Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL MINI

TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DI IGD PUSKESMAS


TANGSE KABUPATEN PIDIE
TAHUN 2021

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Melaksanakan Tugas Akhir

Oleh :

TEUKU FATAHILLAH
NIM : 17010093

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKes)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MEDIKA NURUL ISLAM
SIGLI 2021
1.1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan

tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan

(Kemenkes, 2016). Kegawatdaruratan dapat terjadi dimana, kapan dan kepada

siapa saja.

Kegawatdaruratandapatterjadibaikdirumah,sekolah,maupunfasilitasumumlainnya

tak terkecuali fasilitas kesehatan. Oleh karena fungsi utamanya sebagai tempat

perawatan bagi banyak pasien yang membutuhkan penanganan medis tentu

fasilitas kesehatan merupakan tempat paling sering dimana kasus kasus

kegawatdaruratan terjadi.

Setiap fasilitas kesehatan, baik faskes kelas D seperti puskesmas

hinggarumah

sakitkelasAdenganfasilitaslengkapdiharuskanuntukmemilikisebuahUnit/Instalasi

Gawat Darurat untuk menangani kasus kasus kegawatdaruratan yang terjadi setiap

waktu. Unit IGD ini dipimpin oleh seorang dokter jaga dengan tenaga dokter ahli

dan berpengalaman dalam melayani kasus gawat darurat, yang kemudian bila

dibutuhkan akan merujuk pasien kepada dokter spesialis tertentu

(Hidayati,2014).Posisi IGD

rumahsakityangseringkalidianggapsebagaibarikadeterdepanbagipasienselainunit

pelayanan lainnya seperti poliklinik dan Instalasi Rawat Jalan (IRJ) kemudian

menimbulkanmasalahberupabanyaknyapasienyangdatangdanmungkinmenumpuk

di IGD setiap hari. Dari semua pasien yang datang itu tentu tidak
semuanyaberstatus

gawat darurat, sehingga diperlukan suatu system untuk memilah pasien menurut

tingkat kegawatannya untuk menanggulangi terjadinya kegawatan yang lebih

tinggi.

Triase merupakan suatu system yang memberikan solusi untuk mencegah

terjaidnyapenumpukanpasienbaikdalamkasuskegawatdaruratansehariharimaupun

di kondisi ekstrim seperti pada bencana dan musibah massal. Triase adalah system

pemilahan kondisi Korban/Pasien Gawat Darurat.Selain untuk mendeteksi tingkat

kegawatan pasien, triase juga memiliki peranan penting dalam mengurangi

wasting timedanovercrowdingpasiendiIGD(Khankeh,2013).

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 TujuanUmum

Mengetahui tingkat pengetahuan perawat Instalasi Gawat Darurat

Puskesmas Tangse Kabupaten Pidie.

1.2.2 TujuanKhusus

a. MengidentifikasidatatentangkarakteristikdasarperawatInstalasi Gawat

Darurat Puskesmas Tangse Kabupaten Pidie : usia, jenis kelamin, pendidikan

terakhir, lama masa kerja, dan pelatihan yang pernah diikuti .

b. Menyajikan data mengenai tingkat pengetahuan perawat Instalasi Gawat

Darurat Puskesmas Tangse Kabupaten Pidie.

c. Menentukan hubungan antara usia dengan pengetahuan perawat Instalasi

Gawat Darurat Puskesmas Tangse Kabupaten Pidie.


1.3 Kerangka

Kerangka konsep penelitian yang diteliti dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

VariabelIndependen Variabel Dependen

Informasi
Tingkat Pengetahuan
Perawat IGD

Pengalaman

1.4 DesainPenelitian

Penelitian ini mengunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan

crossectional yaitu pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada

satu saat, dimana pengumpulan data variabel dependen dan independen dilakukan

penelitian disaat yang bersamaan (Budiarto,2012).


DAFTAR PUSTAKA

Asmuji.2010. Hubungan Faktor Karakteristik Perawat Dengan Kinerja Perawat


Dalam Pendokumentasi Asuhan Keperawatan Di Instalasi
Rawat Inap Rsu Dr. H. Koesnadi Bondowoso. The
Indonesian Journal Of Health Science:Vol.1,No.1
Hidayat, Rahman. 2010. Hubungan Faktor Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat
Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Premier Surabaya.
Electronic Theses And Dissertations Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Nursalam. (2009). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dan Praktik Keperawatan
Profesional, Edisi Kedua. Salemba Medika, Jakarta.
Pakaya, Rustam S., Et Al., 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis
Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta : Departemen Kesehatan
Ri.
PROPOSAL MINI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP


PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT TOUR GUIDE
DI GUNUNG BURNI TELONGTAHUN 2021

DISUSUN OLEH :

TEUKU FATAHILLAH
NIM : 17010093

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Latar Belakang

Gunung merupakan suatu bentuk permukaan tanah yang letaknya

jauh lebih tinggi daripada tanah-tanah disekitarnya yang terbentuk akibat

gerakan lempeng tektonik, gerakan epirogenik atau gerakan orogenik

(sarimo,2008). Pendakian atau mendaki gunung adalah sebuah kegiatan

outdoor yang dapat dilakukan oleh setiap orang, asalkan mereka

memiliki kemampuan fisik yang memadai. Tujuan pendakian

bermacam-macam, mulai dari hanya sekedar refreshing untuk menikmati

alam dan mencari udara segar, mencari gengsi dengan cara menaklukkan

tiap puncak gunung, mencari pengalaman dan belajar hal baru dan lain

sebagainya.Pendakian pada umumnya adalah untuk mencapai ketinggian

tertentu, namun masih dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan

teknis dan kesulitan masing-masing medan.Pertama adalah hill walking

atau fell walking merupakan perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif

landai dan yang tidak atau belum membutuhkan peralatan khusus yang

bersifat teknis. Kedua adalah scrambling atau pendakian pada tebing-

tebing yang tidak begitu terjal sehingga masih relatif landai, bagi pemula

biasanya dipasang tali untuk pengaman di jalur lintasan. Ketiga adalah

climbing atau pendakian yang menggunakan penguasaan teknik khusus.

Peralatan teknis diperlukan sebagai pengaman. Climbing pada umumnya

tidak memakan waktu lebih dari satu hari. Climbing pada umumnya
dibagi menjadi :1. Rock climbing Pendakian pada tebing-tebing batu

sehingga membutuhkan teknik pemanjatan dengan menggunakan

peralatan khusus. 2. Snow & ice climbing, pendakian pada es dan salju.

3. Mountaineering Merupakan gabungan dari semua bentuk pendakian

di atas. Waktunya bisa berhari-hari. Berminggu-minggu, bahkan

berbulan-bulan. Di samping harus menguasai teknik pendakian dan

pengetahuan mengenai peralatan pendakian, juga harus menguasai

manajemen peralatan, pengaturan makanan, komunikasi, strategi dan

sebagainya. 4. Expedition Kegiatan pendakian yang membutuhkan

berbagai pengetahuan dan membutuhkan waktu yang lama serta

memerlukan pengorganisasian tertentu dengan berbagai variasi medan

yang harus dilalui.

Pada saat ini kegiatan pendakian khususnya mountaineering

semakin digemari banyak orang. Menurut data TN-BTS (Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru) tanggal 4 Februari 2015, selama dua

tahun terakhir jumlah pendaki tak kurang dari 45.000 orang dan pada

hari libur dapat mencapai 300 orang pendaki per hari. Lonjakan jumlah

pendaki ini diperkirakan karena efek dari film 5cm yang diputar 12

Desember 2012 yang lalu dan masih terjadi hingga saat ini. Kegiatan

pendakian di alam bebas seperti ini bukan kegiatan yang mudah dan

ringan, kegiatan ini memiliki risiko yang mengancam tubuh dan jiwa

para pendaki. Kematian sering terjadi pada kegiatan pendakian. Menurut

data yang dihimpun Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau


yang dikenal dengan BASARNAS, kecelakaan pendakian mengalami

peningkatan dalam empat tahun terakhir. Kecelakaan terjadi karena

berbagai faktor, termasuk kesalahan-kesalahan yang dilakukan pendaki

itu sendiri. Salah satunya kurangnya pengetahuan pendaki tentang

pertolongan pertama pada saat pendakian.

Sepanjang Pendakian Mount Everest pada tahun 2018 tercatat terjadinya

kecelakaan sebanyak 10 kasus kecelakaan dengan kasus yang bervariasi

seperti cedera akibat tergelincir dengan jumlah 2 kasus, dan paling banyak

terjadi adalah pada kasus hipotermia akut sebanyak 8 kasus yang terjadi

sepanjang tahun 2018. Dan hampir 30% pada kasus tersebut mengalami

kematian akibat keterlambatan dalam penanganan kecelakaan pada korban.

(accidentology of mountain sports 2014)

Menurut data yang dihimpun oleh Badan Nasional Pencarian dan

Pertolongan, Kecelakaan pendakian mengalami peningkatan dalam empat

tahun terakhir, dengan jenis kcelakaan yang bervariatif dalam rentan waktu

empat tahun terakhir. Pada tahun 2015, tercatat 12 kecelakaan pendakian

terjadi yang menyebabkan 2 pendaki meninggal dunia, 4 pendaki di temukan

sakit, dan 6 pendaki ditemukan selamat. Jenis kecelakaan pendakian selama

tahun 2015 antara lain 8 kejadian pendaki mengalami kelemahan fisik saat

mendaki, 2 kejadian pendaki tergelincir dan tertimpa batu, 1 pendaki jatuh ke

jurang dan 1 pendaki tersambar petir.

Pada tahun 2016 jumlah kecelakaan pendakian meningkat menjadi 15

kasus yang menyebabkan 7 pendaki meninggal dunia, 7 pendaki ditemukan


terluka dan satu pendaki di temukan selamat. Jenis kecelakaan pun masih

seputar kelemahan fisik dan faktor medan dilapangan.

Pada tahun 2017, jumlah kecelakaan masih sama seperti pada tahun 2016,

namun jenis kecelakaan yang terjadi yaitu sebanyak 2 pendaki meninggal

dunia karena hipotermia dan 7 pendaki kelelahan fisik, serta 8 pendaki di

temukan selamat setelah terperosok kedalam jurang. Angka ini meningkat

cukup signifikan pada tahun 2018 dan 2019. Sebanyak 28 kecelakaan yang

terjadi saat pendakian yang di data oleh Badan Nasional Pencarian dan

Pertolongan. (BASARNAS,2019).

Sepanjang tahun 2017 hingga 2019 pendakian di gunung peut sagoe

kabupaten Pidie mengalami peningkatan yang signifigkan. Dalam tiga tahun

terakhir objek wisata alam ini sangat banyak di kunjungi oleh para pendaki.

Data kecelakaan yang dicatat oleh pihak pengelola wisata pendakian gunung

peut sagoe selama 3 tahun terakhir terdapat 7 kasus kecelakan. Kasus yang

paling banyak terjadi adalah para pendaki terserang hipotermia yaitu akibat

perubahan suhu yang meyebabkan beberapa saraf mati rasa dan kecelakaan

lainnya seperti tersesat dan tergelincir dari puncak. Dalam beberapa kasus

kecelakan yang terjadi diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan serta

kesiapan alat dalam melakukan pertolongan terhadap korban.(pidie torism

travel, pesona pidie 2019)

Meningkatnya angka kecelakaan pada kegiatan outdoor seperti mendaki

adalah disebakan karena minimnya pengetahuan serta persiapan dalam

berkegiatan di alam bebas (diktat PPGD Mountaineering,2010). Pada korban


kecelakaan yang meninggal saat mendaki banyak disebabkan oleh

pertolongan yang terlambat diberikan (mountaineering,1997).

Untuk meminimalkan risiko tersebut ada beberapa persiapan yang harus

dilakukan salah satunya adalah membekali diri dengan pengetahuan tentang

tata cara pertolongan pertama, yang didukung perbekalan, peralatan atau

obat-obatan yang dibawa. “Pertolongan pertama adalah pemberian

pertolongan segera kepada penderita sakit atau cedera / kecelakaan yang

memerlukan penanganan medis dasar”(Pedoman Pertolongan Pertama PMI

3). Fokus masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan

pengetahuan dengan sikap pertolongan pertama darurat pada pendakian

gunung.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan pengetahuan dengan sikap pertolongan

pertama gawat darurat tour guide di gunung burni telong.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui Pengetahuan pertolongan pertama gawat

darurat tour guide di gunung burni telong ditinjau dari informasi.

b) Untuk mengetahui Sikap pertolongan pertama gawat darurat tour

guide di gunung burni telong ditinjau dari pengalaman.

C. Kerangka Konsep

Kerangka konep penelitian yang diteliti dalam penelitian ini

dapat di gambarkan sebagai berikut :


Variable Independen Variable Dependen

Pengetahuan Sikap Pertolongan Pertama


Gawat Darurat
Informasi

D. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan kuantitatif yang menggunakan angka

untuk menyimpulkan hasil penelitian (Hidayat 2012). Penelitian ini juga

merupakan penelitian dengan desain “cross sectional” yaitu semua studi

yang mempelajari semua jenis penelitian yamg pengukurang variabelnya

dilakukan hanya satu kali dan pada satu saat (sastroasmoro,2013) yang

bertujuan untuk mengetahui “Hubungan tingkat pengetahuan dengan

sikap pertolongan pertama gawat darurat tour guide di burni telong.”


DAFTAR PUSTAKA

Liputan 6 (2019), BASARNAS, korban kecelakaan akibat pendakian meningkat.


(http://liputan6.com)

Agam, K. 2018. 5 Pesona Pidie, Gunung Peut Sagoe Surga Bagi Para Pendaki,
https://m.solopos.com/soloraya/read/20181230/492/961983/5-pesona-
pidie-pendakian peut sagoe -surga pendaki /amp. Diakses 28 november
2020

Edwin, Norman (1997). Manajemen mountaineering : Pendidikan mapala

Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen


Publishing

Markas Pusat Palang Merah Indonesia. (2010). Buku Pedoman Pertolongan


Pertama PMI (2nd ed.). Bandung: PMI.

Musliha. 2016. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika

Notoadmojo, S. (2014). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta

Petzl, accidentology of mountain sports. (http://www.petzl.com)

Robertus Ananta Edo Pratama (2019). Perancangan Visual Panduan


Pertolongan Pertama Pada Kejadian Darurat Saat Pendakian. Tugas
Akhir Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan
Desain, Universitas Kristen Petra, Siwalankerto 121-131, Surabaya

Sarimo, E. 2008. LKS Geografi X Semester Genap. Surakarta : CV Citra Pustaka

Susilo, T. 2012. Siap Mendaki! Panduan Dasar Pendakian. Jakarta

Triwibowo, C dan Pusphandani, M, E. 2015. Pengetahuan Dasar Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Yogyakarta: Medikal Book

Wijaya, H. W. 2011. Rekam Jejak Pendakian ke-44 Gunung di Nusantara.


Yogyakarta : ANDI

Anda mungkin juga menyukai