1112 5137 1 PB
1112 5137 1 PB
Abstrak
Salah satu faktor risiko mortalitas pada neonatus yang menjalani operasi adalah regulasi cairan intraoperatif.
Tujuan penelitian ini mengetahui angka mortalitas pada neonatus yang menjalani operasi berdasar atas
kenaikan berat badan pascaoperasi yang dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Metode penelitian
adalah deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Penelitian ini melibatkan 95 subjek penelitian, yaitu
neonatus yang menjalani operasi dan dirawat di NICU RSHS selama tahun 2010‒2015. Data diambil dari
rekam medis, pengambilan data mulai tanggal 1 Februari sampai dengan 29 Maret 2017. Subjek dibagi tiga
kelompok, yaitu neonatus yang telah menjalani prosedur operasi yang mengalami kenaikan berat badan
pascaoperasi kurang 10% (I), neonatus yang menjalani prosedur operasi yang mengalami kenaikan berat
badan 10‒20% (II), dan kelebihan berat badan ≥20% (III). Neonatus pacaoperasi dengan kenaikan berat
badan ≤10% sebanyak 46 pasien dan yang meninggal sebanyak 10 pasien pada kenaikan berat badan
10‒20% sebanyak 38 pasien, pasien yang meninggal sebanyak 23 pasien, angka mortalitasnya sebesar
60,5%, sedangkan pada pasien dengan kenaikan berat badan sama dengan atau lebih dari 20% sebanyak
11 pasien atau 11,5% yang meninggal sebanyak 10 pasien, angka mortalitasnya sebesar 90,9%. Simpulan
angka mortalitas pasien neonatus yang menjalani operasi di RSHS dan pascaoperasi dirawat di NICU RSHS
selama periode 2010–2015 adalah 45,3%. Simpulan, angka mortalitas pasien neonatus yang menjalani
operasi di RSHS dan pascaoperasi dirawat di NICU RSHS selama periode 2010–2015 adalah 45,3%.
124 10.15851/jap.v5n2.1112
p-ISSN 2337-7909; e-ISSN 2338-8463; http:// 10.15851/jap.v5n1.xxxx
Asep Deden Komara, Ezra Oktaliansah, Budiana Rismawan: Angka Mortalitas pasien Neonatus yang Menjalani Operasi 125
berdasar atas Kenaikan Berat Badan Pascaoperasi yang Dirawat di Neonatal Intensive Care RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Dr. Hasan Sadikin Bandung selama tahun Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
2010‒2015. Variabel n= 95
Usia (hari)
Subjek dan Metode
Mean±STD 8,915±7,1587
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif Median 6.000
dengan pendekatan retrospektif. Pengambilan Range (min.-max.) 0,00;28,00
data penelitian secara keseluruhan dilakukan Jenis kelamin
dalam kurun waktu dua bulan, yaitu bulan
Laki-laki 51 (54%)
Februari sampai dengan bulan Maret 2017,
data diambil dari rekam medis setelah Perempuan 44 (46%)
mendapat persetujuan dari Komite Etik Usia gestasi (minggu)
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran <37 32 (34%)
Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Umum ≥37 63 (66%)
Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kriteria
BB preoperatif (gram)
inklusi penelitian ini adalah pasien neonatus
yang telah menjalani operasi di RSUP Dr. Hasan <2.500 40 (42%)
Sadikin dan pascaoperasi dirawat di ruang ≥2.500 55 (58%)
NICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dari Jenis operasi
tahun 2010‒2015. Kriteria eksklusi penelitian Elektif 47 (49%)
ini adalah tidak ada data berat badan sebelum
Emergensi 48 (51%)
dan sesudah operasi.
