Anda di halaman 1dari 7

JIPP

Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris


Vol. 2., No. 2., 2016. Hal. 67-73

NON-EMPIRIS

RELIGIUSITAS DAN SPIRITUALITAS: KONSEP YANG SAMA ATAU


BERBEDA?

Yulmaida Amir ac, Diah Rini Lesmawati b


a
Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
b
Kementerian Sosial RI
c
yulmaida_amir@uhamka.ac.id

Abstrak

Perbedaan para ahli dalam membuat konsep religiusitas dan spiritualitas telah menyebabkan
munculnya beragam konsep keduanya dan membawa dampak pada perbedaan hasil penelitian
yang cukup jauh. Tulisan ini memaparkan historis terjadinya perbaan religiusitas dan spiritualitas,
serta berbagai pendapat dan konsep yang dijukan para ahli. Dari beragamnya pengertian dan
definisi dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas dan spiritualitas berbeda. Religiusitas
memiliki dasar keyakinan teologi (Ketuhanan) sesuai dengan agama tertentu, memiliki pedoman
mengenai cara, metode dan praktek ibadah, dan berfungsi membantu individu memahami
pengalaman-pengalaman hidupnya. Spiritualitas tidak memiliki dasar keyakinan teologis maupun
praktek ibadah tertentu, tetapi memiliki fungsi membantu individu memahami pengalaman
hidupnya.

Kata kunci: religiusitas, spiritualitas

Pendahuluan Baru sekitar awal abad 20 muncul


Agama diakui memiliki peran kuat tokoh-tokoh yang membahas perilaku
dalam mempengaruhi kehidupan individu beragama, seperti William James pada 1902
(Hood, Hill, dan Spilka, 2009; Diener, Tay, (Peterson & Seligman, 2004; Ciarrocchi, Dy-
dan Myers, 2011; Jackson & Bergeman, Liacco & Deneke, 2008) yang menaruh
2011; Vieten. Et.al, 2013), tetapi perhatian perhatian terhadap pengalaman religius
ilmu psikologi terhadap proses-proses individu, Sigmund Freud pada 1927
psikologis yang terlibat dalam perilaku (Thielman, 1998; Peterson & Seligman,
beragama ini pada awalnya hampir tidak ada 2004) yang menganggap agama sebagai
(Paloutzian & Park, 2005; Hood, Hill, & salah satu sumber kecemasan manusia, dan
Spilka, 2009) ,sebagian bahkan Raymond Catell pada 1938 (Hood, Hill, &
menganggapnya sebagai topik yang aneh Spilka, 2009) yang menyatakan agama
dan memalukan untuk dikaji (Bloom, 2012). merupakan fenomena “superstition”
(takhyul) yang memiliki pengaruh kuat pada

67
JIPP © November 2016, 2(2), h.67-73

manusia dalam menghindari rasa takut dan RELIGIUSITAS -SPIRITUALITAS: “Dan” atau
memenuhi kebutuhan dilindungi dan “Atau”
melindungi. Bila membaca artikel tentang
Penelitian ilmiah terhadap peran religiusitas dan spiritualitas tidak jarang
agama dalam kehidupan individu baru penulisnya menuliskan “religiosity/
berkembang pada tahun 1960-an yang spirituality” (contoh, Kim dkk, 2013) atau
dilakukan sejumlah ilmuan psikologi yang “religiosity and spirituality” (contoh, Ivtzan
mengaitkan agama dengan prasangka, Chan, Gardner & Prashar, 2011). Kim dkk,
agresi, kemiskinan, subordinasi perempuan dalam hal ini menganggap religiusitas dan
dan sebagainya (Paloutzian & Park, 2005). spiritualitas merupakan konsep yang sama,
Dalam perkembangan selanjutnya, sementara Ivtzan Chan, Gardner dan Prashar
berdasarkan temuan-temuan penelitian para menganggap keduanya merupakan konsep
ahli mengakui bahwa agama memiliki peran yang berbeda. Perdebatan para ahli
penting dalam kehidupan individu, sehingga mengenai konsep religiusitas dan
berkembang konsep-konsep religiusitas dan spiritualitas memang masih terus terjadi.
spiritualitas, beserta penelitian-penelitian Ada yang menganggap keduanya merupakan
mengenai dampaknya bagi berbagai aspek konsep yang saling terkait (Zinnbauer &
kehidupan (Peterson dan Seligman, 2004; Pargament, 2005; Hill et.al., 2000), namun
Zinnbauer & Pergament, 2005; Hood, Hill, & ada pula yang melihatnya sebagai dua
Spilka, 2009). konsep yang berdiri sendiri-sendiri (Ivtzan
Meski penelitian ilmiah mengenai Chan, Gardner & Prashar, 2011; Del Rio &
peran agama pada individu sudah jauh White, 2012).
berkembang, perdebatan konseptual masih Secara historis, pada awalnya kedua
terus terjadi. Perdebatan tersebut tidak terminologi ini tidak menjadi persoalan,
hanya mengenai konsep religiusitas, tetapi karena agama yang menjadi dasar dari
juga mengenai religiusitas dengan religiusitas dianggap sebagai konstruk yang
spiritualitas. Tulisan ini bertujuan “broad-band” (luas), mencakup aspek
menjelaskan sebagian perdebatan pada ahli individual dan institusional, juga aspek
mengenai dua terminologi ini (religiusitas fungsional dan substantif (Pargament, 1997).
dan spiritualitas) dari sisi historis dan Pemisahan agama dan spiritual berawal dari
pengertiannya. berkembangnya sekularisme di Barat sejak
pertengahan abad 19, saat institusi agama
mulai kehilangan pengaruhnya (Zinnbauer,
Pargament, & Scott, 1999; Ivtzan, Chan,
68
JIPP © November 2016, 2(2), h.67-73

Gardner & Prashar, 2011). Pada saat itu, lebih menganggap penting efek agama atau
spiritual mulai dilihat lebih mencerminkan pengalaman personal religius daripada
kebebasan karena diperoleh melalui proses keyakinan dan institusi agama (Ciarrocchi,
pencarian (eksplorasi) dan pilihan pribadi, Dy-Liacco & Deneke, 2008). James
sementara agamadikesankan lebih mengikat mendefinisikan religiusitas sebagai “The
karenadipandang sebagai sesuatu yang feelings, acts, and experiences of individual
diwariskan turun temurun,serta memiliki men in their solitude, so far as they
cara-cara tertentu (misalnya, aturan-aturan apprehend themselves to stand in relation to
ritual yang perlu diikuti) dalam menjalaninya whatever they may consider the divine”
(Zinnbauer, Pargament, & Scott, 1999; Li & (Zinnbauer dan Pargament, 2005, p.
Chow, 2015). 23).Sementara, pendukung pendekatan
Religiusitas dianggap bersifat formal fungsional lebih menekankan pada fungsi
dan institusional karena merefleksikan agama bagi individu dalam menghadapi
komitmen terhadap keyakinan dan praktek- persoalan eksistensinya, seperti makna
praktek menurut tradisi (keagamaan) hidup, kematian ataupun penderitaan
tertentu, sementara spiritualitas (Zinnbauer, Pargament, & Scott, 1999),
diasosiasikan dengan pengalaman personal sebagaimana definisi dari Batson,
danbersifat fungsional, merefleksikan upaya Schoenrade, and Ventis (Zinnbauer dan
individu untuk memperoleh tujuan dan Pargament, 2005) bahwa agama merupakan
makna hidup (Zinnbauer & Pargament, “Whatever we as individuals do to come to
2005). Aspek personal dari spiritualitas ini grips personally with the questions that
membuatnya lebih diterima dalam nuansa confront us because we are aware that we
positif oleh masyarakat Barat yang and others like us are alive and that we will
mengagungkan kebebasan individu dalam die”(p.23). Selain itu, pendukung
membuat pilihan-pilihan hidup(Zinnbauer, pendekatan substantif lebih menekankan
Pargament, & Scott, 1999; Hill et.al., 2000; pada aspek keyakinan dan hubungan dengan
Zinnbauer & Pargament, 2005). Tuhan, karena bagi mereka substansi dari
Bila melihat definisi religiusitas, agama adalah Yang Maha Suci (the sacred)
perbedaan pendekatan (epistemologi) yang (Ciarrocchi, Dy-Liacco & Deneke, 2008;
digunakan membuat masing-masing ahli Zinnbauer & Pergament, 2005). Perspektif
memiliki penekanan-penekanan tertentu substantif terlihat pada definisi agama yang
dalam membuat definisi(Nelson, 2009; menjadi dasar konsep religiusitas dari Argyle
Zinnbauer & Pergament, 2005). William and Beit-Hallahmi (Zinnbauer dan
James yang berpandangan empiris misalnya, Pargament, 2005, p.23) yaitu, agama adalah
69
JIPP © November 2016, 2(2), h.67-73

“A system of beliefs in a divine or mengaku tidak beragama atau tidak


superhuman power, and practices of worship mengikuti jenis agama tertentu. Elkins dkk
or other rituals directed towards such a (1988) menyebutkan bahwa spiritualitas
power”. Riset-riset religiusitas pendukung berasal dari bahasa Latin spiritus, yang
pandangan substantif cenderung mengenai berarti “nafas kehidupan”. Dalam
relasi, emosi, pikiran ataupun perilaku definisinya, spiritualitas adalah suatu cara
terhadap Tuhan Yang Maha Suci ini. untuk menjadi (being) dan mengalami
Sementara itu, dalam memahami (experiencing) yang muncul karena adanya
agama dan spiritualitas, Canda dan Furman kesadaran mengenai dimensi transenden
(2010) menyatakan adakalanya terdapat dan dicirikan oleh nilai-nilai tertentu yang
keterkaitan agama dengan spiritualitas. tampak baik dalam diri sendiri, orang lain,
Mereka menyatakan bahwa agama (religi) alam, kehidupan, dan apapun yang dianggap
adalah suatu pola nilai, keyakinan, simbol, sebagai ‘Yang Hakiki” (the Ultimate).
perilaku dan pengalaman yang terinstitusi, Spiritualitas membuat seseorang merasakan
yang diarahkan pada spiritualitas, diketahui kerinduan dan dorongan kuat untuk
bersama dalam masyarakat, dan diturunkan memahami berbagai hal dalam hidup, bisa
melalui tradisi.Spiritualitas didefinisikannya berkenaan dengan agama ataupun yang
sebagai proses pencarian makna, tujuan, lainnya (Ellen, dalam Ivtzan, Chan, Gardner
moralitas, kesejahteraan dalam hubungan & Prashar, 2011).
dengan diri sendiri, orang lain, dan realitas Polarisasi religiusitas dan
yang hakiki (ultimate reality). Dengan spiritualitas ditentang oleh sejumlah tokoh
demikian, orang mungkin saja (Pargament, 1997; Zinnbauer, Pargament, &
mengekspresikan spiritualitasnya dalam Scott, 1999; Zinnbauer & Pargament, 2005;
setting religius (dalam hubungannya dengan Hill et al., 2000). Hill et al. (2000) misalnya,
ultimate reality ), ataupun non-religius menyatakan bahwa religiusitas dan
(dalam hubungannya dengan diri sendiri, spiritualitas berkaitan dan tidak dapat
orang lain, bahkan alam semesta). dipisahkan, karena keduanya sama-sama
Elkins dkk (1988) berpendapat melibatkan “subjective feelings, thoughts,
bahwa spiritualitas semestinya terbebas dari and behaviors that arise from a search for
batasan aturan formal serta ritual ibadah the sacred”(p.66). Perbedaannya adalah
seperti yang ada dalam religiusitas. Mereka bahwa agama (sebagai institusi) yang
menyepakati pendapat Maslow (1970) menjadi dasar dari religiusitas, memberikan
bahwa sejatinya spiritualitas adalah sifat cara dan metode tertentu dalam proses
alamiah manusia bahkan meskipun mereka pencarian yang maha suci (the sacred)
70
JIPP © November 2016, 2(2), h.67-73

