PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari WHO, secara global lebih dari 500 juta orang
mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani
hidup bergantung pada cuci darah (hemodialisis) (Ratnawati, 2014). Menurut data
Riset Kesehatan Dasar (Riskedas, 2013), gagal ginjal kronis masuk dalam daftar
10 penyakit tidak menular. Prevalensi gagal ginjal di Indonesia sekitar 0,2%,
prevalensi pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun
(0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%) dan tertinggi pada kelompok umur >75
tahun (0,6%). Prevalnesi gagal ginjal kronis tertinggi di tiga provinsi yaitu
provinsi Sulawesi Tengah yaitu 0,5% kemudian provinsi Aceh, Sulawesi Utara,
Gorontalo yaitu 0,4% dan kemudian provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY,
Jawa Timur, Banten yaitu sebesar 0,3%.
1
Prevalensi gagal ginjal tertinggi di Provinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten
Klaten 0,7% (Kemenkes, 2013). Sedangkan prevalensi pada kelompok usia 15-24
tahun (0,0%), 25- 34 tahun (0,1%), 35-44 tahun (0,3%), 45-54 tahun (0,4%), 55-
64 tahun (0,4%), 65-74 tahun (0,4%), 75+ tahun (0,6%) (Kemenkes, 2013).
Klien gagal ginjal kronis akan mengalami nyeri dada, mual, muntah, sesak
nafas, tekanan darah tinggi, gangguan elektrolit, gata-gatal, kelelahan, dan edema.
Selanjutnya muncul masalah seperti gangguan pada kardiovaskuler, gangguan
endokrin, gangguan gastrointestinal, neurologis dan psikiatrik, keseimbangan
asam basa, dan terjadi anemia (Suyono, 2008). Kerusakan fungsi ginjal yang tidak
tertangani dengan baik dapat menurukan kualitas hidup pasien , bahkan dapat
menyebabkan kematian yang disebabkan akumulasi toksin uremia yang beredar di
dalam darah (Suwitra, 2006).
2
dilakukan adalah berupa pemantauan berat badan, edema atau ascites. Perubahan
berat badan secara signifikan yang terjadi dalam 24 jam menjadi salah satu
indikator status cairan dalam tubuh. Kenaikan 1 kg dalam 24 jam menunjukkan
kemungkinan adanya tambahan akumulasi cairan pada jaringan tubuh sebanyak 1
liter (Anggraini dan Putri, 2016).
Intervensi yang bisa diberikan pada klien chronic kidney disease yang
mengalami kelebihan volume cairan adalah mempertahankan diit pembatasan
cairan untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan yang beresiko timbulnya
hipertensi, edema paru akut, gagal jantung kongestif dan penyakit kardiovaskuler
lainnya. Pembatasan cairan dapat mempengaruhi beberapa aspek dalam tubuh
manusia, diantaranya adalah kekacauan hormonal, perubahan sosial, psikologi dan
rasa haus serta xerostomia atau mulut kering yang disebabkan karena produksi
saliva menurun (Guyton, 2007).
3
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada klien yang mengalami
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan kelebihan volume cairan.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada klien yang mengalami Chronic
Kidney Disease (CKD) dengan kelebihan volume cairan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Gagal ginjal kronis sering sekali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness), penyebab
yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu ada beberapa
penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis (Robinson, 2013) yaitu:
5
Faktor penyebab:
2.1.3 Klasifikasi
2.1.4 Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa
masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi
ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik
mungkin minimal karena nefronnefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi
nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatan kecepatan filtrasi, reabsorpsi,
dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring banyaknya nefron yang mati,
6
maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-
nefron itu ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein.
Nefron rusak permanen _ nefron intack hiperplasi dan hipertrofi _fungsi ginjal
tidak berjalan _ kerusakan nefron lebih dari 75% _ fungsi ginjal rusak _ ginjal
tidak mampu menjalankan fungsinya (Supratman, 2008).
2.1.5 Komplikasi
1. Anemia
2. Hipertensi
3. Dehidrasi
7
fungus tubulus sehingga mengekskresikan urin yang sangat encer yang
menyebabkan dehidrasi.
4. Gastrointestinal
Gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terasa terbakan sering dirasakan
pasien gagal ginjal kronik. Esofagitis, angiodisplasia dan pancreatitis juga tinggi
terjadi pada pasien gagal ginjal kronik.
5. Endokrin
6. Peyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar
ureum, fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat.
Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau
kardiomiopati dilatasi.
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Gagal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki
fungsi yang banyak (organ multifuncsion), sehingga kerusakan klinis secara
fisisologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan
vasomotor. Berikut ini ada tanda dan gejala gagal ginjal ronik (Robinson, 2013):
8
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya
penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
2) Kardiovaskuler
3) Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
cracles, sputum yang kental, uremia pleuritis dan uremia lung, dan sesak nafas.
4) Gastrointestinal
5) Integument
Kulit pucat, kekuning- kuningan , kecoklatan, kering dan ada sclap. Selain itu
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan
urea pada kulit.
6) Neurologis
7) Endokrin
Biasa terjadi infertilisasi dan penurunan libido, amenorhea dan gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi
aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
9
8) Hematopoitiec
9) Muskuloskletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, dan miokard)
2.1.7 Pentalaksanaan
2. Jaga kebersihan
Lakukan perawatan oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang
lembut. Kurangi konsumsi gula (bahan makan dan minum) untuk mengurangi rasa
tidak nyaman di mulut.
10
4. Pantau adanya hiperkalemia
8. Latih klien nafas dalam untuk mencegah terjadinya kegagalan nafas akibat
obstruksi.
11
12. Tatalaksana dialisis/ transplantasi ginjal
2.2.1 Pengkajian
1) Identitas
2) Riwayat Kesehatan
12
kesemutan dan kelemahan, terutama ekstremitas bawah (neuropati
perifer).
Nyeri/ kenyamanan : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
(memburuk pada malam hari).
Pernafasan : nafas pendek, dipsnoe nokturnal paraksismal, batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Keamanan : kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi
Kaji adanya riwayat penyakit chronik kidney disease, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
dan prostatektomi, kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
saluran perkemihan berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebabnya. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
c) Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan klien mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
keluarga (self esteem).
3) Pengkajian Fokus
Menurut Muttaqin dan Sari (2014) pengkajian fokus pada pasien gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut:
13
B2 (blood) : Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya Friction Rub yang merupakan tanda khas efusi
pericardial. Didapatkan tanda gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral
dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada/ angina dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemia, dan gangguan konduksi
elektrikal otot ventrikel.
B3 (Brain) : Didapatkak penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral
( perubahan proses pikir dan disorientasi), klien sering kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet perifer,restless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
B4 (Bladder) : Penurunan urine output <400mL/ hari terjadi penurunan
libido berat.
B5 (Bowel) : Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare
sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus
saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
B6 (Bone) : Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala,kram otot, nyeri
kaki, kulit gatal, pruritas, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit, dan terjadi
keterbatasan gerak sendi.
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015), diagnosa yang muncul pada pasien
chronic kidney disease (CKD) adalah :
a) Tujuan :
14
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan volume cairan dalam
rentan normal.
b) kriteria hasil :
c) Intervensi :
Monitor cairan
Pemasangan infus
Manajemen elektrolit atau cairan
Monitor tanda-tanda vial
Manajemen edema serebral
d) Rasional :
Untuk mengetahuan berapa banyak cairan yang masuk atau keluar dai
tubuh.
Mempermudah memasukkan terapi cairan.
Mengurangi resiko penumoukan cairan dalam tubuh.
Untuk mengetahuan keadaan umum klien.
Untuk mengetahuai seberapa parah edema yang terjadi pada klien.
e) Implementasi
Memonitor cairan
Memasang infus
Melakukan menejemen elektrolit atau cairan
Memonitor tanda-tanda vital
Melakukan menejemen edema serebral.
15
f) Evaluasi : Volume cairan klien dalam rentan normal.
a) Tujuan :
b) Kriteria hasil :
c) Intervensi :
Monitor nutrisi
Konseling nutrisi
Monitor tanda-tanda vital
Manajemen gangguan makan
Penahapan diet
d) Rasional :
e) Implementasi :
Memonitor nutrisi
Memberikan konseling nutrisi
16
Memonitor tanda-tanda vital
Memenejemen gangguan makan
Meberikan penahapan diet.
Evaluasi : kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
a) Tujuan :
b) Kriteria Hasil :
c) Intervensi :
d) Rasional :
17
e) Implementasi :
a) Tujuan :
b) Kriteria Hasil :
c) Intervensi :
d) Rasional :
18
Membantu pernafasan bila klien membutuhkan dalam keadaan darurat
Mengetahui akibat sesak nafas karena alergi atau bukan.
e) Implementasi :
a) Tujuan :
b) Kriteria Hasil :
c) Intervensi :
Monitor elektrolit
Monitor tanda-tanda vital
Pengecekan kulit
Menejemen pengobatan
Manajemen elektrolit atau cairan.
d) Rasional :
19
Mengetahui kekurangan kelebihan atau kekurang elektrolit atau caairan.
Mengetahui keadaan umum klien.
Mengetahui seberapa parah kerusakan kulit klien.
Mempercepat pengobatan
Mengetahui berapa cairan dan apa cairan yang sudah masuk ketubuh
klien.
e) Implementasi ;
Memonitor elektrolit
Memonitor tanda-tanda vital
Melakukan Pengecekan kulit
Memanejemen pengobatan
Mamenajemen elektrolit atau cairan.
f) Evaluasi :
20
BAB III
LAPORAN KASUS
21
dengan hasil proses cronis parenkim kedua ginjal (GGK). Terapi yang diberikan
di ruangan anggrek inj. Kidmin 1 fls/24 jam, Valsartan tab 80 mg/24 jam, inj.
Ceftriaxone 1 gr/12 jam, inj. Ondansentron 8 mg/12 jam, Omeprazole 1 vial/12
jam. Kemudian klien dipindahkan ke ruangan ICU tanggal 11 Januari 2021 karena
mengalami penurunan kesadaran, sesak napas dan dilakukan pemeriksaan TTV:
TD 150/90 mmHg, HR 96 x/i, RR 32 x/i, Temp 36,7ºC. diagnosa medis saat klien
di transfer ke ICU CKD stage V ec. DM + Anemia berat + Pneumonia + Susp.
Stroke Iskemik + Asidosis Metabolik.
Riwayat kesehatan klien, Ny.M mengatakan klien memiliki riwayat
penyakit DM 10 tahun yang lalu, Pneumonia, Kolesterol, dan asam urat, tetapi
klien belum pernah dirawat di rumah sakit hanya rawat jalan di rumah sakit
Advent. Istri klien tidak mengingat mengobatan yang telah diberikan saat rawat
jalan. Ayah klien memiliki riwayat DM dan abang klien memiliki riwayat
penyakit jantung.
Hasil pengkajian tanggal 13 Januari 2021 di ruangan ICU, keadaan umum
klien lemah, klien tampak sesak (+), batuk (+), secret (+) tetapi tertahan dan tidak
keluar, napas dibantu dengan alat bantu napas menggunakan NRM 10 liter, bunyi
napas ronkhi, CRT > 3 detik, ekstremitas bawah tampak edema (+) dengan pitting
edema 2+, sianosis (+), kesadaran tidak stabil dengan GCS 6, konjungtiva anemis,
akral teraba dingin, turgor kulit kering, mukosa bibir kering. Dilakukan
pemeriksaan TTV: TD 139/88 mmHg, HR 94 x/i, RR 24 x/i, Temp 37ºC, SpO2
98%. BB klien sebelum sakit 90 kg, pada saat sakit 60 kg, TB 165 cm.
Pemeriksaan darah lengkap: Hb 8 g/dl, leukosit 14.300/uL, hematokrit 22,8%.
Pemeriksaan analisa gas darah: pH 7,18, PCO2 18 mmHg, PO2 180 mmHg,
HCO3 8,4 mmHg dengan kesimpulan asidosis metabolik. Radiologi report: USG
kidney dan bladder dengan kesimpulan proses cronis parenkim kedua ginjal
(GGK).
Pola eliminasi, sebelum masuk rumah sakit Buang Air Besar (BAB) klien
normal 1 kali/hari, pada saat di rawat di rumah sakit BAB klien 3 kali/hari dengan
konsistensi feses lunak dan berwarna hitam. Buang Air Kecil (BAK) klien
sebelum masuk rumah sakit, sering BAK tengah malam. Pada saat di rawat di
rumah sakit BAK klien berwarna kuning kehijauan dan dibantu dengan
22
terpasangnya kateter foley, produksi urine 990ml/hari. Balance cairan = intake
(1935 ml) – output (1590ml) maka + 345 dengan nilai GFR 13%.
