Anda di halaman 1dari 51

Makalah Epidemiologi Penyakit Menular & Penyakit Tidak

Menular
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang 
Epidemiologi berasal dari bahasa yunani yaitu Epi yang berarti pada, Demos yangberarti
penduduk, dan Logos yang berarti ilmu. Jadi epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal –
hal yang berkaitan dengan masyarakat.
Pada era  dewasa ini telah terjadi pergeseran pengertian epidemiologi, yang dulunya lebih
menekankan ke arah penyakit menular ke arah – arah masalah kesehatan dengan ruang lingkup yang sangat
luas. Keadaan ini terjadi karena transisi pola penyakit yang terjadi pada masyarakat, pergeseran pola hidup,
peningkatan sosial, ekonomi masyarakat dan semakin luasnya jangkauan masyarakat. Mula-mula epidemiologi
hanya mempelajari penyakit yang dapat menimbulkan wabah melalui temuan-temuan tentang jenis penyakit
wabah, cara penularan dan penyebab serta bagaimana penanggulangan penyakit wabah tersebut. Kemudian
tahap berikutnya berkembang lagi menyangkut penyakit yang infeksi non-wabah. Berlanjut lagi dengan
mempelajari penyakit non infeksi seperti jantung, karsinoma, hipertensi, dll. Perkembangan selanjutnya mulai
meluas ke hal-hal yang bukan penyakit seperti fertilitas, menopouse, kecelakkaan, kenakalan remaja,
penyalahgunaan obat-obat terlarang, merokok, hingga masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di
masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga
kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi
berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.
Di era modern dan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu jangkauan epidemiolgi
semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau ruang lingkup epidemiologi antara lain:
a.       Epidemiologi Penyakit Menular
b.      Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
c.       Epidemiologi Kesehatan Reproduksi
d.      Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
e.       Epidemiologi Kesehatan Kerja
f.       Epidemiologi Kesehatan Darurat
g.      Epidemiologi Kesehatan Jiwa
h.      Epidemiologi Perencanaan
i.        Epidemiologi Prilaku
j.        Epidemiologi Genetik
k.      Epidemiologi Gizi
l.        Epidemiologi Remaja
m.    Epidemiologi Demografi
n.      Epidemiologi Klinik
o.      Epidemiologi Kausalitas
p.      Epidemiologi Pelayanan Kesehatan, dsb.
Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan yang
harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun
yang menjadi pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan teknologi yang
semakin canggih yang menuntut peningkatan kebutuhan masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan
sehingga kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan
untuk penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi. Apalagi dengan munculnya berbagai
macam fenomena kesehatan seperti penyakit baru dan lama (prevalensi) mendorong penelitian juga semakin
meningakat.
Pergeseran ini pula yang menyebabkan pergeseran pengertian/definisi dalam epidemiologi, yang
tadinya hanya menekankan pada penyakit-penyakit menular, yang meliputi pencegahan, pemberantasan
penyakit menular ke arah mempelajari masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat atau
sekelompok manusia yang menyangkut frekuensi, distribusi masalah kesehatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

Terdapat beberapa peranan epidemiologi, antara lain :


a.       Perencanaan kesehatan
b.      Epidemiologi perencanaan
c.       Perencanaan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
d.      Perkembangan epidemiologi perencanaan
1.2  Tujuan
a.    Tujuan Umum
            Diharapkan mahasiswa memahami tentang ragam penyakit sehingga diharapkan
mahasiswa mampu melakukan prosedur tindakan keperawatan sesuai dengan masalah penyakit
yang di derita client.
b.   Tujuan Khusus
Setelah membuat dan memahami isi makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1.      Mengetahui definisi penyakit itu sendiri.
2.      Memahami definisi penyakit menular & penyakit tidak menular.
3.      Mengetahui ragam penyakit menular & penyakit tidak menular.
4.      Mengerti cara penularan penyakit tersebut.
5.      Mengetahui pencegahan penyakit itu sendiri.
6.      Mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1    Definisi Penyakit
Sebelum kita mendeskripsikan suatu penyakit kita juga harus memahami konsep penyakit itu
sendiri,  agar kita dapat mendeteksi penyakit tersebut dan melakukan tindakan kesehatan sesuai
prosedur pelayanan kesehatan. Perbedaan konsep penyakit antara tenaga kesehatan dan
masyarakat menyebabkan gagalnya peningkatan pelayanan kesehatan dalam masyarakat.
Berikut beberapa pendapat tentang definisi penyakit, antara lain :
1.      Menurut Kathleen Meehan Arias
Penyakit adalah suatu kesakitan pada organ tubuh yang biasanya memiliki sedikitnya 2 sifat dari
kriteria ini : agen atiologik telah diketahui, kelompok tanda serta gejala yang dapat di
identifikasi, atau perubahan anatomi yang konsisten.
2.      Menurut dr. Beate Jacob
Suatu penyimpangan dari keadaan tubuh yang normal atau ketidakharmonisan jiwa.
3.      Menurut Wahyudin Rajab, M.epid
Keadaan yang bersifak objektif dan rasa sakit yang bersifat subyektif.
4.      Menurut dr. Eko Dudiarto
Kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan
atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh.
5.      Menurut Azizan Haji Baharuddin
Keadaan yang diakibatkan oleh kerusakan keseimbangan fungsi tubuh dan bagian badan.

Jadi dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan penyakit adalah suatu keadaan tidak
normal pada suatu organisme  atau minda yang menyebabkan ketidakseimbangan,
ketidakselesaan, disfungsi, atau tekanan/stress kepada orang yang terkait atau berhubungan
dengannya. Kadang kala istilah ini digunakan secara umum untuk menerangkan kecederaan,
kecacatan, sindrom, simptom, keserongan tingkah laku, dan variasi biasa sesuatu struktur atau
fungsi, sementara dalam konteks lain boleh dianggap sebagai kategori yang boleh dibedakan.

2.2    Macam Penyakit
     Perhatian terhadap penyakit menular dan tidak menular makin hari semakin meningkat,
karena semakin meningkat nya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Dari tiga penyebab
utama kematian (WHO, 1990).Penyakit dapat dibedakan menjadi 2 karakteristik, yaitu :
1.   Penyakit Menular/Penyakit Infeksi
            Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
sebuah agen biologi seperti virus, bakteri, maupun parasit, bukan disebbakan karena faktor fisik,
seperti luka bakar atau kimia seperti keracunan.
Oleh sebab itu, mengapa penyakit ini disebut penyakit infeksi karena penyakit ini
ditularkan penderita melalui infeksi virus, bakteri maupun parasit yang ditularkan oleh penderita,
penularan penyakit ini dapat ditularkan melalui udara, jarum suntik, transfusi darah, serta tempat
makan atau minum bekas penderita yang masih kurang bersih saat dicuci, hubungan seksual, dll.
Namun bukan berarti penyakit ini tidak bisa dihindari, pola hidup sehat dan lingkungan dapat
mennghindari dari penyakit ini.
Penyakit ini adalah penyakit yang paling menakutkan dibandingkan dengan penyakit
tidak menular karena penyakit ini masih sulit dalam pengobatannya dan dapat mengakibatkan
kematian jika tidak segera ditangani.
Ada beberapa jenis penyakit menular, dibawah ini di contohkan 6 penyakit menular,
antara lain :
a.       Penyakit kulit
Ini adalah salah satu jenis penyakit menular yang banyak sekali jenisnya, dan mudah
menular dari satu orang ke orang lain. Penularan yang paling sering terjadi adalah melalui kontak
langsung atau kita menggunakan barang yang juga dipakai oleh penderita, contohnya handuk,
baju, dll.
Contoh : cacar air, kudis, panu, dll.

Cacar air (Chicken Pox)


Penyakit ini masih sering menjadi wabah di Indonesia, penyakit ini dapat menyerang siapa
saja tidak pandang usia. Penyebab penyakit ini adalah karena adanya virus Varisella-Zoster,
virus ini hanya terdapat pada manusia dan primata (simian) saja, struktur partikel virus (virrion)
berukuran 120 - 300 nm yang terdiri dari (glikoprotein, kapsid, amplop (selubung) virus, dan
nukleokapsid yang melindungi bagian inti berisi DNA genom utas ganda,nukleokapsid
berbentuk ikosahedral, berdiameter 100 – 110 nm dan terdiri dari 162 protein yang disebut
kapsomer ), genom virus ini berukuran 125 kb (kilo basa), dan mengandung sedikitnya 69 daerah
pada gen – gen tertentu. Virus ini akan mengalami inaktivasi pada suhu 56 – 60o C dan menjadi
tidak berbahaya aapabila bagian amplop (selubung) dari virus ini rusak. Penyebaran virus ini
dapat terjadi melalui pernapasan. Virus ini menyerang kekebalan tubuh.
Gejala dari cacar air sendiri adalah badan cepat lemah, lesu, badan terasa tidak enak, pusing/sakit
kepala, nyeri sendi dan demam. Sehari sampai tiga hari muncul bintik – bintik merah yang
berukuran kecil yang membentuk papula (menonjol) dan berisi cairan, biasanya bintik – bintik
ini bermula pada bagian dada, perut atau punggung, setelah itu baru menyebar ke bagian tubuh
lain  dan terasa gatal. Bintik ini lama kelamaan akan pecah dan membentuk lepuhan, lepuhan ini
akan mengering dan akan hilang bekasnya, asal tidak digaruk.
Pengobatan dan pencegahan, untuk pengobatan dapat diberikan salep yang mengandung
Asiklovir 5% (Anti virus), dan hanya di oleskan pada bagian lepuhan yang sudah pecah saja.
Penderita cacar air disarankan untuk tetap mandi seperti biasa. Imunisasi vaksin varisella bisa
diberikan mulai umur 12 bulan.
b.      Parainfluenza
Penyakit virus pernafasan ini menjadi penting karena penularannya yang sangat cepat
seperti halnya penyakit menular lewat pernapasan lainnya. Pada umumnya penyakit ini terjadi
oleh infeksi virus parainfluenza saja gejalanya hanya ringan  atau subklinis. Terdapat empat virus
yang terdapat dalam keluarga parainfluenza, yang ditandai dengan tipe 1-4 yaitu virus
mempunyai genom RNA helai-tunggal, tidak bersegmen dengan pembungkus mengandung lipid
yang berasal dari pertunasan melalui membran sel. Bagian antigenik utama adalah tonjolan –
tonjolan protein pembungkus yang menunjukkan sifat – sifat hemaglutinasi (protein HN) dan
fusi sel ( protein F).
Virus parainfluenza menyebar dari saluran pernapasan oleh sekresi yang teraerosol atau
kontak tangan langsung denga sekresi. Pada umur 3th anak – anak biasanya mengalami infeksi
tipe 1-3, tipe 3 bersifat endemik dan dapat menyebabkan penyakit pada bayi sebelum umur 6
bulan,  dan dapat mengganggu sistem imun. Sedangkan pada tipe 1&2 lebih musiman dan terjadi
pada musim panas dan musim gugur, tipe 4 lebih sukar tumbuh. Virus parainfluenza bereplikasi
dalm epitel pernapasan tanpa bukti adanya penyebaran sistemik, kecenderungan menimbulkan
penyakit pada jalan napas lebih besar pada laring, trakhea, bronkus, . Penghancuran sel pada
jalan napas atas dapat menyebbakan invasi bakteri dan menimbulkan trakeitis bakteri. Obstruksi
tuba eustachii dapat menyebabkan invasi bakteri sekunder ruang telinga tengah dan otitis media
akut.
c.       Demam Berdarah
Cara penularannya melalui virus yang terdapat  pada nyamuk Aighes Aygepti yang
menghisap darah organ.
d.      Penyakit Kelamin
Cara penularannya melalui hubungan sex yang tidak sehat dan sering berganti pasangan.
Penyakit yang timbul bukan hanya menyerang alat kelamin saja tetapi dapat menjalar ke organ
lain.
e.       HIV/AIDS
Virus yang berasl dari simpanse ini dapat merusak sistem imunitas, tetapi virus ini tidak
menimbulkan kematian. Tapi jika virus HIV mengenai penyakit lain seperti menyerang organ
vital bias menimbulkan kematian. Apabila sistem imun pada tubuh telah rusak resiko berbagai
virus akan masuk ke tubuhpun sangat besar dan tubuh akan rentan terhadap penyakit.
f.       TBC
Tuberculosis (TBC, MTB, TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri “mycobacterium tuberculosis”. Yang menyerang pada organ paru – paru, dan juga dapat
menyerang pada organ lain. Bakteri yang sekeluarga dengan bakteri mycobacterium tuberculosis
ini juga dapat menimbulkan infeksi dan memunculkan gejala yang mirip.
Bakteri ini ditularkan melalui udara (airborne), yaitu ketika penderita bersin atau batuk dan
bakteri akan keluar dan terhirup oleh orang sehat. Biasanya penderita TBC akan diisolasi
dikarenakan mudahnya penyebatran penyakit TBC.
2.      Penyakit Tidak Menular/Noninfeksi
Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit noninfeksi adalah suatu penyakit yang tidak
disebabkan karena kuman melainkan dikarenakan adanya masalah fisiologis atau metabolisme
pada jaringan tubuh manusia. Biasanya penyakit ini terjadi karena pola hidup yang kurang sehat
seperti merokok, faktor genetik, cacat fisik, penuaan/usia, dan gangguan kejiwaan. Contohnya :
sariawan, batuk, sakit perut, demam, hipertensi, DM, obesitas, osteoporosis, depresi, RA,
keracunan, dsb.    
Penyakit tidak Menular terjadi akibat interaksi antara agent (Non living agent) dengan
host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi dll) dan lingkungan sekitar (source and
vehicle of agent). Penyakit tidak menular biasa disebut juga dengan penyakit kronik, penyakit
non-infeksi, new communicable disease, dan penyakit degeneratif.
Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan dimana
penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan
mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus
dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia.
PTM mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya :
a.       Penularan tidak melalui rantai penularan tertentu
b.      Masa inkubasi yang panjang dan latent
c.       Penyakit berlangsung lama
d.      Sulit untuk didiagnosa
e.       Biaya pencegahan dan pengobatannya yang cukup tinggi
f.       Mempunyai variasi yang cukup luas
g.      Multifaktor

Dibawah ini adalah beberapa penyakit tidak menular yang bersifat kronis, yaitu :
1.      Penyakit yang dapat menyebabkan kematian, yaitu :
a.       Penyakit jantung iskemik
b.      Kanker
c.       CHF
d.      DM
e.       Cerebrovasculer disease
f.       Chronic obstructive pulmonary disease
g.       cirrhosis
2.      Penyakit yang termasuk dalam special-interest, banyak menyebabkan masalah kesehatan tetapi frekuensinya
kurang, antara lain :
a.       Osteoporosis
b.      Gagal ginjal kronis
c.       Mental retardasi
d.      Epilepsi
e.       Lupus erithematosus
f.       Collitis ulcerative
3.      Penyakit yang akan menjadi perhatian di masa yang akan datang, antara lain :
a.       Defesiensi nutrisi
b.      Alkoholisme
c.       Ketagihan obat
d.      Penyakit – penyakit mental
e.       Penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan
Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit tidak menular, antara lain :
1.      Faktor resiko untuk timbulnya penyakit tidak menular yang belum kronis belum ditemukan secara keseluruhan
:
a.       Untuk setiap penyakit, faktor resiko dapat berbeda – beda (merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia)
b.      Satu faktor resiko dapat menyebabkan penyakit yang berbeda – beda, missal : merokok dapat menimbulkan
kanker paru, penyakit jantung koroner, kanker laring.
c.       Untuk kebanyakan penyakit, faktor – faktor resiko yang telah diketahui hanya dapat menerangkan sebagian
kecil kejadian penyakit, tetapi etiologinya secara pasti belum diketahui.
2.      Faktor resiko yang telah diketahui ada kaitannya dengan penyakit tidak menular yang bersifat kronis, antara
lain :
a.       Tembakau
b.      Alkohol
c.       Kolesterol
d.      Hipertensi
e.       Diet
f.       Obesitas
g.       Aktivitas
h.      Stress
i.        Pekerjaan
j.        Lingkungan
k.      Gaya hidup

2.3    Cara Penularan Penyakit


Terdapat tiga aspek sifat utama penularan penyakit dari orang ke orang, antara lain :
1.      Waktu generasi (Generation Time)
Yaitu masa antara masuknya penyakit pada penjamu tertentu sampai masa kemampuan
maksimal penjamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Perbedaan masa tunas ditentukan
oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat
ditentukan pada penyakit dengan gejala yang terselubung, sedangkan waktu generasi untuk
waktu masuknya usur penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk
menularkan kepada penjamu lain.
2.      Kekebalan kelompok (Herd Immunity)
Yaitu kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap
serangan/penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu didasarkan pada tingkat
kekebalan tubuh suatu anggota kelompok tersebut. Herd Immunity adalah faktor utama dalam
proses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit tersebut.
3.      Angka serangan (Attack Rate)
Yaitu sejumlah kasus yang berkembang dan muncul dalam satu satuan waktu tertentu
dikalangan anggota kelompok yang mengalami kontak serta memiliki resiko/kerentanan terhadap
penyakit tersebut. Angka serangan ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penularan dan
tingkat keterancaman dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga, sistem hubungan
keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan sehari – hari pada
kelompok populasi tertentu merupakan unit epidemiologi tempat penularan penyakit
berlangsung.  

2.4    Tindakan Pencegahan
Pencegahan penyakit dating dari diri sendiri, individu dapat meminimalkan pola hidup yang tidak sehat
dan memaksimalkan pola hidup sehat. Dibawah ini beberapa tindakan pencegahan untuk penyakit menular dan
penyakit tidak menular, diantaranya :
a.       Menjaga kebersihan lingkungan
Di lingkungan kita banyak sekali hal – hal yang bias kita lihat dan evaluasi, seperti, sampah dan kotoran yang
menumpuk, drainase yang kotor serta ventilasi/lubang untuk pertukaran udara didalam rumah yang buruk bias
menjadi sebab timbulnya berbagai macam penyakit, khususnya penyakit saluran pernapasan.
b.      Cuci tangan dengan sabun
Kita tahu bahwa tangan adalah organ yang digunakan untuk berbagai aktivitas, dan tangan beresiko sebagai
perantara virus untuk masuk ke tubuh. Tangan menjadi media perantara kuman maupun mikroorganisme yang
lain. Saat kita tanpa sengaja memegang bekas ludah atau kotoran, maka penyakit mudah sekali masuk kedalam
tubuh.
c.       Olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup
Membiasakan diri untuk melakukan kegiatan rutin dengan berolahraga dapat membantu meningkatkan daya
tahan tubuh. Istirahat yang cukup membantu tubuh agar tetap bugar. Pola makan yang seimbang, perlunya
mengatur pola makan, terutama menu makanan sehat, hindari makanan yang bersesiko terhadap kesehatan
seperti, minuman bersoda dan beralkohol, makanan ringan/snack, makanan olahan/makanan yang mengandung
pengawet, makanan yang ,mengandung Na, makanan tinggi kolesterol, dsb.
d.      Pola hidup yang sehat
Selalu berpikir positip membantu kita terhindar dari stress.  Mulai melakukan pendekatan terhadap agama
dapat menenangkan emosi, menghindari pergaulan bebas dan setia pada satu pasangan.
e.       Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi lebih baik diberkan mulai sejak Balita untuk mencegah penularan penyakit.
f.       Nutrisi yang baik
Perkuat fungsi tubuh dengan pola makanan yang bergizi yang mengandung tinggi protein, tinggi serat, tinggi
mineral, dan sebisa mungkin hindari konsumsi makanan/minuman yang dapat merugikan tubuh.
g.       Melakukan promkes
Misalnya :   -    kampanye kesadaran kesehatan
-          Promkes
-          Pendidikan kesehatan masyarakat
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari
hal – hal yang berhubungan dengan masyarakat. Di dalam kesehatan ilmu Epidemiologi
sangatlah penting karena didalamnya terdapat peran dan tindakan yang harus dilakukan untuk
pencegahan masalah kesehatan tersebut. Contohnya saja penanaganan dalam masalah penyakit
menular dan penyakit tidak menular.
Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, parasit, ataupun bakteri.
Sedangkan penyakit tidak menular bikan disebabkan dari virus, parasit ataupun bakteri
melainkan disebabkan karena adanya masalah fisiologis. Penyakit tersebut dapat dihindari dari
diri sendiri yaitu dengan menjaga gaya hidup, dan pola makanan.

3.2  Saran
Setelah memahami tentang Epidemiologi diharapkan mahasiswa mampu menerapkan Ilmu
Epidemiologi dalam kehidupan sehari – hari. Dikarenakan bahayanya penyakit menular dan
penyakit tidak menular diharapkan masyarakat mampu menceganya.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MEGA BUANA PALOPO
T.A 2011-2012
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr.wb


Alhamdulillah Puji syukur atas Kehadirat Allah s.w.t atas limpahan Rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini kami susun berdasarkan pelaksaan tugas yang diberikan oleh Dosen mata
kuliah Dasar – dasar epidemiologi dan sekaligus untuk memberikan pemahaman
kepada rekan – rekan mahasiswa khusunya dalam ilmu epidemiologi penyakit tidak
menular.

Makalah ini kami beri judul “epidemiologi penyakit tidak menular” karena makalah ini
berisi materi mengenai definisi penyakit tidak menular, faktor – faktor resiko pemyakit
tidak menular, karakteristik penyakit tidak menular, serta usaha pencegahan penyakit
tidak menular.

Kami sangat menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini tidaklah sempurna,
oleh karena itu jika terdapat kesalah – kesalahan di dalamnya kami mohon maaf
sebesar – besarnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya dalam
bidang kesehatan baik keperawatan maupun kesehatan masyarakat.

Palopo, September 2011

PENYUSUN

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
1.1            Latar belakang
1.2            Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
1.1            Definisi penyakit tidak menular
1.2            Penyakit-penyakit tidak menular yang bersifat kronis
1.3            Faktor-faktor resiko penyakit tidak menular
1.4            Karakteristik penyakit tidak menular menular
1.5            Riwayat alamiah penyakit tidak menular
1.6            Usaha pencegahan penyakit tidak menular

 BAB III PENUTUP


1.1            Kesimpulan
1.2            Saran

Daftar Pustaka

BAB I
 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.      Berdasarkan perjalanannya penyakit tidak menular dapat dibagi menjadi :


·         Akut
·         Kronis

2.     Berdasarkan sifat penularannya dapat dibagi menjadi :


·         Menular
·         Tidak Menular

3.     Proses terjadinya penyakit merupakan interaksi antara agen penyakit, manusia (Host)
dan lingkungan sekitarnya.

Untuk penyakit tidak menular proses terjadinya penyakit akibat interaksi antara agen
penyakit (non living agent), manusia dan lingkungan.

4. Penyakit tidak menular dapat bersifat akut dapat juga bersifat kronis.

5.  Pada Epidemiologi Penyakit tidak Menular terutama yang akan dibahas adalah
penyakit- penyakit yang bersifat kronis.

6.  Kepentingan :
·         Penyakit-penyakit tidak menular yang bersifat kronis sebagai penyebab kematian
mulai menggeser kedudukan dari penyakit-penyakit infeksi
·         Penyakit tidak menular mulai meningkat bersama dengan life-span (pola hidup) pada
masyarakat.
·         Life – span meningkat karena adanya perubahan-perubahan didalam : kondisi sosial
ekonomi, kondisi hygiene sanitasi, meningkatnya ilmu pengetahuan, perubahan
perilaku

1.2 TUJUAN

a.     Menganalisis epidemiologi penyakit tidak menular


b.     Mengetahui faktor – faktor resiko penyakit tidak menular
c.      Menganalisa karakteristik penyakit tidak menular
d.     Mengetahui usaha – usaha pencegahan penyakit tidak menular

BAB II 
PEMBAHASAN

1.1 DEFINISI PENYAKIT TIDAK MENULAR

Penyakit tidak menular adalah penyakit kronik atau bersifat kronik (menahun) alias
berlangsung lama, tapi ada juga yang berlangsung mendadak misalnya saja keracunan,
misalnya penyakit kangker tubuh yang terpapar unsur kimia dan lain –lain.
Penyakit tidak menular adalah penyakit non infeksi karena penyebabnya bukan
mikroorganisme, namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganisme dalam
terjadinya penyakit tidak menular misalnya luka karena tidak diperhatikan bisa terjadi
infeksi.
Penyakit tidak menular adalah penyakit degenerative karena berhubungan dengan
proses degenerasi (ketuaan). Dan penyakit tidak menular adalah New Communicable
Disease karena dianggap dapat menular melalui life style, life style dapat menyangkut
pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global.

1.2 PENYAKIT - PENYAKIT TIDAK MENULAR YANG BERSIFAT KRONIS

a. Penyakit yang termasuk di dalam penyebab utama kematian, yaitu :


·         Ischaemic Heart Disease
·         Cancer
·         Cerebrovasculer Disease
·         Chronic Obstructive Pulmonary Disease
·         Cirrhosis
·         Diabetes Melitus

b. Penyakit yang termasuk dalam special – interest , banyak menyebabkan masalah


kesehatan tapi jarang frekuensinya (jumlahnya), yaitu :
·         Osteoporosis
·         Penyakit Ginjal kronis
·         Mental retardasi
·         Epilepsi
·         Lupus Erithematosus
·         Collitis ulcerative

c. Penyakit yang termasuk akan menjadi perhatian yang akan datang, yaitu :
·         Defisiensi nutrisi
·         Alkoholisme
·         Ketagihan obat
·         Penyakit-penyakit mental
·         Penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan.

1.3  FAKTOR-FAKTOR RESIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR

a. Faktor resiko untuk timbulnya penyakit tidak menular yang bersifat kronis belum
ditemukan secara keseluruhan,

·         Untuk setiap penyakit, faktor resiko dapat berbeda-beda (merokok, hipertensi,
hiperkolesterolemia)
·         Satu faktor resiko dapat menyebabkan penyakit yang berbeda-beda, misalnya
merokok, dapat menimbulkan kanker paru, penyakit jantung koroner, kanker larynx.
·         Untuk kebanyakan penyakit, faktor-faktor resiko yang telah diketahui hanya dapat
menerangkan sebagian kecil kejadian penyakit, tetapi etiologinya secara pasti belum
diketahui

b. Faktor-faktor resiko yang telah diketahui ada kaitannya dengan penyakit tidak
menular yang bersifat kronis antara lain :
·         Tembakau
·         Alkohol
·         Kolesterol
·         Hipertensi
·         Diet
·         Obesitas
·         Aktivitas
·         Stress
·         Pekerjaan
·         Lingkungan masyarakat sekitar
·         life style

1.4    KARAKTERISTIK PENYAKIT TIDAK MENULAR

Telah dijelaskan diatas bahwa penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi antara
agent (Non living agent) dengan host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi
dll) dan lingkungan sekitar (source and vehicle of agent)
1. Agent
a.    Agent dapat berupa (non living agent) :
1) Kimiawi
2) Fisik
3) Mekanik
4) Psikis
b.Agent penyakit tidak menular sangat bervariasi, mulai dari yang paling sederhana
sampai yang komplek (mulai molekul sampai zat-zat yang komplek ikatannya)
c. Suatu penjelasan tentang penyakit tidak menular tidak akan lengkap tanpa mengetahui
spesifikasi dari agent tersebut
d.Suatu agent tidak menular dapat menimbulkan tingkat keparahan yang berbeda-beda
(dinyatakan dalam skala pathogenitas)
Pathogenitas Agent : kemampuan / kapasitas agent penyakit untuk dapat menyebabkan
sakit pada host
e.  Karakteristik lain dari agent tidak menular yang perlu diperhatikan antara lain :
1) Kemampuan menginvasi / memasuki jaringan
2) Kemampuan merusak jaringan : Reversible dan irreversible
3) Kemampuan menimbulkan reaksi hipersensitif

2. Reservoir

a. Dapat didefinisikan sebagai organisme hidup, benda mati (tanah, udara, air batu dll)
dimana agent dapat hidup, berkembang biak dan tumbuh dengan baik.
b. Pada umumnya untuk penyakit tidak menular, reservoir dari agent adalah benda
mati.
c. Pada penyakit tidak menular, orang yang terekspos/terpapar dengan agent tidak
berpotensi sebagai sumber/reservoir tidak ditularkan.

3. Relasi Agent – Host


a. Fase Kontak
Adanya kontak antara agent dengan host, tergantung :
1) Lamanya kontak
2) Dosis
3) Patogenitas

b. Fase Akumulasi pada jaringan


Apabila terpapar dalam waktu lama dan terus-menerus

c. Fase Subklinis
Pada fase subklinis gejala/sympton dan tanda/sign belum muncul
Telah terjadi kerusakan pada jaringan, tergantung pada :
1) Jaringan yang terkena
2) Kerusakan yang diakibatkannya (ringan, sedang dan berat)
3) Sifat kerusakan (reversiblle dan irreversible/ kronis, mati dan cacat)

d. Fase Klinis
Agent penyakit telah menimbulkan reaksi pada host dengan menimbulkan manifestasi
(gejala dan tanda).

4) Karakteristik penyakit tidak menular :

a. Tidak ditularkan
b. Etiologi sering tidak jelas
c. Agent penyebab : non living agent
d. Durasi penyakit panjang (kronis)
e. Fase subklinis dan klinis panjang untuk penyakit kronis.

5) Rute dari keterpaparan

Melalui sistem pernafasan, sistem digestiva, sistem integumen/kulit dan sistem


vaskuler.

1.5    RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

A. Proses terjadinya penyakit

1. Proses terjadinya penyakit tergantung pada :


a. Karakterisitik dari agent
b. Karakteristik dari Host
c. Karakteristik dari environment

2. Pada Penyakit Tidak Menular


Manusia mempertahankan keseimbangan untuk tetap sehat melawan :

a. Agent (non living organisme)


b. Kondisi lingkungan yang sesuai dengan organisme tersebut
c. Faktor predisposisi

B. Riwayat alamiah penyakit tidak menular

1. Definisi Riwayat Alamiah Penyakit :

a. Perkembangan penyakit tanpa campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya
sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural
b. Adanya respon dari host terhadap stimulus dari interaksi agent dan environment

2. Tahapan :

a. Prepathogenesis

1) Faktor-faktor : hereditas, ekonomi, sosial, lingkungan fisik, psikis


stimulus penyakit

2) Stimulus dapat terjadi sebelum terjadinya interaksi antara stimulus dan manusia

3) Interaksi awal antara faktor –faktor host, agent dan environment disebut periode
prepathogenesis

b. Pathogenesis

Mulai saat terjadinya kelainan /gangguan pada tubuh manusia akibat interaksi antara
stimulus penyakit dengan manusia sampai terjadinya : kesembuhan, kematian, kronik
dan cacat.

Pada pembahasan diatas tidak dijelaskan tentang kondisi orang sebelum terinfeksi,
tetapi mempunyai resiko untuk terkena suatu penyakit. Untuk mengatasi kekurangan
ini, perjalanan penyakit dikembangkan menjadi :

 a. Fase Suseptibilitas (Tahap Peka)

1) Pada fase ini penyakit belum berkembang, tapi mempunyai faktor resiko atau
predisposisi untuk terkena penyakit .

2) Faktor resiko tersebut dapat berupa :


a) Genetika /etnik
b) Kondisi fisik, misalnya : kelelahan, kurang tidur dan kurang gizi.
c) Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit Diabetes mellitus dan
reumatoid artritis dibandingkan dengan pria dan sebaliknya pria mempunyai resiko
lebih tinggi terkena penyakit jantung dan hipertensi dibandingkan wanita.
d) Umur
Bayi dan balita yang masih rentan terhadap perubahan lingkungan mempunyai resiko
yang tinggi terkena penyakit infeksi sedangkan pada usia lanjut mempunyai resiko
untuk terkena penyakit jantung dan kanker.
e) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang kurang sehat seperti merokok mempunyai resiko untuk terkena
penyakit jantung dan karsinoma paru-paru.
f) Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah mempunyai resiko terkena penyakit infeksi
sedangkan tingkat sosial yang tinggi mempunyai resiko terkena penyakit hipertensi,
penyakit jantung koroner, gangguan kardiovaskuler dll, karena pada dengan tingkat
sosial ekonomi yang tinggi mempunyai kecenderungan untuk terjadinya perubahan
pola konsumsi makanan dengan kadar kolesterol tinggi.

3) Untuk menimbulkan penyakit, faktor-faktor diatas dapat berdiri sendiri atau


kombinasi beberapa faktor.

Contoh :
Kadar kolesterol meningkat akan mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner.
Kelelahan, alkoholik merupakan kondisi yang suseptibel untuk terjadinya Hepatitis,

b. Fase Subklinis

1) Disebut juga fase Presimptomatik

2) Pada tahap ini penyakit belum bermanifestasi dengan nyata (sign dan symptom
masih negatif) , tapi telah terjadi perubahan-perubahan dalam jaringan tubuh (Struktur
ataupun fungsi)
3) Kondisi seperti diatas dikatakan dalam kondisi “Below The Level of clinical horizon”

 4) Fase ini mempunyai ciri-ciri :


Perubahan akibat infeksi atau pemaparan oleh agen penyebab penyakit masih belum
nampak
Pada penyakit infeksi terjadi perkembangbiakan mikroorganisme patogen sedangkan
pada penyakit non – infeksi merupakan periode terjadinya perubahan anatomi dan
histologi, misalnya terjadinya ateroskelotik pada pembuluh darah koroner yang
mengakibatkan penyempitan pembuluh darah.

c. Fase Klinis
1) Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup
untuk memunculkan gejala-gejala (symptom) dan tanda-tanda (signs) penyakit.
2) Fase ini dibagi menjadi fase akut dan kronis.

d. Fase Konvalescen
1) Akhir dari fase klinis dapat berupa :
Fase Konvalescen (Penyembuhan)
Meninggal dunia
2) Fase konvalescen dapat berkembang menjadi :
Sembuh total
Sembuh dengan cacat (Disabilitas atau sekuele)
Penyakit menjadi kronis
3) Disabilitas (Kecacatan/ketidakmampuan)
Terjadi penurunan fungsi sebagian atauv keseluruhan dari struktur/organ tubuh
tertentu sehingga menurunkan fungsi aktivitas seseorang secara keseluruhan
Dapat bersifat : sementara (akut), kronis dan menetap
4) Sekuele
Lebih cenderung kepada adanya defect/cacatv pada struktur jaringan sehingga
menurunkan fungsi jaringan dan tidak sampai menggangu aktivitas seseorang.
1.6  USAHA PENCEGAHAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

Disesuaikan dengan riwayat alamiah penyakit, maka tindakan preventif terhadap


penyakit secara garis besar dapat dikategorikan menjadi :

1. Pencegahan tingkat dasar (Primordial Preventif)


2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
4. Pencegahan tingkat ketiga (Rehabilitasi)

BAB III
PENUTUP
1,1 KESIMPULAN
Disesuaikan dengan riwayat alamiah penyakit, maka tindakan preventif terhadap
penyakit secara garis besar dapat dikategorikan menjadi :
1.     Primordial Preventif
Surveilans Epidemiologi FKM UNSRI
Kamis, 07 November 2013

Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi

teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari

penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif yang

merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.. WHO memperkirakan, pada

tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia.

Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk

Indonesia.

Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah

hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang

dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target

organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan.

Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena

congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO

dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita

hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari

setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.6,7 Di

Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat.


Apakah Hipertensi ?

Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih

besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95

mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).

penyebab Hipertensi ?

1.  95% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer, namun

umumnya dipicu oleh obesitas, asupan garam yang tinggi, dan kolestrol yang tinggi

2.    5% disebabkan oleh Penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, ganguan anak

ginjal, dll atau disebut hipertensi sekunder.

Bagaimana gejalanya ?
1.  Umumnya penyandang tidak merasakan sakit 

2. Sakit Kepala 

3. Pusing  

4. Telinga berdenging 

5. Jantung berdebar-debar 

6. Mimisan, dll

Bagaimana diagnosisnya ?
Diperlukan beberapa data pendukung mengenai tekanan darah sebelum penderita

didiagnosa hipertensi. Secara umum, seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah

> 140/90 mmHg yang diukur lebih dari 2 kali dalam kurun waktu berbeda serta pengukuran

dilakukan dalam posisi duduk.

Perkembangan surveilans epidemiologi dimulai dari penyakit menular dan meluas ke


penyakit tidak menular.  Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular  merupakan analisis
terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk
mendukung upaya pemberantasan penyakit. Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit
yang diderita oleh seseorang bukan disebabkan infeksi mikroorganism tetapi juga bisa
terjadi karena proses degenaratif. Sistem surveilans (penyakit tidak menular/PTM) terdiri
dari jaringan kerja sama dengan lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga sosial
masyarakat, serta organisasi profesi yang bergerak di bidang PTM. Tujuan surveilans PTM
adalah memberikan informasi tentang kondisi penyakit tidak menular kepada para pengambil
keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan.

Tujuan Khusus Surveilans PTM 


       1. Mencari model menurunkan risiko PTM

       2. Menurunkan angka PTM

       3. Mendapatkan data dasar PTM

       4. Mengidentifikasi faktor risiko PTM

       5. Mengevaluasi system pengendalian PTM


Langkah – Langkah Surveilans Penyakit Tidak Menular 
Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)

    1. Identifikasi Penyakit Tidak Menular

Faktor risiko ialah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic
berhubungan dengan peningkatan insidensi suatu penyakit. Jenis-jenis. faktor risiko
terdiri dari:

1.     Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor umur, genetik 

2.    Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olahraga 

    2. Perencanaan pengumpulan data

a.    Menentukan tujuan survailens

b.    Tetapkan definisi

c.    Tentukan sumber

d.    Tentukan instrumen

e.    Bagaimana sumber data

f.    Bagaimna sistem


g.    Tentukan indikator

            

   3. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data
diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS,
lotus, exceldan lain-lain 
       

   4. Analisis dan interpretasi data

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan


dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan
dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi
seperti rate, proporsi, rasio  dan lain-lain untuk mengetahui situasi,
estimasi  dan prediksi penyakit. Setelah di analisis lalu di intepretasikan (di
bandingkan dengan daerah lain)
  

   5. Diseminasi dan advokasi                    

Setelah data diaanalisis dan di interpretasi suatu penyakit tidak menular.


Maka data  tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk
membantu dalam penanggulangan penyakit tidak menular ini. Penyebarluasan
informasi ini harus mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan
penyakit. Cara penyebar luasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang
digunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggung  jawab.
         

   6.  Evaluasi

Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi


manfaatnya . sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling
tidak salah satu dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat
mendeteksi kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus
penyakit.

Implementasi
 
 Langkah –langkah surveilans epidemiologi hipertensi
  Penerapan surveilans PTM (dilakukan secara berurutan)

1.      Identifikasi Penyakit Hipertensi

Faktor risiko ialah karakteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic
berhubungan dengan peningkatan insidensi suatu penyakit. Factor risiko penyakit hipertensi
antara lain :

a.    Faktor risiko tidak dapat diubah: faktor  umur, genetik, gender, dan ras. 

b. Faktor risiko dapat diubah: kebiasaan merokok, latihan olah raga, berat badan   berlebih,
pola makan, stress, konsumsi alkohol, dan kondisi penyakit lain.

2.      Perencanaan pengumpulan data


a. Menentukan tujuan survailens
Memberikan informasi tentang kondisi hipertensi kepada para pengambil keputusan
dalam perencanaan dan pertimbangan
b.   Tetapkan definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di


atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.

c.   Tentukan sumber data


Sumber data yaitu laporan puskemas dan laporan RS jumlah penderita hipertensi
d.   Tentukan instrumen
Instrumennya yaitu manual dan elektronik
e.    Bagaimana sistem
Sistemnya yaitu menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan diambil rutin
ke bawah
f.   Tentukan indikator
Indikator faktor risiko penyakit(RR dan OR), indikator program (input. Proses, output
dan outcome), indikator morbidity, mortality, disability, indikator hasil pemeriksaan
tekanan darah

3.      Pengolahan dan penyajian data 


Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan
komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya
dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, excel dan lain-lain 

4.      Analisis dan interpretasi data


Data jumlah penderita hipertensi yang telah terkumpul di dianalisis dengan melihat
korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indikator yang telah ditentukan
sebelumnya. Setelah di analisis lalu di intepretasikan untuk mempermudah pembaca
mengerti hasil penelitian.

5.      Diseminasi dan advokasi


Setelah data diaanalisis dan di interpretasi, Maka data jumlah penderita hipertensi
tersebut disebarluaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu dalam
penanggulangan hipertensi ini. Penyebarluasan informasi ini harus mudah dimengerti dan
dimanfaatkan dalam program pencegahan hipertensi. Cara penyebar luasan tersebut dengan
membuat suatu laporan yang digunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggung  
jawab seperti Bupati, Walikota dan DPRD.

6.      Evaluasi
Program surveilans hipertensi sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi
manfaatnya. Apabila kegiatan surveilans yang dilakukan memberikan dampak yang positif
berarti  kegiatan surveilans yang dilakukan berhasil.
 

KELEBIHAN:

1.     Menyajikan data berupa prevalensi penyakit hipertensi di setiap provinsi.

2.    Dilakukan analisis multivariat sehingga dapat diketahui proporsi responden.

3.  Menunjukkan Nilai Prediktif Positif misalnya pada tahun 2000 sebanyak 972 juta (26%)
orang dewasa di dunia menderita Hipertensi.

4.   Merencanakan program perencanaan dan penanggulangan penyakit hipertensi dengan baik,


melalui strategi dan peranan masing-masing unit kerja.

5. Kegiatan epidemiologi dilakukan melalui pendekatan beberapa faktor yang


mempengaruhi hipertensi, misalnya faktor keturunan, stres, usia, jenis kelamin dan lain-lain.

6.    Melakukan inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat
(local area specific)

KEKURANGAN:
1. Belum adanya pedoman yang berlaku secara nasional bagi penatalaksanaan Hipertensi, maka
perlu disusun buku Pedoman Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.

2. Terlalu banyak faktor resiko yang dapat memicu hipertensi sehingga membutuhkan waktu
yang lama dan sumber referensi yang akurat dalam menganalisa hubungan antar faktor
dengan hipertensi.

3.  Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada perbedaan proporsi asupan sayur-
buah yang berarti antara kelompok hipertensi dan kelompok kontrol, sehingga risiko
hipertensi yang ditemukan tidak bermakna.

4.    Berdasarkan analisis lanjut masih banyak masyarakat penderita hipertensi yang belum
terjangkau pelayanan kesehatan sehingga masih sedikit masyarakat yang minum obat
hipertensi.

5.    Perlunya program peningkatan deteksi dini di masyarakat dan peningkatan sarana
pengobatan hipertensi di Puskesmas.
 

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007,  jumlah penderita hipertensi penduduk Indonesia
yaitu 224.743 jiwa (34,9%) dari 643,400 jiwa.
  

Masalah hipertensi yang ditemukan adalah besarnya prevalensi di Indonesia dan di setiap
provinsi. Pada tabel di atas dapat dilihat, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran
termasuk kasus yang sedang minum obat, secara nasional adalah 32,2%. Prevalensi tertinggi
ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) sedangkan terendah di Papua Barat
(20,1%). Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan pengukuran saja adalah 28,3%; Provinsi
dengan prevalensi tertinggi tetap Kalimantan Selatan (35,0%), yang terendah juga tetap
Papua Barat (17,6%). Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat,
prevalensi secara nasional hanya 7,7%, tertinggi didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan
terendah di Papua (4,2%). Cakupan tenaga kesehatan terhadap hipertensi adalah 24,2%,
dan dua provinsi dengan cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi adalah Sulawesi Utara
(37,4%) dan Papua Barat (35,3%), sedangkan terendah ditemukan di Sulawesi Barat
(13,9%). Perlu diketahui Provinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai prevalensi hipertensi
tertinggi ternyata cakupan tenaga kesehatan hanya 24,0%. Hal ini berarti bahwa masih ada
76,0% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis.
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua
selalu lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan kontrol. Kelompok usia 25-34
tahun mempunyai risiko hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun. Risiko
hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >75
tahun berisiko 11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki pada kelompok
hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan laki-laki secara bermakna berisiko  hipertensi
1,25 kali daripada perempuan. Berdasarkan jenjang pendidikan, analisis multivariat
mendapatkan responden yang tidak bersekolah secara bermakna berisiko 1,61 kali terkena
hipertensi dibandingkan yang lulus perguruan tinggi, dan risiko tersebut menurun sesuai
dengan peningkatan tingkat pendidikan. Sementara berdasarkan pekerjaan, proporsi
responden yang tidak bekerja dan Petani/Nelayan/Buruh, ditemukan lebih tinggi pada
kelompok hipertensi dibanding kontrol. Proporsi hipertensi terendah ditemukan pada
responden yang bersekolah dan responden yang tidak bekerja mempunyai risiko 1,42 kali
terkena hipertensi dibandingkan responden yang bersekolah. Berdasarkan tempat tinggal,
proporsi responden yang tinggal di desa lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada
kontrol. Namun hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan risiko hipertensi
yang bermakna. Sementara dilihat dari status ekonomi, tidak ada perbedaan proporsi yang
berarti antara kelompok hipertensi dan kontrol.
Besarnya risiko faktor perilaku selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan
perilaku merokok, proporsi responden yang dulu pernah merokok setiap hari pada kelompok
hipertensi ditemukan lebih tinggi (4,9%) daripada kelompok kontrol (2,6%), dan risiko
perilaku pernah merokok ini secara bermakna ditemukan sebesar 1,11 kali dibandingkan yang
tidak pernah merokok. Berdasarkan perilaku konsumsi alkohol, proporsi mengonsumsi
alkohol 1 bulan terakhir ditemukan lebih tinggi pada kelompok hipertensi (4,0%) daripada
kontrol (1,8%). Risiko hipertensi bagi mereka yang mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir
ditemukan bermakna, yaitu sebesar 1,12 kali. Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah,
nampak tidak ada perbedaan proporsi asupan sayur-buah yang berarti antara kelompok
hipertensi dan kelompok kontrol, dan risiko hipertensi yang ditemukan tidak bermakna
(Tabel 3). Risiko hipertensi juga ditemukan tidak berbeda bermakna menurut konsumsi
makanan manis, makanan asin, maupun makanan yang berlemak. Pola konsumsi yang
ditemukan meningkatkan risiko hipertensi secara bermakna adalah konsumsi minuman
berkafein >1 kali/hari, yaitu 1,1 kali dibanding yang minum < 3 kali/bulan.

Berdasarkan status gizi, proporsi responden yang obese dan kegemukan lebih tinggi pada
kelompok hipertensi daripada kontrol. Secara bermakna, besarnya risiko hipertensi pada
kelompok obesitas meningkat 2,79 kali, gemuk 2,15 kali, dan normal 1,44 kali dibandingkan
mereka yang kurus. Obesitas abdominal juga mempunyai risiko hipertensi secara bermakna
(OR 1,40). Kelompok yang mengalami stres mempunyai proporsi lebih tinggi (11,7%) pada
kelompok hipertensi dibandingkan pada kontrol (10,0%). Demikian halnya proporsi
responden yang mempunyai riwayat penyakit jantung, dan riwayat penyakit diabetes melitus
lebih tinggi pada kelompok hipertensi daripada kontrol, namun tidak ada peningkatan risiko
yang bermakna.

Semakin bertambahnya usia, angka kejadian hipertensi semakin meningkat. Pada usia 20-34
tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 11,1%,
sedangkan wanita sebesar 6,8%. Pada usia 35-44 tahun angka kejadian hipertensi pada pria
lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 25,1 %, sedangkan wanita sebesar 19,0%. Pada usia
45-54 tahun angka kejadian hipertensi pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu
37,1%, sedangkan wanita sebesar 35,2%. Pada usia 55-64 tahun angka kejadian hipertensi
pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 54,0%, sedangkan wanita sebesar 53,3%.
Pada usia 65-74 tahun angka kejadian hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan
wanita yaitu 64,0%, sedangkan pria sebesar 69,3%. Pada usia di atas 75 tahun angka
kejadian hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan wanita yaitu 66,7%, sedangkan
pria sebesar 78,5%. 

Daftar Pustaka
Darmojo, B. "Mengamati Penelitian Epidemiologi Hipertensi di Indonesia."Disampaikan pada seminar hypertensi
PERKI. 2000. 
Hidayati,Titiek. Risks factor, screening and surveillance chronic disease in Public health. online :
http://id.scribd.com/doc/141363976/Skrining-FR-Surveilans-Penyakit-PTM diakses tanggal 5 november
2013
Murdyastuti, Saptorini;YunitaWulandari. 2010. PERBANDINGAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA KEJADIAN
HIPERTENSI PADA MASYARAKAT PETANI DAN PEGAWAI KANTOR DI DESA TRAYU.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CEoQFjAD&url=http%3A%2F
%2Fjurnal.stikeskusumahusada.ac.id%2Findex.php%2FJK%2Farticle%2Fdownload%2F59%2F62&ei=HFR6UoSVJu-
SiQfS4YDgBA&usg=AFQjCNHJ450GJtWcyAfj8lLy1UMGsKYHlQ&sig2=_1HMplnjSUStVcWeK2TP0g&bvm=bv.5598027
6,d.aGc. Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31
Nofrianti,Ade Ria,dkk.2012.Tugas Kelompok (Penilaian Surveilans Kesehatan Masyarakat):Universitas
Andalas. 
Sarwanto, lestari kanti wilujeng, dan rukmini. 2007. Prevalensi penyakit hipertensi penduduk di
indonesia dan faktor yang beresiko. http://www.gobookee.org/get_book.php?
u=aHR0cDovL2Vqb3VybmFsLmxpdGJhbmcuZGVwa2VzLmdvLmlkL2luZGV4LnBocC9oc3IvYXJ0aWNsZS92aWV3LzE5
MjUvMjY4NApQUkVWQUxFTlNJIFBFTllBS0lUIEhJUEVSVEVOU0kgUEVORFVEVUsgRElJTkRPTkVTSUEgREFOIC4uLg==.
Diakses tanggal 6 november 2013, pukul 21:31                                                                     
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-upiksetyan-6984-2-babi.pdf. Diakses tanggal 6
november 2013, pukul 21:31
            http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34542/6/Abstract.pdf. Diakses tanggal 6
november 2013, pukul 21:31
surveilans penyakit menular dan tak menular

SURVEILANS PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TERPILIH


SURVEILANS :
Pengamatan secara terus-menerus terhadap perkembangan kasus penyakit menular dan penyakit
tidak menular tertentu yang terpilih serta kejadian yang berpotensi menimbulkan bencana dalam
upaya antisipasi terhadap adanya kejadian luar biasa ( KLB ) serta faktor resiko perilaku dan
lingkungan yang berhubungan dengan penyakit menular, penyakit tidak menular dan kejadian
lain yang berpotensi menimbulkan KLB.
PROGRAM DAN KEGIATAN

• Terdiri dari kegiatan :


a. Pengamatan penyakit menular dan penyakit tidak menular tertentu yang terpilih, sebagai upaya
sistem kewaspadaan dini KLB, antara lain :
1) AFP ( lumpuh layuh mendadak ), untuk mengantisipasi adanya KLB Polio.
2) PD3I ( penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya tetanus pada bayi
usia <1 bulan, Campak, Hepatitis B, Diptheri, Pertusis).
3) Kanker, Hipertensi, Jantung Koroner, Diabetes Melitus.
4) Diare, TBC, DBD, Flu Burung, dan penyakit lain yang berpotensi KLB.
b. Kesehatan matra ( pemeriksaan kesehatan haji dan pemantauan penyakit jamaah haji).
c. Penanggulangan KLB penyakit menular, penyakit tidak menular, keracunan, bencana alam
dan musibah massal lainnya.
• Definisi dan uraian kegiatan :
a. AFP ( accute Flaccid Paralysis )
Ø AFP dalam bahasa yang lebih mudah dipahami adalah semua penyakit yang mempunyai
gejala lumpuh layuh yang bersifat mendadak, tanpa didahului oleh ruda paksa ( kecelakaan dan
trauma lainnya ).
Ø Tujuan surveilans AFP adalah untuk membuktikan bahwa penyakit dengan gejala lumpuh
layuh tersebut bukan disebabkan oleh virus Polio liar, yang diketahui dari hasil pemeriksaan
spesimen tinja kasus di Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya.
Ø Sasaran program surveilans AFP adalah kasus lumpuh layuh mendadak pada anak usia
dibawah 15 tahun. Target penemuan kasus AFP sesuai standard SPM adalah 2 per 100.000 anak
usia < 15 tahun. Untuk Kabupaten Banyuwangi target sasaran sebanyak 8 kasus setiap tahunnya.
Ø Semua kasus AFP harus dilaporkan secara dini ( kurang dari 14 hari kelumpuhan ) agar dapat
segera diambil spesimennya dan dilakukan pemeriksaan spesimen di laboratorium.
Ø Pada setiap kasus AFP harus diambil 2 spesimen tinja dengan ukuran sebesar ibu jari orang
dewasa dan dengan interval pengambilan minimal 24 jam. Penatalaksanaan spesimen tinja
adalah disimpan dalam suhu 2 - 8°C di spesimen carrier dan dikirimkan ke BLK Surabaya untuk
dilakukan konfirmasi laborat.
Ø Penatalaksanaan kasus sesuai dengan jenis penyakit dan diagnosa yang ditetapkan oleh dokter.
b. PD3I ( Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi )
Ø Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi terdiri dari :
a. Hepatitis B, dapat dicegah dengan imunisasi HB ( pada usia < 7 hari ) dan DPT/HB.
b. TBC, khususnya TB pada anak, yang dapat dicegah dengan imunisasi BCG.
c. Diptheri, dapat dicegah dengan imunisasi DPT/HB dan DT.
d. Pertusis, dapat dicegah dengan imunisasi DPT/HB.
e. Tetanus, dapat dicegah dengan imunisasi DPT/HB pada sasaran bayi, DT pada sasaran kelas 1
SD, TT pada sasaran kelas 2 dan kelas 3 SD serta TT pada wanita usia subur ( WUS ).
f. Poliomyelitis, yang dapat dicegah dengan imunisasi Polio.
g. Campak, dapat dicegah dengan imunisasi Campak.
Ø Hepatitis B
ü Penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang merusak hati.
ü Gejala infeksi klinis akut adalah merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu.
Urine menjadi kuning, tinja berwarna pucat. Warna kuning tampak pula pada mata atau kulit.
Infeksi pada anak seringkali tidak menimbulkan gejala.
ü Penyakit yang kronis dapat menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan kematian.
ü Penularan melalui suntikan yang tidak aman, transfusi darah, dari proses persalinan dari ibu
menular pada bayi yang dilahirkan, dan melalui hubungan seksual.
Ø TBC ( tuberculosis )
ü Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.
ü Penularan melalui pernapasan lewat bersin, atau batuk.
ü Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat
malam pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan bisa juga
batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Pada anak-anak, TB sering
menyerang kelenjar dan tulang belakang. Tuberculosis juga dapat menyebabkan kematian.
Ø Diptheri
ü Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae.
ü Penularan melalui kontak fisik dan pernapasan.
ü Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang napsu makan dan demam ringan.
Dalam 23 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Diptheri
menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernapasan yang berakibat kematian.
Ø Pertusis
ü Penyakit yang dikenal dengan istilah batuk rejan atau batuk 100 hari. Disebabkan oleh
Bordetella pertussis.
ü Penularan melalui tetesan-tetesan kecil yang keluar dari batuk atau bersin.
ü Gejala penyakit adalah pilek, mata maerah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama-
kelamaan batuk akan menjadi parah, dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras.
Komplikasi pertusis adalah pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.
Ø Tetanus
ü Penyakit yang disebabkan kuman Clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin.
ü Penyebaran tidak melalui orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang mengandung kuman
yang masuk ke dalam luka yang dalam.
ü Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan
menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam.
ü Pada bayi terdapat juga gejala berhenti menetek ( sucking ) antara 3 sampai 28 hari setelah
lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku.
ü Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat
menimbulkan kematian.
Ø Campak
ü Penyakit yang disebabkan oleh virus Myxovirus viridae measles.
ü Penularan melalui udara sewaktu yang berasal dari droplet bersin atau batuk dari penderita.
ü Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis ( mata
merah ). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh dan tangan
serta kaki.
ü Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas
( pneumonia ).
Ø Poliomyelitis
ü Penyakit pada susunan syaraf pusat yang disebabkan leh satu dari tiga virus yang berhubungan,
yaitu virus polio type 1, 2 atau 3.
ü Secara klinis penyakit Polio mudah dipantau pada anak usia kurang dari 15 tahun yang
menderita lumpuh layuh mendadak, walaupun tidak semua lumpuh layuh disebabkan oleh virus
Polio.
ü Penularan penyakit melalui kotoran / tinja yang terkontaminasi oleh virus.
ü Kelumpuhan diawali dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu
pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera
ditangani.
Ø Surveilans PD3I dilakukan dengan memantau kasus-kasus yang terjadi di masyarakat melalui
pencatatan dan pelaporan yang dikerjakan di puskesmas dan rumah sakit. Trend perkembangan
setiap penyakit menjadi dasar informasi apakah suatu kasus berpotensi menimbulkan kejadian
luar biasa yang dapat menimbulkan kematian pada penderita.
c. Penyakit Tidak Menular Terpilih
Ø Diabetes melitus
ü Merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal.
Nilai normal gula darah sewaktu adalah <200mg/dL dan atau gula darah puasa <126 mg/dL.
ü Apabila dibiarkan dan tidak dikendalikan penyakit ini menimbulkan penyulit-penyulit yang
dapat berakibat fatal termasuk penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan dan gangren.
ü Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang akan diderita seumur hidup. Obat hanya
merupakan salah satu upaya pengendali agar tidak memunculkan penyulit.
ü Gejala klinis :
a. Gejala klasik berupa sering kencing, cepat lapar, sering haus, berat badan menurun cepat tanpa
sebab yang jelas.
b. Keluhan lain misalnya lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, gatal di
sekitar kemaluan, keputihan, bisul yang hilang timbul dan mudah mengantuk
Ø Kanker Leher Rahim
ü Keganasan yang terjadi pada leher rahim ( serviks ) yang merupakan bagian terendah dari
rahim yang menonjol ke puncak liang senggama ( vagina ).
ü Gejala pada pra kanker biasanya berupa keputihan yang tidak khas atau perdarahan yang hilang
dengan sendirinya.
ü Gejala pada tahap selanjutnya berupa keputihan atau keluar cairan encer dari vagina yang
berbau, perdarahan diluar siklus haid, perdarahan sesudah senggama, timbul kembali haid setelah
menopause, nyeri daerah panggul dan gangguan buang air kecil.
ü Pemeriksaan untuk menilai penyebaran kanker dilakukan secara fisik dan ginekologis.
ü Faktor resiko terkena kanker leher rahim :
a. Menikah / memulai aktivitas seksual pada usia muda ( < 18 tahun ).
b. Berganti-ganti pasangan seksual.
c. Berhubungan seks dengan lelaki yang sering berganti pasangan.
d. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau daerah panggul.
e. Perempuan melahirkan banyak anak.
f. Perempuan perokok aktif ( resiko 2,5 kali lebih besar ), perokok pasif ( resiko 1,4 kali lebih
besar ).
Ø Kanker Payudara
ü Keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara,
tidak termasuk kulit payudara.
ü Gejala yang paling sering adalah benjolan pada payudara yang dapat menimbulkan keluhan
antara lain : sakit, nipple discharge ( keluarnya cairan dari puting susu berupa cairan encer,
nanah, darah atau pus ), nipple retraksi ( puting susu tertarik ke dalam ), kelainan kulit seperti
lesung pipi, penampakan seperti kulit jeruk, perubahan warna kulit, perubahan warna dan
besarnya payudara, benjolan di ketiak, edema lengan.
ü Pemeriksaan dilakukan secara fisik dengan memeriksa kedua belah payudara dan pemeriksaan
penunjang dengan USG, mammografi dan needle biopsi.
ü Faktor resiko :
a. Faktor yang dapat diubah antara lain : riwayat kehamilan, riwayat menyusui, oral kontrasepsi,
hormonal replacement, alkohol, obesitas dan trauma.
b. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain : riwayat keluarga yang menderita kanker, genetik,
status menstruasi (menarche dan menopause), riwayat tumor jinak dan kanker sebelumnya, tidak
menikah, tidak pernah melahirkan anak.
Ø Kanker Paru
ü Semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri
(primer) dan metastasis tumor di paru.
ü Gejala yaitu batuk tanpa dahak ( dahak putih, dapat juga purulen ) lebih dari 3 minggu, batuk
darah, sesak napas, nyeri dada yang persisten, sulit menelan, benjolan di pangkal leher, sembab
muka dan leher kadang sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.
ü Faktor resiko : laki-laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok, tinggal di lingkungan yang
mengandung zat karsinogen atau polusi, paparan industri / lingkungan kerja tertentu, perempuan
perokok pasif, riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat ada yang
menderita kanker paru.
Ø Leukimia
ü Penyakit keganasan sel darah yang (dianggap) berasal dari sumsum tulang.
ü Gejala yang sering dikeluhkan adalah pucat, lemah, rewel, nafsu makan menurun. Terdapat
tanda-tanda perdarahan kulit seperti petekie, hematom atau perdarahan spontan seperti epistaksis
dan perdarahan gusi. Demam yang naik turun kadang disertai infeksi yang hilang timbul, sebagai
akibat fungsi leukosit yang tidak normal penderita akan lebih rentan terhadap infeksi, baik
infeksi oleh bakteri, virus maupun jamur.
ü Faktor resiko pada leukimia yang saling mempengaruhi antara lain :
1) Faktor genetik, antara lain Pada penderita down syndrome dan myelodisplasia.
2) Faktor lingkungan, antara lain radiasi, bahan kimia, obat-obatan.
3) Faktor prenatal dan postnatal, seperti penyakit ginjal pada ibu, ibu hamil yang mengkonsumsi
alkohol, ibu hamil hipertensi, asfiksia, berat badan >4500 gram.
4) Faktor infeksi virus dan atau bakateri.
Ø Retinoblastoma
ü Tumor ganas di dalam bola mata yang berkembang dari sel retina primitif dan merupakan
tumor ganas primer.
ü Gejala dan tanda retinoblastoma yang dapat ditemukan adalah : kekokoria/white pupil, cat’s
eye, mata juling, mata merah,gejala peradangan mata, mata buram, dan pada stadium lanjut
proptosis/bola mata menjadi menonjol.
ü Yang diduga sebagai faktor resiko adalah gen supresor RB1.
Ø Jantung koroner
ü Penyakit pada jantung karena adanya kelainan pada pembuluh koroner ( yaitu sepasang
pembuluh nadi cabang pertama dari aorta yang mengantarkan zat-zat makanan yang dibutuhkan
bagi jaringan dinding jantung ). Kelainan berupa penyempitan pembuluh darah sebagai akibat
proses atherosclerosis ( pengerasan dinding pembuluh darah karena penimbunan lemak yang
berlebihan ).
ü Gejala : rasa nyeri di dada ( angina pectoris ), dada terasa seperti tertekan oleh beban berat
terutama pada daerah jantung, infark miocard akut, payah jantung.
ü Faktor resiko : hipertensi, banyakmerokok, kolesterol / kadar lemak dalam darah lebih dari
normal, berat badan berlebih, tekanan jiwa ( stres ), diabetes melitus, kurangnya aktivitas fisik.
Ø Hipertensi
ü Suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal, yaitu
tekanan darah sistolik ≤120mmHg dan atau tekanan darah diatolik ≤80 mmHg.
ü Merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini, yang diakibatkan
karena gagal jantung kongetif serta cerebrovasculer, yang memunculkan faktor resiko yang dapat
meningkatkan angka kesakitan pembuluh darah.
Ø Surveilans penyakit tidak menular dilakukan seiring dengan adanya kecenderungan
berubahnya gaya hidup akibat modernisasi dan globalisasi, dimana kasus-kasus penyakit
pembuluh darah dan penyakit degeneratif lainnya dapat menyerang berbagai kelompok umur,
sosial dan ekonomi yang dapat menyebabkan timbulnya masalah kesehatan, dengan harapan
dapat dikembangkan program promosi dan pencegahan serta untuk keperluan perencanaan
pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.
d. Kesehatan Matra
Ø Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Calon Haji
ü Dilaksanakan dalam tiga tahap pemeriksaan :
a. Tahap 1 di puskesmas, meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan laboratorium sederhana
( golongan darah, tes kehamilan ), bimbingan dan konseling agar JCH perempuan mau menunda
kehamilan sampai dengan pulang dari ibadah di tanah suci yang dibuktikan dengan surat
pernyataan bermaterai di puskesmas.
b. Tahap II di kabupaten dilaksanakan di rumah sakit type C, meliputi pemeriksaan fisik,
vaksinasi Meningitis untuk mencegah dari penyakit radang otak, tes kehamilan, dan tes
laboratorium sesuai faktor resiko masing-masing jamaah yang sudah didiagnose oleh dokter
pemeriksa, serta tes jantung ( EKG ) dan rontgen bagi JCH usia > 40 tahun sesuai Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1394/Menkes/SK/XI/2002.
c. Tahap III dilakukan di embarkasi, untuk skrening akhir status kesehatan JCH sebelum
berangkat ke tanah suci. Pada tahap ini jika ditemui JCH hamil atau menderita sakit berat
maupun penyakit menular yang berdasarkan undang-undang wabah tidak diperkenankan
berangkat, maka akan dikembalikan ke wilayah asal.
d. Semua jamaah calon haji agar menepati hal-hal yang disyaratkan di dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1394/Menkes/SK/XI/2002 untuk menjamin kelancaran
keberangkatan ibadah haji.
ü Vaksinasi Meningitis sifatnya wajib, karena merupakan syarat mendapatkan sertifikat yang
diharuskan oleh Pemerintah Saudi Arabia bagi semua orang yang akan memasuki wilayah
negaranya.
ü Sepulangnya jamaah haji dari tanah suci, akan dilakukan pemantauan oleh petugas puskesmas
ke rumah masing-masing jamaah, untuk skrening apakah terdapat jamaah yang menderita sakit,
khususnya yang mempunyai gejala panas badan tinggi, kaku otot kuduk dan lemah. Hal ini
seagai antisipasi adanya kasus Meningitis.
Ø Pemantauan penyakit pada Calon Transmigran
ü Pemeriksaan calon transmigran dilakukan oleh puskesmas. Pembinaan dilakukan oleh program
pelayanan kesehatan dasar.
ü Pemantauan penyakit pada calon transmigran dilakukan oleh program surveilans untuk
antisipasi kasus-kasus penyakit menular atau kasus yan berpotensi menimbulkan wabah atau
kasus yang memerlukan karantina untuk mencegah penularan.
TUJUAN PROGRAM SURVEILANS :
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacadan akibat penyakit menular serta
meminimalkan masalah kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA :
Departemen Kesehatan RI, 2004, Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
( pedoman epidemiologi penyakit )
Unicef bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI, 2005, Pelatihan Safety Injection.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1394/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Indonesia.
Departemen Kesehatan RI, 2006, Modul Pelatihan Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Revisi Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa ( pedoman epidemiologi penyakit ).
5.2. Pengumpulan dan Pemanfatan data dan informasi terintegrasi

Pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas diikuti dengan kerjasama dalam pengumpulan
datanya. Hal ini diawali dengan penetapan secara terkoordinasi indikator-indikator yang
diperlukan dalam rangka memantau pencapaian Indonesia Sehat. Dalam hal ini perlu
diperhatikan indikator-indikator yang tercantum dalam Program Pembangunan Nasional atau
Propenas (UU No. 25 tahun 2000), Rencana Pembangunan Tahunan Pusat dan Daerah, Pedoman
Penetapan Standar Pelayanan Minimal, dan aspirasi dari Daerah. Selain dari itu juga
pertimbangan akan perlunya mengkoordinasikan lima jenis pengumpulan data yang masing-
masing memiliki kekhasan dan kepentingan yang sangat siginifikan, yaitu:

1) Surveilans, yang meliputi surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans kesehatan


lingkungan, dan pemantauan ketersediaan obat, dan lain-lain yang ada.

2) Pencatatan dan pelaporan data rutin dari UPT Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dari UPT Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Provinsi, serta dari UPT Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi ke Departemen Kesehatan
(kegiatan-kegiatan ini memerlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dan
terkoordinasi). Pengumpulan data secara rutin oleh Departemen Kesehatan dari UPT-UPT
tertentu (bukan Puskesmas) dimungkinkan sepanjang dilaksanakan secara terkoordinasi dan
menggunakan cara-cara yang tidak memberatkan UPT yang bersangkutan.

3) Pencatatan dan pelaporan program-program kesehatan khusus yang ada, seperti program
pemberantasan malaria, dan lain-lain.

4) Pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi kesehatan yang sudah berjalan seperti
ketenagaan kesehatan (Sinakes, Sidiklat, SIPTK), keuangan (dalam rangka National Health
Account), dan lain-lain.

Survei dan penelitian untuk melengkapi data dan informasi dari pengumpulan data rutin, yang
meliputi baik yang berskala nasional (seperti Survei Kesehatan Nasional) maupun yang berskala
Provinsi dan Kabupaten/Kota (SI IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang

Kata Pengantar
Surveilanse adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan
faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit dan upaya
tindakan yang diperlukan, dengan kegiatan mencakup:
• Mendiagnosis secara klinis atau laboratories
• Mengidentifikasi penyebab terjadinya sakit atau factor risiko terjadinya sakit
• Pencatatan hasil anamnese klinis dan identifikasi kasus menurut variable orang, tempat, dan
waktu
• Analisis hasil identifikasi kasus
• Tindakan penanganan kasus (case management)
• Melakukan tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah satu
kelompok Rukun Tetangga (RT) atau satu wilayah Posyandu.

• Analisis hasil identifikasi kasus dan hasil obeservasi lapangan di wilayah kasus
• Rencana tindak lanjut penaggulangan kasus penyakit di suatu wilayah dengan melibatkan
aparat/pamong setempat dan ibu-ibu PKK (pembina kesejahteraan keluarga) atau kader.
Surveilanse merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta
faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan
jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar
oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb.
Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain,
misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
Surveilans didefinisikan juga sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus
menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi
epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan
bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang
mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus
menerus juga.

A. PENGERTIAN SURVEILANS DAN EPIDEMIOLOGI


Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko
terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan

Jadi, surveilans epidemiologi.


• Merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor
determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang
yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman
atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara
masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain, misalnya
Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang mempengaruhi
resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
• Merupakan kegiatannya yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus. Sistematis melalui
proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi sesuai dengan
kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans
epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan
surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.

B. KEGUNAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI


Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit
menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan
masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap
upaya kesehatan lainnya.
Untuk mengukur kinerja upaya pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan surveilans
epidemiologi.
Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan
dimanfaatkan dalam :
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program
pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik pada
upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku
kesehatan dan program kesehatan lainnya.

2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan serta
bencana.

3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program Surveilans


epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi
nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat diarahkan pada
tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :
a. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar untuk
terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lain–lain
b. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya
c. Untuk menentukan reservoir dari infeksi
d. Untuk memastikan keadaan–keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya transmisi
penyakit.
e. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
f. Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya, distribusinya, dsb.

LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI BERBASIS


MASYARAKAT

Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-
langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan
eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan,
pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.

a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang
mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat
Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan
persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi
petugas.

Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit
pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB.
Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB
yang dilaporkan oleh masyarakat.

b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman
atau petunjuk teknis surveilans.

c. Sarana & Prasarana


Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan
bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.

d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan
transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data,
serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.

2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar
mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis
masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan
mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan
material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.

Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau
memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang
taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa
tersebut.

3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri


Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu
mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini
harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD
ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang
dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya
berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit/ancaman
penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk
memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa tersebut.

4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa.


Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat
secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman
KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota
Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa,
Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain.
Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.

5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans


Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah membuat
perencanaan kegiatan, meliputi :
a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan
b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau.
c. Lokasi pengamatan dan pemantauan
d. Frekuensi Pemantauan
e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan
f. Waktu pemantauan
g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat
h. dll.

B. Tahap pelaksanaan
1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa
1.a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja
Surveilans Desa.
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa,
dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat
desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya
sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit.
Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan
pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang
sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.

Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per minggu/
per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang disampaikan
berupa informasi :
1). Nama Penderita
2). Penyakit yang dialami/ gejala
3). Alamat tinggal
3). Umur
4). Jenis Kelamin
5). Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita, dll.

Flu Burung
a. Masyarakat kesulitan memperoleh air bersih
b. Masyarakat merasakan kekurangan jamban.
c. Lingkungan tidak bersih (pengelolaan sampah yang tidak baik).
d. Terlihat beberapa tetangga/famili terserang penyakit.

a. Merasakan sebagian warganya masih kekurangan pangan.


b. Anak balita banyak yang tidak naik berat badannya.
c. Anak balita banyak yang belum mendapat Imunisasi dan Vitamin A.
d. Terlihat beberapa anak yang terserang campak.

a. Masyarakat melihat dan merasakan banyak nyamuk di wilayahnya.


b. Masyarakat melihat dan merasakan banyak air yang tergenang.
c. Banyak kaleng-kaleng bekas yang tidak dikubur.
d. Banyak menemukan jentik pada tempat-tempat penampungan air.

a. Melihat beberapa tetangga atau famili terserang demam.


b. Masyarakat melihat dan merasakan timbulnya kasus batuk pilek yang menjurus pada sesak
nafas terutama pada anak-anak.
c. Terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap dan mengganggu pernafasan.

• Masyarakat melihat munculnya kasus diare, muntah-muntah ataupun pingsan dari beberapa
orang sehabis menyantap makanan secara bersama-sama.

a. Terdapat kematian unggas secara mendadak dalam jumlah banyak.


b. Ditemukan warga yang menderita demam panas ? 38 °C disertai dengan satu atau lebih gejala
berikut : batuk, sakit tenggorokan, pilek dan sesak nafas/ nafas pendek yg sebelumnya pernah
kontak dengan unggas yang mati mendadak.

Apabila ditemukan faktor risiko seperti tersebut diatas, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan
oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi di luar dari biasanya, misalnya ditemukan
jumlah kasus “penderita” meningkat atau ditemukan kondisi lingkungan sumber air yang
memburuk maka diharapkan masyarakat melapor kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi
masalah tersebut.

1.b. Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes


Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas petugas
kesehatan/surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di
Poskesdes adalah :
1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan warga
masyarakat.
2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan tersebut
diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan
suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare,
Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering terjadi di masyarakat desa setempat.
PWS merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini KLB yang dilaksanakannoleh Poskesdes.
Sebaiknya laporan masyarakat tidak dimasukkan dalam data W2, karena dapat membingungkan
saat analisis. Laporan masyarakat dapat dilakukan analisis terpisah. Setiap desa/kelurahan
memiliki beberapa penyakit potensial KLB yang perlu diwaspadai dan dideteksi dini apabila
terjadi. Sikap waspada terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap siaga tim
profesional, logistik dan tatacara penanggulangannya, termasuk sarana administrasi, transportasi
dan komunikasi.
Contoh PWS Penyakit Diare dari data mingguan :

3) Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas (mingguan/bulanan).


4) Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan diketahui lokasi penyebaran suatu
penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi.

5) Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang situasi


penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah masyarakat desa
untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit.
6) Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya KLB. Respon
cepat berupa penyelidikan epidemiologi/investigasi bersama-sama dengan Tim Gerak Cepat
Puskesmas.
7) Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan penyakit.

2. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas


Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas
dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi
data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas
diharuskan:
1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan Wilayah
Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui PWS ini diharapkan akan
terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat.
2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang
mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam
intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.
3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan permasalah
penyakit di wilayahnya.
4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat
laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas di
Poskesdes.
6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala
(mingguan/bulanan/tahunan).

Anda mungkin juga menyukai