Anda di halaman 1dari 40

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT


2.1.1 DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Cahyaningsih, D. Niken,
2011)
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)

2.1.2 KLASIFIKASI
Sesuai dengan topik yang saya tulis di depan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada dasar nya
pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi
akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini,
kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage
– stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage
5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II: Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan: 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal.
2) Sedang: 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat: 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan bj 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus):
a) Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2).
b) Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2).
c) Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2).
d) Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2).
e) Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

2.1.3 ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal.Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral (Cahyaningsih,
D. Niken, 2011)
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.

2.1.4 FAKTOR RESIKO


Menurut Norris dan Nissenson (2008) bahwa prevalensi CKD bervariasi faktor risiko utama
seperti diabetes, hipertensi, albuminuria disosialekonomi, jenis kelamin, dan kelompok etnis
memainkan peran penting dalam perkembangan prevalensi dan komplikasi CKD. Australian
Institute of Health and Welfare (AIHW) telah melakukan sistematisasi faktor risiko kejadian
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (ESRD) di Australia. Faktor risiko ESRD
di Australia dibagi menjadi empat kelompok yaitu (Budiyanto, Cakro, 2009)
1) factor lingkungan-sosial yang meliputi status sosial ekonomi, lingkungan fisik dan
ketersediaan lembaga pelayanan kesehatan,
2) faktor risiko biomedik, meliputi antara lain diabetes, hipertensi, obesitas,
sindroma metabolisma, infeksi saluran kencing, batu ginjal dan batu saluran kencing,
glomerulonefritis, infeksi streptokokus dan keracunan obat
3) factor risiko perilaku, meliputi antara lain merokok atau pengguna tembakau, kurang
gerak dan olahraga serta kekurangan makanan dan
4) faktor predisposisi, meliputi antara lain umur, jeniskelamin, rasa tau etnis, riwayat
keluarga dan genetik (Budiyanto, Cakro, 2009)
1. Diabetes Mellitus
Waktu rata-rata diabetes sampai timbul uremia adalah 20 tahun. Diabetes menyebabkan
diabetic nefropati yaitu adanya lesi arteriol, pielonefritis dan nekrosis papilla ginjal serta
glomerulosklerosis
2. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan- perubahan struktur pada
arteriol seluruh tubuh yang ditandai oleh fibrosis dan sklerosis dinding pembuluh darah.
Organ sasaran utama adalah jantung, otak dan ginjal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan
menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofitubulus sehingga seluruh nefronrusak.
Proteinuri dan azotemia ringan dapat berlangsung selama bertahun-tahun tanpa
memperlihatkan gejala dan kebanyakan pasienakan merasakan gejala jika memasuki stadium
ganas. Hipertensi pada kehamilan (Pre eklamsi) menyebabkan terjaidnya proteinuria, retensi
air dan natirum dapat memicu timbulnya gagal ginjal.
3. Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada beberapa bagian ginjal yang berbeda seperti glomerulus pada kasus
glomerulonefritis atau renalpelvis dan sel tubulointerstitial pada pielonfritis. Infeksi juga bias
naik ke kandung kemih melalui ureter menuju ginjal dimanater dapat sumbatan pada saluran
kencing bawah. Beberapa infeksi dapat menunjukkan gejala, sementara yang lain tanpa
gejala. Jika tidak diperhatikan ,semakin banyak jaringan fungsional ginjal yang perlahan-
perlahan hilang. Selama proses peradangan tubuh kita secara normal berusaha
menyembuhkan diri.Hasil akhir penyembuhan adalah adanya bekas luka jaringan dan atrofi
sel yang mengubah fungsi penyaring ginjal. Hal ini merupakan kondisi yang tidak dapat
dipulihkan. Jika presentase jaringan rusak besar, akan berakhir pada gagal ginjal.
Wanita mempunyai insiden infeksi traktururinarius dan pielonefritis yang lebih tinggi
dibandingkan pria. Hal ini disebabkan karena uretra lebih pendek dan mudah terkontaminasi
feses, selama kehamilan sampai beberapa waktu setelah melahirkan terjadi hidronefrosis dan
hidrureter pada ginjal kanan. Pria dewasa usia lebih dari 60tahun sering ditemukan hiper
tropiprostat yang menyebabkan obstruksi aliran urin yang menekan pelvis ginjal dan ureter.
Obstruksi juga dapat disebabkan ada nya striktururetra dan neoplasma. Obstruksi
menyebabkan infeksi ginjal dan memicu terjadinya gagal ginjal
4. Obat-obatan
Sebagian besar obat diekskresikan lewat ginjal. Padahal banyak dari obat- obatan bersifat
racun, oleh sebab itu istilahnya disebut nefrotoksik (Budiyanto, Cakro, 2009)
a) Antibiotik: Aminoglikosid, sulfonamid, amphotericin B, polymyxin, neomycin,
bacitracin, rifampisin, aminosalycylicacid, oxy-dan chlotetracyclines.
b) Analgesik (pereda sakit): Salisilat, acetaminolen, phenacetin, semua NSAID,
Phenybutazone, semua penghambat prostaglandin synthetase.
c) Antiepileptik (untuk epilepsi dan kejang): Trimethadione, paramethadione,
succinamide,carbamazepine.
d) Obat-obat anti kanker: Cyclosporine,cisplatin,cyclophospamide, streptozocin,
e) Immunecompex inducers (obat-obat untuk kekebalan tubuh): captopril
5. Logam berat
Logam berat akan bergabung dalam tulang dan sedikit demi sedikit dilepaskan kembali dalam
darah setelah dalam jangka waktu bertahun-tahun. Logam beratakan sampai ke tubulus ginjal.
Kerusakan dasar ginjal di akibatkan oleh nefritisinterstisial dan gagal ginjal progresif lambat
(Budiyanto, Cakro, 2009)
6. Genetik
Penyakit polikistik merupakan penakit keturunan dapat menyebabkan gagal ginjal kronik
(Budiyanto, Cakro, 2009)
7. Faktor kekebalan tubuh
Penyakit gangguan imunologi seperti sistemik lupus eritematosus menyebabkan gagal ginjal
kronik (Budiyanto, Cakro, 2009)
8. Bahan kimia dalam makanan dan minuman
Bahan pengawet, pewarna makanan, penyedap rasa dan bahan tambahan lainnya dalam
makanana yang dikaleng, botol, daging olahan, jus dan soft drink dicurigai memberi
pengaruh berbahaya pada ginjal (Budiyanto, Cakro, 2009)
9. Air minum
Air minum dapat mengandung bahan kimia organic dan anorganik yang larut dalam air,
endapan logam berat,mineral yang menimbulkan masalah pada ginjal (Budiyanto, Cakro,
2009)
10. Kurang minum/cairan
Ginjal berfungsi mempertahankan keseimbangan air, mempunyai kemampuan meningkatkan
atau mengencerkan urin. Jika asupan cairan kurang pada kondisi cuaca panas, pekerja berat,
dehidrasi dalam waktu yang lama, maka usaha memekatkan urin lebih berat dan ginjal
kelelahan/gagal ginjal (Budiyanto, Cakro, 2009)
11. Makanan tinggi garam/natirum
Ginjal berfungsi menjaga keseimbangan natrium. Jika jumlah garam dalam makanan tinggi
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah/hipertensi. Kerangka teori dari Norris dan
Nissenson (2008) menunjukkan secara jelas faktor risiko yang berperan terjadinya penyakit
gagal ginjal kronik (Budiyanto, Cakro, 2009)