Pola nutrisi, sebelum sakit klien makan seperti biasa dengan porsi yang
sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, 3 hari sebelum masuk rumah sakit nafsu
makan klien menurun. Pada saat sakit klien diet sonde DM dan ginjal, dibantu
dengan NGT.
23
3.2. Analisa Data
Nama Klien : (Alm) Tn. T Hari/Tanggal : Rabu / 13 Januari
2021
No. RM : 26 33 50 Ruang Rawatan : ICU
No Analisa Data Etiologi Masalah
.
1 DS : - Infeksi pada paru Bersihan jalan napas
DO : tidak efektif
Klien tampak sesak Hiperekresi lendir +
Batuk (+) inflamasi
24
Pemeriksaan analisa gas darah:
pH 7,18, PCO2 18 mmHg,
PO2 180 mmHg, HCO3 8,4
mmHg Asidosis metabolic
3 DO : - Stimulus kronis pada Perfusi
DS : ginjal (CKD) perifer tidak
Akral teraba dingin efektif
Konjungtiva anemis Hormon eritropoetin
25
3.3. Prioritas Masalah
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
ditandai dengan Klien tampak sesak, batuk (+), sekret (+) tetapi tertahan
dan tidak keluar napas dibantu dengan alat bantu napas NRM 10 liter,
bunyi napas ronchi, TTV : TD 139/88 mmHg, HR: 94 x/i, RR 24x/i, Temp
37 ºC, SPO2 98%
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
ditandai dengan klien tampak sesak, batuk (+), napas dibantu dengan
NRM 10 liter, bunyi napas ronchi, analisa gas darah: pH 7,18, PCO2 18
mmHg, PO2 180 mmHg, HCO3 8,4 mmHg, asidosis metabolik
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan suplai oksigen menurun
ditandai dengan akral teraba dingin, konjungtiva anemis, turgor kulit
kering, ureum 182 mg/dl, kreatinin 5,71 mg/dl, Hb 8 g/dl
26
3.4. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Rencana Asuhan Keperawatan
Keperawatan Tujuan/kriteria Intervensi
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Observasi
napas tidak efektif tindakan keperawatan 1 1. Monitor adanya produksi sputum
berhubungan × 24 jam masalah 2. Monitor suara nafas
dengan bersihan jalan napas 3. Monitor kecepatan aliran oksigen
penumpukan ecret dapat teratasi dengan 4. Monitor status oksigenisasi
ditandai dengan kriteria: sebelum dan sesudah mengubah
Klien tampak sesak, Bersihan jalan napas posisi.
batuk (+), ecret (+) Kontrol gejala Terapeutik
tetapi tertahan dan 1. Atur posisi semifowler
tidak keluar napas 2. Buang secret pada tempat sputum
dibantu dengan alat 3. Pertahankan kepatenan jalan napas
bantu napas NRM Kolaborasi
10 liter, bunyi napas 1. Kolaborasi dengan dokter dalam
ronchi, TTV : TD pemberian terapi
139/88 mmHg, HR:
94 x/i, RR 24x/i,
Temp 37 ºC, SPO2
98%
27
ditandai dengan efektif dapat teratasi atau bengkak pada ekstremitas
akral teraba dingin, dengan kriteria: 3. Monitor perubahan kulit
konjungtiva anemis, Perfusi perifer 4. Monitor status hidrasi
turgor kulit kering, Perfusi sensori (mis.frekuensi nadi, kekuatan nadi,
ureum 182 mg/dl, Status sirkulasi akral, kelembaban mukosa, turgor
kreatinin 5,71 kulit)
mg/dl, Hb 8 g/dl 5. Monitor TTV
Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau
mengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
Edukasi
1. Edukasi kepada keluarga klien
dalam program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega
3)
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi nalgesic
28
Berkolaborasi dengan dokter kemampuan batuk
dalam pemberian acetylcistein 2. Monitor adanya retensi
dan nebulizer ventoline + sputum
fluimucyl 3. Monitor suara napas
4. Monitor kecepatan
aliran oksigen
5. Monitor status
oksigenisasi sebelum
