Disusun oleh :
Ahmad Nurshodiq Febriyanto (1995124035)
Akhmad Assakhaf (1995124003)
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik bentuk, isi,
maupun teknik penyajiannya. Oleh sebab itu, kritikan yang bersifat membangun dari
berbagai pihak penulis terima dengan tangan terbuka dan sangat diharapkan.
Semoga kehadiran makalah ini memenuhi sasarannya.
BAB I
PENDAHULUAN
Konflik yang senantiasa muncul tersebut harus mendapatkan penanganan dengan cepat
dan tepat agar konflik yang ada tidak berlarut-larut dan menyebar ke substansi konflik yang lain.
Dan tanpa kita sadari setiap hari kita sesungguhnya selalu melakukan negosiasi. Menurut
Ivancevich (2007) negosiasi merupakan sebuah proses di mana dua pihak (atau lebih) yang
berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan. Negosiasi biasanya dilakukan untuk
mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar keadaan bisa menemui titik terang dan jalan
penyelesaian. Organisasi yang sedang konflik sebaiknya melakukan negosiasi untuk
mendapatkan apa yang diinginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai
keinginan atas sesuatu yang dimiliki. Ada bermacam-macam pendekatan, proses, dan jenis-jenis
yang selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengarkan kata motivasi dan komunikasi dalam
organisasi. Motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh
seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan
pekerjaannya yang sekarang. Sedangkan komunikasi adalah “proses penyampaian suatu pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku
baik langsung maupun tidak langsung”. Motivasi dan komunikasi penting dilaksanakan untuk
peningkatan prestasi kerja dalam organisasi. Maka dari itu pada makalah ini akan membahas
mengenai motivasi dan komunikasi dalam organisasi.
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui motivasi dan komunikasi secara umum.
3. Untuk mengetahui motivasi dan komunikasi dalam organisasi.
4. Untuk mengetahui peran motivasi dan komunikasi dalam organisasi.
5. Untuk mengetahui fungsi motivasi dan komunikasi dalam organisasi.
6. Untuk mengetahui fungsi konflik
7. Untuk mengetahui peran konflik
8. Untuk mengetahui fungsi bernegosiasi
9. Untuk mengetahui fungsi bernegosiasi
10. Untuk mengetahui apa yg di di maksud dengan konflik
11. Untuk mengetahui pengertian dari negosiasi
12. Untuk mengetahui tahap bagaimana bernegosiasi
BAB II
PEMBAHASAN
B. Ektern Individu
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk
melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1. Lingkungan Organisasi
Merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar organisasi. Lingkungan organisasi yang
mendukung akan memotivasi orang untuk semangat dalam melakukan pekerjaan
dalam organisasi tersebut.
2. Keseimbangan dan Keadilan
Individu termotivasi untuk melakukan sesuatu karena adanya job rewards (hadiah
pekerjaan) yang diberikan oleh organisasi itu atau diluar organisasi itu. Misalnya
mendapatkan upah/gaji yang sesuai dengan usaha kita. Adanya peluang karir yang
baru di organisasi itu seperti jabatan yang lebih tinggi apabila karyawan tersebut
mendapatkan prestasi baik di perusahaan tersebut.
3. Tujuan
Segala sesuatu yang kita ingin capai merupakan suatu tujuan. Dengan adanya tujuan
organisasi mendorong anggota-anggotanya untuk bekerja keras semaksimal mungkin
untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Tantangan
Merupakan segala sesuatu yang menjadi halangan dalam kita melakukan kegiatan.
Adakalanya tantangan itu menjadi motivator bagi kita untuk menaklukan tantangan.
5. Hukuman
Merupakan balasan terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan diluar dari aturan.
Adakalanya anggota organisasi diselimuti oleh rasa ketakutan dikarenakan adanya
hukuman yang berlaku di organisasi tersebut. Hukuman itu mendorong mereka untuk
melakukan hal yang sesuai aturan. Hukuman daapat berupa denda, pemutusan kontrak
kerja, atau juga berhadapan dengan pengadilan.
Pentingnya motivasi dalam berorganisasi, membuat banyak perusahaan berusaha
mendatangkan para motivator-motivator atau juga buku-buku yang tentunya memberi
semangat kepada para anggotanya untuk bekerja lebih keras lagi agar tujuan dari
organisasi tersebut tercapai.
Menurut Robbins &Judge (2013) konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu
pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan
memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama.
Menurut Sopiah (2008) konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak
menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Menurut
Soetopo (2010) konflik adalah suatu pertentangan dan ketidakseusaian kepentingan, tujuan, dan
kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen,
dan emosional. Menurut Kreitner (2005) konflik adalah sebuah proses di mana satu pihak
menganggap bahwa kepentingan-kepentingannya ditentang atau secara negative dipengaruhi
oleh pihak lain.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu bentuk
pertentangan yang terjadi antara dua pihak atau lebih di mana salah satu pihak merasa dirugikan
atau dipengaruhi secara negative sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku pihak
lain.
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yg berarti saling memukul. Secara
sosiologis konflik di artikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, di mana
salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atyau membuatnya
tidak berdaya.
Menurut Robbins & Judge (2013) proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses
yang terdiri atas lima tahapan yaitu, potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan
personalisasi, maksud, perilaku, dan hasil.
Gambar 2.1 Proses Konflik
Sumber: Robbins & Judge, 2013
Struktur, istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel
seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok,
kejelasan yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan,
dan kadar ketergantungan antarkelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan
semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik. Masa kerja dan konflik berkorelasi terbalik. Potensi konflik cenderung paling tinggi jika
anggota-anggota kelompok lebih muda dan ketika tingkat perputaran karyawan
tinggi.Kelompok-kelompok dalam organisasi memiliki tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan
di antara kelompok-kelompok ini merupakan salah satu sumber utama konflik. Ada indikasi
bahwa gaya kepemimpinan yang melekat dapat meningkatkan potensi konflik, tetapi bukti
pendukungnya tidak kuat. Selain itu, terdapat pula indikasi bahwa partisipasi dan konflik sangat
berkorelasi karena partisipasi mendorong dipromosikannya perbedaan. Sistem imbalan juga
diketahui menciptakan konflik ketika perolehan salah seorang anggota dipandang merugikan
anggota lain. Terakhir, jika sebuah kelompok bergantung pada kelompok lain atau saling
ketergantungan memungkinkan satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan kelompok
lain,daya konflik pun akan terangsang.
Kognisi dan personalisasi yaitu tahap dimana isu-isu konflik biasanya didefinisikan dan
pada gilirannya akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik. Sebagai
contoh, emosi yang negatif dapat menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya tingkat
kepercayaan dan interpretasi negatif atas perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat
meningkatkan kemampuan untuk melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu
masalah, memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan berbagai solusi yang
lebih inovatif. Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan kata lain bahwa tidak berarti konflik
itu personalisasi. Selanjutnya konflik pada tingkatan perasaan yaitu ketika orang mulai terlibat
secara emosional.
Tahap 3 : Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran mereka.
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik bertambah parah
semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu,
biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu
mencerminkan secara akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain.
Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat kooperatif (kadar sampai mana
salah-satu pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lain). Kedua, sifat tegas (kadar sampai
mana salah-satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri). Adapun lima maksud
penanganan konflik berhasil diidentifikasikan, yaitu sebagai berikut: bersaing (tegas dan tidak
kooperatif), bekerja sama (tegas dan kooporatif), menghindar (tidak tegas dan tidak kooperatif),
akomodatif (tidak tegas dan kooperatif), dan kompromis (tengah-tengah antara tegas dan
kooperatif).
Tahap 4 : Perilaku
Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Dengan
demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen konflik sehingga mendorong
konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Untuk meredakan konflik yang ada,
diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik manajemen konflik. Manajemen konflik adalah
pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik
yang diinginkan.