tersebut, yaitu dalam bentuk aktivitas ritual yang dilaporkan oleh beberapa peneliti
ataupun aktivitas-aktivitas keagamaan (Marler dan Hadaway, 2002; Zinnbauer &
lainnya. Menurut Hill et al. (2000) dengan Pargament, 2005; Zwingmann, Klein, &
religiusitas orang juga dapat memperoleh Bussing, 2011) bahwa umumnya subyek
identitas, rasa memiliki, makna, kesehatan penelitian menyatakan mereka adalah
ataupun kebahagiaan melalui pelibatan orang-orang yang religius dan sekaligus
dirinya dalam komunitas keagamaan, dan spiritual.
hal ini tidak terdapat pada spiritualitas. Zinnbauer dkk (1997) juga
Pargament (1997) yang juga tidak memahami realita religiusitas dan
menyetujui pemisahan religiusitas dan spiritualitas pada individu dengan
spiritualitas menyarankan pengertian menggunakan policy-capturing approach,
religiusitas dan spiritualitas lebih baik (lebih yaitu suatu metode analisis statistik untuk
bermakna) diintegrasikan mengingat menangkap karakteristik pembuatan
kompleksnya fenomena yang dikaji. Bagi keputusan dan penilaian para subyeknya.
Pargament agama adalah “a search for Hasilnya adalah empat tanda (cues)
significance in ways related to the sacred” spiritualitas yaitu: (1) proses spiritual dalam
(p. 6). Pargament menyatakan bahwa pencarian makna personal/ eksistensial; (2)
spiritualitas merupakan “the heart and soul adanya pengalaman spiritual seperti
of religion”, sementara “The search for the perasaan dekat dengan Tuhan; (3) adanya
sacred” (p. 7) adalah fungsi agama yang rasa keterhubungan dengan alam semesta
paling utama. dan semua makhluk hidup di dalamnya; dan
4) perilaku-perilaku spiritual seperti meditasi
Di dalam penelitian, Davis, Kerr, dan
atau yoga. Cues tersebut berbeda dengan
Robinson Kurpius (2003) mencoba
religiusitas yang dihasilkan dari analisis yang
memahami realita religiusitas dan
sama, yaitu: (1) keterlibatan dalam
spiritualitas dengan menganalisa sejumlah
organisasi atau lembaga keagamaan; (2)
hasil penelitian. Dari temuannya mereka
perilaku altruisme; (3) praktik religius secara
menyimpulkan bahwa religiusitas dan
pribadi seperti pemahaman kitab suci; dan
spiritualitas dapat saja dipisahkan secara
(4) sejauh mana individu merasa
konseptual karena religiusitas memiliki
mendapatkan dukungan atau kenyamanan
struktur teologi dan formalitas yang tidak
dari keyakinan religius formalnya.
dimiliki oleh spiritualitas, tetapi dalam
realita kehidupan individu keduanya
cenderung saling terkait. Keterkaitan ini pula

71
JIPP © November 2016, 2(2), h.67-73

KESIMPULAN atau rujukan untuk memahaminya.