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS


1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia (Cahyaningsih, D. Niken.
2011)
a) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s
negative dan jumlah retikulosit normal.
b) Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi
sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a) Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung
dan usus.
b) Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan
kurang menjaga kebersihan mulut.
c) Pankreatitis, berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler:
a) Hipertensi
b) Pitting edema
c) Edema periorbital
d) Pembesaran vena leher
e) Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik, karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di
bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan
terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik.Terdapat dua
kelompok gejala klinis (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal.
b) Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

Manifestasi Sindrom Uremik (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)


Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia a) Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
b) Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
c) Hiperkalemia
d) Retensi atau pembuangan Natrium
e) Hipermagnesia
f) Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin a) Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
b) Nokturia, pembalikan irama diurnal
c) Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
d) Protein silinder
e) Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular a) Hipertensi
b) Retinopati dan enselopati hipertensif
c) Beban sirkulasi berlebihan
d) Edema
e) Gagal jantung kongestif
f) Perikarditis (friction rub)
g) Disritmia
Pernafasan a) Pernafasan Kusmaul, dispnea
b) Edema paru
c) Pneumonitis
Hematologik a) Anemia menyebabkan kelelahan
b) Hemolisis
c) Kecenderungan perdarahan
d) Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)

Kulit a) Pucat, pigmentasi


b) Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru
yang berkaitan dengan kehilangan protein)
c) Pruritus
d) “Kristal” uremik
e) Kulit kering
f) Memar
Saluran cerna a) Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
b) Nafas berbau amoniak
c) Rasa kecap logam, mulut kering
d) Stomatitis, parotitid
e) Gastritis, enteritis
f) Perdarahan saluran cerna
g) Diare
Metabolisme intermedier a) Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
b) Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
c) Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular a) Mudah lelah
b) Otot mengecil dan lemah
c) Susunan saraf pusat :
d) Penurunan ketajaman mental
e) Konsentrasi buruk
f) Apati
g) Letargi/gelisah, insomnia
h) Kekacauan mental
i) Koma
j) Otot berkedut, asteriksis, kejang
k) Neuropati perifer :
l) Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
m) Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
n) Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan rangka a) Hiperfosfatemia, hipokalsemia


b) Hiperparatiroidisme sekunder
c) Osteodistropi ginjal
d) Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
e) Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung,
paru-paru)
f) Konjungtivitis (uremik mata merah)

2.1.6 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -
90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat (Cahyaningsih, D. Niken,
2011)
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli
yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya
dibersihkan oleh ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin seru.m merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam
organic lain juga terjadi (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas (Cahyaningsih,
D. Niken, 2011)
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
7. Edema
dampak yang signifikan dari proses filtrasi glomerulus yang sangat rendah menyebabkan
terjadinya retensi Na+ dan H2O sehingga terjadi osmosis dari laju glomelurus yang menurun
masuk kedalam sel atau jaringan tubuh sehingga menyebabkan edema. (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)

2.1.7 WOC/ PATHWAY


2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diagnostik (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Pemeriksaan EKG: Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalsemia).
b) Ultrasonografi (USG): Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti
obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut
(ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan
apapun.
c) Foto Polos Abdomen: Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk
fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto
polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
d) Pielografi Intra-Vena (PIV): Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal
tak dapat memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal
lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini
sudah jarang dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion
pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
e) Pemeriksaan Pielografi Retrograd: Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang
reversibel.
f) Pemeriksaan Foto Dada: Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan
air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan
juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
g) Pemeriksaan Radiologi Tulang: Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan
kalsifikasi metastatik.

2. Laboratorium (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)


a) Volume urine : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam (24
jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
b) Warna Urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
c) Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh :
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan : menetap pada
l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
d) pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio urine/
serum saring (1 : 1).
e) Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.
f) Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak
mampu mengabsorpsi natrium.
g) Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
h) Protein : Proteinuria derajat tinggi (+3 – +4 ) sangat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila Sel darah merah dan warna Sel darah merah tambahan juga ada. Protein
derajat rendah (+1 – +2 ) dan dapat menunjukan infeksi atau nefritis intertisial.
i) Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna merah
diduga nefritis glomerulus.
j) Hemoglobin : Menurun pada anemia.
k) Sel darah merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan / penurunan
hidup.
l) pH : Asidosis metabolik (<>
m) Kreatinin : Biasanya meningkat pada proporsi rasio (l0:1).
n) Osmolalitas : Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering sama dengan urine.
o) Kalium : Meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
p) Natrium : Biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
q) pH, Kalium & bikarbonat : Menurun.
r) Klorida fosfat &Magnesium : Meningkat.
s) Protein : Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino esensial.
t) Ultrasono ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa / kista (obstruksi pada
saluran kemih bagian atas).
u) Biopsi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
v) Endoskopi ginjal / nefroskopi : Untuk menentukan pelvis ginjal (adanya batu,
hematuria).
w) E K G : Mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan asam / basa.

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault (Cahyaningsih,


D. Niken, 2011)

Nilai normal :
a. Laki-laki: 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau0,93 - 1,32 mL/detik/m2
b. Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau0,85 - 1,23 mL/detik/m2
c. Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
d. Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
e. Endokrin : PTH dan T3,T4
f. Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya:
infark miokard.

2.1.9 KOMPLIKASI (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)


a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia

2.1.10 PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan
lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)


1. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.
c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang
kuat.
2. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
b) Kendalikan terapi ISK.
c) Diet protein yang proporsional.
d) Kendalikan hiperfosfatemia.
e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
f) Terapi hIperfosfatemia.
g) Terapi keadaan asidosis metabolik.
h) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
3. Terapi alleviative gejala asotemia
a) Pembatasan konsumsi protein hewani.
b) Terapi keluhan gatal-gatal.
c) Terapi keluhan gastrointestinal.
d) Terapi keluhan neuromuskuler.
e) Terapi keluhan tulang dan sendi.
f) Terapi anemia.
g) Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia)
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau
serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF:
Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin
asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi
pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan
secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart
failure.
Komplikasi tranfusi darah (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi
ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien
yang mengalami HD (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang
apabila diperlukan
d) Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin
asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) HD reguler.
2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3) Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)
1) Restriksi garam dapur.
2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3) Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Dialisis yang meliputi:
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih.
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Hiperkalemia > 17 mg/lt
b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam
darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e) Kelebihan cairan
f) Mual dan muntah hebat
g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i) Sindrom kelebihan air
j) Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Cahyaningsih, D. Niken,
2011)
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal
semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa
gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi
khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis
metabolik berulang, dan nefropatik diabetic (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan
di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup
yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.
Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat
ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan
orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat
ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian pada penderita Gagal Ginjal Kronik (Colvy, Jack, 2010)
a) Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi
pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria (Colvy, Jack, 2010)
b) Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit (Colvy, Jack, 2010)
c) Riwayat penyakit
1. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik (Colvy, Jack, 2010)
2. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi
(Colvy, Jack, 2010)
3. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM) (Colvy, Jack, 2010)
d) Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul),
dyspnea (Colvy, Jack, 2010)
e) Head To Toe (Colvy, Jack, 2010)
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum, sakit kepala
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada,nafas pendek, batuk dengan/tanpa
sputum, kental dan banyak, gangguan irama jantung, edema, Disritmia jantung.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites), Anoreksia, nausea, vomiting, fektor
uremicum, gastritis erosiva dan Diare
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot, piting pada kaki, telapak tangan,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan, Nyeri panggul, kram otot,
nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), keterbatasan gerak sendi
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun, Pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, defosit fosfat kalsium pda kulit
f. Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
g. Genitalia : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat,
berawan) oliguria atau anuria.

2.2.2 ANALISA DATA


NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS:
1. Pasien menyatakan kesulllitan bernfas
2. Pasien menyatakan kembung di daerah abdomen
DO:
1. Edema
2. Tekanan darah tinggi
3. Perubahan turgor kulit
4. Distensi abdomen/asites Kerusakan glomelurus

GFR

Retensi Na, H2O

Edema
Kelebihan volume cairan

1. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah

2 DS:
1. Mual
2. Tidak Adanya Nafsu Makan
3. Pasien Menyatakan Nyeri Ulu Hat
DO:
1. Adanya cegukan
2. Muntah
3. Porsi makan tidak dihabiskan
4. Penurunan berat badan
5. Nafas berbau amonia Kerusakan glomelurus

Albumin melewati membran glomelurus

proteinuria

hipoaluminemia

katabolisme protein dalam sel

produksi asam

asam lambung naik

anoreksia, mual muntah


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan


yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

3 DS:
1. Pasien menyatakan kesulitan bernafas
DO:
1. Sesak
2. Nafas Dangkal
3. Pembesaran Pada Abdomen
4. Pengembangan Paru Tidak Sempurna Kerusakan glomelurus

Albumin melewati membran glomelurus

proteinuria

hipoaluminemia

katabolisme protein dalam sel

Ureum naik

Asidosis metabolik

Kompensasi respiratorik

Hiperventilasi

Perubahan pola napas


Pola napas tidak efektif 3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis
metabolic, pneumonitis, perikarditis

4 DS:
1. Pasien mengatakan lemas
DO:
1. Tampak lemas
2. HB dibawah normal (<12 pada perempuan, <13 pada laki-laki)
3. Peningkatan TD, RR, dan Nadi
4. Ketidakmampuan melakukan ADL Kerusakan fungsi ginjal

Sekresi eritropoietin

Produksi SDM menurun

Oksihemoglobin

Suplai O2 ke jaringan menurun

Fatigue/malaise

Intoleransi aktivitas 4. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi


produk sampah dan prosedur dialysis
5 DS:
1. klien mengatakan batuk
2. klien mengatakan susah mengeluarkan dahak
DO:
1. Peningkatan TD, RR, dan Nadi
2. Batuk
3. Suara nafas tidak bersih
4. Sianosis
5. Dyspneu
6. Tidak bisa mengeluarkan sputum
7. Adanya tanda distres pernafasan
8. Oksigenasi tidak adekuat Kerusakan fungsi ginjal

Sekresi eritropoietin

Produksi SDM menurun

Oksihemoglobin

Suplai O2 ke jaringan menurun

Gangguan perfusi jaringan

Gangguan pertukaran gas 5. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran


kapiler-alveolar

6 DS:
1. Pasien mengatakan mudah lelah
DO:
1. Peningkatan TD, RR, dan Nadi
2. Penurunan kesadaran
3. Mudah lelah
4. Adanya edema paru
5. AsietesKerusakan glomelurus

GFR

Retensi Na, H2O


Edema

Preload meningkat

Beban jantung bertambah

Hipertrofi ventrikel kiri

COP

Penurunan curah jantung


6. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis

2.2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.

2.2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN


No. Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguanpertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer
yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida
di dalam membran kapiler alveoli

Batasan karakteristik :
a) Gangguan penglihatan
b) Penurunan CO2
c) Takikardi
d) Hiperkapnia
e) Keletihan
f) Somnolen
g) Iritabilitas
h) Hypoxiakebingungan
i) Dyspnoenasal faring
j) AGD Normal
k) sianosis
l) warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
m) Hipoksemia
n) hiperkarbia
o) sakit kepala ketika bangun
p) frekuensi dan kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang berhubungan: ketidakseimbangan perfusi ventilasiperubahan membran


kapiler-alveolar NOC :
a) Respiratory Status : Gas exchange
b) Respiratory Status : ventilation
c) Vital Sign Status

Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
b) Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
c) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
d) Tanda tanda vital dalam rentang normal NIC :
Airway Management
a) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
d) Pasang mayo bila perlu
e) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
g) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
h) Lakukan suction pada mayo
i) Berika bronkodilator bila perlu
j) Barikan pelembab udara
k) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
l) Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
a) Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
b) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
c) Monitor suara nafas, seperti dengkur
d) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
e) Catat lokasi trakea
f) Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
g) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
h) Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
i) Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
a) Monitro IV line
b) Pertahankanjalan nafas paten
c) Monitor AGD, tingkat elektrolit
d) Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
e) Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
f) Monitor pola respirasi
g) Lakukan terapi oksigen
h) Monitor status neurologi
i) Tingkatkan oral hygiene
2. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
NOC :
a) Cardiac Pump effectiveness
b) Circulation Status
c) Vital Sign Status

Kriteria Hasil:
a) Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
b) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
c) Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
d) Tidak ada penurunan kesadaran NIC :
a) Cardiac Care
b) Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
c) Catat adanya disritmia jantung
d) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
e) Monitor status kardiovaskuler
f) Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
g) Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
h) Monitor balance cairan
i) Monitor adanya perubahan tekanan darah
j) Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
k) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
l) Monitor toleransi aktivitas pasien
m) Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
n) Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


a) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
d) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
f) Monitor kualitas dari nadi
g) Monitor adanya pulsus paradoksus
h) Monitor adanya pulsus alterans
i) Monitor jumlah dan irama jantung
j) Monitor bunyi jantung
k) Monitor frekuensi dan irama pernapasan
l) Monitor suara paru
m) Monitor pola pernapasan abnormal
n) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
o) Monitor sianosis perifer
p) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
q) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3. Pola Nafas tidak efektif

Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat


Batasan karakteristik :
a) Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
b) Penurunan pertukaran udara per menit
c) Menggunakan otot pernafasan tambahan
d) Nasal flaring
e) Dyspnea
f) Orthopnea
g) Perubahan penyimpangan dada
h) Nafas pendek
i) Assumption of 3-point position
j) Pernafasan pursed-lip
k) Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
l) Peningkatan diameter anterior-posterior
m) Pernafasan rata-rata/minimal
n) Bayi : < 25 atau > 60
o) Usia 1-4 : < 20 atau > 30
p) Usia 5-14 : < 14 atau > 25
q) Usia > 14 : < 11 atau > 24
r) Kedalaman pernafasan
s) Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
t) Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
u) Timing rasio
v) Penurunan kapasitas vital

Faktor yang berhubungan :


a) Hiperventilasi
b) Deformitas tulang
c) Kelainan bentuk dinding dada
d) Penurunan energi/kelelahan
e) Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
f) Obesitas
g) Posisi tubuh
h) Kelelahan otot pernafasan
i) Hipoventilasi sindrom
j) Nyeri
k) Kecemasan
l) Disfungsi Neuromuskuler
m) Kerusakan persepsi/kognitif
n) Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
o) Imaturitas Neurologis
NOC :
a) Respiratory status : Ventilation
b) Respiratory status : Airway patency
c) Vital sign Status

Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
b) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
c) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) Fluid
management
a) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b) Pasang urin kateter jika diperlukan
c) Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
d) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
e) Monitor vital sign
f) Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
asites)
g) Kaji lokasi dan luas edema
h) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
i) Monitor status nutrisi
j) Berikan diuretik sesuai interuksi
k) Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
l) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
a) Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
b) Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
c) Monitor serum dan elektrolit urine
d) Monitor serum dan osmilalitas urine
e) Monitor BP, HR, dan RR
f) Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
g) Monitor parameter hemodinamik infasif
h) Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
i) Monitor tanda dan gejala dari odema

4. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal

Definisi : Retensi cairan isotomik meningkat

Batasan karakteristik :
a) Berat badan meningkat pada waktu yang singkat
b) Asupan berlebihan dibanding output
c) Tekanan darah berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, peningkatan CVP
d) Distensi vena jugularis
e) Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal
(Rales atau crakles), kongestikemacetan paru, pleural effusion
f) Hb dan hematokrit menurun, perubahan elektrolit, khususnya perubahan berat jenis
g) Suara jantung SIII
h) Reflek hepatojugular positif
i) Oliguria, azotemia
j) Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
Faktor-faktor yang berhubungan :
a) Mekanisme pengaturan melemah
b) Asupan cairan berlebihan
c) Asupan natrium berlebihan NOC :
a) Electrolit and acid base balance
b) Fluid balance

Kriteria Hasil:
a) Terbebas dari edema, efusi, anaskara
b) Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
c) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
d) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign
dalam batas normal
e) Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
f) Menjelaskanindikator kelebihan cairan
NIC :
Fluid management
a) Timbang popok/pembalut jika diperlukan
b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c) Pasang urin kateter jika diperlukan
d) Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin)
e) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
f) Monitor vital sign
g) Monitor indikasi retensi/ kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
asites)
h) Kaji lokasi dan luas edema
i) Monitor masukan makanan /cairan dan hitung intake kalori harian
j) Monitor status nutrisi
k) Berikan diuretik sesuai interuksi
l) Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
m) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
a) Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
b) Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll)
c) Monitor berat badan
d) Monitor serum dan elektrolit urine
e) Monitor serum dan osmilalitas urine
f) Monitor BP, HR, dan RR
g) Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
h) Monitor parameter hemodinamik infasif
i) Catat secara akutar intake dan output
j) Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
k) Monitor tanda dan gejala dari odema

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.

Batasan karakteristik :
a) Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
b) Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily
Allowance)
c) Membran mukosa dan konjungtiva pucat
d) Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunya
e) Luka, inflamasi pada rongga mulut
f) Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
g) Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
h) Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
i) Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
j) Miskonsepsi
k) Kehilangan BB dengan makanan cukup
l) Keengganan untuk makan
m) Kram pada abdomen
n) Tonus otot jelek
o) Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
p) Kurang berminat terhadap makanan
q) Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
r) Diare dan atau steatorrhea
s) Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
t) Suara usus hiperaktif
u) Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan:


Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d) Tidak ada tanda tanda malnutrisi
e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti NIC :
Nutrition Management
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e) Berikan substansi gula
f) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
g) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
i) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
a) BB pasien dalam batas normal
b) Monitor adanya penurunan berat badan
c) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d) Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
e) Monitor lingkungan selama makan
f) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h) Monitor turgor kulit
i) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j) Monitor mual dan muntah
k) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l) Monitor makanan kesukaan
m) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
o) Monitor kalori dan intake nuntrisi
p) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
q) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi
metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan
status nutrisi yang buruk selama sakit

Intoleransi aktivitas b/d fatigue


Definisi : Ketidakcukupan energu secara fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan atau
menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas sehari hari.

Batasan karakteristik :
a) Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
b) Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
c) Perubahan ekg yang menunjukkan aritmia atau iskemia
d) Adanya dyspneu atauketidaknyamanan saat beraktivitas.

Faktor factor yang berhubungan :


a) Tirah Baring atau imobilisasi
b) Kelemahan menyeluruh
c) Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan
d) Gaya hidup yang dipertahankan. NOC :
a) Energy conservation
b) Self Care : ADLs

Kriteria Hasil :
a) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
RR
b) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC :
Energy Management
a) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
b) Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
c) Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
d) Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
e) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
f) Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
g) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
a) Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
b) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
c) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
d) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
e) Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
f) Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
g) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
h) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
i) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
j) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
k) Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

2.2.5 IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi klien (Colvy, Jack, 2010).
2.2.6 EVALUASI
Hasil evaluasi keperawatan pada klien gagal ginjal kronik menurut (Colvy, Jack, 2010)
adalah:
a. Intake out put seimbang
b. Status nutrisi adekuat
c. Curah jantung adekuat
d. Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
e. Tidak terjadi perubahan atau gangguan konsep diri
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi
g. Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan

Anda mungkin juga menyukai