dan sesudah mengubah
posisi
6. Buang secret pada
tempat sputum
7. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
8. Lakukan suction
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
14 Gangguan Observasi S:-
Januari pertukaran gas 1. Mengauskultasi bunyi napas O :
2021 2. Memonitor saturasi oksigen Klien tampak sesak
3. Memonitor kecepatan aliran Batuk (+)
oksigen Sekret tertahan
4. Memonitor efektifitas terapi Napas dibantu dengan
oksigen NRM 10 liter
5. Memonitor nilai AGDA Bunyi napas ronchi
6. Memonitor hasil radiologi TTV : TD 150/97
report mmHg, HR 100 x/I, RR
Terapeutik 24 x/I, Temp 37ºC,
1. Mempertahankan kepatenan SPO2 96%
jalan napas
2. Memberikan posisi A :
semifowler pada pasien Masalah belum teratasi
3. Memberikan oksigenasi P :
sesuai kebutuhan Intervensi dilanjutkan:
4. Tetap memberikan oksigen 1. Auskultasi bunyi napas
saat pasien di transportasi 2. Monitor saturasi
Kolaborasi oksigen
1. Berkolaborasi penentuan 3. Monitor kecepatan
dosis oksigen NRM aliran oksigen
sebanyak 10 liter 4. Monitor efektifitas
2. Berkolaborasi dengan dokter terapi oksigen
dalam pemberian terapi inj. 5. Mempertahankan
Meropenem 1 gr/24 jam kepatenan jalan napas
6. Memberikan posisi
semifowler pada pasien
29
7. Tetap berikan
oksigenasi saat pasien
di transportasi
8. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
terapi
14 Perfusi perifer Observasi S:-
januari tidak efektif 1. Memeriksa sirkulasi perifer O:
2021 (mis. Nadi perifer, edema, Akral teraba dingin
warna, suhu kulit) Turgor kulit kering
2. Memonitor panas, CRT > 3 detik
kemerahan, nyeri, atau Membran mukosa kering
bengkak pada ekstremitas TTV : TD 150/97
3. Memonitor perubahan kulit mmHg, HR 100 x/I, RR
4. Memonitor status hidrasi 24 x/I, Temp 37ºC,
(mis.frekuensi nadi, kekuatan SPO2 96%
nadi, akral, kelembaban A:
mukosa, turgor kulit) Masalah belum teratasi
5. Memonitor TTV P:
Terapeutik Intervensi dilanjutkan:
1. Menghindari pemasangan 1. Periksa sirkulasi perifer
infus atau mengambilan (mis. Nadi perifer,
darah di area keterbatasan edema, warna, suhu
perfusi kulit)
2. Menghindari pemakaian 2. Monitor panas,
benda-benda yang berlebihan kemerahan, nyeri, atau
suhunya (terlalu panas atau bengkak pada
dingin) ekstremitas
Edukasi 3. Monitor perubahan kulit
1. Mengedukasi kepada 4. Monitor status hidrasi
keluarga klien dalam program (mis.frekuensi nadi,
diet untuk memperbaiki kekuatan nadi, akral,
sirkulasi (rendah lemak kelembaban mukosa,
jenuh, minyak ikan omega turgor kulit)
Kolaborasi 5. Monitor TTV
1. Berkolaborasi dengan dokter 6. Hindari pemakaian
dalam pemberian terapi benda-benda yang
furosemide 2 amp extra berlebihan suhunya
(terlalu panas atau
dingin)
7. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
terapi
30
3.6. Catatan Perkembangan
1. Jumat, 15 Januari 2021
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Bersihan jalan 1. Mengidentifikasi S:-
napas tidak efektif kemampuan batuk O:
2. Memonitor adanya Klien tampak sesak
retensi sputum Batuk (+)
3. Memonitor suara
Sekret masih ada
napas tetapi klien sulit
4. Memonitor mengeluarkan
kecepatan aliran
Napas dibantu dengan
oksigen NRM 10 liter
5. Memonitor status
Bunyi napas ronchi
oksigenisasi sebelum TTV: TD 152/90
dan sesudah mmHg, HR 140 x/I,
mengubah posisi RR 28 x/I, Temp
6. Buang secret pada 37ºC, SPO2 98%
tempat sputum A:
7. Mempertahankan Masalah belum teratasi
kepatenan jalan
P:
napas Intervensi dilanjutkan:
8. Melakukan suction 1. Identifikasi
9. Kolaborasi dengan kemampuan batuk
dokter dalam2. Monitor adanya
pemberian terapi retensi sputum
Acetylcistein dan
3. Monitor suara napas
nebulizer ventoline +4. Monitor kecepatan
Fluimucyl aliran oksigen
5. Monitor status
oksigenisasi sebelum
dan sesudah
mengubah posisi
6. Buang secret pada
tempat sputum
7. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
8. Lakukan suction
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
Gangguan 1. Menguskultasi bunyi S : -
pertukaran gas napas O:
2. Memonitor saturasi Klien tampak sesak
oksigen Batuk (+)
3. Memonitor kecepatan Napas dibantu dengan
aliran oksigen
31
4. Memonitor efektifitas NRM 10 liter
terapi oksigen Bunyi napas ronchi
5. Mempertahankan TTV: TD 152/90
kepatenan jalan napas mmHg, HR 140 x/I,
6. Memberikan posisi RR 28 x/I, Temp
semifowler pada 37ºC, SPO2 98%
pasien A:
7. Tetap memberikan Masalah belum teratasi
oksigenasi saat pasien P:
di transportasi Intervensi dilanjutkan:
8. Berkolaborasi 1. Auskultasi bunyi
penentuan dosis napas
oksigen NRM 10 liter 2. Monitor saturasi
9. Berkolaborasi dengan oksigen
dokter dalam 3. Monitor kecepatan
pemberian terapi inj. aliran oksigen
Meropenem 1 gr/24 4. Monitor efektifitas
jam terapi oksigen
5. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
6. Memberikan posisi
semifowler pada
pasien
7. Tetap berikan
oksigenasi saat pasien
di transportasi
8. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
Perfusi perifer 1. Memeriksa sirkulasi S:-
tidak efektif perifer (mis. Nadi O:
perifer, edema, Akral teraba dingin
warna, suhu kulit) Turgor kulit kering
2. Memonitor panas, CRT < 3 detik
kemerahan, nyeri, Membran mukosa
atau bengkak pada kering
ekstremitas TTV: TD 152/90
3. Memonitor mmHg, HR 140 x/i,
perubahan kulit RR 28 x/i, Temp
4. Memonitor status 37ºC, SPO2 98%
hidrasi (mis.frekuensi A:
nadi, kekuatan nadi, Masalah teratasi sebagian
akral, kelembaban P:
mukosa, turgor kulit) Intervensi dilanjutkan:
5. Memonitor TTV 1. Periksa sirkulasi
6. Menghindari perifer (mis. Nadi
32
pemakaian benda- perifer, edema, warna,
benda yang suhu kulit)
berlebihan suhunya 2. Monitor panas,
(terlalu panas atau kemerahan, nyeri, atau
dingin) bengkak pada
2. Berkolaborasi dengan ekstremitas
dokter dalam 3. Monitor perubahan
pemberian terapi kulit
terapi furosemide 2 4. Monitor status hidrasi
amp extra (mis.frekuensi nadi,
kekuatan nadi, akral,
kelembaban mukosa,
turgor kulit)
5. Monitor TTV
6. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
33
oksigenisasi sebelum
dan sesudah
mengubah posisi
6. Buang secret pada
tempat sputum
7. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
8. Lakukan suction
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
Gangguan 1. Mengauskultasi S:-
pertukaran gas bunyi napas O:
2. Memonitor saturasi Klien tampak sesak
oksigen Batuk (+)
3. Memonitor kecepatan Napas dibantu dengan
aliran oksigen NRM 10 liter
4. Memonitor efektifitas Bunyi napas ronchi
terapi oksigen TTV: TD 133/90
5. Mempertahankan mmHg, HR 126 x/i,
kepatenan jalan napas RR 30 x/i, Temp
6. Memberikan posisi 37ºC, SPO2 99%
semifowler pada A:
pasien Masalah belum teratasi
7. Tetap memberikan P:
oksigenasi saat pasien Intervensi dilanjutkan:
di transportasi 1. Auskultasi bunyi
8. Berkolaborasi napas
penentuan dosis 2. Monitor saturasi
oksigen oksigen
9. Berkolaborasi dengan 3. Monitor kecepatan
dokter dalam aliran oksigen
pemberian terapi inj. 4. Monitor efektifitas
Meropenem 1 gr/24 terapi oksigen
jam. 5. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
6. Memberikan posisi
semifowler pada
pasien
7. Tetap berikan
oksigenasi saat pasien
di transportasi
8. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
Perfusi perifer 1. Memeriksa sirkulasi S :-
34
tidak efektif perifer (mis. Nadi O:
perifer, edema, Akral teraba dingin
warna, suhu kulit) Turgor kulit kering
2. Memonitor panas, CRT < 3 detik
kemerahan, nyeri, Membran mukosa
atau bengkak pada kering
ekstremitas TTV: TD 133/90
3. Memonitor mmHg, HR 126 x/i,
perubahan kulit RR 30 x/i, Temp
4. Memonitor status 37ºC, SPO2 99%
hidrasi (mis.frekuensi A:
nadi, kekuatan nadi, Masalah teratasi sebagian
akral, kelembaban P:
mukosa, turgor kulit) Intervensi dilanjutkan:
5. Memonitor TTV 1. Periksa sirkulasi
6. Berkolaborasi dengan perifer (mis. Nadi
dokter dalam perifer, edema, warna,
pemberian terapi suhu kulit)
2. Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas
3. Monitor perubahan
kulit
4. Monitor status hidrasi
(mis.frekuensi nadi,
kekuatan nadi, akral,
kelembaban mukosa,
turgor kulit)
5. Monitor TTV
6. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
35
dan sesudah mengubah Bunyi napas ronchi
posisi TTV : TD 120/68
6. Buang secret pada mmHg, HR 85 x/i, Temp
tempat sputum 37ºC, SPO2 98%
7. Mempertahankan A:
kepatenan jalan napas Masalah tidak teratasi
8. Melakukan suction karena pasien meninggal
9. Berkolaborasi dengan P:
dokter dalam pemberian Intervensi dihentikan
terapi Acetylcistein dan
nebulizer ventoline +
Fluimucyl
Gangguan pertukaran 1. Mengauskultasi bunyi S:-
gas napas O:
2. Memonitor saturasi Klien tampak sesak
oksigen Batuk (+)
3. Memonitor kecepatan Napas dibantu dengan
aliran oksigen NRM 10 liter
4. Memonitor efektifitas Bunyi napas ronchi
terapi oksigen TTV : TD 120/68
5. Mempertahankan mmHg, HR 85 x/i, Temp
kepatenan jalan napas 37ºC, SPO2 98%
6. Memberikan posisi A:
semifowler pada pasien Masalah tidak teratasi
7. Tetap memberikan karena pasien meninggal
oksigenasi saat pasien di P:
transportasi Intervensi dihentikan
8. Berkolaborasi
penentuan dosis oksigen
9. Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
terapi inj. Meropenem 1
gr/24 jam.
Perfusi perifer tidak 1. Memeriksa sirkulasi S:-
efektif perifer (mis. Nadi O:
perifer, edema, warna, Akral teraba dingin
suhu kulit) Klien tampak pucat
2. Memonitor panas, Turgor kulit kering
kemerahan, nyeri, atau CRT < 3 detik
bengkak pada Membran mukosa kering
ekstremitas TTV : TD 120/68
3. Memonitor perubahan mmHg, HR 85 x/i, Temp
kulit 37ºC, SPO2 98%
4. Memonitor status A:
hidrasi (mis.frekuensi Masalah tidak teratasi
nadi, kekuatan nadi, karena pasien meninggal
akral, kelembaban P:
mukosa, turgor kulit) Intervensi dihentikan
36
5. Memonitor TTV
6. Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
terapi
37
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Defenisi gejala yang muncul secara bertahap, biasanya tidak menimbulkan
gejala awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal tersebut sering dirasakan,
tahu-tahu sudah pada tahap parah dan sulit diobati. Gagal ginjal kronik atau
penyakit tahap akhir adalah penyimpangan progresif, ginjal yang tidak dapat pulih
dimana kemampuan tubuh untuk mempertahan-kan keseimbangan metabolic
cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia (Syamsir
dan Iwan, 2007).
4.2. Saran
38