Sementara dalam spiritualitas tidak
Dari berbagai perbedaan para ahli
terdapat panduan-panduan tersebut,
yang telah disampaikan di atas dapat dilihat
tetapi menjadi sebuah pencarian
bahwa, religiusitaa dan spiritualitas
personal bagi individu.
merupakan konsep yang berbeda, tetapi
4. Konsep spiritualitas hanya mencakup
dalam aspek tertentu religiusitas dan
poin ke 3 di atas, tetapi bila mengacu
spiritualitas memang memiliki
kepada pendapat Hill dkk (2000)
persinggungan. Berikut ini kesimpulan yang
maupun Pargament (1997), maka dalam
dapat diambil dari pemaparan religiusitas
konsep religiusitas perlu ada ketiga poin
dan spiritualitas.
tersebut.
1. Religiusitas memiliki dasar-dasar teologi
Daftar Pustaka
yang berasal dari ajaran atau doktrin
agama tertentu. Kehidupan manusia Bloom, P. (2012). Religion, morality,
evolution. The Annual Review of
diarahkan mengikuti prinsip-prinsip yang
Psychology, 63, 179-199
berasal dari Tuhan. Dasar teologi seperti
Canda, E.R., & Furman, L.D. (2010). Spiritual
ini tidak dimiliki oleh spiritualitas. diversity in social work practice: The
2. Religiusitas memiliki metode, cara, atau heart of helping. New York: Oxford
University Press.
praktek ibadah yang diajarkan oleh
Ciarrocchi, J.W., Dy-Liacco, G.S., & Deneke,
institusi agama. Praktek ibadah yang
E. (2008). God or rituals? Relational
dilakukan akan membawa manfaat faith, spiritual discontent, and
religious practices as predictors of
secara psikologis bagi individu bila
hope and optimism. The Journal of
dilakukan dengan penghayatan yang Positive Psychology, 3 (2), 120-136.
ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Suci. Diener, E., Tay, L., & Myers, D.G. (2011). The
3. Dalam fungsinya, spiritualitas memiliki religion paradox: If religion makes
people happy, why are so many
kesamaan dengan religiusitas dalam arti dropping out? Journal of Personality
membantu individu memahami berbagai and Social Psychology, 101 (6), 128-
1290.
hal atau persoalan dalam hidupnya.
Hood, R.W., Hill, P.C., & Spilka, B. (2009). The
Tetapi kerangka yang dipakai untuk
psychology of Religion: An empirical
memahami persoalan tersebut bisa jadi approach (4th Ed). New York:
Guilford Press.
memiliki perbedaan. Dalam religiusitas,
karena terdapat dasar-dasar teologi, Ivtzan, I., Chan, C.P.L., Gardner, H.E., &
Prashar, K. (2011). Linking religion
pedoman, dan panduan-panduan dari and spirituality with psychological
agama maka telah terdapat kerangka well-being: Examining self-

72
JIPP © November 2016, 2(2), h.67-73

actualization, meaning in life, and of Instruments. Religions, 2, 345-


personal growth initiative. Journal of 357; doi:10.3390/rel2030345.
Religion and Health, DOI
10.1007/s10943-011-9540-2.

Jackson, B.R., & Bergeman, C.S. (2011). How


does religiosity enhance well-being?:
The role of perceived control.
Psychology of Religion and
Spirituality, 3 (2), 149-161.

Marler, P.L., & Hadaway, C.K. (2002). “Being


religious” or “being spiritual” in
America: A zero-sum proposition.
Journal for Scientific Study of
Religion, 41 (2), 289-300.

Paloutzian, R.F., & Park, C.L. (2005).


Handbook of the Psychology of
Religion and Spirituality. New York:
The Guilford Press.

Pargament, K.I. (1997). The Psychology of


religion and spirituality? Yes and no.
Psychology of Religion News Letter,
Vol. 22 (3).

Peterson, C., Seligman, M.E.P. (2004).


Character strength and virtues: A
handbook and classification. APA.
New York: Oxford University Press.

Vieten, C., Scammel,S., Pilato, R.,


Ammondson, I., Pargament,K.I., and
Lukoff, D. (2013). Spiritual and
religious competencies for
psychologists. American
Psychological Association. DOI:
10.1037/a0032699.

Zinnbauer, B., & Pergament, K.I. (2005).


Religiousness and spirituality. In R.F.
Paloutzian, & C.L. Park (Eds),
Handbook of the psychology of
religion and spirituality. New York:
The Guilford Press.

Zwingmann, C., Klein, C., & Bussing, A.


(2011). Measuring Religiosity/
spirituality: Theoretical
Differentiations and Categorization

73

Anda mungkin juga menyukai