Data yang dicatat, yaitu nama, rekam Macam operasi
medis, jenis kelamin, usia saat operasi, usia Digestif 57 (60%)
gestasi, berat badan sebelum operasi, berat Nondigestif 38 (40%)
badan sesudah operasi, jenis operasi elektif ASA
atau emergensi, komplikasi preoperatif, 60 (63%)
III
lama operasi, komplikasi pascaoperasi, lama 35 (37%)
IV
perawatan, dan hasil luaran. Kemudian, seluruh Komplikasi preoperatif
neonatus dikelompokkan berdasar atas Tidak ada 56 ( 59%)
persentase kenaikan berat badan menjadi tiga 1 komplikasi 27 ( 28%)
kelompok, yaitu kelompok I adalah neonatus 2 komplikasi 11 (12%)
yang telah menjalani prosedur operasi dengan 3 komplikasi 1 (1%)
kenaikan berat badan pascaoperasi kurang Persentase kenaikan BB pascaoperai
dari 10%; kelompok II adalah neonatus yang <10% 46 (48%)
menjalani prosedur operasi dengan kenaikan
10‒20% 38 (40%)
berat badan antara 10 sampai kurang dari 20%;
kelompok III kelebihan berat badan lebih atau >20% 11 (12%)
sama dengan 20%. Selanjutnya, dinilai angka Hasil luaran
mortalitas berdasar atas persentase kenaikan Hidup 52 (55%)
berat badan pascaoperasi. Data yang diperoleh Meninggal 43 (45%)
dicatat dalam formulir khusus, kemudian
diolah melalui program statistical product and
service solution (SPSS) versi 21.0 for windows. di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung
dan dirawat di NICU RSHS Bandung. Usia
Hasil rata-rata pasien (hari) 8,915±7.1587. Jenis
kelamin laki-laki lebih banyak daripada
Penelitian restrospektif ini dilakukan terhadap perempuan (54%). Pasien neonatus yang
95 neonatus yang telah menjalani operasi menjalani operasi pada usia usia gestasi lebih
dari 37 minggu lebih banyak daripada usia banyak daripada yang terdapat komplikasi
gestasi kurang dari 37 minggu (66%). Pasien preoperatif, yaitu 59%. Pasien neonatus
neonatus yang menjalani operasi dengan berat yang menjalani operasi dengan persentase
badan preoperatif lebih dari 2.500 gram lebih kenaikan berat badan pascaoperasi kurang
banyak daripada berat badan preoperatif dari 10% lebih banyak daripada kenaikan
kurang dari 2.500 gram, yaitu 58% (Tabel 1). lebih dari 10%, yaitu 48%, pasien neonatus
Pasien neonatus yang menjalani operasi pascaoperasi yang dirawat di NICU RSHS yang
emergensi dan elektif tidak begitu banyak hidup ditemukan lebih banyak daripada yang
perbedaannya, pasien emergensi sebesar 51%, meninggal, yaitu 55% (Tabel 1).
dan pasien neonatus yang menjalani operasi Angka mortalitas tertinggi didapatkan pada
digestif ditemukan lebih banyak daripada kenaikan berat badan neonatus pascaoperasi
operasi nondigestif, yaitu sebesar 59%. lebih dari 20%, yaitu 10 dari 11, kenaikan
Pasien neonatus yang menjalani operasi ASA berat badan neonatus pascaoperasi 10‒20%
III lebih banyak daripada ASA IV, yaitu 63%. didapatkan angka mortalitas 23 dari 38 subjek,
Pasien neonatus yang menjalani operasi yang kenaikan berat badan neonatus pascaoperasi
tidak ditemukan komplikasi preoperatif lebih kurang dari 10% angka mortalitas 10 dari 46
Tabel 3 Mortalitas Persentase Kenaikan Berat Badan berdasar atas Usia Gestasi, Berat
Badan Sebelum Operasi, dan ASA
Kelompok
Variabel n
<10% 10−20% >20%
<37 minggu
Hidup 1 5 1 7
Meninggal 6 11 8 25
≥37 minggu
Hidup 35 10 0 45
Meninggal 4 12 2 18
BB <2.500gram
Hidup 4 6 1 11
Meninggal 7 14 8 29
BB ≥ 2500gram
Hidup 32 9 0 41
Meninggal 3 9 2 14
ASA III
Hidup 34 14 1 49
Meninggal 4 5 2( 11
ASA IV
Hidup 2 1 0 3
Meninggal 6 18 8 32
subjek (Tabel 2). operasi, pada operasi lebih dari 2 jam angka
Pada usia gestasi kurang dari 37 minggu/ mortalitas tertinggi didapatkan pada kelompok
prematur dengan post conceptional age (PCA) kenaikan berat badan lebih dari 20%. Pada
kurang dari 60 minggu, berat badan sebelum operasi kurang dari 2 jam angka mortalitas
operasi kurang dari 2.500 gram, ASA III dan tertinggi didapatkan pada kelompok kenaikan
ASA IV didapatkan angka mortlitas tertinggi berat badan 10−20%, pada lama operasi
pada kelompok kenaikan berat badan lebih kurang dari 2 jam tidak didapatkan kenaikan
dari 20% (Tabel 3). berat badan lebih dari 20% (Tabel 5).
Angka mortalitas berdasar atas komplikasi Lama perawatan di NICU Dr. RSHS Bandung,
preoperatif, pada ≤2 komplikasi preoperatif paling lama didapatkan pada kelompok
didapatkan angka mortalitas tertinggi pada dengan kenaikan berat badan lebih dari 20%
kelompok kenaikan berat badan lebih dari rata-rata 31,090±45,502 (Tabel 6).
20%. Pasien neonatus yang menjalani operasi
dengan 3 komplikasi preoperatif terdapat satu Pembahasan
pasien dan meninggal terdapat pada kelompok
kenaikan berat badan 10−20% (Tabel 4). Operasi pada pasien neonatus saat ini masih
Angka mortalitas berdasar atas lama memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi
dibanding dengan pasien bayi, anak, dan pascaoperasi mencapai 44%, sedangkan di
dewasa terutama di negara berkembang Kamerun angka mortalitas pascaoperasi
termasuk Indonesia. Operasi neonatus mencapai 43,1%.9
merupakan tantangan bagi dokter anestesi, Pada penelitian ini angka mortalitas
dokter anak, dan dokter bedah anak, terutama tertinggi terdapat pada kelompok neonatus
di negara berkembang seperti Indonesia yang mengalami kenaikan berat badan
karena praktik bedah pada neonatus yang pascaoperasi lebih dari 20% adalah 10 dari 11,
masih terus berkembang.12,13 kenaikan berat badan pascaoperasi 10−20%
Penelitian ini dilakukan terhadap 95 didapatkan mortalitas 23 dari 38 subjek.
neonatus yang menjalani operasi di RSUP Dr. kenaikan berat badan pascaoperasi kurang
Hasan Sadikin Bandung dan pascaoperasi dari 10% mortalitas adalah 10 dari 46 (Tabel
dirawat di ruang perawatan NICU RSUP 2). Angka kejadian mortalitas pascaoperasi
Dr. Hasan Sadikin Bandung sesuai kriteria pada neonatus saat ini masih tinggi. Beberapa
inklusi. Dari hasil penelitian didapatkan angka faktor yang memengaruhi hasil luaran operasi,
mortalitas neonatus pascaoperasi sebanyak yaitu usia neonatus yang prematur, usia gestasi
43 pasien (45%). Keadaan ini menggambarkan kurang dari 37 minggu, banyaknya komplikasi
angka mortalitas pascaoperasi yang tinggi preoperatif, ASA III atau lebih, lama operasi,
pada neonatus. Angka mortalitas pascaoperasi perawatan pascaoperasi, kemudian pengaruh
yang tinggi pada pasien neonatus ini kenaikan berat badan juga memberikan
menggambarkan bahwa usia merupakan salah dampak terhadap hasil luaran operasi
satu faktor yang memengaruhi hasil luaran yang akan meningkatkan angka mortalitas
pasien. Semakin muda usia pasien neonatus, pascaoperasi. Hal ini disebabkan oleh fungsi
akan semakin besar risiko mortalitas organ neonatus masih belum berkembang
pascaoperasi. Pada neonatus fungsi organ seperti pada orang dewasa sehingga sangat
tubuh seperti jantung, paru, ginjal, dan hepar rentan tehadap infeksi terutama infeksi
belum berfungsi seperti halnya pasien dewasa. pascaoperasi. Akibat kelebihan cairan ini akan
Selain itu, neonatus juga sangat rentan memengaruhi hasil luaran operasi yang akan
terhadap infeksi.9,10,16 mengganggu sistem organ tubuh neonatus
Penelitian yang dilakukan di India antara dan akan memperberat kondisi neonatus
tahun 1996 sampai 2006 terhadap neonatus tersebut. Angka mortalitas yang tinggi pada
yang menjalani operasi dan pascaoperasi pasien neonatus juga dapat disebabkan oleh
yang dirawat di ruang intensif neonatus keterlambatan pasien neonatus datang ke
didapatkan angka mortalitas mencapai 40%.11 tempat pelayanan kesehatan atau rumah
Keadaan ini sesuai dengan penelitian yang sakit, keterlambatan diagnosis yang tepat,
dilakukan selama tiga tahun di Nigeria untuk dan keterlambatan dalam pengambilan
pasien neonatus yang menjalani operasi, keputusan untuk dilakukan tindakan operasi.
angka mortalitas pascaoperasi mencapai Pengaruh katerlambatan penanganan
62,2%. Penelitian di Kenya pada neonatus pasien neonatus ini akan mengakibatkan
yang menjalani operasi angka mortalitas kondisinya semakin memburuk dan dapat
memengaruhi hasil luaran jika dilakukan dengan berbagai gangguan fungsi organ pada
tindakan operasi, keadaan seperti ini banyak pasien yang menjalani operasi.2,17
ditemukan di negara berkembang termasuk di Angka mortalitas pada usia gestasi kurang
Indonesia.9,11,17 dari 37 minggu berdasar atas kenaikan berat
Pada penelitian ini didapatkan angka badan pascaoperasi didapatkan 32 pasien
mortalitas pascaoperasi pada neonatus dengan angka mortalitas 78% (Tabel 3). Pasien
meningkat sebanyak 2,7 kali lebih tinggi atau neonatus yang lahir disebut prematur jika usia
hampir tiga kali apabila terjadi kenaikan gestasi kurang dari 37 minggu, bayi prematur
berat badan pascaoperasi 10−20% dibanding memiliki angka mortalitas pascaoperasi yang
dengan kenaikan berat badan kurang dari 10%. lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir cukup
Selanjutnya, angka mortalitas akan meningkat bulan. Pasien neonatus yang prematur dan post
menjadi 4,1 kali lebih tinggi atau empat kali conceptional age (PCA) kurang dari 60 minggu
lebih tinggi jika terjadi kenaikan berat badan memiliki risiko komplikasi pascaoperasi yang
lebih dari 20% pascaoperasi dibanding lebih tinggi seperti kejadian periode sleep
dengan kenaikan berat badan kurang dari apneu yang lebih tinggi, lebih mudah untuk
10%. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi terjadi hipotermia, risiko terjadi retinopati,
kenaikan berat badan pascaoperasi memiliki risiko terjadi infeksi yang lebih tinggi, pasien
hasil luaran pascaoperasi yang sangat buruk prematur memiliki sistem kekebalan tubuh
terhadap kondisi pasien yang mengakibatkan yang masih lemah dan belum matang dapat
angka mortalitas pascaoperasi yang tinggi.3,5,15 meningkatkan risiko infeksi.
Keadaan ini sesuai dengan penelitian yang Pasien lahir prematur yang menjalani
dilakukan di Amerika Serikat terhadap pasien operasi memiliki angka mortalitas yang
pascaoperasi yang dirawat di Intensive Care tinggi, pada penelitian ini didapatkan bahwa
Unit (ICU) bahwa 40% pasien mengalami kenaikan berat badan pascaoperasi, jika dilihat
kelebihan berat badan lebih dari 10% angka mortalitasnya tidak begitu berpengaruh
dibanding dengan berat badan preoperatif. Hal yang berkisar 78,1−89%. Keadaan ini terjadi
ini menandakan terjadi kelebihan pemberian karena kondisi pasien neonatus yang prematur
cairan selama perioperatif yang secara sebelum dilakukan tindakan operasi sudah
signifikan meningkatkan angka morbiditas memiliki banyak penyulit seperti berat badan
dan mortalitas, serta lama perawatan di kurang dari 2.500 gram, ASA III atau lebih,
ICU. Pascaoperasi pasien dengan kenaikan kelainan kongenital yang lain seperti penyakit
berat badan lebih dari 10% angka mortalitas jantung bawaan dan komplikasi preoperatif
mencapai 31,6%, sedangkan pasien dengan lain. Keadaan umum yang buruk seperti ini
kenaikan berat badan kurang dari 10% angka banyak kita jumpai pada pasien neonatus lahir
mortalitas 10,3% dan pasien dengan kenaikan prematur sehingga jika dilakukan operasi akan
berat badan lebih dari 20% angka kejadian mengakibatkan angka mortalitas pascaoperasi
mortalitas mencapai 100%.5 Penelitian yang yang tinggi ditambah dengan kenaikan berat
dilakukan di Afrika Selatan pada tahun 2014 badan pascaoperasi akan lebih meningkatkan
menunjukkan hubungan kelebihan pemberian angka mortalitas.2,12
cairan pada pasien yang dirawat di ruang Pasien neonatus yang menjalani operasi
Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Pada pasien yang memiliki berat badan kurang dari 2.500
yang kelebihan cairan kurang dari 10% angka gram (Tabel 3) memiliki risiko mortalitas yang
mortalitas sebesar 8,2%, sedangkan pada lebih tinggi bila dibanding dengan neonatus
pasien yang kelebihan cairan lebih dari 10% yang berat badan lebih 2.500 gram karena
angka mortalitas sebesar 66,7%.4 Penelitian neonatus dengan berat badan yang kurang
yang dilakukan di Brazil menunjukkan bahwa dari 2.500 gram sebagian besar lahir prematur,
kelebihan cairan positif 5% sampai 10% dari terdapat kelainan bawaan yang lain. Pasien
pertambahan berat badan pada pasien sakit prematur memiliki risiko infeksi, hipotermia,
kritis mempunyai prognosis yang lebih buruk hipoglikemia, dan priode sleep apnea yang
lebih tinggi yang akan meningkatkan kejadian mortalitasnya 55 per 100.000 prosedur
morbiditas dan mortalitas.2,13 anestesi, sedangkan pasien dengan ASA III
Angka mortalitas lebih tinggi juga angka mortalitasnya 27 per 100.000 prosedur
didapatkan pada bayi prematur dan bayi anestesi, dari angka tersebut dapat dilihat
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram. angka mortalitas pada pasien ASA IV lebih dua
Hal ini sesuai dengan penelitian di Amerika kali lebih tinggi dibanding dengan pasien ASA
Serikat yang menunjukkan bahwa pasien III.7
prematur memiliki angka mortalitas yang Berdasar atas penelitian ini didapatkan
lebih tinggi dibanding dengan pasien lahir angka mortalitas tertinggi pada pasien yang
cukup bulan yang menjalanani operasi.dengan memiliki 3 komplikasi preoperatif satu
angka mortalitas pascaoperasi mencapai neonatus dan meninggal (Tabel 4). Komplikasi
10,5% dibanding dengan pasien cukup bulan preoperatif berhubungan dengan keadaan
angka mortalitas pascaoperasi hanya 2%. umum pasien sebelum dilakukan tindakan
Penelitian yang dilakukan di Nigeria terhadap bedah dan anestesi, keadaan ini menandakan
pasien neonatus yang menjalani operasi keadaan umum yang jelek, semakin banyak
selama 10 tahun dari tahun 1993 sampai komplikasi preoperatif akan semakin
tahun 2002, didapatkan bahwa berat badan jelek keadaan umum pasien. Hal ini sangat
sebelum operasi secara signifikan berperan berhubungan dengan ASA pasien yang tinggi
besar terhadap hasil luaran pascaoperasi sehingga angka mortalitas lebih tinggi. Pasien
semua pasien yang berat badan kurang dari neonatus yang akan dioperasi bertujuan
2.000 gram pascaoperasi meninggal karena memperbaiki kelainan bawaan. Komplikasi
pasien dengan berat badan lebih dari 3.000 preoperatif pada neonatus ini saling
gram didapatkan angka mortalitas sebesar berhungan dengan beberapa faktor antara lain
16,7%.20 Dari penelitian ini didapatkan angka bayi lahir prematur, berat badan lahir rendah,
mortalitas pada pasien prematur dan berat keterlambatan datang ke fasilitas kesehatan
badan kurang dari 2.500 gram lebih tinggi atau rumah sakit, keterlambatan menegakkan
disebabkan oleh banyak fungsi organ yang diagnosis, keterlambatan keputusan dilakukan
belum berkembang dengan sempurna dan tindakan operasi, dan pasien neonatus/
risiko infeksi lebih tinggi.13 prematur memiliki ASA yang tinggi memiliki
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa angka mortalitas yang lebih tinggi.9,15
angka mortalitas pascaoperasi pada pasien Teknik pemberian cairan hingga saat ini
neonatus berdasar atas ASA (Tabel 3), yaitu masih menjadi perdebatan antara para ahli,
pasien ASA IV memiliki angka mortalitas lebih salah satu teknik yang masih sering digunakan,
tinggi dibanding dengan pasien ASA III dan yaitu teknik pemberian cairan secara liberal.
dengan kenaikan berat badan pascaoperasi Untuk pemberian cairan secara liberal masih
akan meningkatkan lagi angka mortalitas dapat dilakukan pada pasien ASA I−III dengan
pascaoperasi. Pasien dengan ASA III atau risiko rendah yang dilakukan operasi minor/
lebih memiliki keadaan umum yang jelek dan tindakan bedah yang minimal dan lama
lebih banyak penyulit mulai dari preoperatif tindakan operasi kurang dari 180 menit,
seperti lahir prematur, berat badan kurang sedangkan pada pasien ASA I−IV dengan
dari 2.500 gram, dan kelainan kongenital yang tidakan operasi yang besar memiliki risiko
lain, serta keterlambatan penanganan pasien mortalitas yang tinggi, lama operasi yang lebih
untuk dilakukan tindakan operasi yang akan dari 180 menit, dan pemberian cairan secara
memperburuk kondisi pasien. Penelitian restriktif memberikan hasil luaran yang lebih
yang dilakukan di Prancis pada tahun 2006 baik dibanding dengan cara yang liberal.15
memperlihakan bahwa pasien dengan ASA IV Angka mortalitas pasien neonatus yang
yang dilakukan tindakan anestesi memiliki menjalani operasi bepengaruh terhadap
angka mortalitas yang lebih tinggi dibanding lamanya operasi (Tabel 5). Angka mortalitas
dengan ASA III. Pasien dengan ASA IV angka pada pasien yang menjalani operasi lebih dari
4 jam 8 dari 10. Mortalitas tertinggi didapatkan Pada saluran pencernaan juga dapat
pada kenaikan berat badan lebih dari 20% (1 terjadi edema meningkatkan risiko ileus
dari 1 subjek) kenaikan berat badan 10–20% 5 pascaoperasi dan terjadi gangguan waktu
dari 6 subjek dan kenaikan berat badan kurang pengosongan lambung serta mengurangi
dari 10% adalah 2 dari 3 subjek. Lama operasi drainase sistem limfatik dan oksigenasi
ini dapat menggambarkan jenis operasi yang akan mengakibatkan gangguan proses
yang dilakukan lebih rumit dan sulit untuk penyembuhan pada operasi anastomosis.
mengoreksi kelainan kongenital pada pasien Secara keseluruhan, jika terjadi kelebihan
neonatus, makin lama paparan/stres dari obat- cairan pascaoperasi dapat mengakibatkan
obatan anestesi, makin banyak manipulasi edema dalam jaringan dan interstitial yang
tindakan bedah yang akan mengakibatkan mengganggu difusi oksigen dan metabolisme,
makin jelek kondisi pascaoperasi. gangguan di jaringan berupa obstruksi sistem
Lama operasi dan tindakan anestesi akan aliran darah kapiler dan drainase sistem
memengaruhi angka mortalitas pascaoperasi. limfatik, serta gangguan interaksi antara
Keadaan ini sesuai dengan penelitian di Inggris sel.2,3 Pasien neonatus pascaoperasi lebih
memperlihatkan angka mortalitas meningkat rentan terjadi sepsis yang sampai saat ini
dengan lamanya operasi. Pada operasi kurang masih merupakan penyebab mortalitas pada
dari 2 jam angka mortalitasnya hanya 1,6 neonatus. Meskipun angka kejadian sepsis
per 100 pasien, pada operasi 2−6 jam angka lebih rendah di banyak pusat pelayanan
mortalitasnya 7,05 per 1.000 pasien dan yang kesehatan yang canggih, tetapi angka
menjalani operasi antara 6 sampai lebih dari kejadian pascaoperasi seperti infeksi luka
10 jam angka mortalitasnya 14,4 per 100 dan sepsis tetap ada dan masih menjadi
pasien. 11 penyebab mortalitas serta morbiditas yang
Perioperatif kelebihan pemberian cairan akan meningkatkan lama perawatan. Sistem
salah satu tanda dapat dilihat dari kenaikan kekebalan tubuh pada neonatus yang masih
berat badan pascaoperasi dibanding dengan lemah dan belum berkembang dengan baik
berat badan sebelum operasi. Keadaan ini dapat meningkatkan risiko sepsis. Hal ini
mengakibatkan hipervolemia sehingga lapisan merupakan tantangan tersendiri dalam
endotelial vaskular mengalami kerusakan. penanganan pasien pada bayi baru lahir
Kerusakan ini menyebabkan pelepasan atrial terutama pada bayi prematur. Keadaan
natriuretic peptide (ANP) dan gangguan ini diperberat oleh keadaan patologi yang
fungsi glycocalyx atau vascular endothelial mungkin memerlukan intervensi bedah dan
junction sehingga cairan bergerak ke dalam dapat mengakibatkan neonatus sangat rentan
ruang interstisial yang meningkatkan volume terhadap infeksi pascaoperasi. Bayi yang lahir
cairan interstisial sehingga terjadi edema prematur dan berat badan rendah lebih rentan
interstitial yang merugikan. Hal ini berkaitan karena sistem kekebalan tubuh yang belum
dengan angka morbiditas dan mortalitas berkembang.
yang meningkat, serta berdampak terhadap Neonatus yang menjalani operasi memiliki
komplikasi pascaoperasi, lama perawatan di risiko yang lebih besar terjadi paparan bakteri
ruang rawat intensif.5,10,12 Kelebihan cairan patogen di lingkungan rumah sakit. Operasi
dapat mengganggu pada beberapa organ pada saluran trakeo-esofagus, kelainan gastro-
seperti paru-paru. Resusitasi cairan yang intestinal, seperti obstruksi usus dengan
berlebihan dapat mengakibatkan edema berbagai etiologi, perforasi usus, necrosis
paru akut yang dapat menganggu pertukaran enterocolitis (NEC), malformasi anorektal
gas dan juga pasien lebih rentan terhadap (MAR), defek pada dinding perut misalnya
risiko infeksi pada paru-paru sehingga omfalokel atau gastroskisis yang paling rentan
membutuhkan alat bantuan napas ventilator untuk terjadi sepsis.3,12,13
pascaoperasi yang akan meningkatkan risiko
pneumonia.