Kelompok 5
Rahma Julia PO 71.39.1.19.026
REGULER 1 A
DOSEN PEMBIMBING :
Paraf Nilai
PENDAHULUAN
A.Tujuan
Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan dasarnya dan
formularium nasional antara lain:
1. Menurut konsistensi,
Unguenta adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair
pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga
Cream adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit suatu tipe
yang mudah dicuci dengan air.
Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk) suatu salep
yang tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian luar kulit yang diolesi.
Jelly/gelanoes adalah salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung
atau tanpa mokusa sebagai pelican atau basis, biasanya terdiri atau campuran sederhana
dari minyak lemak dan titik lebur.
Cerata adalah salep lemak yang mengandung persentase lilin yang tinggi sehingga
konsentrasinya lebih keras (Moh. Anief. 1997).
Salep epidermik (epidermic ointment, salep penutup). Salep ini berguna untuk
melindungi kulit, menghasilkan efek lokal dan untuk meredakan rangsangan/anestesi
lokal; tidak diabsorbsi; kadang-kadang ditambahkan antiseptik atau astringent. Dasar
salep yang baik untuk jenis salep ini adalah senyawa hidrokarbon.
Salep endodermik. Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui
kulit, tetapi tidak melalui kulit; terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk melunakkan
kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah minyak lemak.
Salep diadermik. Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit
untuk mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, salep yang mengandung senyawa
merkuri iodida atau belladona.
3. Menurut dasar salepnya
Dasar salep hidrofobik. Salep yang tidak suka air atau salep yang dasar salepnya
berlemak (greassy bases): tidak dapat dicuci dengan air. Misalnya, campuran lemak
lemak, minyak lemak, malam.
Dasar salep hidrofilik. Salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya
mempunyai dasar salep tipe o/w. (Syamsuni, 2006).
4.Berdasarkan Penetrasi
D. Fungsi Salep
Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan dan selama dipakai harus bebas
dari inkompatibilitas.
Lunak, harus halus dan homogen.
Mudah dipakai.
Dasar salep yang cocok.
Dapat terdistribusi secara merata.
Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif (Anief, 2007).
Persyaratan dalam pembuatan Salep
Bersifat plastis mudah berubah bentuk dengan adanya energi mekanis, seperti
penggosokan pada saat penggunaannya, sehingga mudah menyesuaikan dengan profil
permukaan tubuh tempat salep digunakan.
Memiliki struktur gel yang memungkinkan bentuknya stabil saat penyimpanan dan
setelah digosokkan pada kulit
Ikatan pembentukan struktur gel berupa ikatan van der wallsà yang bersifat reversibel
secara teknis, sehingga viskositas salep akan menurun dengan meningginya suhu. Hal
ini diharapkan terjadi pada saat salep digosokkan pada kulit.
Harus memiliki aliran tiksotropikàagar setelah digosokkan pada kulit dapat
membentuk kembali viskositas semula, hal ini mencegah mengalirnya salep setelah
digososkkan pada kulit.(Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, Benny Logawa,46)
Zat yang dilarutkan dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah.
Pada umumnya kelarutan obat yang ditambahkan dalam salep lebih besar dalam
minyak lemak daripada dalam vaselin misalnya kamfora, mentol, fenolum, timolum
dan guayakolum dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak.
Bila dasar salep mengandung vaselin, zat-zat digerus halus, dan ditambahkan
sebagian (kira-kira sama banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa
vaselin dan dasar salep yang lain. Kamfora dilarutkan dalam spritus fortior
secukupnya sampai larut baru ditambah dasar salep sedikit demi sedikit.
Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu
mendukung/menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu
ditambahkan bagian dasar salep yang lain. Contoh zat yang melarut dalam air adalah
kalium iodide, tanin, natrium penisilin. Dasar salep yang menyerap air adalah adeps
lanae, unguentum simplex, dan dasar salep hidrofilik. Dasar salep yang sudah
mengandung air adalah lanolin (25% air), unguentum liniens (25%), unguentum
cetylicum hydrosum (40%).
Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak dengan
derajat ayakan 100. Contohnya : ZnO dan Acidum boricum. Zat yang telah diserbuk
dicampur dengan dasar salep (sama banyak), bila perlu dasar salep dilelehkan dahulu
(dalam mortir dan stamper panas), setelah itu ditambahkan bahan-bahan lain sedikit
demi sedikit sambil digerus, untuk mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan
seperti Cera flava, Cera alba, Cetylalcoholum dan Parafinumsolidum tidak tersisa dari
dasar salep yang cair dan lunak. Asam borat tidak boleh dengan pemanasan.
Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk
sampai dingin. Bila bahan dari salep mengandung kotoran, yang meleleh perlu dikolir
(disaring dengan kain kasa). Pada pengkoliran ini terjadi masa yang hilang, maka
bahannya harus dilebihkan 10-20%. (Van Duin hal 115-122, Ilmu Meracik Obat, hal.
55)
G. ZAT AKTIF
CHLORAMFENICOL
Kloramfenikol (Farmakope Indonesia edisi IV halaman 189 ; FI III hal 144).
Rumus molekul = C11H12Cl2N2O5.
Berat Molekul = 323,13.
Pemerian = Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih
kekuningan.
Kelarutan = Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol,
dalam propilena glikol.
Titik Lebur = Antara 1490 dan 1530 C.
pH = Antara 4,5 dan 7,5.
OTT = Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol 500 mg dan
eritromisin 250 mg atau tetrasiklin HCl 500 mg dan
dicampurkan dalam 1 liter larutan dekstrosa 5%.
Stabilitas = Salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling
stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu
kamar dan kisaran pH 2-7, suhu 25 oC dan pH mempunyai
waktu paruh hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil
dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam media air adalah
pemecahan hidrofilik pada lingkungan amida. Stabil dalam
basis minyak dalam air, basis adeps lanae. (Martindale edisi
30 hal 142).
Dosis = Dalam salep 1 % (DI 2010 hal 223-227).
Khasiat = Antibiotik, antibakteri (gram positif, gram negatif, riketsia,
klamidin), infeksi meningitis (Martindale edisi 30 hal 141).
Indikasi = Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif
terhadap kloramfenikol.
Efek Samping = Kemerahan kulit angioudem, urtikaria dan anafilaksis.
Penyimpanan = Wadah tertutup rapat.
BAB III
FORMULA
A. Formula acuan
CHLORAMPHENICOLI UNGUENTUM
SALEP KLORAMFENIKOL
Komposisi :
Tiap 10 g mengandung :
Chloramphenicolum 200 mg
Propylenglucolum 1g
Adeps lanae 1g
Tube @10 g :
Chloramphenicolum 200 mg
Propylenglucosum 1g
Adeps lanae 1g
PROSEDUR KERJA
A. Perhitungan Bahan
2. Propylenglucolum 1gr
2. Propylenglucolum 6,6 g
Alat Bahan
Timbangan dan anak timbangan Chloramphenicolum
Mortir
Propylenglukolum
Stamper
Tube Adeps Lanae
Sudip
Vaselin Album
Kertas perkamen
D. Pembuatan Salep
1. HASIL
Evaluasi Tipe krim dilakukan dengan :
a. Uji Kebocoran (Salep dalam tube)
Alat : Oven dan Kertas Penyerap
1. Ambil 8 tube salep, bersihkan permukaan luar tiap tube dengan kertas penyerap
2. Letakkan tube diatas loyang posisi horizontal
3. Masukkan ke dalam oven diamkan selama 8 jam, temp 600 ± 30C
4. Tidak boleh terjadi kebocoran (Kertas Penyerap harus tetap kering)
c. Organoleptis
Warna : Putih kekuningan
Bentuk : Semi Padat (Tidak terlalu keras)
Bau : Tidak berbau
d. pH
Salep chloramfenicol 1gr larutkan dengan air 10 ml air, lalu lakukan pengecekan
pH
2. PEMBAHASAN
Pada uji organoleptik, sediaan berbentuk setengah padat (salep) tidak terlalu
keras, berwarna putih kekningan dan tidak berbau. Uji ini untuk melihat terjadinya
perubahan fase.
A. KESIMPULAN
a. Salep adalah bentuk sedian setengan padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar.
b. Bahan dasar salep adalah salep hidrokarbon, dimana dasar salep yang digunakan
adalah vaselin album
B. SARAN
a. Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan seorang praktikan harus benar-
banar memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan, sifat dari masing-
masing bahan serta interaksi antar bahan yang besar kemungkinannnya sangat bias
terjadi. Sehingga dengan demikian sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan
suatu sediaan yang benar-benar layak pakai dan seminimal mungkin dapat
mengurangi kekurangan dari sediaan krim tersebut.
b. Selain itu fator lain yang yang perlu diperhatikan adalah pada proses pembuatannya,.
Dengan mempertimbangkan karakteristik, konsentrasi dan interaksi dari masig-
masing bahan tadi, seorang praktikan harus mampu merancang dan membuat
prosedur kerja yang sebaik mungkin sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat
dapat memenuhi standar evaluasi yang ditetapkan.
c. Sebaiknya dilakukan evaluasi dengan menggunakan metode yang lain
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi Ketiga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi Keempat. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. (1978). Formularium Nasional edisi Kedua. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
C.F. Van Duin, Dr.,(1947). Ilmu Resep edisi Kedua. Jakarta : Soeroengan
BAB VI
LAMPIRAN
KOTAK OBAT
ETIKET
CHLORAX
SALEP MATA CHLORAMFENICOL 2 %
SUE
(Pemakaian Luar)
PT. RS.FARM
PALEMBANG-INDONESIA
OBAT LUAR
NETTO 10 GRAM
BROSUR
CHLORAX
(Salep Mata Chloramfenicol)
Indikasi Umum
Infeksi berat yang disebabkan oleh Salmonella, H.
influenza( terutama infeksi meningeal), Rickettsia,
limfogranuloma-psitakosis dan bakteri gram negative yang
menyebabkan meningitis bakterial
Deskripsi
Kategori : Mata
Komposisi : Chloramphenicol 2%
Kemasan : Tube @ 10 G
Kontra Indikasi
PT.RS.FARM
PALEMBANG-INDONESIA