2.1.2 KLASIFIKASI
Sesuai dengan topik yang saya tulis di depan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada dasar nya
pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi
akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini,
kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage
– stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage
5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II: Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan: 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal.
2) Sedang: 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat: 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan bj 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus):
a) Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2).
b) Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2).
c) Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2).
d) Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2).
e) Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
2.1.3 ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal.Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral (Cahyaningsih,
D. Niken, 2011)
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.
2.1.6 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -
90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat (Cahyaningsih, D. Niken,
2011)
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli
yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya
dibersihkan oleh ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin seru.m merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam
organic lain juga terjadi (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas (Cahyaningsih,
D. Niken, 2011)
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
7. Edema
dampak yang signifikan dari proses filtrasi glomerulus yang sangat rendah menyebabkan
terjadinya retensi Na+ dan H2O sehingga terjadi osmosis dari laju glomelurus yang menurun
masuk kedalam sel atau jaringan tubuh sehingga menyebabkan edema. (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)
Nilai normal :
a. Laki-laki: 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau0,93 - 1,32 mL/detik/m2
b. Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau0,85 - 1,23 mL/detik/m2
c. Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
d. Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
e. Endokrin : PTH dan T3,T4
f. Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya:
infark miokard.
2.1.10 PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan
lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia)
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau
serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF:
Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin
asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi
pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan
secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart
failure.
Komplikasi tranfusi darah (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi
ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien
yang mengalami HD (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang
apabila diperlukan
d) Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin
asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) HD reguler.
2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3) Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)
1) Restriksi garam dapur.
2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3) Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Dialisis yang meliputi:
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih.
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Hiperkalemia > 17 mg/lt
b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam
darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e) Kelebihan cairan
f) Mual dan muntah hebat
g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i) Sindrom kelebihan air
j) Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Cahyaningsih, D. Niken,
2011)
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal
semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa
gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi
khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis
metabolik berulang, dan nefropatik diabetic (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan
di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup
yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.
Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat
ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan
orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat
ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
GFR
Edema
Kelebihan volume cairan
2 DS:
1. Mual
2. Tidak Adanya Nafsu Makan
3. Pasien Menyatakan Nyeri Ulu Hat
DO:
1. Adanya cegukan
2. Muntah
3. Porsi makan tidak dihabiskan
4. Penurunan berat badan
5. Nafas berbau amonia Kerusakan glomelurus
proteinuria
hipoaluminemia
produksi asam
3 DS:
1. Pasien menyatakan kesulitan bernafas
DO:
1. Sesak
2. Nafas Dangkal
3. Pembesaran Pada Abdomen
4. Pengembangan Paru Tidak Sempurna Kerusakan glomelurus
proteinuria
hipoaluminemia
Ureum naik
Asidosis metabolik
Kompensasi respiratorik
Hiperventilasi
4 DS:
1. Pasien mengatakan lemas
DO:
1. Tampak lemas
2. HB dibawah normal (<12 pada perempuan, <13 pada laki-laki)
3. Peningkatan TD, RR, dan Nadi
4. Ketidakmampuan melakukan ADL Kerusakan fungsi ginjal
Sekresi eritropoietin
Oksihemoglobin
Fatigue/malaise
Sekresi eritropoietin
Oksihemoglobin
6 DS:
1. Pasien mengatakan mudah lelah
DO:
1. Peningkatan TD, RR, dan Nadi
2. Penurunan kesadaran
3. Mudah lelah
4. Adanya edema paru
5. AsietesKerusakan glomelurus
GFR
Preload meningkat
COP
Batasan karakteristik :
a) Gangguan penglihatan
b) Penurunan CO2
c) Takikardi
d) Hiperkapnia
e) Keletihan
f) Somnolen
g) Iritabilitas
h) Hypoxiakebingungan
i) Dyspnoenasal faring
j) AGD Normal
k) sianosis
l) warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
m) Hipoksemia
n) hiperkarbia
o) sakit kepala ketika bangun
p) frekuensi dan kedalaman nafas abnormal
Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
b) Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
c) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
d) Tanda tanda vital dalam rentang normal NIC :
Airway Management
a) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
d) Pasang mayo bila perlu
e) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
g) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
h) Lakukan suction pada mayo
i) Berika bronkodilator bila perlu
j) Barikan pelembab udara
k) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
l) Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
a) Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
b) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
c) Monitor suara nafas, seperti dengkur
d) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
e) Catat lokasi trakea
f) Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
g) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
h) Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
i) Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
a) Monitro IV line
b) Pertahankanjalan nafas paten
c) Monitor AGD, tingkat elektrolit
d) Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
e) Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
f) Monitor pola respirasi
g) Lakukan terapi oksigen
h) Monitor status neurologi
i) Tingkatkan oral hygiene
2. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
NOC :
a) Cardiac Pump effectiveness
b) Circulation Status
c) Vital Sign Status
Kriteria Hasil:
a) Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
b) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
c) Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
d) Tidak ada penurunan kesadaran NIC :
a) Cardiac Care
b) Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
c) Catat adanya disritmia jantung
d) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
e) Monitor status kardiovaskuler
f) Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
g) Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
h) Monitor balance cairan
i) Monitor adanya perubahan tekanan darah
j) Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
k) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
l) Monitor toleransi aktivitas pasien
m) Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
n) Anjurkan untuk menurunkan stress
Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
b) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
c) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) Fluid
management
a) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b) Pasang urin kateter jika diperlukan
c) Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
d) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
e) Monitor vital sign
f) Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
asites)
g) Kaji lokasi dan luas edema
h) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
i) Monitor status nutrisi
j) Berikan diuretik sesuai interuksi
k) Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
l) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
a) Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
b) Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
c) Monitor serum dan elektrolit urine
d) Monitor serum dan osmilalitas urine
e) Monitor BP, HR, dan RR
f) Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
g) Monitor parameter hemodinamik infasif
h) Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
i) Monitor tanda dan gejala dari odema
4. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
Batasan karakteristik :
a) Berat badan meningkat pada waktu yang singkat
b) Asupan berlebihan dibanding output
c) Tekanan darah berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, peningkatan CVP
d) Distensi vena jugularis
e) Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal
(Rales atau crakles), kongestikemacetan paru, pleural effusion
f) Hb dan hematokrit menurun, perubahan elektrolit, khususnya perubahan berat jenis
g) Suara jantung SIII
h) Reflek hepatojugular positif
i) Oliguria, azotemia
j) Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
Faktor-faktor yang berhubungan :
a) Mekanisme pengaturan melemah
b) Asupan cairan berlebihan
c) Asupan natrium berlebihan NOC :
a) Electrolit and acid base balance
b) Fluid balance
Kriteria Hasil:
a) Terbebas dari edema, efusi, anaskara
b) Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
c) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
d) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign
dalam batas normal
e) Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
f) Menjelaskanindikator kelebihan cairan
NIC :
Fluid management
a) Timbang popok/pembalut jika diperlukan
b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c) Pasang urin kateter jika diperlukan
d) Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin)
e) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
f) Monitor vital sign
g) Monitor indikasi retensi/ kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
asites)
h) Kaji lokasi dan luas edema
i) Monitor masukan makanan /cairan dan hitung intake kalori harian
j) Monitor status nutrisi
k) Berikan diuretik sesuai interuksi
l) Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
m) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
a) Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
b) Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll)
c) Monitor berat badan
d) Monitor serum dan elektrolit urine
e) Monitor serum dan osmilalitas urine
f) Monitor BP, HR, dan RR
g) Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
h) Monitor parameter hemodinamik infasif
i) Catat secara akutar intake dan output
j) Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
k) Monitor tanda dan gejala dari odema
Batasan karakteristik :
a) Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
b) Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily
Allowance)
c) Membran mukosa dan konjungtiva pucat
d) Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunya
e) Luka, inflamasi pada rongga mulut
f) Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
g) Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
h) Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
i) Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
j) Miskonsepsi
k) Kehilangan BB dengan makanan cukup
l) Keengganan untuk makan
m) Kram pada abdomen
n) Tonus otot jelek
o) Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
p) Kurang berminat terhadap makanan
q) Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
r) Diare dan atau steatorrhea
s) Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
t) Suara usus hiperaktif
u) Kurangnya informasi, misinformasi
Kriteria Hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d) Tidak ada tanda tanda malnutrisi
e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti NIC :
Nutrition Management
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e) Berikan substansi gula
f) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
g) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
i) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
a) BB pasien dalam batas normal
b) Monitor adanya penurunan berat badan
c) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d) Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
e) Monitor lingkungan selama makan
f) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h) Monitor turgor kulit
i) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j) Monitor mual dan muntah
k) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l) Monitor makanan kesukaan
m) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
o) Monitor kalori dan intake nuntrisi
p) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
q) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi
metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan
status nutrisi yang buruk selama sakit
Batasan karakteristik :
a) Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
b) Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
c) Perubahan ekg yang menunjukkan aritmia atau iskemia
d) Adanya dyspneu atauketidaknyamanan saat beraktivitas.
Kriteria Hasil :
a) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
RR
b) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC :
Energy Management
a) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
b) Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
c) Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
d) Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
e) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
f) Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
g) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
a) Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
b) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
c) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
d) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
e) Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
f) Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
g) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
h) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
i) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
j) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
k) Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
2.2.5 IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi klien (Colvy, Jack, 2010).
2.2.6 EVALUASI
Hasil evaluasi keperawatan pada klien gagal ginjal kronik menurut (Colvy, Jack, 2010)
adalah:
a. Intake out put seimbang
b. Status nutrisi adekuat
c. Curah jantung adekuat
d. Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
e. Tidak terjadi perubahan atau gangguan konsep diri
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi
g. Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan