Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah memberikan kelancaran dalam
pembuatan Panduan tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya ini.
Panduan tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya ini membahas tentang bahan berbahaya yang
dihasilkan dari sarana Puskesmas dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Puskesmas juga
menghasilkan limbah yang bersifat spesifik, yakni infeksius dan tajam (berbahaya dan
beracun / B3)
Kami menyadari bahwa apa yang kami tuis dalam panduan tentang pengelolaan bahan
berbahaya ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sangat membangun
sangat kami perlukan.

Tangerang, April 2018


Kepala Puskesmas Bojong Kamal

dr. Eddy Riris Anita T., M.Mkes


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya pelayanan medis hingga rawat jalan, termasuk kegiatan
imunisasi yang saat ini diakukan dalam skala besar. Dari kegiatannya, Puskesmas juga
menghasilan limbah yang bersifat spesifik, yakni infeksius dan tajam. Limbah dari
sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, dll) termasuk ke dalam kategori
limbah padat medis Puskesmas, rata-rata timbulan limbah medis adalah sebanyak 7,5
gram/pasien/hari. Komposisi timbulan limbah medis meliputi 65% dari imunisasi, 25%
dari kontrasepsi dan sisanya adalah perawatan medis. Banyaknya pemakaian jarum
suntuk setiap tahun terus bertambah, pada tahun 2003 untuk kegiatan kuratif mencapai
300 juta alat suntik, sedangkan untuk imunisasai sebanayk 50 juta alat suntik. Benda
tajam khususnya jarum suntik meskipun hanya dalam jumlah sedikit, tetapi dapat
menghasilkan dampak yang sangat besar terhadap kesehatan. Pada tahun 2000, WHO
mencatat kasus infeksi akibat tusukan jarum yang terkontaminasi diperkirakan
mengakibatkan :
a. Terinfeksi virus Hepatitis B sebanyak 21 juta (32% dari semua infeksi baru)
b. Terinfeksi virus Hepatitis C sebanyak 2 juta (40% dari semua infeksi baru)
c. Terinfeksi HIV sebanyak 260 ribu (5% dari seluruh infeksi baru)

1.2. TUJUAN
a. Umum
Terwujudnya pengelolaan limbah medis tajam di Puskesmas secara benar dan aman
bagi masyarkat, baik di dalam maupun sekitarnya sesuai persyaratan kesehatan.
b. Khusus
Terselenggaranya pengelolaan limbah medis tajam di Puskesmas secara benar dan
aman
1.3. RUANG LINGKUP
Dalam buku pedoman ini yang dibahas berbagai hal yang mencakup pengelolaan
limbah medis tajam yang dihasilkan dari berbagai kegiatan di Puskesmas.

1.4. SASARAN
a. Institusional
Secara institusional, sasaran buku pedoman pengelolaan limbah medis tajam di
Puskesmas ini meliputi :
1. Puskesmas Rawat Inap
2. Puskesmas Tanpa Rawat Inap
3. Puskesmas Pembantu
b. Petugas
Dari sisi petugas pengelola, sasaran buku pengelolaan limbah medis di Puskesmas
ini meliputi :
1. Dokter
2. Perawat/Bidan
3. Tenaga Laboratorium
4. Tenaga Sanitarian
5. Tenaga Kebersihan

1.5. DASAR HUKUM


Dasar hukum yang digunakan dalam pedoman pengelolaan limbah medis tajam di
Puskesmas adalah sebagai berikut :
a. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 22 menjelaskan : (ayat 3) bahwa “Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan
air, udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan
kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan
lainnya.” (ayat 4) bahwa “setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib
memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan
persyaratan”.
b. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 sebagai pengganti UU-23/1997 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 1 (21) UU-32/2009 mendefinisikan bahan berhaya dan beracun (disingkat B3)
adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Pasal 3 menjelaskan (ayat 1) bahwa “ setiap orang yang melakukan usaha dan
kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah yang
dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup tanpa
pengelolaan terlebih dahulu.”
Pasal 8 menjelaskan (ayat 1) bahwa “ Limbah yang tidak termasuk dalam daftar
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) diidentifikasi sebagai limbah B3
apabila melalui pengujian memiliki salah satu atau karakteristik sebagai berikut :
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif.
d. UU 32/2009 menggariskan dalam pasal 58 (1) bahwa setiap orang yang
memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengelola dan menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Secara spesifik
pengelolaan B3 ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 74 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun yang akan diuraikan lebih
lanjut dalam bagian ini.
BAB II
PENGERTIAN, JENIS LIMBAH DAN DAMPAKNYA
TERHADAP KESEHATAN

2.1. PENGERTIAN DAN JENIS LIMBAH


Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan, sedangkan limbah media atau limbah
klinis mencakup semua hasil bangunan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas
penelitian dan laboratorium. Limbah ahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakan lingkungan hidup, dan/atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain. Pada sasaran layanan kesehatan termasuk Puskesmas, limbah dapat
dikategorikan menjadi beberapa jenis, meliputi :
a. Limbah Benda Tajam
Limbah Benda Tajam adalah materi padat yang memiliki sudut kurang dari 90
derajat, dapat menyebabkan luka iris atau tusuk misalnya :
1. Jarum Suntik
2. Kaca Sediaan (Preparat Glass)
3. Infus Set
4. Ampul/Vial Obat dll
b. Limbah Infeksius
Limbah Infeksius adalah limbah yang diduga mengandung pathogen (bakteri, virus,
parasite, dan jamur) dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada
penjamu yang rentan, misalnya :
1. Kultur dan stok agen infeksius dari aktivitas laboratorium.
2. Limbah hasil operasi atau otopsi dari pasien yang menderita penyakit menular.
3. Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bagian isolasi.
4. Alat atau materi lain tersentuk orang yang sakit.
c. Limbah Patologis
Limbah Patologis adalah limbah yang berasal dari jaringan tubuh manusia,
misalnya :

1. Organ Tubuh
2. Janin
d. Limbah Farmasi
Limbah Farmasi adalah limbah yang mengandung bahan-bahan farmasi, misalnya :
1. Mencakup produk farmasi, obat, vaksin, serum yang sudah kadaluarsa,
tumpukan obat, dll
2. Sarung Tangan, masker, dll
e. Limbah kimia
Limbah Kimia adalah limbah yang mengandung zat kimia yang berasal dari
aktivitas diagnostik pemeliharaan keberhasilan dan pemberian desinfektan misalnya
:
1. Formaldehid
2. Zat Kimia Fotografis
3. Solven dll
f. Limbah Kemasan Bertekanan
Limbah kemasan bertekanan adalah limbah medis yang berasal dari kegiatan di
Instansi kesehatan yang memerlukan gas, misalnya :
1. Gas adalam tabung
2. Catridge
3. Kaleng aerol
g. Limbah Logam Berat
Limbah logam berat adalah limbah medis yang mengandung logam berat dalam
konsentrasi tinggi termasuk dalam sub kategori limbah berbahay dan biasanya
sangat toksik, misalnya limbah logam merkuri yang berasal dari bocoran peralatan
kedokteran (thermometer, alat pengukur tekanan darah)

2.2. DAMPAK LIMBAH TERHADAP KESEHATAN


Limbah medis dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme pathogen, yang
dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :
a. Melalui tusukan, lecet atau luka di kulit
b. Melalui membrane mukosa
c. Melalui pernapasan
d. Melalui Ingesti
Di Puskesmas, keberadaan bakteri yang residen terhadap antibiotik dan desinfektan
kimia juga dapat memperbesar bahaya yang muncul akibat limbah layanan kesehatan
yang tidak dikelola dengan benar dan aman. Limbah medis tajam tidak hanya dapat
menyebabkan luka gores maupun luka tusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika
terkontaminasi pathogen karena resiko ganda ini berbahaya. Untuk infeksi virus yang
serius seperti HIV/AIDS serta Hepatitis B dan C tenaga Puskesmas terutama perawat,
merupakan kelompok yang beresiko paling besar terkena infeksi melalui cedera akibat
limbah medis tajam. Resiko serupa dihadapi oleh tenaga layanan kesehatan lain dan
pelaksana pengelolaan limbah di luar Puskesmas juga pemulang di lokasi pembuangan
akhir limbah.
Perawat merupakan kelompok yang beresiko mengalami cedera, angka cedera tahunan
mencapai 10-20 orang per 1000 petugas, sedangkan tenaga kebersihan mencapai 180
orang per 1000 pekerja (WHO). Angka tertinggi cedera okupasional di kalangan
petugas yang mungkin terpajan limbah layanan kesehatan ternyata pada kelompok
tenaga kebersihan dan pengelola limbah. Sebagai besar cedera okupasional adalah
terkilir dan ketegangan otot/pegal akibat kelelahan bekerja, jumlah yang bermakna
justru berasal dari luka teriris dan tertusuk limbah medis tajam. Beberapa infeksi yang
menyebar melalui media lain atau disebabkan oleh agens yang lebih resisten dapat
menimbulkan resiko yang bermakna pada pasien dan masyarakat. Contoh :
pembangunan limbah medis cari yang tidak terkendali pada perawatan pasien kolera
memberikan dampak yang cukup besar terhadap terjadinya wabah kolera.

TABEL 1
CONTOH INFEKSI AKIBAT TERPAPAR LIMBAH LAYANAN KESEHATAN
Jenis Infeksi Organisme Penularan Media Penularan
Infeksi Gritastroenteritis Enteroacteia, misal : Tinja atau muntahan
salmonella Sp
Demam berdarah Virus Junis, Lassa, ebola, Seluruh cairan tubuh dan
dan marburg sekret
Septikimia Staphylococcus Sp Darah
Bakteriemia Staphylococcus Sp, Darah
Koagulasi negative,
staphylococcus aureus,
enterobacter, enterococcus,
klebsiella dan streptoccus
sp
Kandidemia Candida Albicans Darah
Hepatitis virus A Virus Hepatitis A Tinja
Hepatitis Virus B dan C Virus Hepatitis B dan C Darah dan Cairan Tubuh
Mikroorganisme pathogen memiliki kemampuan yang terbatas untuk bertahan hidup di
alam bebas. Kemampuan ini tergantung pada jenis mikroorganisme dan merupakan
cara kerja dari pertahanan dirinya terhada kondisi lingkungan seperti : suhu,
kelembaban, iradiasi ultraviolet, ketersediaan zat organik, keberadaan predator dan
sebagainya. Contoh mikroorganisme tersebut sebagai berikut :
a. Virus Hepatitis B
1. Persistensi di udara kering
2. Hidup beberapa minggu di tanah
3. Tahan terhadap pajanan antiseptic
4. Tahan sampai 10 jam pada suhu 60C
5. Tahan 1 minggu pada tetesan darah dalam jarum suntik (termasuk virus
Hepatitis C)
b. Virus HIV
1. Tahan 3-7 hari pada suhu ambien
2. Tahan 15 menit pada cairan etanol 70%
3. Inaktif pada suhu 56C

BAB III
PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS TAJAM

3.1. PRINSIP PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS


Pada dasarnya dalam melaksanakan pengelolaan limbah medis perlu menganut prinsip
dasar berdasarkan kesepakatan internasional yakni :
a. The “Polluter pays” principle atau prinsip “pencemaran yang membayar” bahwa
semua penghasil limbah secara hukum dan finansial bertanggungjawab untuk
menggunakan metode yang aman dan ramah lingkungan dalam pengelolaan limbah.
b. The “precautionary” principle atau prinsip “pencegahan” merupakan prinsip kunci
yang mengatur perlindungan kesehatan dan keselamatan melalui upaya penanganan
yang secepat mungkin dengan asumsi resikonya dapat terjadi cukup signifikan.
c. The “duty of care” principle atau prinsip “kewajiban untuk waspada bagi yang
menangani atau mengelola limbah berbahaya karena secara etik bertanggungjawab
untuk menerapkan kewaspadaan tinggi.
d. The “proximity” principle atau prinsip “kedekatan” dalam penanganan limbah
berbahaya untuk meminimalkan resiko dalam pemindahan.
Berkaitan dengan kegiatan Puskesmas, sebagaimana tertuan pada Global Immunization
2009, disampaikan bahwa dalam penyelenggaraan imunisasi harus memiliki sistem
pengelolaan limbah tajam.

3.2. TEKNIK PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS TAJAM


a. Dengan Safety Box
Alternatif 1
1. Jarum dan syringe langsung dimasukkan ke dalam safety box pada setiap selesai
satu penyuntikan.
2. Setelah penuh, safety box dan isinya dikirim ke sarana kesehatan lain yang
memiliki incinerator dengan suhu pembakaran minimal 1000C atau yang
memiliki alat pemusnah carbonizer.
Alternatif 2
1. Jarum dan syringe langsung dimasukkan ke dalam safety box pada setiap selesai
satu penyuntikan
2. Setelah penuh, safety box dan isinya ditanam di dalam sumur galian yang kedari
air (silo) atau needle pit yang lokasinya di dalam Puskesmas.
b. Dengan Needle Cutter
Alternatif 1
1. Jarum dipatahkan dengan needle cutter pada setiap selesai satu penyuntikan.
2. Potongan jarum yang terkumpul di dalam needle collection container
dimasukkan ke dalam safety box, kemudian dilanjutkan dengan proses
penanganan seperti yang dijelaskan dalam penanganan menggunakan safety
box.
Alternatif 2
1. Jarum dipatahkan dengan needle cutter pada setiap satu penyuntikan.
2. Potongan jarum yang terkumpul di dalam neefle collection container
dimasukkan ke dalam needle pit
3. Syringe bekas pakai didisinfeksi dengan menggunakan larutan sodim hipoklorit
5% dan direndam selama 30 menit, sehingga syringe telah steril dan dapat
didaur ulang.

Pada setiap Puskesmas diharapkan menyediakan needle pit, dapat dibuat dengan
bahan buis beton diameter 60cm panjang 1 meter ataupun pipa PVC dengan
diameter minimal 4 inchi panjang 3 meter. Untuk neefle pit dengan buis beton
sepanjang 60 cm ditanam dan ditutup dengan bahan beton tetapi menyediakan
lubang untuk memasukkan needle. Sedangkan untuk pit dengan pipa PVC ditanam
sepanjang 2,5 meter dan ditutup dengan dop ulit PVC yang sewaktu-waktu dapat
dibuka bila akan memasukkan needle.

c. Dengan Needle Burner


1. Jarum dimusnahkan dengan needle burner langsung pada setiap selesai satu
penyuntikan
2. Stringe selanjutnya diproses seperti dijelaskan dalam penanganan dengan needle
burner.
3. Hasil proses pemusnahan dengan needle burner dimasukkan ke dalam kantong
plastik warna hitam, karena sudah tidak infeksius
4. Sisa proses bersama kantong plastiknya langsung dibawa ke tempat
penampungan sementara limbah domestik
BAB IV
PENGORGANISASIAN

Pengelolaan yang tepat untuk pengelolaan limbah medis Puskesmas selain tergantung
pada administrasi dan organisasi yang baik, juga memerlukan kebijakan dan pendanaan
yang memadai sekaligus partisipasi aktif dari staf yang terlatih dan terdidik. Oleh sebab
itu, kepala Puskesmas harus membentuk tim pengelolaan limbah untuk menyusun
rencana pengelolaan limbah. Uraian tugas dari masing-masing penanggungjawab di
Puskesmas terjadap sistem pengelolaan libah medis, khususnya limbah tajam adalah
sebagai berikut :

4.1. KEPALA PUSKESMAS


a. Membentuk tim pengelolaan limbah medis Puskesmas untuk menyusun rencana
tertulis pengelolaan limbah Puskesmas. Rencana harus dapat menjabarkan dengan
jelas tugas dan kewajiban semua anggota staf baik bagian medis dan non medis
yang berkaitan dengan penanganan limbah medis dan menetapkan garis-garis
pertanggunggugatan.
b. Menugaskan petugas pengelolaan limbah untuk menyelia dan mengkoordinasikan
rencana pengelolaan limbah. Kepada Puskesmas tetap berkewajiban memastikan
bahwa limbah medis dan limbah ainnya dikelola sesuai persyaratan.
c. Menjaga agar rencana pengelolaan sejalan dengan perkembangan
d. Mengalokasikan cukup dana dan sumber daya manusia untuk menjamin efisiensi
pelaksanaan kegiatan
e. Memastikan bahwa prosedur pemantauan terintegrasi di dalam rencana. Efisiensi
dan efektifitas sistem pembuangan harus dipantau agar sistem tersebut dapat
diperbaharui dan diperbaiki jika diperlukan
f. Segera tunjuk seorang pengganti jika ada petugas yang meninggalkan posisi kunci
dalam tim pengelolaan limbah.
g. Memastikan pelatihan yang memadai bagi anggota staf kunci dan menunjuk staf
yang bertanggungjawab untuk mengkoordinir dan menerakan materi dengan
diberikan dalam pelatihan
h. Kepala Puskesmas juga bertanggungjawab untuk proses pemilahan, penampungan
dan pembuangan limbah medis yang dihasilkan
i. Memastikan bahwa semua petugas yang berhubungan langsung dengan pasien
memahami prosdut pemilahan dan penampungan limbah dan mematuki kebijakan
yang berlaku
j. Tetap bekerja sama dengan petugas sanitarian untuk memantau prakter kerja guna
menemukan ada tidaknya kegagalan atau kesalahan.
k. Memastikan bahwa semua petugas diberikan pelatihan mengenai prosedur
pemilahan dan pembuangan limbah.

4.2. PETUGAS YANG BERHUBUNGAN LANGSUNG DENGAN PASIEN


a. Yang dimaksud dengan petugas yang berhubungan langsung adalah dokter,
perawat, bidan
b. Bertanggungjawab untuk proses pemilahan, penampungan, dan pembuangan limbah
yang dihasilkan oleh bagiannya
c. Menyadari tanggungjawab mereka dalam pemilahan dan penampungan dan bahwa
tugas sanitarian dan staf pendukung terbatas hanya penanganan danpengankutan
kantong limbah yang sudah ditutup/diikat
d. Bekerjasama dengan petugas sanitarian untuk memantau praktek kerja guna
menemukan ada tidaknya kegagalan atau kesalahan
e. Bertanggungjawab untuk selalu mengikuti prosedur penglolaan limbah yang benar

4.3. PETUGAS SANITARIAN


a. Bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan dan pemantauan harian terhadap
sistem pengelolaan limbah. Dengan demikian sanitarian harus memiliki akses
langsung pada seluruh petugas Puskesmas.
b. Sanitarian bertanggungjawab langsung kepada Kepala Puskesmas
c. Mengontrol proses internal pengumpulan limbah dan pengangkutannya ke fasilitas
penampungan limbah Puskesmas setiap hari
d. Memastikan kecukupan jumlah dan jenis kantong termasuk safety box harus
tersedia setiap saat
e. Memastikan bahwa seluruh petugas Puskesmas selalu dengan segera mengganti
kantong termasuk safety box dengan yang baru dan tepat
f. Mengkoordinasikan dan memantau setiap kegiatan pembuangan limbah
g. Memastikan bahwa limbah tidak ditampung terlalu lama sesuai persyaratan
BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN

5.1. PENCATATAN
Pengelolaan limbah medis harus diselenggarakan secara baik dan tertib untuk
mengendalikan resiko yang mungkin ditimbulkan, baik terkait aspek kesehatan maupun
legal serta berfungsi pula untuk pengukuran kinerja pengelolaan limbah medis. Oleh
sebab itu perlu dilakukan penertiban melalui pencatatan yang baik dari sumber hingga
proses penanganan akhir di dalam Puskesmas.
Beberapa yang perlu dicatat meliputi jumlah yang dihasilkan dan jumlah yang dikirim
untuk dibuang.
Sistem pencatatan yang perlu dilakukan meliputi :
a. Buku pencatatan harian
Pencatatan limbah yang dihasilkan, meliputi jenis dan volume timbulan limbah
b. Buku pencatatan insiden
Pencatatan mengenai petugas yang mendapatkan kecelakaan, jenis kecelakaan,
penyebab, waktu dan pertolongan yang dilakukan
c. Buku pencatatan perjalanan
Pencatatan mengenai jenis dan volume limbah medis yang akan diangkut ke lokasi
pengolahan di luar Puskesmas

5.2. PELAPORAN
Pelaporan kegiatan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan dan disampaikan kepada
berbagai pihak terkait dalam rangka menginformasikan potensi resiko dan potensi
pelanggaran hukum. Informasi ini perlu dilaporkan kepada instansi-instansi berikut ini :
1. Pimpinan Puskesmas
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Bapedalda Kabupaten/Kota
Berdasarkan prinsip “pencemar yang membayar”, setiap instansi layanan kesehatan
bertanggung gugat secara finansial terhadap keamanan pengelolaan limbah apapun
yang dihasilkannya. Biaya untuk pengumpulan yang terpisah, pengemasan yang tepat,
dan penanganan di tempat merupakan biaya internal, biaya untuk transportasi,
penanganan di luar dan pembuangan akhir merupakan biaya eksternal.
Biaya kontruksi, kegiatan operasional, dan perawatan sistem untuk mengelola limbah
medis mewakili satu bagian yang dignifikan dari keseluruhan anggaran Puskesmas.
Biaya itu harus tertutup oleh alokasi khusus yang disediakan dalam anggaran
Puskesmas. Biaya total umumnya harus diperhitungkan dengan seksama saat
menetapkan pelihan yang paling cost-effective.
Prinsip dasar yang harus diperhitungkan untuk meminimalkan biaya tersebut, yaitu :
minimasi, pemilahan dan daur ulang limbah, dan dapat memberikan penurunan yang
sangat besar pada biaya pengelolaan. Manfaat yang didapat akibat penurunan timbulan
limbah sudah jelas, dan proses pemilahan menyebabkan kita tidak perlu melakukan
pengolahan yang tidak penting pada limbah umumnya dengan menggunakan metode
mahal seperti yang digunakan untuk limbah berbahaya.
Pengurangan biaya dapat diwujudkan dengan cara melakukan tindakan khusus pada
tahapan yang berbeda di dalam sistem pengelolaan limbah.
5.2.1. PENGELOLAAN DI TEMPAT
a. Pengelolaan terpadu pada tempat penampungan bahan kimia dan farmasi
b. Penggantian perlengkapan medis sekali pakai dengan perlengkapan yang
dapat didaur ulang
c. Pemilahan limbah yang tepat untuk menghindari pengolahan yang
menghabiskan dana atau adekuat yang sebenarnya tidak dibutuhkan
d. Perbaikan cara mengenali limbah untuk mempermudah pemilahan,
pengolahan, dan daur pengolahan

5.2.2. PERENCANAAN TERPADU


a. Penyusunan dan penerapan strategi pengelolaan limbah Puskesmas dalam
kerangka kerja rencana pengelolaan limbah
b. Perencanaan pengumpulan dan transportasi sedemikian rupa sehingga
semua kegiatan operasional menjadi aman dan cost effecient
c. Potensi kerjasama dengan menggunakan fasilitasi regional, termasuk
fasilitas sektor swasta jika perlu
d. Pembentukan rencana pembuangan limbah medis
5.2.3. DOKUMENTASI
Dokumentasi pengelolaan limbah dan biaya : pengkajian terhadap biaya yang
sebenarnya akan mempermudah dalam menetapkan prioritas untuk mengurangi
biaya dan untuk memantau kemajuan dalam mencapai tujuan.

5.2.4. PEMILIHAN METODE PENGOLAHAN ATAU PEMBUANGAN YANG


TEPAT
a. Seleksi pilihan metode pengolahan dan pembuangan yang tepat sesuai jenis
limbah dan kondisi setempat
b. Penggunaan peralatan pengolahan yang jenis dan kapasitasnya sesuai

5.2.5. TINDAKAN ADA TINGKAT TENAGA KERJA


a. Pembentukan program pelatihan untuk tenaga kerja guna mengingkatkan
mutu dan kuantitas kerja
b. Perlindungan petugas terhadap resiko penugasan
BAB VII
PENUTUP

Setiap Puskesmas diharapkan dapat menerapkan sistem penanganan ini dengan berbagai
pilihannya sesuai dengan kondisi setempat. Sedangkan penanganan berikutnya dapat bekerja
sama dengan instansi yang memiliki alat pengolahan limbah medis non insinerasi. Bila
terpasa harus menggunakan ininerator, Puskesmas harus memilih instansi pengelola
incinerator yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku. Untuk tahap awal
dapat mengembangkan sistem jaringan kerja antar Puskesmas yang saling berdekatan dengan
menetapkan satu Puskesmas yang memliki fasilitas lengkap sebagai induk, yang lain
mengirimkan limbah medisnya untuk secara bersama-sama diolah. Bila tidak ada, dapat
memanfaatkan secara bersama-sama rumah sakit yang telah memiliki alat pengolahan limbah
medis.

Anda mungkin juga menyukai