Tabel2.1
Teknik-teknik konflik
Tahap 5: Hasil
1. Hasil Fungsional
Menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang meningkatkan kinerja
kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki kualitas keputusan,
merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan di antara anggota-
anggota kelompok, menyediakan media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan
menurunkan ketegangan, serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan
perubahan. Selain itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan cara
meningkatkan fleksibilitas anggota.
2. Hasil Disfungsional
Menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok. Di antara
konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi,
menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi
perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem, konflik dapat menghentikan kelompok yang
sedang berjalan dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok.
Menurut Robbins & Judge (2013)negosiasi yaitu sebagai suatu proses yang terjadi di
mana dua pihak atau lebih menyepakati bagaimana cara mengalokasikan sumber daya yang
langka. Menurut Ivancevich (2007) negosiasi merupakan sebuah proses di mana dua pihak (atau
lebih) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.Menurut Sopiah (2008) negosiasi
merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang
dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk
menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
Pihak A dan B mewakili kedua perunding. Tiap titik sasaran menetapkan apa yang ingin
dicapainya. Masing-masing juga mempunyai titik penolakan (resistance point) yang menandai
hasil terendah yang dapat diterima.
b. NegosiasiIntegratif
Negosiasi yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan suatu
pemecahan saling menguntungkan. Negosiasi antara penjualan kredit merupakan contoh
negosiasi integratif. Berbeda dengan Negosiasidistributif, pemecahan masalah integratif berjalan
dengan pengandaian bahwa terdapat satu atau lebih penyelesaian yang akan menciptakan
pemecahan masing-masing.
Dari segi perilaku intraorganisasi, negosiasi integratif lebih disukai daripada tawar-menawar
distributif. Negosiasi integratif mengikat para perundingan dan memungkinkan masing-masing
untuk meninggalkan meja perundingan dengan perasaan mendapat kemenangan. Di satu sisi lain,
negosiasi distributif meninggalkan satu pihak sebagai pihak yang kalah.
Menurut Kreitner dan Knicki (2004) Negosiasiintegratif di dalam perilaku intraorganisasi ini
dapat memberi keuntungan karena dapat membina hubungan jangka panjang dan mempermudah
kerja sama di masa mendatang.
Menurut Luthan (2005) perbedaan antara tawar menawardistributif dengan tawar
menawarintegratif dapat dilihat pada gambar gambar berikut:
Ada beberapa yang harus di persiapkan dan direncanakan sebelum memulai sebuah
perundingan. Sebelum melakukan sebuah perundingan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu sebagai berikut:
Dan juga beberapa hal mengenai pendirian pihak lain terhadap tujuan perundingan yaitu
seperti sebagai berikut:
Setelah menyiapkan persiapan dan mengembangkan strategi di tahap awal, maka di tahap
kedua ini yaitu menentukan aturan-aturan dasar dan prosedur dengan pihak lain mengenai
perundingan tersebut yatu seperti
Pada tahap ini, pihak-pihak terkait juga akan mempertukarkan usulan atau tuntutan mereka.
Di tahap ini, setelah tiap pihak terkait mempertukarkan pendirian dan keinginan masing-
masing, maka pada tahap ini kedua belah pihak saling menegaskan, memperjelas, memperkuat,
dan membenarlkan antar permintaan masing-masing pihak.
Pada tahap ini, kedua belah pihak memberi informasi mengenai persoalan, mengapa
persoalam ini penting, dan bagaimana keinginan masing-masing pihak.
Di tahap ini lah hakikat dari proses perundingan yaitu beri dan ambil yang aktual dalam
upaya memperbincangkan suatu persetujuan. Di tahap ini juga kedua belah pihak perlu membuat
sebuah konsesi (kontrak).
Menurut Luthan Fred (2005) terdapat perbedaan individu dalam negosiasi, antara lain
peran suasana hati dan sifat-sifat kepribadian, perbedaan gender dalam negosiasi, dan efek
perbedaan kultur terhadap gaya bernegosiasi. Berikut ini penjelasan dari setiap isu-isu tersebut:
Suasana hati sangat penting dalam negosiasi. Berunding atau bernegosiasi dengan suasana
hati yang positif akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pada bernegosiasi dengan suasana
hati yang buruk. Sifat kepribadian seseorang juga berpengaruh terhadap suatu negosiasi.
Misalnya, orang yang ekstrovert sering kali gagal dibandingkan orang yang introvert.
Antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dalam bernegosiasi, tetapi dapat
mempengaruhi hasil negosiasi secara terbatas. Sikap perempuan terhadap negosiasi dan terhadap
diri mereka sendiri sebagai perunding tampaknya sangat berbeda dengan sikap laki-laki. Manajer
perempuan memperlihatkan rasa kurang percaya diri dalam mengantisipasi negosiasi dan lebih
tidak puas dengan kinerja mereka setelah proses perundingan selesai, bahkan ketika kinerja
mereka dan hasil yang mereka capai sama dengan yang dicapai perunding laki-laki.
Gaya dalam bernegosiasi berbeda-beda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Kultur
dalam bernegosiasi berpengaruh dalam jumlah dan jenis persiapan untuk negosiasi, menekankan
pada tugas dibanding hubungan interpersonal, mempengaruhi taktik yang digunakan, dan tempat
dimana negosiasi akan dilaksanakan.
3.3 Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga
3.4 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Sedangkan komunikasi adalah “proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau
mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak langsung”. Motivasi dan
komunikasi tentunya memilki peran dan fungsi yang positif untuk kemajuan prestasi kerja
dalam organisasi.
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak atau lebih di
mana salah satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi secara negatif sehingga menimbulkan
ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain. Konflik dalam organisasi bisa terjadi dalam diri
individu pegawai, antar individu, dalam kelompok, antar kelompok dan antar organisasi, baik
secara vertikal maupun horizontal sebagai akibat adanya perbedaan karakteristik individu,
masalah komunikasi dan struktur organisasi. Kemampuan manajemen konflik dari seorang
manajer dituntut untuk mengoptimalkan semua konflik menjadi fungsional. Kegagalan dalam
manajemen konflik mengakibatkan efektivitas organisasi dipertaruhkan. Terdapat tiga
pandangan dalam konflik, yaitu pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia, dan
pandangan interaksionis. Proses konflik terdiri atas lima tahapan yaitu, potensi pertentangan atau
ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
Negosiasi adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari agar dapat bertahan dalam
bisnis atau bidang lainnya. Dalam pelaksaaan negosiasi tidak jarang terjadi konflik yang
membawa masalah tersendiri dari tingkat yang sederhana sampai masalah yang kompleks
sehingga mengganggu jalannya negosiasi. Agar negosiasi berjalan dengan baik maka proses
negosiasi harus mengikuti lima langkah, yaitu persiapan dan perencanaan, definisi dan
aturan-aturan dasar, penjelasan dan pembenaran, tawar-menawar dan pemecahan masalah,
penutupan dan pelaksanaan. Ada dua strategi dalam bernegosiasi, yaitu Negosiasidistributif
dan negosiasi integratif. Terdapat perbedaan individu dalam negosiasi, antara lain peran
suasana hati dan sifat-sifat kepribadian, perbedaan gender dalam negosiasi, dan efek
perbedaan kultur terhadap gaya bernegosiasi. Saat bernegosiasi mengalami jalan buntu,
adakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak awal proses negosiasi. Terdapat tiga peran
mendasar pihak ketiga yaitu mediator (penengah), arbitrator (wasit), dan konsiliator
(perujuk).
3.5 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
Motivasi dan komunikasi hendaknya dilaksanakan dalam organisasi agar tetap bersemangat
dan meminimalkan misscom selama kegiatan organisasi.
Konflik akan selalu timbul jika pandangan satu pihak berbeda dengan pandangan pihak
lawan. Agar konflik dapat memberikan manfaat yang optimal dalam negosiasi dan mengurangi
efek negatifnya, konflik dapat dikelola dengan melakukan pencegahan dan penanganan konflik
sehingga tujuan dan sasaran dalam negosiasi dapat tercapai. Setiap konflik harus dilakukan
manajemen konfliknya dengan benar agar konflik yang dihadapi dapat menimbulkan dampak
positif untuk organisasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA