KONSTRUKSI REALITAS DALAM SEKUEL FILM DIVERGENT (Analisis Codes of Television John Fiske Terhadap Realitas Dalam Film Divergent Dan Insurgent)
KONSTRUKSI REALITAS DALAM SEKUEL FILM DIVERGENT (Analisis Codes of Television John Fiske Terhadap Realitas Dalam Film Divergent Dan Insurgent)
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA SEKOLAH TINGGI KOMUNIKASI “ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA”
UNTUK MEMENUHI SALAH SATU PERSYARATAN DALAM MENYELESAIKAN PROGRAM
SARJANA ILMU KOMUNIKASi
Disusun Oleh :
Edgar Tidy Genedy
NPM : 11.31.3744
KEKHUSUSAN : Broadcasting
2016
ABSTRAKSI
Kehadiran media massa tidak dapat dipandang dengan sebelah mata dalam proses
pemberian makna terhadap realitas yang terjadi di sekitar kita. Salah satunya melalui
media film. Film dianggap sebagai medium sempurna untuk merepresentasikan dan
mengkonstruksi realitas kehidupan. Film yang merupakan hasil konstruksi bukan
hanya sebagai media yang menjadi hiburan secara fiktif, namun seni film sebenarnya
dikembangkan dari proses replikasi kehidupan sosial sebuah komunitas. Film
mewakili realitas kelompok masyarakat tertentu, baik realitas dalam bentuk khayalan
ataupun realitas dalam arti sebenarnya.
Diantara sekian banyak gambaran realitas yang ter-konstruksi dengan baik dalam
audio visual sebuah film, peneliti akan berfokus pada realitas yang terdapat dalam
sekuel film Divergent yaitu “Divergent” dan “Insurgent”.
Sekuel film yang diadaptasi dari novel ini mengambil latar belakang kota Chicago,
Amerika Serikat. Chicago kini menjadi sebuah negara akibat adanya peperangan di
masa lalu. Untuk melindungi diri dari serangan negara lain maka dibangunlah
benteng raksasa mengelilingi perbatasan Chicago dengan dunia luar. Penduduk dibagi
dalam tujuh kelompok yang terdiri dari lima kelompok. Kelompok ini biasa disebut
dengan „Faction‟ yang ada dalam tatanan kehidupan masyarakat berdasarkan
sifatnya, yang terdiri dari, Candor, Amity, Erudite, Dauntless dan Abnegation.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis semiotik dengan teori Codes
of Television (kode-kode televisi) milik John Fiske yang terdiri dari 3 level; Level
Realita, Level Representasi, dan Level Ideologi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa realitas yang
dikonstruksikan dalam film Divergent dan Insurgent menunjukan kemiripan yang
cukup kuat dengan kenyataan.
-
KATA PENGANTAR
Dalam Ruang Putih Kata Pengantar ini, Penulis mengungkapkan rasa terima
kasih, Puji dan syukur yang tidak terhingga kepada pemilik semesta alam Allah SWT.
Karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini
Tidak ada kata yang mampu untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada
kedua Orang tua kandung yang tidak lelah membesarkan dan mendidik hingga
penulis mencapai saat saat seperti ini, serta kedua Orang tua tiri yang selalu
Penulis menyadari tanpa bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak dari
masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi, sangat sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, sebagai penulis, saya juga mengucapkan
2. Nenek, maaf nek belum bisa wisuda sebelum nenek berpulang, ini buat
nenek.
3. Keluarga kedua saya, Aisyah terkasih yang selalu ada ketika saya drop
dan butuh dukungan, serta Mimim Shofiyah yang merelakan tempat, air,
manis saya dapatkan sebagai motivasi untuk selalu belajar dan terus
6. Adik Adik dirumah, yang paling disayang Vasha Tizy Amanah, si kembar
Agam dan Adam Rizky Ramadhan yang suka bikin kesel, boss kecil
Kirana Putri Amanah. Semoga kedepannya bisa terus jadi motivasi yang
7. Saudara saudara yang masih mau menemani, sharing, dan kasih semangat,
Andani, Anggie Randy F, Julia Jupss, Entong dan yang tidak bisa
8. Kawan kawan Amazingers 2011, ada yang mendahului, ada yang bareng,
ada yang tertinggal, ada yang membatu, ada yang mencemooh. Kalian
tetap AMAZING!
10. Semua pihak yang turut membantu dan mendukung penulis yang tidak
akan banyaknya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun diharapkan dengan
semangat dan berbekal ilmu yang semakin berkembang peneliti lain di masa yang
akan datang akan mampu menyusun karya ilmiah yang lebih baik. Semoga karya ini
Penulis
-
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 4
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................................... 5
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 5
1.3.2.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 6
1.4 KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 6
1.4.1 Penelitian terdahulu ............................................................................. 8
1.4.2 Komunikasi Massa ............................................................................... 9
1.4.3 Film ...................................................................................................... 10
1.4.4 Film Sebagai Media Komunikasi Massa ............................................. 11
1.4.5 Film Sebagai Media Konstruksi dan Representasi .............................. 13
1.4.6 Semiotika .............................................................................................. 14
1.4.7 Semiotika John Fiske ............................................................................ 15
1.4.8 Representasi .......................................................................................... 16
1.4.9 Ideologi ................................................................................................. 18
1.5 KERANGKA BERFIKIR ........................................................................... 18
1.6 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 20
1.6.1 Jenis dan Tipe Pnelitian ....................................................................... 20
1.6.2 Unit Analisis ......................................................................................... 20
1.6.3 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 20
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 21
1.6.5 Teknik Analisis dan Interpretasi Data ................................................. 21
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 67
3.1 Saran ............................................................................................................. 69
-
BAB I
PENDAHULUAN
Kehadiran media massa tidak dapat dipandang dengan sebelah mata dalam proses
pemberian makna terhadap realitas yang terjadi di sekitar kita. Salah satunya melalui
media film. Film dianggap sebagai medium sempurna untuk merepresentasikan dan
individu maupun golongan, serta berperan serta dalam pelestarian budaya suatu
bangsa.
Film diproduksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung bioskop. Salah satu
yang menyebabkan dapat merubah khalayak adalah dari segi tempat atau mediumnya.
Karena pengaruh film yang sangat besar terhadap khalayak. Biasanya pengaruh
timbul tidak hanya di tempat atau di gedung bioskop saja, akan tetapi setelah
tidak sadar pengaruh film itu akan terbawa terus sampai waktu yang cukup lama
(Effendy, 2003 : 208). Yang mudah dan dapat terpengaruh biasanya anak-anak
dan pemuda – pemuda. Mereka sering menirukan gaya atau tingkah laku para
bintang film.
1
Film menjadi alat presentasi dan distribusi yang menawarkan cerita, drama,
humor, panggung, musik, hingga politik guna kepentingan tertentu. Film yang
merupakan hasil konstruksi bukan hanya sebagai media yang menjadi hiburan secara
fiktif, namun seni film sebenarnya dikembangkan dari proses replikasi kehidupan
sosial sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat tertentu, baik
Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objketif melalui
tiga momen dialektis yang simultan yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Menurut Barry Salt (Dalam Film Style and Technology : History and Analysis)
film tidak memilki kapasitas untuk dapat tumbuh dan kemudian berkembang menjadi
sains murni dikarenakan sifat dasar dari film itu sendiri yang cenderung bersifat
Sekarang ini hampir segala bentuk realitas seakan bisa dirasakan tanpa harus
menguras kemampuan indera kita secara maksimal. Sebagai bagian dari realitas,
setiap manusia tidak hanya mengambil peran dengan menjadi penonton, tetapi juga
2
Diantara sekian banyak gambaran realitas yang ter-konstruksi dalam audio visual
sebuah film, peneliti akan berfokus pada realitas yang terdapat dalam sekuel film
Sekuel film yang diadaptasi dari novel ini mengambil latar belakang kota Chicago,
Amerika Serikat. Chicago kini menjadi sebuah negara akibat adanya peperangan di
masa lalu. Untuk melindungi diri dari serangan negara lain maka dibangunlah
Penduduk dibagi dalam tujuh kelompok yang terdiri dari lima kelompok resmi dan
dua kelompok tidak resmi. Kelompok resmi ini biasa disebut dengan „Faction‟ yang
ada dalam tatanan kehidupan masyarakat berdasarkan sifatnya, yang terdiri dari,
Film ini menarik untuk diteliti karena film ini menyuguhkan konsep Faction atau
golongan yang mirip dengan realitas di dunia dan didukung dengan dialog yang
simbol-simbol yang mempunyai pesan tersirat dan tersurat dalam film ini yang bisa
dikaji.
yang ada di dalam masyarakat, film menjadi bidang kajian yang amat relevan bagi
Menurut Barker, inti kajian budaya bisa dipahami sebagai kajian tentang budaya
3
studies adalah suatu arena interdisipliner dimana perspektif dari disiplin yang
dengan kekuasaan. Cultural studies juga terkai dengan semua pihak, institusi dan
masyarakat.
perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif
pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah
signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan (Fiske, 2006 :9).
Fiske juga menyampaikan, tanda tanda yang sering digunakan dalam sinema (film)
dan program televisi dapat dikategorikan menjadi tiga level (kode-kode televisi)
4
Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam tayangan
teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode kode yang
timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serta referensi yang telah
dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda
oleh orang yang berbeda juga. Maka dari latar belakang masalah diatas, peneliti
„Divergent‟ dan „Insurgent‟ terbatas untuk adegan yang dianggap memiliki hubungan
konstruktif antara Faction dalam film-film tersebut dan realitas. Maka dapat
dan Insurgent
5
1.3.2 Manfaat Penelitian
Setiap hasil penelitian pada prisipnya harus bermanfaat baik bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, manfaat bagi obyek yang diteliti, maupun manfaat bagi pembaca
Manfaat penelitian ini dipilah menjadi dua kategori manfaat, yakni teoritis dan
praktis.
semiotika film, yang dalam hal ini tercakup pada konsentrasi broadcasting. Selain
itu penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa
bahwa film dapat dikaji dalam berbagai ilmu, salah satunya adalah semiotika yang
dapat digunakan dalam membaca tanda-tanda yang digunakan sepenuhnya atas dasar
Selain itu pembaca dapat mengetahui dan memahami bagaimana film Divergent
dan Insurgent sebagai salah satu media komunikasi massa mengonstruksikan realitas
6
saat ini, sehingga nantinya diharapkan dapat menggugah kesadaran kritis masyarakat
yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Dengan
Banyak sekali skripsi serupa pernah dilakukan didunia ini, tapi peneliti
untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Selain itu, karena
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang
menghargai berbagai perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek
tertentu, sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah suatu hal
Punk in Love”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kekerasan
7
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan
and tv culture) melalui level realitas, level representasi, dan level ideologi.
Data dibagi menjadi tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level
ideologi. Pada level realitas, dianalisis penandaan yang terdapat pada kostum, make
up, setting dan dialog. Pada level representasi dianalisis penandaan pada level kerja
terhadap ideologi yang terkandung dalam film. Teori-teori yang digunakan antara
Dalam Media, Respon Psikologi Warna, Semiotika, Representasi, Efek Media Massa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa film Punk In Love merupakan film yang
yang dialami tokoh-tokoh utama dan kekerasan yang dihadirkan merupakan bumbu
8
Penelitian sejenis kedua adalah penelitian yang berjudul “Representasi Kekerasan
dalam film Rumah Dara”, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
and tv culture) melalui level realitas, level representasi, dan level ideologi.
Data dibagi menjadi tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level
ideologi. Pada level realitas, dianalisis penandaan yang terdapat pada kostum, make
up, setting dan dialog. Pada level representasi dianalisis penandaan pada level kerja
Kehidupan Masyarakat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian yang sama
sama menggunakan teori codes of television milik John Fiske, namun lebih condong
9
1.4.2 Komunikasi Massa
Film merupakan salah satu bentuk penyampaian pesan melalui media komunikasi
massa. Film tidak lagi dimaknai sekedar sebagai karya seni, tetapi sekarang film
Komunikasi Massa sendiri adalah komunikasi yang terjadi melalui media massa
seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Jadi dalam artian yang lain komunikasi
kepada masyarakat yang abstrak, yaitu sejumlah orang yang tidak tampak oleh
Komunikasi yang menggunakan media massa yang dikelola oleh suatu lembaga
atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang
10
b. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum. Sering dijadwalkan
besar.
1.4.3 Film
menurut beberapa pendapat, film adalah susunan gambar yang ada dalam selliloid,
yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan
pendidikan. Film dikenal dengan movie yang mengandung arti gambar hidup, dan
bioskop.
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di
belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film
televisi dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat dan Kanada
lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya. Film lebih dahulu menjadi
menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton film ke
11
bioskop ini menjadi aktivitas popular bagi orang Amerika pada tahun 1920-an
sampai 1950-an.
Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan
orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi
karya seni, industri film adalah bisnis yang memberi keuntungan, kadang-
kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik
Menururt Barry Salt , film haruslah memiliki eksisitensi yang sama bagaimanapun
bentuk narasi, teknik maupun editing yang digunakannya sebab film merupakan satu
entitas yang empiris. Mengkaji film berdasarkan persepsi dan interpretasi hanya akan
memetakan film menjadi dua kelas; yang bagus/baik dan yang jelek/buruk.
Analisa film versi Barry Salt terbagi atas tiga unsur, yaitu :1) Berdasarkan
Konstruksi teknisnya (jenis kamera yang digunakan, ukuran lensa, angle, editing, art
direction dan tata ruang); 2) Style (executive and artistic decision) sang sutradara.
Dimana menurut Salt faktor kedua ini lebih banyak diabaikan dalam perumusan teori
film dewasa ini; 3) dan relatif kurang signifikan dari dua faktor diatas adalah film
dapat dianalisa dengan mengukur seberapa besar tingkat respon dari penonton.
yaitu; (1) Originalitas, (2) Pengaruh film tersebut dengan film lainnya dan (3)
12
seberapa besar visi dan pengaruh kreatif sang filmaker terpenuhi dalam film
garapannya.
sebagai alat komunikasi massa, seperti alat propaganda, alat hiburan, dan alat – alat
pendidikan. Media film dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat atau
Sebagai salah satu bentuk dari komunikasi massa, film ada dengan tujuan
untuk memberikan pesan – pesan yang ingin disampaikan dari pihak kreator film.
Pesan – pesan itu terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut serta
terangkum dalam bentuk drama, action, komedi, dan horor. Jenis – jenis film inilah
yang dikemas oleh seorang sutradara sesuai dengan tendensi masing – masing. Ada
duanya. Ada juga yang memasukan ideologi tertentu sekaligus mengajarkan sesuatu
kepada khalayak.
Sebagai media massa, content film adalah informasi. Informasi akan mudah
dipahami dan tertangkap dengan visualisasi. Pada hakekatnya film seperti juga pers
berhak untuk menyatakan pendapat atau protesnya tentang sesuatu yang dianggap
13
salah. Kelebihan film dibanding media massa lainnya terletak pada susunan gambar
yang dapat membentuk suasana. Film mampu membuat penonton terbawa emosinya.
Sebagai seni, film sangat berbeda dengan seni sastra, teater, seni rupa, seni suara,
musik, dan arsitektur yang muncul sebelumnya. Seni film sangat mengandalkan
teknologi, baik sebagai bahan baku produksi maupun dalam hal ekshibisi ke
unsur, sastra, teater, seni rupa, teknologi, dan sarana publikasi. Dalam kajian
media massa, film masuk ke dalam jajaran seni yang ditopang oleh industri hiburan
yang menawarkan impian kepada penonton yang ikut menunjang lahirnya karya
film.
Film diproduksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung bioskop. Salah satu
yang menyebabkan dapat merubah khalayak adalah dari segi tempat atau mediumnya.
Karena pengaruh film yang sangat besar terhadap khalayak. Biasanya pengaruh
timbul tidak hanya di tempat atau di gedung bioskop saja, akan tetapi setelah
tidak sadar pengaruh film itu akan terbawa terus sampai waktu yang cukup lama
(Effendy, 2003 : 208). Yang mudah dan dapat terpengaruh biasanya anak-anak
dan pemuda – pemuda. Mereka sering menirukan gaya atau tingkah laku para
bintang film.
14
khalayaknya. sejak itu, maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak
tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat
selalu dipahami secara linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk
sebaliknya.
representasi sosial yang ada di dalam masyarakat, film memiliki beberapa fungsi
komunikasi diantaranya : pertama ; sebagai sarana hiburan, film dengan tujuan untuk
psikologis. Kedua ; sebagai penerangan, film ini yang memberikan penjelasan kepada
kejelasan atau paham tentang hal tersebut dan dapat melaksanakannya. Ketiga ;
khalayak atau penontonnya, agar khalayak mau menerima atau menolak pesan, sesuai
Film yang merupakan hasil konstruksi bukan hanya sekedar media yang bisa
menjadi pembujuk, namum media ini juga bisa membelokkan pola prilaku atau sikap-
15
sikap yang ada terhadap suatu hal. Seperti yang diungkapkan oleh Wilbur Schramm
Semua komunikasi yang sampai ke orang dewasa akan masuk ke situasi yang
juga dialami oleh jutaan komunikasi sebelumnya, di mana kelompok rujukan siap
menyeleksi dan kerangka pikir sudah terbentuk untuk menentukan penting tidaknya
komunikasi itu. Karena itu komunikasi baru itu tidak akan menimbulkan goncangan,
oleh Barker antara lain yaitu sebagai kajian yang memiliki perhatian pada: hubungan
Seluruh praktik, institusi dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai
yang biasa dari sebuah populasi berbagai kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan
berpikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang bisa digunakan oleh agen-agen
dalam mengejar perubahan berbagai kaitan wacana di luar dunia akademis dengan
gerakan-gerakan sosial dan politik, para pekerja di lembaga lembaga kebudayaan, dan
manajemen kebudayaan.
16
Cultural studies adalah suatu arena interdisipliner dimana perspektif dari disiplin
yang berlainan secara selektif dapat digunakan untuk menguji hubungan kebudayaan
dengan kekuasaan.
Cultural studies terkai dengan semua pihak, institusi dan system klasifikasi tempat
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Menurut kedua ahli tersebut, teori ini
pengetahuan (penalaran teoritis yang sistematis), dan bukan sebagai suatu tinjauan
historis mengenai perkembangan disiplin ilmu. Oleh karena itu, teori ini tidak
memfokuskan pada hal-hal semacam tinjauan tokoh, pengaruh dan sejenisnya. Tetapi
lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor yang kreatif dan realitas
sosialnya.
Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objketif melalui
tiga momen dialektis yang simultan yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
17
1. Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam
dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk
ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini
2. Objektifikasi, adalah hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari
kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu berupa realitas objektif yang bisa
jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada
diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya (hadir dalam wujud yang
menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Pada tahap ini
masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif ( Society is an objective reality), atau
proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami
proses institusionalisasi.
dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi tersebut
akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala
yang mengeksternalisasi realitas sosial. Pada saat yang bersamaan, pemahaman akan
18
realitas yang dianggap objektif pun terbentuk. Pada akhirnya, melalui proses
dapat dikatakan, tiap individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai
1. Tanda itu sendiri. Hal itu terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara
tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai
mentransmisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung
pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya
sendiri.
19
John Fiske mengungkapkan kode-kode televisi (Codes of Television) atau
Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam tayangan
teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode kode yang
timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serta referensi yang telah
dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda
Terdapat tiga level kode dalam Codes of Television, yaitu level realitas
dimana merupakan struktur appereances atau penampilan yang terdapat dalam film;
level representasi, yaitu pengggambaran dalam film yang bisa berupa gesture, dialog
atau penggambaran secara teknis; dan level ideology yang merupakan ideology
1.4.9 Realitas
Menurut Berger & Luckman, terdapat 3 (tiga) bentuk realitas sosial, antara lain:
keyakinan) gejala-gejala sosial, seperti tindakan dan tingkah laku yang terjadi dalam
20
2. Realitas Sosial Simbolik
umumnya diketahui oleh khalayak dalam bentuk karya seni, fiksi serta berita-berita di
media.
Realitas sosial pada individu, yang berasal dari realitas sosial objektif dan
realitas sosial simbolik, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu
dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-
masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi
atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial.
Setiap peristiwa merupakan realitas sosial objektif dan merupakan fakta yang
benar-benar terjadi. Realitas sosial objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai
realitas sosial subjektif dalam diri pekerja media dan individu yang menyaksikan
dengan seleksi dan preferensi individu menjadi realitas objektif yang ditampilkan
yang disebut realitas sosial simbolik dan diterima pemirsa sebagai realitas sosial
1.4.10 Representasi
yang memiliki arti. Representasi juga merupakan bagian yang penting dalam proses
21
di mana sebuah arti dibentuk dan dibenturkan dengan budaya. Hal ini meliputi
sebuah media adio–visual. Representasi tidak hanya mengacu pada bagaiman cara
memokuskan kepada isu–isu yang dibentuk sehingga menjadi sesuatu yang kelihatan
alami. Maka representasi itu dikatakan berhasil bila apa yang ditampilkan dimedia
massa dipercayai oleh masyarakat sebagai sebuah normalisasi alami yang tidak perlu
tersebut ditampilkan. Menurut John Fiske dalam Eriyanto, saat menampilkan objek,
sebagai realitas oleh media. Dalam bahasa gambar, ini umumnya berhubungan
b. Ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas dan bagaimana realitas itu
22
diorganisasikan kedalam koherensi sosial seperti kelas sosial atau kepercayaan
1.4.11 Ideology
disiplin telah menuliskan pengertian mereka mengenai ideologi. Tentu saja, mereka
Kathleen Knight menyatakan bahwa istilah idelogi pertama kali dipopulerkan oleh
Count Antoine Destutt de Tracy dalam karyanya Elements d‟Ideologie yang terbit di
simbol dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial; seperangkat gagasan yang mencirikan
kelompok atau kelas sosial tertentu; gagasan yang digunakan untuk melegitimasi
yang menawarkan posisi tertentu bagi seseorang; bentuk pemikiran yang muncul
akibat adanya kepentingan sosial; berpikir secara identitas; ilusi yang penting secara
sosial; pertemuan antara wacana dengan kekuasaan; suatu medium dalam mana para
Introduction)
23
Ideologi yang bermunculan cukup banyak, dan ini diakibatkan bervariasinya
1. Kapitalisme
2. Sosialisme
3. Fasisme
dengan penelitian semiotika dalam film Divergent dan Insurgent ini. Teori – teori
sosial politik, dan bahwa kedua hal tersebut tidak dapat dipahami di luar
konteks sosial.
Fiske berpendapat bahwa realitas adalah produk pokok yang dibuat oleh manusia.
24
FILM DIVERGENT
DAN INSURGENT
CULTURAL
STUDIES
KODE-KODE TELEVISI
JOHN FISKE
KESIMPULAN
25
1.6 Metodologi Penelitian
terhadap topik yang akan diteliti. Sedangkan analisis dalam penelitian ini adalah
Dengan Objek penelitian berupa film Divergent dan Insurgent, maka dapat
terdapat dalam film Divrgent dan Insurgent. Juga dari dialog yang ada pada film
Data primer, yakni data pokok atau data utama yang digunakan peneliti. Dalam
hal ini adalah segala bentuk data yang berasal dari dokumentasi film, baik itu
berupa audio, visual gambar, teks, dialog, dan lain-lain yang berhubungan dengan
rumusan masalah.
Data sekunder, diperoleh dari penelusuran peneliti melalui literatur tentang kajian
semiotika film dan buku-buku, internet serta sumber lain sebagai landasan untuk
26
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
dan dikumpulkan dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari
foto, karya seni yang berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
Oleh karena itu, dalam mengumpulkan data guna menganalisa film Divergent
b. Observasi
penelitian dan unit analisis dengan cara menonton dan mengamati teliti dialog-
dialog, serta adegan-adegan dalam film Divergent dan Insurgent yang sesuai
Setelah data primer dan sekunder terkumpul, akan dilakukan analisis data
dikemukakan oleh John Fiske tentang “the codes of television”. Teknik ini berguna
27
untuk menunjukkan bagaimana konstruksi realitas dalam film Divergent dan
kedalaman makna dari suatu tanda diperlukan analisis paradigmatik untuk membedah
lebih lanjut kode-kode tersembunyi di balik berbagai macam tanda dalam sebuah
teks. Peristiwa yang ditayangkan telah diencode oleh kode-kode sosial yang
terkonstruksi dalam beberapa level, yaitu level realitas, level representasi, dan level
ideologi.
28
BAB II
2.1 Divergent
29
2.1.1 Sinopsis Film Divergent
kota Chicago. Mereka yang bertahan dibagi menjadi lima kelompok kepribadian
Setiap tahunnya, seluruh remaja yang berusia 16 tahun mengikuti tes untuk
harus memutuskan apakah akan tetap bersama keluarga mereka atau pindah ke
kelompok baru.
merasa secara alami memiliki sifat tanpa pamrih seperti kakaknya. Tes bakatnya juga
Dauntless. Hasil ini membuat ia diperingatkan agar jangan membuka informasi ini
Erudite. Beatrice mengganti namanya dengan Tris saat ia mulai mengikuti inisiasi
bergabung dalam kelompok itu. Ia berteman dengan anggota baru lainnya, yakni
30
Instruktur inisiasi mereka, Four menjelaskan mereka harus lulus proses
inisiasi sebelum diterima menjadi anggota penuh Dauntless. Mereka harus masuk
sepuluh besar di akhir inisiasi atau mereka diberhentikan dan tidak memiliki
kelompok.
Ibu Beatrice datang mengunjungi Tris, dan ia menyadari bahwa ibunya dulu
dan Drew semakin mempersulit posisi Tris yang berasal dari Abnegation. Laporan
Pada akhir tes peserta inisiasi ditempatkan ke dalam simulasi, seperti saat tes
bakat, di mana mereka akan menghadapi berbagai ketakutan. Mereka diuji seberapa
cepat mampu menenangkan diri. Karena Tris adalah divergen, ia dapat dengan cepat
memantau hasil tes Tris, Four menyadari Tris adalah divergen. Sekali lagi, Tris
mendapatkan peringatan dari Four untuk tidak membiarkan siapapun tahun bahwa ia
adalah seorang divergent. Jika ketahuan, Tris akan dibunuh oleh pemimpin
kelompok.
31
2.1.2 Pengenalan Tokoh Utama
pelatihan di Dauntless yang akhirnya jatuh cinta dan percaya sepenuhnya pada
32
D. Ansel Elgort Sebagai Caleb Prior.
sifat Erudite yang kuat .Pada hari pemilihan, ia dan Tris memilih meninggalkan
keluarga mereka untuk fraksi yang berbeda. Dia kemudian menjadi Erudite.
33
G. Jai Courtney Sebagai Eric. Eric adalah seorang
34
2.1.3 Struktural Produksi Film Divergent
Vanessa Taylor
Nancy Richardson
Mary Vernieu
35
2.2 Insurgent
36
2.2.1 Sinopsis Film Insurgent
mencari sekutu dan jawaban atas runtuhnya Chicago masa depan. Tris dan Four
terpaksa harus melakukan pelarian, karena mereka merasa tidak bisa untuk mematuhi
Bersama Peter (Miles Teller), Caleb (Ansel Elgort) dan Marcus Eaton (Ray
Stevenson), Tris dan Four kembali melanjutkan perjuangannya. Dia juga mencoba
untuk mengatasi rasa bersalah karena kematian Will, Natalie dan Andrew Prior,
meskipun itu terjadi karena untuk membela diri. Namun, sekarang Tris dan
Winslet), yang merupakan kelompok elit dan sangat haus akan kekuasaan.
harus berpacu dengan waktu untuk menumbangkan kekuasaan Jeanine. Tris juga
harus mencari tahu kebenaran tentang masa lalu keluarganya yang telah berkoban
untuk kehidupan mereka, dan menyiapkan masa depan. Dia juga harus segera
mengetahui apa yang dimiliki oleh Erudite, untuk mengungkap kebenaran yang telah
Kenangan masa lalu yang terus menghantui, sempat membuat dirinya menjadi putus
asa untuk melindungi kelompoknya. Namun, dia harus segera bangkit dan
37
2.2.2 Pengenalan Tokoh Utama
pelatihan di Dauntless yang akhirnya jatuh cinta dan percaya sepenuhnya pada
38
D. Ansel Elgort Sebagai Caleb Prior.
sifat Erudite yang kuat .Pada hari pemilihan, ia dan Tris memilih meninggalkan
keluarga mereka untuk fraksi yang berbeda. Dia kemudian menjadi Erudite.
39
G. Naomi Watts Sebagai Evelyn Eaton.
40
2.2.3 Struktural Produksi Film Insurgent
Akiva Goldsman
Mark Bomback
Nancy Richardson
Mary Vernieu
41
2.3 Factions
Dalam Film Divergent dan Insurgent, terdapat fraksi dalam kehidupan sosial
Terdapat 5 Fraksi resmi dan 2 Fraksi tidak resmi, yaitu; Dauntless, Amity, Erudite,
Abnegation, dan Candor. Sedangkan Fraksi atau golongan bentukan tidak resmi
Pada hari yang ditentukan setiap tahunnya, warga yang berusia enam belas
tahun harus memilih fraksi dimana mereka akan mengabdikan sisa hidup mereka
disana setelah mengambil tes penempatan. Tes penempatan menunjukkan fraksi yang
sesuai dengan karakteristik tiap tiap individu. Namun setiap individu dapat memilih
untuk mengabdikan diri pada fraksi yang dipilih oleh tes penempatan, atau fraksi
2.3.1 Abnegation
42
2.3.2 Amity
2.3.3 Candor
43
2.3.4 Dauntless
2.3.5 Erudite
44
BAB III
Codes of Television (kode-kode televisi) milik John Fiske yang terdiri dari 3 level;
a. Abnegation
Gambar 3.1
Gambar 3.2
45
Para anggota Abnegation tinggal di daerah pemukiman yang terletak di
tengah-tengah kota. Setiap rumah memiliki ukuran dan bentuk yang hampir identik.
Memiliki letak pintu dan jendela yang sama dengan atap yang tidak menggunakan
Gambar 3.3
Gambar 3.4
46
Para anggota Abnegation memakai pakaian serba abu-abu menjadikan mereka
tidak mencolok. Pakaian Abnegation juga biasanya sangat longgar, jubah abu-abu,
celana, dan T-shirt dress umum. Perempuan Abnegation biasanya mengikat rambut
mereka atau melakukan pin up dan laki-laki berambut pendek simpel. Satu-satunya
Gambar 3.5
Gambar 3.6
47
Anggota Abnegation saling menyapa dengan menundukkan kepala, namun
formal dan terbuka terhadap luar anggota walaupun itu dengan orang yang dibenci
sekalipun. Abnegation biasanya sangat tenang, karena mereka tidak suka untuk
menarik perhatian orang lain serta sebisa mungkin menghindari kontak mata ketika
Gambar 3.7
Gambar 3.8
48
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Abnegation di kenal sebagai fraksi yang tidak mementingkan diri sendiri atau
egois. Mereka menolak kesombongan bahkan tidak menatap cermin untuk jangka
waktu yang lama. Fokus hidup mereka berada dalam melayani orang lain bukan diri
mereka sendiri.
49
b. Amity
Gambar 3.11
Gambar 3.12
50
Gambar 3.13
Gambar 3.14
Markas besar Amity terletak di hutan dan tanah pertanian di tepi tembok
tersebar di hutan dan berkumpul di sebuah kubah yang mengelilingi pohon di mana
Gambar 3.15
51
Sebagian besar anggota Amity memakai pakaian sejenis pakaian tradisional
dengan dominasi warna cokelat dan jingga atau kombinasi keduanya. Pakaian yang
dikenakan serta make up dan gaya rambut mereka sekedar santai dan nyaman, jauh
dari formal ataupun modern. Kebanyakan dari anggota lelaki mereka menumbuhkan
Gambar 3.16
Gambar 3.17
perselisihan apapun. Anggotanya hidup dengan penuh tawa dan senyum. Hampir
52
tidak terlihat sama sekali jika anggota Amity murung, bahkan ketika emosi pun
mereka mempertahankan senyum hanya agar tidak terjadi gesekan antara satu dengan
yang lain. Salah satu salam yang selalu di ucapkan anggota Amity adalah „go with
Gambar 3.18
Gambar 3.19
antara faksi-faksi: sebagai pemasok makanan hasil pertanian, dan peternakan. Mereka
menghasilkan bahan bahan pokok yang dikirimkan menggunakan truk dan kereta
menuju kota. Amity juga satu satunya faksi yang diijinkan keluar tembok perbatasan
53
c. Candor
Gambar 3.20
Gambar 3.21
tanpa jendela. Di dalamnya terdapat beberapa ruang pertemuan tempat para anggota
Candor berkumpul, juga ruang sidang tempat anggota Candor bekerja sebagai
pengadil.
54
Gambar 3.22
Gambar 3.23
Candor selalu terlihat berpakaian secara formal, dengan jas menjadi seragam
standar. Sementara pakaian sehari-hari mereka biasanya celana hitam dan kemeja
putih. Dominasi warna Hitam dan Putih membuat anggota Candor lebih mudah
dikenali. Anggota Candor berpenampilan elegan secara pakaian namun tidak dalam
55
Gambar 3.24
Gambar 3.25
Gambar 3.26
56
Candor menjunjung tinggi nilai kejujuran dan tidak suka menutup nutupi
apapun. Mereka mengatakan apapun yang ada di kepala mereka dengan terus terang
dan terbuka tanpa berpikir jika itu membuat mereka dan atau orang lain kesulitan.
Candor juga dianggap memiliki pengadilan yang paling terbuka dan jujur. Ada
beberapa kalimat khas faksi Candor, antara lain; „may the truth set you free‟ dan
d. Dauntless
Gambar 3.27
Gambar 3.28
57
Gambar 3.29
Dauntless bermarkas di The Pit, jaringan gua bawah tanah gua yang terletak di
bawah kota. Di dalamnya terdapat asramah, arena latihan, hall makan, laboratorium
dan bahkan jurang. Anggota Dauntless laki dan perempuan tidur dalam satu kamar
tidur. Kekompakan anggota Dauntless terlihat jelas selama dalam markas mereka,
Gambar 3.30
58
Gambar 3.31
Gambar 3.32
Gambar 3.33
59
Dauntless selalu berpakaian nyentrik dengan dominasi warna hitam dan merah
maroon. Anggota Duntless memakai celana kulit ketat, baju atau kaos ketat, sepatu
bot hitam dan jaket kulit. Dauntless juga identik dengan tattoo dan piercing pada
tubuh mereka. Untuk anggota perempuan, beberapa mungkin memakai eyeliner gelap
dan make up serta warna dan model rambut yang nyentrik. Dalam bertugas, para
senjata.
Gambar 3.34
Dauntless menjunjung tinggi keberanian lebih dari yang lain. Mereka melatih
diri untuk melawan rasa takut dan sakit serta melatih menggunakan senjata untuk
mempersiapkan diri dari ancaman dan tantangan. Selain menekankan ide kebebasan
dari rasa takut, para anggota Dauntless juga diwajibkan memiliki rasa loyalitas yang
60
Gambar 3.35
Gambar 3.36
dari ancaman dan sebagai pasukan penjaga perdamaian kota. Tugas utama mereka
adalah untuk menjaga pagar yang mengelilingi kota. Hal ini dianggap sebagai
pekerjaan yang berbahaya, tetapi juga merupakan salah satu yang diperlukan dan
mungkin itulah salah satu alasan tidak ada faksi lain yang memiliki perselisihan
dengan Dauntless. Mereka menjaga gerbang kota yang dikunci dari luar.
61
Gambar 3.37
Gambar 3.38
Gambar 3.39
62
Dauntless menciptakan tentara. Itulah mengapa para anggota Dauntless
terutama para pemimpinnya memiliki ketegesan dalam setiap nada bicara mereka, hal
ini dapat dilihat dari cara mereka memberikan perintah. Bahkan dalam beberapa
kasus para pimpinan Dauntless tidak segan segan memberikan hukuman yang sangat
e. Erudite
Gambar 3.40
Gambar 3.41
63
Gambar 3.42
Erudite berkantor pusat di sebuah gedung mewah yang sangat besar. Gedung
yang sangat futuristik dibandingkan dengan markas faksi lainnya. Siapa pun yang
ingin masuk markas mereka akan dipindai untuk mengidentifikasi faksi asal mereka
64
Gambar 3.43
Gambar 3.44
Erudite menggunakan jas yang menyerupai pakaian laboratorium atau rompi. Para
anggota Erudite selalu terlihat rapid an terpelajar, hal ini bisa dilihat dari cara
65
Gambar 3.45
Gambar 3.46
Anggota Erudite dipercaya sebagai orang orang yang ber-IQ tinggi disbanding
dengan anggota faksi lain, karena itu Erudite memiliki tugas untuk mengembangkan
terlepas dari ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak heran jika para anggota
66
Gambar 3.47
Gambar 3.48
Gambar 3.49
67
Sebagai faksi yang beranggotakan orang orang terpelajar, Erudite memiliki
gaya berbicara tersendiri. Selain selalu terlihat tenang dan biijaksana dalam berbicara,
Erudite juga selalu berbicara berdasarkan logika dan ilmu pengetahuan yang mereka
miliki bahkan sering kali Erudite tidak mau kalah dalam perdebatan karena mereka
menganggap bahwa ilmu yang mereka miliki adalah yang paling benar. Beberapa
anggota faksi luar Erudite banyak yang menjuluki „mereka yang tahu segalanya‟.
a. Abnegation
dan tidak berdaya dibandingkan faksi yang lain. Dengan warna dominan abu-abu,
kontras warna sangat terasa ketika Abnegation berdampingan dengan faksi lain dalam
satu frame.Dari sisi pewarnaan terlihat jelas bahwa Abnegation kalah telak
Dari sisi music latar, scene yang berisikan murni faksi Abnegation memiliki
ciri khas tersendiri antara lain; alunan suling yang sangat pelan, dan suara hembusan
b. Amity
yang berwarna cerah dan didukung lingkungan tempat tinggal yang di dominasi
68
warna daun, menjadikan frame dengan dominasi faksi Amity lebih menarik nyaman
untuk disaksikan.
aliran air, gesekan daun dan rumput serta ditambah dengan suara riuh anggota Amity
c. Candor
Hanya dengan mengandalkan blocking warna dominan wardrobe hitam dan putih
membuat scene scene faksi Candor sedikit membosankan. Begitu juga dengan music
d. Dauntless
terlihat suram dengan sedikit warna yang terdapat di dalamnya. Beberapa adegan
Frame faksi Dauntless memiliki ciri khas music yang berbeda, dimana hampir
69
e. Erudite
Terdapat cukup banyak efek editing yang ditampilkan dalam scene faksi
Erudite seperti tampilan layar hologram, dan ruangan laboratorium yang modern
Tidak terdapat music latar yang special dalam setiap scene faksi Erudite.
masyarakat paska perang yang terkarantina dalam sebuah kota yang dikelilingi
tembok pembatas atara kota tersebut dan dunia luar. Dalam kehidupan sosialnya
masyarakat dibagi menjadi lima golongan, dimana masing masing golongan mewakili
setiap sifat manusia yang pada akhirnya disesuaikan dengan tugas dan kewajiba
keseluruhan.
Ideologi yang terdapat dan ingin disampaikan oleh pembuat film ini antara
lain; Kapitalisme dan Fasisme. Ideologi Fasisme lebih mendominasi dan terlihat jelas
70
3.2 Hasil Penelitian
Dari analisa data yang dilakukan diatas didapatkan hasil penelitian yang mengacu
dalam Film Divergent dan Insurgent‟ berdasarkan kode-kode televisi John Fiske.
cerminan kehidupan nyata dimana terdapat 5 sifat manusia yang dikelompokan pada
Abnegation merupakan cerminan dari sifat manusia yang tidak egois dan
pemerintahan karena sifat tidak egoisnya. Sifat Abnegation ini mewakili bagaimana
Faksi Amity digambarkan sebagai faksi yang hidup damai, berdampingan dengan
rukun dan tanpa beban. Amity digambarkan sebagai para petani yang menjadi
menyuplai bahan pokok untuk kehidupan masyarakat. Selain itu Amity juga
menggambarkan kaum buruh dan petani yang menjadi produsen bahan pokok di
kehidupan nyata.
Candor mewakili sifat manusia yang jujur, dan menyampaikan kebenaran apapun
71
yang mengurusi hukum. Sifat jujur dan adil menjadikan Candor cerminan hukum
Dauntless digambarkan sebagai faksi yang gagah berani dan bertugas sebagai
penjaga perdamaian dalam masyarakat. Faksi Dauntless sering juga disebut sebagai
„tentara kami‟ dalam film Divergent dan Insurgent. Walaupun dikenal loyal terhadap
faksi namun sebagian besar pemimpin Dauntless justru korup, melakukan hal hal di
luar keharusan mereka karena campur tangan faksi lain yang memiliki kepentingan
pribadi dan lebih kuat secara politik. Dauntless merupakan cerminan para polisi dan
Faksi Erudite adalah faksi yang menjunjung tinggi cara berpikir logis dan
berdasar kepada ilmu pengetahuan. Erudite digambarkan sebagai faksi yang bergerak
pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat di film Divergent dan
Dauntless yang korup. Cerminan para politisi dan pengusaha di kehidupan nyata
72
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap film Divergent dan
dan level ideology) John fiske, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan level realitas, fraksi fraksi yang terdapat dalam film Divergent
dan Insurgent dikonstruksikan berbeda atara satu dan yang lainnya melalui
73
3. Berdasarkan level Ideology, film Divergent dan Insurgent menyampaikan
ideology Fasisme sebagaimana sesuai dengan ciri ciri ideology fasisme yang
segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada
penganiayaan; 3. dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan
pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka
74
4.2 Saran
2. Untuk mahasiswa STIKOSA AWS, semiotika adalah salah satu kajian yang
mengingat hanya beberapa teori dari beberapa tokoh semiotika saja yang
dipergunakan dalam penelitian. Masih banyak teori dari tokoh semiotika lain
3. Untuk sineas film, sebagai media massa yang ampuh dalam penyampaian
pesan dan ideology diharapkan para sineas film terutama sineas film
dalam film karyanya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi cara
semiotika agar dapat menghasilkan hasil penelitian yang lebih maksimal lagi.
75
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu komunikasi: teori dan praktek, Bandung, Remaja
Karya, 1986
West, Richard and Turner, Lynn H ., Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Piliang, Yasraf A., Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna,