Anda di halaman 1dari 16

TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID DAN SEMI SOLID

“PEMBUATAN SALEP CHLORAMFENICOL”

Kelompok 5
Rahma Julia PO 71.39.1.19.026

Revi Permatasari PO 71.39.1.19.027

Rina Mayang Sari PO 71.39.1.19.028

Rossy Anzani PO 71.39.1.19.029

Sabrina Syifaurrahmah PO 71.39.1.19.030

Seli Alfiah PO 71.39.1.19.031

REGULER 1 A

DOSEN PEMBIMBING :

Dra. RATNANINGSIH DEWI ASTUTI,Apt,M.Kes

Paraf Nilai

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUID DAN SEMI SOLID

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN FARMASI
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Tujuan

Adapun tujuan dari praktikuma pembuatan salep chloramfenicol yaitu :


1. Mahasiswa mengetahui rancangan formula dalam pembuatan salep chloramfenicol
2. Mahasiswa mengetahui dan mampu membuat salep chloramfenicol dengan baik dan benar
3. Mahasiswa diaharapkan mengertahui tahapan tahapan dalam pembuatan salep
chloramfenicol
4. Mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan salep
chloramfenicol
BAB II
TEORI
A. Definisi salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar.Bahan obat harus larut atau terdipersihomogen dalam dasar salep yang cocok
(farmakope Indonesia edisi III).Salep adalah sediaan berupa massa lembek, mudah dioleskan,
umumnya berlemak dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar untuk melindungi
atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau
mennsuspensikan obat ke dalam salep dasar. Salep dasar adalah zat pembawa dengan massa
lembek, mudah dioleskan, umumnya berlemak, dapat digunakan bahan yang telah
mempunyai massa lembek atau zat cair, zat padat yang terlebih dahulu diubah menjadi massa
yang lembek (formularium nasional). Menurut Farmakope Indonesia edisi IV Salep adalah
sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir.

B. Sifat- Sifat dan Karakteristik Salep


 Sifat-sifat salep
 Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit tersebut.
 Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
 Tidak merangsang kulit.
 Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
 Stabil dalam penyimpanan.
 Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
 Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
 Mudah dicuci dengan air.
 Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.
 Mudah diformulasikan/diracik
 Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit tersebut.
 Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
 Tidak merangsang kulit.
 Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
 Stabil dalam penyimpanan.
 Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
 Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
 Mudah dicuci dengan air.
 Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.
 Mudah diformulasikan/diracik
 Karakteristik salep
 Stabil, selama masih dipakai dalam masa pengobatan. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
 Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.
 Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang palintg mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
 Dasar salep yang cocok adalah dasar salep yang kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya.
 Terdistribusi secara merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat
atau cair pada pengobatan. (Ilmu Resep Teori, hal 42)

C. Jenis – Jenis Salep

Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan dasarnya dan
formularium nasional antara lain:

1. Menurut konsistensi,

 Unguenta adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair
pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga
 Cream adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit suatu tipe
yang mudah dicuci dengan air.
 Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk) suatu salep
yang tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian luar kulit yang diolesi.
 Jelly/gelanoes adalah salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung
atau tanpa mokusa sebagai pelican atau basis, biasanya terdiri atau campuran sederhana
dari minyak lemak dan titik lebur.
 Cerata adalah salep lemak yang mengandung persentase lilin yang tinggi sehingga
konsentrasinya lebih keras (Moh. Anief. 1997).

2. Menurut sifat farmakologi/terapetik dan penetrasinya

 Salep epidermik (epidermic ointment, salep penutup). Salep ini berguna untuk
melindungi kulit, menghasilkan efek lokal dan untuk meredakan rangsangan/anestesi
lokal; tidak diabsorbsi; kadang-kadang ditambahkan antiseptik atau astringent. Dasar
salep yang baik untuk jenis salep ini adalah senyawa hidrokarbon.
 Salep endodermik. Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui
kulit, tetapi tidak melalui kulit; terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk melunakkan
kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah minyak lemak.
 Salep diadermik. Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit
untuk mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, salep yang mengandung senyawa
merkuri iodida atau belladona.
3. Menurut dasar salepnya
 Dasar salep hidrofobik. Salep yang tidak suka air atau salep yang dasar salepnya
berlemak (greassy bases): tidak dapat dicuci dengan air. Misalnya, campuran lemak
lemak, minyak lemak, malam.
 Dasar salep hidrofilik. Salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya
mempunyai dasar salep tipe o/w. (Syamsuni, 2006).

4.Berdasarkan Penetrasi

 Mempunyai efek permukaan memiliki aktivitas membentuk lapisan film yang


bertujuan untuk mencegah hilangnya kelembaban (sebagai protektif), efek
membersihkan ataupun sebagai antibakteri. Pembawa (basis) harus dapat
memudahkan kontak dengan permukaan dan melepaskan zat aktif ke sasaran.
 Mempunyai efek pada stratum korneum. Contoh salep dengan efek ini adalah
sediaan sunscreen yang mengandung asam p-amino benzoat yang berpenetrasi ke
stratum korneum.
 Mempunyai efek epidermal. Pada salep ini obat/zat aktif dapat penetrasi kelapisan
kulit yang paling dalam. (RPS 16, 1518-1519)

D. Fungsi Salep

 Sebagai bahan  aktif pembawa sustansi obat untuk pengobatan kulit


 Sebagai bahan pelumas pada kulit
 Sebagai bahan pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit yang dengan
larutan  berair dan perangsang kulit

E. Kualitas dan Persyaratan Salep


 Kualitas dasar salep yang baik

 Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan dan selama dipakai harus bebas
dari inkompatibilitas.
  Lunak, harus halus dan homogen.
  Mudah dipakai.
  Dasar salep yang cocok.
 Dapat terdistribusi secara merata.
 Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif (Anief, 2007).
 Persyaratan dalam pembuatan Salep

 Bersifat plastis mudah berubah bentuk dengan adanya energi mekanis, seperti
penggosokan pada saat penggunaannya, sehingga mudah menyesuaikan dengan profil
permukaan tubuh tempat salep digunakan. 
 Memiliki struktur gel yang memungkinkan bentuknya stabil saat penyimpanan dan
setelah digosokkan pada kulit 
 Ikatan pembentukan struktur gel berupa ikatan van der wallsà yang bersifat reversibel
secara teknis, sehingga viskositas salep akan menurun dengan meningginya suhu. Hal
ini diharapkan terjadi pada saat salep digosokkan pada kulit. 
 Harus memiliki aliran tiksotropikàagar setelah digosokkan pada kulit dapat
membentuk kembali viskositas semula, hal ini mencegah mengalirnya salep setelah
digososkkan pada kulit.(Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, Benny Logawa,46)

F. Aturan Umum dalam Membuat Sediaan Salep

 Zat yang dilarutkan dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah.
Pada umumnya kelarutan obat yang ditambahkan dalam salep lebih besar dalam
minyak lemak daripada dalam vaselin misalnya kamfora, mentol, fenolum, timolum
dan guayakolum dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak.
Bila dasar salep mengandung vaselin, zat-zat digerus halus, dan ditambahkan
sebagian (kira-kira sama banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa
vaselin dan dasar salep yang lain. Kamfora dilarutkan dalam spritus fortior
secukupnya sampai larut baru ditambah dasar salep sedikit demi sedikit. 

 Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu
mendukung/menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu
ditambahkan bagian dasar salep yang lain. Contoh zat yang melarut dalam air adalah
kalium iodide, tanin, natrium penisilin. Dasar salep yang menyerap air adalah adeps
lanae, unguentum simplex, dan dasar salep hidrofilik. Dasar salep yang sudah
mengandung air adalah lanolin (25% air), unguentum liniens (25%), unguentum
cetylicum hydrosum (40%). 

 Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak dengan
derajat ayakan 100. Contohnya : ZnO dan Acidum boricum. Zat yang telah diserbuk
dicampur dengan dasar salep (sama banyak), bila perlu dasar salep dilelehkan dahulu
(dalam mortir dan stamper panas), setelah itu ditambahkan bahan-bahan lain sedikit
demi sedikit sambil digerus, untuk mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan
seperti Cera flava, Cera alba, Cetylalcoholum dan Parafinumsolidum tidak tersisa dari
dasar salep yang cair dan lunak. Asam borat tidak boleh dengan pemanasan. 

 Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk
sampai dingin. Bila bahan dari salep mengandung kotoran, yang meleleh perlu dikolir
(disaring dengan kain kasa). Pada pengkoliran ini terjadi masa yang hilang, maka
bahannya harus dilebihkan 10-20%. (Van Duin hal 115-122, Ilmu Meracik Obat, hal.
55) 

G. ZAT AKTIF
CHLORAMFENICOL
Kloramfenikol (Farmakope Indonesia edisi IV halaman 189 ; FI III hal 144).
Rumus molekul               = C11H12Cl2N2O5.
Berat Molekul                 = 323,13.
Pemerian                         = Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang, putih hingga putih  kelabu atau putih
kekuningan.
Kelarutan                        = Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol,
dalam propilena glikol.
Titik Lebur                      = Antara 1490 dan 1530 C.
pH                                   = Antara 4,5 dan 7,5.
OTT                                 =  Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol 500 mg dan
eritromisin 250 mg atau tetrasiklin HCl 500 mg dan
dicampurkan dalam 1 liter larutan dekstrosa 5%.
Stabilitas                         =  Salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling
stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu
kamar dan kisaran pH 2-7, suhu 25 oC dan pH mempunyai
waktu paruh hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil
dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam media air adalah
pemecahan hidrofilik pada lingkungan amida. Stabil dalam
basis minyak dalam air, basis adeps lanae. (Martindale edisi
30 hal 142).
Dosis                               = Dalam salep 1 %  (DI 2010 hal 223-227).
Khasiat                            =  Antibiotik, antibakteri  (gram positif, gram negatif, riketsia,
klamidin), infeksi meningitis (Martindale edisi 30 hal 141).
Indikasi                           =  Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif
terhadap kloramfenikol.
Efek Samping                = Kemerahan kulit angioudem, urtikaria dan anafilaksis.
Penyimpanan                   = Wadah tertutup rapat.
BAB III

FORMULA

A. Formula acuan

(FORNAS EDISI II : 66)

CHLORAMPHENICOLI UNGUENTUM

SALEP KLORAMFENIKOL

Komposisi :

Tiap 10 g mengandung :

Chloramphenicolum 200 mg

Propylenglucolum 1g

Adeps lanae 1g

Vaselinum album hingga 10 g

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat/dalam tube


Dosis : 3 kali sehari, dioleskan
Catatan : Pada etiket harus juga tertera kadaluarsa

B. Formula yang diterapkan

Tube @10 g :

Chloramphenicolum 200 mg

Propylenglucosum 1g

Adeps lanae 1g

Vaselin album hingga 10 g


BAB IV

PROSEDUR KERJA

A. Perhitungan Bahan

1. chloramfenicolum 0,2/10 x 10 = 0,2 g


2. propylenglucolum 1/10 x 10 = 1 g
3. adeps lanae 1/10 x 10 = 1 g
4. vaselin album =10-(0,2+1+1)
=10- 2,2
=7,8 g

No. Bahan Untuk 1 tube salep chloramfenicol

1. Chloramphenicolum 200 mg = 0,2g

2. Propylenglucolum 1gr

3. Adeps Lanae 1gr

4. Vaselin Album ad 7,8g

No. Bahan Untuk 6 tube salep chloramfenicol

1. Chloramphenicolum 66/10 x 0,2 = 1,32 g

2. Propylenglucolum 66/10 x 1 = 6,6 g

3. Adeps Lanae 66/10 x 1 = 6,6 g

4. Vaselin Album ad 66/10 x 7,8 = 51,48 g


B. Penimbangan Bahan

No. Bahan Untuk 6 tube salep chloramfenicol

1. Chloramphenicolum 1,32 g ~ 1,3 g

2. Propylenglucolum 6,6 g

3. Adeps Lanae 6,6 g

4. Vaselin Album ad 51,48 g ~ 51,50 g

C. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Timbangan dan anak timbangan Chloramphenicolum
Mortir
Propylenglukolum
Stamper
Tube Adeps Lanae
Sudip
Vaselin Album
Kertas perkamen

D. Pembuatan Salep

1. Siapkan alat dan bahan.

2. Masukkan Chloramphenicolum ke dalam lumpang gerus halus.

3. Tambahkan Propylenglukolum gerus homogen.

4. Tambahkan Adeps Lanae ke dalam lumpang gerus homogen.

5. Tambahkan Vaselin Album gerus homogen.

6. Masukkan salep ke dalam tube


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL
Evaluasi Tipe krim dilakukan dengan :
a. Uji Kebocoran (Salep dalam tube)
Alat : Oven dan Kertas Penyerap
1. Ambil 8 tube salep, bersihkan permukaan luar tiap tube dengan kertas penyerap
2. Letakkan tube diatas loyang posisi horizontal
3. Masukkan ke dalam oven diamkan selama 8 jam, temp 600 ± 30C
4. Tidak boleh terjadi kebocoran (Kertas Penyerap harus tetap kering)

b. Uji Homogenitas (FI Ed. III, 1979)


Alat : Objek Glass / Kertas Perkamen
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen

c. Organoleptis
Warna : Putih kekuningan
Bentuk : Semi Padat (Tidak terlalu keras)
Bau : Tidak berbau

d. pH
Salep chloramfenicol 1gr larutkan dengan air 10 ml air, lalu lakukan pengecekan
pH
2. PEMBAHASAN
Pada uji organoleptik, sediaan berbentuk setengah padat (salep) tidak terlalu
keras, berwarna putih kekningan dan tidak berbau. Uji ini untuk melihat terjadinya
perubahan fase.

Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kehomogenan zat aktif dalam


basis, sehingga setiap kali salep tersebut digunakan dosisnya sama. Selain itu, uji
homogenitas ini melihat apakah masih ada partikel obat yang terlalu kasar yang dapat
menimbulkan iritasi pada kulit. Homogenitas juga dapat dipengaruhi oleh faktor
penggerusan yang dilakukan pada saat pembuatan. Pada uji homogenitas ini, formula
salep (Kloramfenikol) menunjukkan hasil yang homogen di atas kaca objek, tidak
terlihat adanya partikel-partikel kecil yang membuat salep terasa kasar.
Uji Kebocoran dimaksudkan untuk mengetahui kebocoran pada tube. Pada
praktikum ini salep dikemas dalam tube bekas yang telah dibersihkan melalui bagian
bawah tube. Pada uji kebocoran ternyata tube yang digunakan bocor dimana kertas
serap yang digunakan menjadi basah setelah dilakukan uji kebocoran. hal ini
disebabkan karena tidak terampilnya praktikan dalam membersihkan tube bekas dan
tidak terampil dalam melipat tube.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
a. Salep adalah bentuk sedian setengan padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar.
b. Bahan dasar salep adalah salep hidrokarbon, dimana dasar salep yang digunakan
adalah vaselin album

B. SARAN
a. Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan  seorang praktikan harus benar-
banar memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan, sifat dari masing-
masing bahan serta interaksi antar bahan yang besar kemungkinannnya  sangat bias
terjadi. Sehingga dengan demikian sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan
suatu sediaan yang benar-benar layak pakai dan seminimal mungkin dapat
mengurangi kekurangan dari sediaan krim tersebut.
b. Selain itu fator lain yang yang perlu diperhatikan adalah pada proses pembuatannya,.
Dengan mempertimbangkan karakteristik, konsentrasi dan interaksi dari masig-
masing bahan tadi, seorang praktikan harus mampu merancang dan membuat
prosedur kerja yang sebaik mungkin sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat
dapat memenuhi standar evaluasi yang ditetapkan.
c. Sebaiknya dilakukan evaluasi dengan menggunakan metode yang lain
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi Ketiga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi Keempat. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Soetopo dkk. (2002). Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI. (1978). Formularium Nasional edisi Kedua. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI

C.F. Van Duin, Dr.,(1947). Ilmu Resep edisi Kedua. Jakarta : Soeroengan
BAB VI

LAMPIRAN

KOTAK OBAT

ETIKET

CHLORAX
SALEP MATA CHLORAMFENICOL 2 %

SUE
(Pemakaian Luar)

PT. RS.FARM
PALEMBANG-INDONESIA

OBAT LUAR

NETTO 10 GRAM
BROSUR

CHLORAX
(Salep Mata Chloramfenicol)

Indikasi Umum
Infeksi berat yang disebabkan oleh Salmonella, H.
influenza( terutama infeksi meningeal), Rickettsia,
limfogranuloma-psitakosis dan bakteri gram negative yang
menyebabkan meningitis bakterial

Deskripsi

CHLORAMPHENICOL 2% 10gram SALEP MATA


mengandung zat aktif Chloramphenicol (antibiotic yang efektif terhadap
berbagai organisme gram positif dan gram negatif. Salep mata ini
digunakan untuk mengatasi masalah mata seperti Trachoma, keratitis
( peradangan selaput kornea mata), konjungtivitis ( peradangan selaput
ikat mata), dakriosistitis ( peradangan kantung air mata ) dan uveitis
( peradangan lapisan mata yang terdiri dari iris, badan ciliaris dan koroid).

Kategori : Mata

Komposisi : Chloramphenicol 2%

Dosis : Penggunaan Obat Ini Harus Sesuai Dengan Petunjuk Dokter.


Oleskan 3 kali sehari

Aturan Pakai : Oleskan pada bagian dalam kantung mata

Kemasan : Tube @ 10 G

Kontra Indikasi

Hipersensitivitas, pasien yang mengalami mielosupresi, pasien


yang memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan diskrasia darah
termasuk anemia aplastik, pasien yang mendapatkan terapi obat-obatan
yang berpotensi menekan fungsi sumsum tulang. Terhadap Gentamisin
Dan Obat Golongan Aminoglikosida

Perhatian : HARUS DENGAN RESEP DOKTER.

PT.RS.FARM

PALEMBANG-INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai