Per Hari
Black Water = 104 L/O/H × 25%
= 26 L/O/H
Volume Air Limbah Per Hari
Grey Water = 104 L/O/H × 75%
= 78 L/O/H
Beban BOD BW = Kandungan BOD × Volume Air Limbah Per-Hari
Beban BOD BW = 550 mg/L × 26 L/O/H
= 13.200 mg/hari
Beban BOD GW = 210 mg/L × 78 L/O/H
= 15.120 mg/L
Jadi Total Beban BOD = 28.320 Mg/Org/Hri
Perhitungan Beban BOD IPAL Regional Gunungjati Kecamatan Gunungjati
Diketahui:
Jumlah Penduduk Tahun 2023 = 17.699 Jiwa
1 KK = 1,5 Jiwa
Kg =1000.000 Mg
Jawaban
Beban BOD GW = (17.699 Jiwa x 28.320 Mg/Org/Hri)/1000.000
= 501 Kg/Hri
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan beban BOD air limbah di masing-masing
Rencana IPAL Regional yang belum terlayani , beban BOD paling besar yaitu di
Kecamatan Susukan tahun 2023 dengan nilai beban BOD 1.566 kg/Hari. Beban BOD
terendah ada di Kecamatan Kejaksan dengan nilai 108 kg/Hari.
Berdasarkan hasil perhitungan BOD yang dihasilkan di tahun dasar perencanaan dan
proyeksi penduduk 20 tahun mendatang, maka dapat diketahui pula beban BOD yang
dihasilkan 20 tahun yang akan datang. Proyeksi beban BOD di Kota Samarinda disajikan
dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.58. Proyeksi Beban BOD Yang Belum Terlayani Air Limbah
Tahun 2030 SDG’S dan Per Lima Tahun
Sedangkan limbah kimia merupakan limbah yang relatif lebih sulit untuk didegradasi.
Limbah ini sering menimbulkan dampak lingkungan yang berkelanjutan seperti,
bau/aroma, kerusakan biota dan struktur tanah, bertahan dalam jangka waktu yang lama
dan sebagian lagi dapat menimbulkan bahaya keracunan dll. Air limbah Contoh
perhitungan limbah rumah tangga Kecamatan Palaran yang telah dilakukan adalah
seperti pada tabel dibawah ini
Contoh Perhitungan IPAL Regional Gunungjati Kecamatan Gunungjati
Diketahui
Jumlah Penduduk Tahun 2023 = 17.699 Jiwa
Kebutuhan Air Bersih 130 l/Org/Hri
Banyaknya limbah yang dihasilkan 80%
1000 M3/Hri
Ditanyakan
Timbulan Air Limbah Tahun 2023
= (Jumlah Penduduk * Kebutuhan Air Bersih * Banyakanya air limbah )/1000 M3/Hri
= (17.699 Jiwa * 130 L/Org/Hri * 80%)/1000 M3/Hri
= 1.841 M3/Hri
Untuk pengerjaanya selanjutnya sama, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel
dibawah ini.
Tabel 2.59. Proyeksi Volume Air Limbah Yang Belum Terlayani Air Limbah
Tahun 2030 SDG’S dan Per Lima Tahun
Proyeksi Penduduk Timbulan Air Limbah
(Kg/Hri)
Luas Volume Air Tahun 2019 – 2038
Rencana
Area Layanan Wilayah Limbah Tahun
IPAL
Km2 2018 (Kg/Hri)
2030
2023 2028 2033 2038
(SDGS)
Gunungjati 20,55 1.709 1.841 1.983 2.043 2.136 2.301
Regional Kejaksan 3,62 367 396 426 439 459 495
Gunungjati Jumlah 24,17 2.076 2.236 2.409 2.482 2.596 2.796
yakni tahun 2030 yaitu di Kecamatan Gunungjati dengan nilai volume air limbah 2.043
M3/Hri. Volume air limbah terendah ada di Kecamatan Kejaksan dengan nilai 439 M3/Hri.
Air merupakan hal pokok bagi konsumsi manusia dan telah menjadi salah satu kekayaan
yang sangat penting. Kota sebagai tempat pusat penduduk dengan berbagai sarana
pelayanannya, sangat memerlukan penyediaan air bersih. Pertumbuhan penduduk harus
di ikuti dengan ketersediaan air bersih yang sehat dan cukup. Air tersebut berasal dari
atas permukaan tanah, bawah permukaan atau dari air tanah (misal : air sungai, air
danau, dan lain sebagainya) yang sebelum digunakan harus di olah terlebih dahulu. Air
tersebut secara alami belum teruji kelayakan ataupun kualitasnya sebagai air bersih.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk otomatis bertambah juga jumlah penduduk dan
kebutuhan air semakin bertambah maka harus memperhatikan ketersediaan air yang ada
di BPAB Unit Kota Samarinda . Kebutuhan air bersih juga akan mengalami peningkatan,
dari itu perlu suatu sistem penyediaan air bersih yang dapat melayani masyarakat
dengan baik, baik dari segi teknis maupun ekonomis. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk maka akan juga bertambah jumlah pelanggan BPAB (Badan Pengelolah Air
Bersih) Unit IPAL Regional yang belum terlayani, perlu dilakukan proyeksi Kebutuhan Air
Bersih 20 Tahun ke depan.
Contoh Perhitungan
IPAL Regional Gunungjati Kecamatan Gunungjati
Diketahui
Jumlah Penduduk Tahun 2023 = 17.699 Jiwa
Kebutuhan Air bersih = 130 l/Org/Hri
1000 M3/Hri
Ditanyakan Kebutuhan Air Bersih Tahun 2023 Kecamatan Gunungjati
Jawaban
Kebutuhan Air Bersih = (Jumlah Penduduk Tahun 2023 *Kebutuhan Air Bersih)/ M3/Hri
= (17.699 Jiwa * 130 l/Org/Hri)/ 1000 M3/Hri
= 2.301 M3/Hri
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini
Tabel 2.60. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Yang Belum Terlayani Air Limbah
Tahun 2030 SDG’S dan Per Lima Tahun
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah instalasi pengolahan air limbah yang
dirancang hanya menerima dan mengolah lumpur tinja yang akan diangkut melalui mobil
(truk tinja). Pengolahan lumpur tinja di IPLT merupakan pengolahan lanjutan karena
lumpur tinja yang telah diolah di tangki septik , belum layak dibuang di media
lingkungan. Lumpur tinja yang terakumulasi di cubluk dan tangki septik yang secara
reguler dikuras atau dikosongkan kemudian diangkut ke IPLT dengan menggunakan truk
tinja. IPLT merupakan salah satu upaya terencana untuk meningkatkan pengolahan dan
pembuangan limbah yang akrab lingkungan.
Menghitung volume lumpur tinja yang dihasilkan penduduk Metropolitan Cirebon Raya,
menghitung persentase lumpur tinja yang ditampung di IPLT dengan volume lumpur tinja
yang dihasilkan pendudk Metropolitan Cirebon Raya, mendisain perencanaan dimensi
IPLT yang sesuai dengan tata cara perencanaan IPLT sistem kolam ,
CT/AL/RETC/001/98.
Jumlah penduduk Kecamatan Gunungjati tahun 2023 adalah 17.699 jiwa. Debit lumpur
tinja yang dihasilkan penduduk Kecamatan Gunungjati adalah 9 M 3/hri, sedangkan untuk
tahun 2038 dengan jumlah penduduk penduduk 22.128 Jiwa debit lumpur tinja 11 M 3/hri
dengan demikian untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Contoh Perhitungan
Kecamatan Gunungjati Tahun 2023
Jumlah Penduduk = 17.699 Jiwa
Karakteristik kualitas lumpur tinja menurut Pedoman PU mengenai Petunjuk Teknis Tata
Cara Perencanaan IPLT (CT/AL/Re-TC/001/98), dengan parameter kunci adalah
Laju/kapasitas lumpur tinja (cairan dan endapan) = 0,5 l/org/hari
Ditanyakan
Debit lumpur tinja?
Jawaban
Debit lumpur Tinja = (17.699 Jiwa * 0,5 l/org/hari) / 1000 M3/hri
= 9 M3/hri
Tabel 2.61. Proyeksi Timbulan Lumpur Tinja Yang Belum Terlayani Air
Limbah Tahun 2030 SDG’S dan Per Lima Tahun
Proyeksi Penduduk Timbulan
Timbulan Lumpur Tinja (M3/Hri)
Lumpur Tahun 2019 - 2038
Luas
Area Tinja
Rencana IPAL Wilayah
Layanan Tahun
Km2 2030
2018
(M3/Hri) 2023 2028 (SDGS 2033 2038
)
Gunungjati 20,55 8 9 10 10 10 11
Regional Kejaksan 3,62 2 2 2 2 2 2
Gunungjati Jumlah 24,17 10 11 12 12 12 13
0
Susukan 50,12 26 28 30 31 32 35
Regional
Sukagumiwang 3,93 10 10 11 11 12 13
Susukan
Jumlah 54,05 35 38 41 42 44 47
Sumber : Hasil Perhitungan Konsultan Tahun 2018
Biaya investasi yang disampaikan merupakan pengalaman empiris di lapangan selama ini,
dan ini masih perkiraan meskipun tidak akan jauh meleset dari kondisi nyata dilapangan
nantinya. Selanjutnya akan ditajamkan lagi setelah lokasi rencana Ipal Kawasan di
sepakati. Teknologi yang akan dipilih adalah:
a) Teknologi pengolahan yang bisa cocok untuk memenuhi persyaratan standar
efluen KepMen LHK No. 68/2016,
b) Kebutuhan lahan relative kecil.
Dalam perhitungan awal Konsultan, sistem yang cocok untuk hal dimaksud adalah sistem
pengolahan aerobic dengan lumpur aktiv.
a) Aspek Peran serta masyarakat, artinya kepedulian dan rasa memiliki warga terhadap
investasi di bidang prasarana air limbah ini harus tinggi,
b) Aspek Pembiayaan operasi dan pemeliharaan, dimana unsur ketersediaan biaya yang
rendah menjadi salah satu kunci keberlangsungan operasional Ipal yang telah
dibangun,
c) Aspek Lembaga pengelola, juga menjadi salah satu factor yang mutlak harus ada,
untuk mengoperasikan dan memelihara unit Ipal yang sudah dibangun,
d) Aspek Regulasi atau peraturan, keberlangsungan operasioanl perlu di dukung
dengan perangkat peraturan yang akan lebih memastikan bahwa unit ini akan terus
beroperasi secara optimal,
e) Aspek Teknis, dimana pengelola harus diberi bekal pengetahuan teknis dalam
mengoperasikan Ipal dimaksud. Untuk itu harus diberikan pelatihan yang memadai
kepada calon pengelola
Dari aspek pertimbangan dimaksud diatas, terutama yang terkait biaya operasional, jelas
pilihan sistem anaerobic merupakan pilihan utama karena prosesnya tidak memerlukan
oksigen, sehingga biaya operasional akan jauh lebih murah jika dibandingkan dengan
sistem pengolahan aerobic.
Disamping itu telah sekian banyak dikonstruksi unit Ipal dengan sistem ABR dan UAF ini,
sehingga teman para pemangku kepentingan sudah sangat berpengalaman dengan
sistem ini. Pilihan antara ABR dan UAF kinerja secara sistem hampir sama saja hanya
untuk unit ABR, karena merupakan biakan tersuspensi, kebutuhan lahan akan lebih kecil,
karena tidak memerlukan ruang untuk media, lain halnya dengan sistem UAF yang
reaktornya memerluakan ruang untuk media fiternya.
Dengan demikian untuk sistem pengolahan Ipal Skala Pemukiman Kelurahan Sungai
Dama Kecamatan Samarinda Ilir, ditetapkan menggunakan ABR dengan mengingat pula
lahan yang tersedia terbatas.
Terkait dengan Permen LHK terbaru mengenai standar efluen air limbah no. 68 tahun
2016, dimana ada parameter baru yang disyaratkan, yakni Ammoniak (10 mg/l) dan
Bakteri Koli Total (3.000/100ml) maka sistem dilengkapi dengan unit nitrifikasi dan
desinfeksi agar standar tersebut dapat dicapai.
2.6. INFORMASI ASPEK KELEMBAGAAN
Pada tingkat masyarakat, para pengguna sarana sanitasi skala permukiman telah
membentuk kelompok pengguna prasarana/sarana (KPP, KSM).Kelompok pengguna
prasarana (KPP/KSM) telah berkembang di seluruh kota penerima program SANIMAS
dari berbagai pendanaan. KPP/KSM di setiap kota membentuk asosiasi KSM sanitasi.
Asosiasi ini erfungsi sebagai forum komunikasi, dan kerjasama antar KSM/KPP, dan
juga menjadi jembatan bagi komunikasi dan koordinasi antara KSM/KPP dengan SKPD
atau UPTD.
Layanan sanitasi bisa sangat bervariasi, misalnya tingkat layanan untuk toilet dalam
rumah yang terhubungkan dengan jaringan perpipaan air limbah, cubluk, atau tangki
septik. Tingkat layanan sanitasi ditentukan oleh biaya layanan, kondisi ekonomi, dan
kemauan pengguna infrastruktur untuk membayar layanan. Ketersediaan air bersih untuk
penggelontor dan pembersih serta sebagai sarana untuk peningkatan higiene
perseorangan, ikut menentukan tingkat layanan yang diberikan. Faktor lain yang ikut
mempengaruhi tingkat layanan adalah kenyamanan dan status yang didapatkan
penerima manfaat, dan persepsi atas dampak kesehatan yang ditimbulkan. Agar
berkesinambungan, tingkat layanan minimum perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut
di atas.
Kesepakatan tentang tingkat layanan memiliki beberapa makna, yakni:
Alat komunikasi. Nilai sebuah kesepakatan tidak terletak hanya dalam
produk akhir, tetapi lebih pada proses untuk menyiapkan kesepakatan
tersebut, yang membantu membuka komunikasi.
Alat pencegah konflik. Sebuah kesepakatan membantu menghindarkan
terjadinya perselisihan, dengan menyiapkan pemahaman bersama akan
kebutuhan dan prioritas. Seandainya pun terjadi konflik, maka akan lebih
mudah untuk dipecahkan.
Dokumen hidup. Hal ini merupakan salah satu manfaat yang penting.
Kesepakatan tersebut bukan merupakan harga mati. Tetapi perlu dikaji dalam
waktu yang disepakati, untuk menyepakati dan memperbaiki kesepakatan
sebelumnya.
Sebuah alat ukur objektif untuk melihat efektivitas layanan. Adanya
kesepakatan memastikan kedua pihak menggunakan tolok ukur yang sama
untuk menilai kualitas layanan.
dilakukan evaluasi bersama dan pemilihan prioritas berdasarkan tata cara Program
sarana dan prasarana. Penyiapan Rencana Kegiatan pembuangan limbah manusia dan
air limbah merupakan komponen kunci dari Strategi ini yang memerlukan bimbingan dan
bantuan secara penuh dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi.
Pemda Kabupaten/Kota harus bisa memperoleh bantuan dan bimbingan teknis dari
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi atau konsultan untuk melaksanakan
tugas-tugas tersebut bila Pemda Kota tidak cukup mampu melaksanakannya sendiri.
Kemampuan Pemda Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan administrasi program-
program dan proyek-proyek sanitasi harus dikembangkan untuk memenuhi macam dan
luasnya proyek-proyek dan pelayanan-pelayanan yang tercantum dalam Rencana
Kegiatan tersebut.
Berdasarkan pasal di atas maka, penanganan limbah merupakan urusan yang termasuk
aspek di atas terutama dengan kesehatan lingkungan masyarakat, maka urusan tersebut
dapat dibagi dengan dengan berbagai tingkatan pemerintahan.
Pada saat ini UPTD Air Limbah belum terbentuk dan belum secara langsung mengelola
karena masih belum dilakukan penempatan SDM. Oleh karena itu perlu dikaji lagi tupoksi
masing-masing instansi agar lebih optimal dalam pelaksanaan pengelolaannya. Adapun
tugas.Konsep kelembagaan yang akan dikembangkan adalah konsep kinerja berbasis
pelayanan. Pelayanan dalam hal ini adalah berkaitan dengan masyarakat. Dengan
demikian pengelolaannya akan melibatkan masyarakat. Aspek aspek yang terkait dengan
kelembagaan diantaranya adalah terkait dengan :
1. Dengan meningkatnya kinerja diharapkan akan meningkatkan pula layanan
kepada masyarakat. Oleh karena itu pada saat ini akan diarahkan dengan
pembentukan UPTD pengelola air limbah agar dapat lebih fokus untuk
memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat
2. Selain itu juga dalam rangka meningkatkan kinerja operator pengelola sarana
prasarana air limbah nantinya maka perlu didukung oleh SDM yang handal. SDM
yang handal dapat dimiliki dengan beberapa cara seperti memberikan pelatihan-
pelatihan yang dapat membantu meningkatkan kemampuannya
Dalam rangka pembiayaan investasi di atas perlu dipaparkan strategi pengalokasian dan
sumber pendanaannya. Mengingat program investasi di atas adalah program nasional
yang bersifat pelayanan kepada masyarakat, maka besaran kebutuhan investasi di atas
dapat dialokasikan secara bersama antara pemerintah Kota/Kabupaten dan pemerintah
pusat.
2.8. KONTRIBUSI SPAL DALAM PROGRAM PERUBAHAN IKLIM
Kontribusi sistem pengelolaan air limbah yang baik diharapkan akan memberikan dampak
positif terhadap perubahan iklim global. Hal ini disebabkan karena dengan pengelolaan
limbah domestik yang baik akan mengurangi emisi gas metan (CH 4) dan CO2 yang
keduanya memberikan dampak terhadap terjadinya proses efek rumah kaca terhadap
bumi, dimana kedua gas tersebut memberikan kontribusi terhadap terjebaknya panas
matahari dari atmosfir bumi.
Disamping itu juga akan mengurangi terbentuknya gas ammonia (NH 3) yang merupakan
parameter pencemaran udara. Potensi terbentuknya gas metan tadi sebenarnya bisa
dimanfaatkan sebagai bahan bakar biogas, dimana gas metan yang terbentuk dari proses
dekomposisi zat organik ditangkap dan dikumpulkan untuk dimanfaatkan. Sudah banyak
unit tangki septik komunal yang dibangun sekaligus memanfaatkannya sebagai biogas.
Proses pengolahan air limbah dapat memberi pengaruh terhadap perubahan iklim. Gas-
gas rumah kaca yang utama kesemuanya dapat diproduksi di instalasi pengolahan air
limbah, gas-gas tersebut yaitu;
a. Karbondioksida (CO2)
Gas yang satu ini dapat berasal baik dari hasil respirasi mikroorganisme, pembakaran
gas pada sludge digester, perombakan zat organik, serta penggunaan energi listrik.
b. Metan (CH4)
Jumlah gas metan yang dihasilkan akan tergantung dari banyaknya zat organik yang
didegrasi secara anaerob. Selain itu, temperatur juga akan berpengaruh pada laju
pembentukan gas metan semakin tinggi temperatur maka laju produksi gas akan
semakin tinggi pula.
c. Nitrogen Oksida (NO2)
Salah satu oksida nitrogen ini pembentukannya berhubungan dengan degradasi
senyawa nitrogen didalam air limbah (misalnya urea, protein, dan nitrat). Walaupun
NO2 dapat terbentuk baik pada proses nitrifikasi maupun denitrifikasi sebagai
senyawa intermediet namun keberadaannya lebih sering diasosiasikan dengan
denitrifikasi. Walaupun CO2 paling banyak disebut sebagai penyebab efek rumah
kaca ternyata efek yang ditimbulkan oleh NO 2 jauh lebih besar yaitu 300 kali lipat
besar dibanding CO2.
Dalam perhitungan tingkat emisi GRK (Gas Rumah Kaca) dari pengolahan limbah cair
domestik, data aktivitas adalah jumlah penduduk. Sedangkan faktor emisi, nilai BOD tiap
penduduk perhari, produksi metan per kg BOD, faktor emisi metan per kg BOD, konsumsi
protein perkapita, dan fraksi Nitrogen dalam protein (kg/N/kg protein) menggunakan
data default IPCC 2006 yang disesuaikan untuk masing-masing negara.
Berikut ini adalah tahap-tahap perhitungan emisi GRK limbah cair domestik:
Tahap 1 : Penentuan jumlah bahan organik dalam limbah cair domestik yang dapat
terdegradasi
Tahap 2 : Faktor emisi CH4 untuk limbah cair domestik
Tahap 3 : Menghitung estimasi emisi CH4 dan N2O dari limbah cair domestik
Data aktivitas yang dibutuhkan pada perhitungan tingkat emisi GRK dari pembuangan
limbah cair domestik adalah jumlah penduduk. Di wilayah perkotaan pengolahan limbah
cair pada umumnya di septic tank, namun pada wilayah Permukiman di pinggir
sungai/kali saluran pembuangan yang digunakan langsung berujung pada badan air.
Sedangkan untuk wilayah pedesaan, sebagian kecil masyarakat masih menggunakan
jenis cubluk kering dan lubang, serta membuang limbah cair ke kolam, sungai, atau kali.
Berikut ini adalah penjelasan dari pengisian template dalam perhitungan emisi CH 4 dan
N2O dari pengolahan limbah cair domestik.
Tahap 1: Penentuan Total Kandungan Organik (TOW) pada limbah cair domestik
dihitung dengan cara:
Jumlah Penduduk x jumlah BOD kg/kapita/tahun x faktor koreksi BOD industri
(1 untuk limbah industri uncollected, default IPCC 2006).
Tahap 2 : Faktor emisi CH4 diperoleh dengan cara:
Maksimum Kapasitas Produksi Metan (Tabel 2.63) x Faktor koreksi Metan
(Tabel 2.64).
Tahap 3 : Estimasi emisi CH4 dihitung dengan cara:
Presentasi populasi berdasarkan pendapatan (U) x derajat utilisasi (T) x Faktor
emisi metan (EF) x total kandungan organik (Dimana nilai U digunakan
pembagian penduduk untuk negara berkembang (total nilainya 1). Sedangkan
nilai T disesuaikan dengan besaran pelayanan dari masing-masing tipe-tipe
pengolahannya (total nilainya 1) per pembagian penduduk, perhitungan
dilakukan untuk semua nilai TOW.
Tabel 2.63. Default Maximum CH4 Producing Capacity (Bo) For Domestik
Waste Water
Default Maximum CH4 Producing Capacity (Bo) For Domestik Waste Water
0.6 kg CH4/kg BOD
0.25 kg CH4/kg COD
Dewasa ini sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menuju
desentralistik sejak diterbitkannya Undang-Undang No. 25 tahun 1995) dan UU No. 32
tahun 20041) (penyempurnaan dari UU No. 22 tahun 1999) yang berisikan sistem
kepemerintahan yang berbentuk otonomi dan desentralisasi. Dalam hal ini kewenangan
yang lebih besar diberikan kepada pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya. Oleh
karena itu penanganan sistem air limbah yang merupakan bagian dari infrastruktur
sanitasi lingkungan secara jelas menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Dengan
diterbitkannya UU ini, maka peran para pemangku kepentingan dalam pengelolaan
Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan
menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber
langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan
sebagainya. Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari
tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan (Pencemaran Ling. Online, 2003). Pada
dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan
pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya pupuk
dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu
pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau
tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
Dengan semakin banyaknya zat organic yang dibuang ke lingkungan air permukaan,
maka biasanya ditandai dengan bau yang menyengat disamping tumpukan yang dapat
mengurangi estetika lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat
mengurangi estetika. Selain bau, limbah tersebut juga menyebabkan tempat sekitarnya
menjadi licin. Sedangkan limbah detergen atau sabun akan menyebabkan penumpukan
busa yang sangat banyak. Inipun dapat mengurangi estetika.
Pengertian Lumpur Tinja
Lumpur tinja adalah material berupa padatan dan cairan yang merupakan hasil
pemompaan dari tangki septik. Material tersebut merupakan lumpur yang telah
mengendap dalam dasar tangki septik selama periode tertentu.
Material yang terkandung dalam lumpur tinja berupa padatan zat-zat organik, lemak,
yang berpotensi sebagai tempat tumbuh berbagai virus penyakit, bakteri dan parasit.
Karakteristik Lumpur Tinja
Lumpur tinja biasanya ditandai dengan kandungan pasir dan lemak dalam jumlah besar,
bau yang menusuk hidung, mudah terbentuk busa ketika pengadukan, sulit mengendap,
serta kandungan zat padat dan zat organiknya tinggi. Lumpur tinja mempunyai nutrient
dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan yang terdapat dalam
kandungan air limbah.
Karakteristik kualitas lumpur tinja menurut Pedoman PU mengenai Petunjuk Teknis Tata
Cara Perencanaan IPLT (CT/AL/Re-TC/001/98), dengan parameter kunci adalah sebagai
berikut:
(1) Laju/kapasitas lumpur tinja (cairan dan endapan) = 0,5 l/org.hari
(2) KOB = 5.000 mg/l
(3) TS = 40.000 mg/l
(4) TVS = 25.000 mg/l
(5) TSS = 15.000 mg/l
(6) NH3 = 700 mg/l
Terdapat beberapa versi mengenai karakteristik lumpur tinja, diantaranya sebagai berikut
(Dirjen Cipta Karya - Kemen.PU dan Metcalf & Eddy).
Data selengkapnya mengenai karakteristik lumpur tinja dapat dilihat pada tabel. 2.65
yang mempelihatkan karakteristik lumpur tinja menurut Dirjen Cipta Karya – Kemen PU
dan tabel 2.66 yang mempelihatkan karakteristik lumpur tinja menurut Metcalf & Eddy.
Tabel 2.65. Karakteristik Lumpur Tinja (Dirjen Cipta Karya – Kemen PU,
2011)