Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Tujuan analisis karya sastra adalah untuk mengungkapkan maknanya karena


karya sastra merupakan penuangan ide - ide yang diimajinasikan menjadi teks yang
memiliki nilai - nilai etika dan estetika (Ali imron & Nugrahani. 101:2020). Ketepatan,
keterhandalan, dan keterperacayaan hasil telaah dan pemaknaan sebuah karya sastra
kelihatannya tergantung pada tiga hal yaitu jenis karya sastra yang ditelaah, pendekatan
dan atau teori sastra yang digunakan, serta kemampuan penelaah sastra itu sendiri.
Sehingga, orang yang menikmati karya sastra akan merasa berada dalam lingkup
kehidupan yang diciptakan karya sastra tersebut. Pengarang menyampaikan permasalahan
dan ide - ide melalui media bahasa dan tanda - tanda lain. Setiap pengarang memiliki
konvensi - konvensi (etika) yang berbeda dalam proses kepengarangannya. Ada
pengarang yang menitikberatkan simbolisasi pada tokoh, penokohan, atau alur cerita
tersebut, dan ada juga yang memberikan penekanan simbolisasi pada judul karya sastra
tersebut.
Walaupun teori sastra dan terapannya dalam sebuah telaah sastra memiliki gradasi
yang berbeda-beda, tetapi pada prinsipnya semua teori dan pendekatan sastra dapat
digunakan untuk menelaah, mengkaji dan mendalami sebuah karya sastra. Tetapi dalam
implementasinya setiap teori dan pendekatan sastra memiliki kemangkusannya dan
kelemahannya sendiri-sendiri. Misalnya telaah sebuah prosa mungkin akan lebih sesuai
dikaji dengan menggunakan pendekatan struktural genetika, atau sebuah drama mungkin
lebih sesuai dikaji secara sosiologis atau teori resepsi sastra lebih umum dipakai untuk
menelaah novel, atau sebuah puisi mungkin lebih sesuai dikaji dengan teori struktural
dinamis atau teori semiotika, atau historis atau gabungan dua atau lebih teori yang ada.
Analisis semiotik merupakan metode menganalisis karya sastra sebagai sebuah
struktur, pengkajian melalui tanda dan simbolisasi yang terdapat dalam karya sastra.
Dalam analisis semiotik, karya sastra dipandang sebagai proses penuangan imajinasi
pengarang. Sehingga, dalam analisis semiotik karya sastra dikaitkan dengan pengarang,
realita, pembaca dan hal – hal yang memiliki keterkaitan dengan karya sastra tersebut.
Dalam analisis semiotik, seseorang dapat memberikan makna yang berbeda. Hal ini
dikarenakan dengan pengalaman dan pengetahuan orang tersebut tentang tanda dan
konvensi yang berlaku. Misalnya saja kata “lari” yang ada dalam konteks yang sama
dapat diberikan makna sebagai kemajuan yang cepat atau revolusi, namun ada juga yang
memberikan makna perjuangan, tak bertanggung jawab, atau dapat pula makna lainnya
sesuai dengan konteks karya sastra tersebut.

PEMBAHASAN

A. Tokoh dalam pendekatan Semiotik


Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman,
yang bekerja secara terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling
mempengaruhi) yang seorang ahli linguistic yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan
seorang ahli filsafat yaitu Charles Sander Peirce (1839-1914). Saussure menyebut ilmu itu
dengan nama semiology, sedang Pierce menyebutnya semiotic (semiotics). Kemudian
nama itu sering dipergunakan berganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di perancis
dipergunakan nama semiologi untuk ilmu itu, sedang di Amerika lebih banyak dipakai
nama semiotic. (Pradopo, 1995:119) Konsep Saussure (dalam Ratna, 2004: 99) terdiri
atas pasangan beroposisi, tanda yang memiliki dua sisi sebagai dikotomi, seperti: penanda
(signifier, signifiant, semaion) dan petanda (signified, signifie, semainomenon), ucapan
individual (parole) dan bahasa umum (langue), sintagmatik dan paradigmatik, dan
diakronik dan sinkronik.
B. Konsep Pendekatan Semiotik
Semiotik dalam pengertian luas merupakan studi kegiatan manusia yang
mendasar yaitu menciptakan makna terhadap struktur tanda dan aneka proses tanda
(Larsen, 1994:1). Menurut Larsen (1994:1) tanda adalah segala corak atau tipe unsur
verbal, non-verbal, natural, artifisial yang membawa makna. Bagi Saussure teori
semiotika berkaitan dengan perkembangan linguistic secara umum. Bahwasannya bahasa
sebagai sistem tanda (sign) yang memiliki dua unsur tak terpisahkan: penanda
(signifier) dan petanda (signified). Wujud penanda dapat berupa bunyi-bunyi ujaran
atau huruf-huruf tulisan, sedang petanda adalah unsur konseptual, gagasan atau makna
yang terkandung dalam penanda tersebut (Abrams, dalam Nurgiyantoro 2013:70).
Berlainan dengan Peirce yang mengemukakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai
tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain (Nugiyantoro, 2013:67).
Menurut Peirce, pada esensinya manusia adalah makhluk tanda. Dalam
pikiran pun manusia menggunakan tanda-tanda. Bagi Peirce sebuah tanda
(representamen) harus mengacu pada sesuatu yang disebut sebagai objek (designatum,
denotatum, referent). Keberfungsian sebuah tanda harus mampu ditangkap dan dipahami
misalnya dengan sautu kode sebagai perwakilan tanda terhadap acuannya. Hal itulah
yang disebutnya dengan interpretant, yaitu pemahaman makna yang timbul dalam
penerimaan tanda melalui interpretasi. Peirce membedakan hubungan antara tanda dan
acuannya dalam tiga jenis hubungan, yakni (1) ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan,
(2) indeks, jika ia berupa hubungan kedekatan eksistensi, (3) simbol, jika ia berupa
hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi (Abrams; van Zoest, dalam
Nurgiyantoro 2013:68). Dalam teks kesusastraan ketiga jenis tanda tersebut saling
berkaitan dan sulit dipisahkan. Bahasa lapisan pertama dan lapisan kedua dalam sebuah
karya sastra tidak akan lepas dari suatu tanda dalam bahasa. Mengenal bahasa puisi yang
sarat akan tanda dapat dipahami melalui sebuah ilmu yakni ilmu semiotik. Analisis
semiotika atau disebut semiotik saja dapat dikatakan sebagai metode pengkajian analisis
“tanda” yang terdapat dalam karya sastra.
C. Prosedur Analisis dengan pendekatan semiotic
Analisis semiotik  adalah penelaah karya sastra dengan mempelajari setiap unsur
yang ada di dalamnya, suatu sistem yang terikat dengan sistem tertentu (yang ada di luar).
Konvensi-konvensi dan pandangan masyarakat tentang “tanda” yang terdapat dalam
karya sastra tersebut. Dikemukakan Preminger dkk bahwa penerangan semiotik itu
memandang objek-objek atau laku-laku sebagai parole (laku tuturan) dari
suatu langue  (bahasa: system linguistik) yang mendasari tata bahasanya harus dianalisis.
Langkah-langkah dalam menganalisis karya sastra adalah sebagai berikut:
1. Menyendirikan satuan-satuan minimal yang digunakan sistem tersebut.
2. Menentukan kontras-kontras diantara satuan-satuan yang menghasilkan arti
(hubungan-hubungan pragmatik).
3. Aturan kombinasi yang memungkinkan satuan-satuan itu untuk dikelompokkan
bersama – sama sebagai pembentuk-pembentuk struktur makna yang lebih luas
(hubungan-hubungan sintagmatik).
Dikatakan selanjutnya oleh preminger dalam Pradopo (2010:109) bahwa studi
semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem tanda-tanda. Oleh
karena itu peneliti harus bisa menentukan konvensi-konvensi tambahan apa yang
memungkinkan karya sastra bisa mempunyai makna yang lebih luas. Karya satra
merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Dalam genre
puisi khususnya, ,mempunyai ragam: puisi lirik, syair, pantun, sonata, balada, dan
sebagainya. Seperti contohnya , seperti genre puisi merupakan sistem tanda, yang
mempunyai satuan-satuan tanda (yang minimal) seperi kosa kata, bahasa kiasan,
diantaranya personifikasi, simile, metafora, dan metomini. Tanda-tanda itu
mempunyai makna berdasarkan konvensi-konvensi (dalam) sastra. Diantara
konvensi-konvensi kebahasaan yang meliputi : bahasa kiasan, saran retorika, dan
gaya bahasa pada umumnya. Disamping itu ada konvensi ambiguitas, Kontradiksi
dan nonsense. Adapula konvensi visual tersebut diantaranya baris sajak,
enjambement, sajak (rima), tipografi, dan homoloque. Konvensi kepuitisan visual
sajak tersebut dalam linguistik tidak mempunyai arti, tetapi dalam sastra mempunyai
dan menciptakan arti.
Puisi yang baik lazimnya menawarkan serangkaian makna kepada pembacanya.
Untuk menangkap rangkaian makna itu, tentu saja pembaca perlu masuk ke
dalamnya dan mencoba memberi penafsiran terhadapnya. Langkah dasar yang dapat
dilakukan untuk pemahaman itu adalah ikhtiar untuk mencari tahu makna teks.
Sebagian sebuah teks, puisi menyodorkan makna eksplisit dapat kita tarik dari per-
wujudan teks itu sendiri; pilihan katannya, Rangkaian sintaksisnya, dan makna
semantisnya. Pilihan kata atau diksi menyodorkan kekayaan nuansa makna;
rangkaian sintaksis berhubugan dengan maksud yang hendak disampaikan, logika
yang digunakan bekaitan dengan pemikiran dan ekspresi yang ditawarkan; makna
semantik berkaitan dengan kedalaman makna setiap kata dan acuan-acuan yang
disarankannya. Adapun makna eksplisit berkaitan dengan interpretasi dan makna
yang menyertai dibelakang puisi yang bersangkutan.
Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, tanda terdiri atas tiga jenis.
Jenis-jenis tanda tersebut adalah ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang
memperlihatkan adanya hubungan yang bersifat alami antara penanda dengan
petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan. Indeks adalah tanda yang
menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dengan petandanya.
Simbol adalah tanda yang tidak memiliki hubungan alamiah antara penanda dengan
petandanya, melainkan hubungan yang ada bersifat arbitrer. Ketiga tanda tersebut
merupakan peralatan semiotik yang fundamental.
D. Analisis Semiotik Puisi “PENERIMAAN” Karya Chairil Anwar

PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali


Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi


Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk ! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali


Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

(Deru campur Debu, 1958:36)

Dalam sajak “Penerimaan” karya Chairil Anwar tersebut dapat dianalisis secara
semiotiksebagai berikut :
- Si aku masih memberikan harapan kepada wanita, si aku apabila suatu saat ingin
kembali, si aku akan menerimanya. Si aku akan menerima wanita itu dengan sepenuh
hati. Si aku tidak akan mencari wanita lain sebagai pendamping hidupnya karena
masih menunggu wanitanya untuk kembali.
- Si aku masih sendiri dan akan setia menunggu meskipun Si aku mengetahui jika
wanita yang dicinta dan ditunggunya itu sudah terjamah oleh pria lain atau dapat
dikatakan sudah tidak perawan. Hal ini digambarkan dengan kalimat “kutahu kau
bukan yang dulu lagi bak kembang sari sudah terbagi”. Kalimat ini menggunakan
majas metafora dengan menggambarkan wanita yang sudah tidak perawan dengan
kembang sari yang sudah terbagi.
- Si aku masih memberi harapan kepada wanita si aku bila ingin kembali tidak usah
merasa malu untuk menemui aku. Tidak usah ada rasa takut untuk menemui si aku.
Si aku akan menerima wanita si aku dengan apa adanya. Jangan pernah mendua lagi,
wanita si aku hanya untuk si aku seorang. Bahkan dengan cermin pun si aku enggan
berbagi. Digambarkan dalam bait ke-5 yang berbunyi “sedangkan dengan cermin aku
enggan berbagi”. Dalam kalimat ini penyair menggunakan citraan penglihatan.

KESIMPULAN

Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman,
yang bekerja secara terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling
mempengaruhi) yang seorang ahli linguistic yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913)
dan seorang ahli filsafat yaitu Charles Sander Peirce (1839-1914). Analisis semiotik
merupakan metode menganalisis karya sastra sebagai sebuah struktur, pengkajian
melalui tanda dan simbolisasi yang terdapat dalam karya sastra. Dalam analisis
semiotik, karya sastra dipandang sebagai proses penuangan imajinasi pengarang.
Sehingga, dalam analisis semiotik karya sastra dikaitkan dengan pengarang, realita,
pembaca dan hal – hal yang memiliki keterkaitan dengan karya sastra tersebut.
Analisis semiotika atau disebut semiotik saja dapat dikatakan sebagai metode
pengkajian analisis “tanda” yang terdapat dalam karya sastra. Analisis semiotik
adalah penelaah karya sastra dengan mempelajari setiap unsur yang ada di dalamnya,
suatu sistem yang terikat dengan sistem tertentu (yang ada di luar). Konvensi-
konvensi dan pandangan masyarakat tentang “tanda” yang terdapat dalam karya
sastra tersebut.

Sugiarti, S., & Widowati, W. (2019). PEMAKNAAN PUISI “KEBUN HUJAN” DAN “IBU
HUJAN” DALAM KUMPULAN PUISI SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUISI
KARYA JOKO PINURBO DENGAN KAJIAN SEMIOTIKA CHARLES SANDERS
PEIRCE. Caraka, 6(1), 61. doi:10.30738/.v6i1.6591
Larsen, S.E. 1994. Semiotik. Klaten: Program Pascasarjana Universitas Widya Dharma
Bekerjasama dengan Yayasan Ekalawya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkjian Fiksi. Yoogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik , dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Preminger, Alese (ed.) dkk. 1974. Princeton Encyclopedia of Poetry and Poetics. New Jersey:
Pringceton University Press.

Al-Ma’ruf, Ali Imron & Nugrahani, Farida. 2020. Pengkajian Sastra Teori dan Aplikasi.
Surakarta : CV. Djiwa Amarta Press

Anda mungkin juga menyukai