Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN POST SC + SECONDARY ARREST + ANEMIA

OLEH :

Sarciani Suhartini Kase

(200714901313)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
a. Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh
hilangnya darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi
sel darah merah (Guyton, 1997:538). Anemia adalah gejala dari
kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen
tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk
pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999:569 ).

2. Epidemiologi
Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik
yang dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Prevalensi anemia
aplastik lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia
dan beberapa bagian di India. Anemia aplastik adalah anemia yang
terjadi akibat rusaknya sumsum tulang belakang yang paling banyak
didapat. Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara
orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status
homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %.
(Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).

3. Penyebab
Penyebab dari anemia antara lain :
a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;
 Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
 Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
 Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
 Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
 Akut karena perdarahan
 Kronis karena perdarahan
 Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi
karena;
 Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
 Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain
besi, vitamin B12 dan asam folat.

4. TANDA dan GEJALA


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku,
anorexia (badan kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal
pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan
fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah
mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau
muncul 5

gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah
munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan
kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan
stroke atau serangan jantung.(Price ,2000:256-264)
Manifestasi klinis
Area Manifestasi klinis
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan
berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit
pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa (anemia
aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,
konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,
sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,
hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.

(Bakta, 2003:15)

5. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi)
pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau
akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik

atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa.


Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam
fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).

PATHWAY
Kegagalan
Defisiensi B12, produksi SDM o/ Destruksi SDM
asam folat, besi sum-sum tulang berlebih
Perdarahan/hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia PK Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke


Pola nafas
jaringan berkurang sesak tidak efektif
Gg.
SSP perfusi
Gastro intestinal Hipoksia jaringan
serebral
Reaksi antar
Penurunan Mekanisme an aerob saraf berkurang
kerja GI

Asam laktat
Peristaltik Kerja Pusing
menurun lambung
menurun ATP berkurang
Nyeri
Makanan
susah As. Lambung
meningkat Kelelahan Energy untuk
dicerna
membentuk antibodi
berkurang
Intoleransi
Anoreksia
Konstipasi aktivitas
mual Resiko infeksi

Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan

6. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg

Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg

Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta


mengandung jumlah hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akt

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :


a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan
anemia deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik)
3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian
oleh jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh
jaringan fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui.
(anemia diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)

b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.


1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia pasca perdarahan kronik

c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)


1. Faktor ekstrakorpuskuler
- Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA,
isoantibodi-HDN)
- Hipersplenisme
- Pemaparan terhadap bahan kimia
- Akibat infeksi
- Kerusakan mekanik
2. Factor intrakorpuskuler
- Gangguan membrane (hereditary spherocytosis,
hereditary elliptocytosis)
- Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi
G6PD)
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural,
thalasemia)

(Bakta, 2003:15,16)

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges,
1999 :572)
 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV
(volume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular
rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB),
peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita
dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
 Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
 Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat
(respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
 LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
 Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan
diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah
mempunyai waktu hidup lebih pendek.
 Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
 Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau
tinggi (hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per mikro
liter darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat
(AP, hemolitik).
 Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
 TBC serum : meningkat (DB)
 Feritin serum : meningkat (DB)
 Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
 LDH serum : menurun (DB)
 Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
 Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi
perdarahan : perdarahan GI
 Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk,
membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP),
lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).

8. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek,
gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga
menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat.
Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan
berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin.
Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga
mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak.
Anemia berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi karena otot jantung
yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung
yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas pendek dan cepat lelah
waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson, 2006)

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan
karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau
penurunan produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
 pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
 resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
 tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap
kondisi yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan
Sphygmomanometer.
2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai
indikasi.
3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan
kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung
kongestif iatrogenik pada pasien..
4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan
platelet, jika diindikasikan.
5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor
deficiency yang dikirim untuk pengukuran.
6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya
Feto-transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam)
jika mereka Rh negatif.
7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk
mengobati penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda
tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini
beberapa terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia
yang diderita:
a. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian
terapi berupa:
 Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri,
misalnya pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila
tidak dilakukan terapi kausal anemia akan kambuh kembali.
 Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di
dalam tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg,
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous
suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih berbahaya
besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat,
kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu
peningkatan Hb secara cepat seperti pada ibu hamil dan
preoperasi. (preparat yang tersedia antara iron dextran
complex, iron sorbitol citric acid complex)Pengobatan
diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal
untuk cadangan besi tubuh.
 Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan
besi adalah pada pasien penyakit jantung anermik dengan
ancaman payah jantung, anemia yang sangat simtomatik, dan
pada penderita yang memerlukan peningkatan kadar
hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah
PRC untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi
dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.
(Bakta, 2003:36)
b. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian adalah:
 Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan
sembuh dengan sendirinya.
 Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam
folat, atau vitamin B12.
 Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
 Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan
hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.
 Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi
pemberian preparat besi akan meningkatkan hemoglobin,
tetapi kenaikan akan berhenti setelah hemoglobin mencapai
kadar 9-10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
c. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia
sideroblastik adalah:
 Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat
simtomatik dengan transfusi darah.
 Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil
penderita responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
d. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam
folat adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat
meskipun demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-
lain tetap harus dilakukan:
 Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan
puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.
Neuropati biasanya dapat membaik tetapi kerusakan medula
spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)
 Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari
selama 4 bulan.
 Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler
200 mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7
minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg
tiap 3 bulan.
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka
terapi utama untuk anemia pernisiosa adalah:
 Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
 Terapi pemeliharaan
 Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Primer Assesment
1) Data subjektif
 Riwayat penyakit saat ini: pingsan secara tiba-tiba atau
penurunan kesadaran, kelemahan, keletihan berat disertai nyeri
kepala, demam, penglihatan kabur, dan vertigo.
 Riwayat sebelumnya : gagal jantung, dan/atau perdarahan
massif.
2) Data objektif
 Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas (obstruksi)
 Breathing
Sesak sewaktu bekerja, dipsnea, takipnea, dan orthopnea
 Circulation
CRT > 2 detik, takikardi, bunyi jantung murmur, pucat pada kulit
dan membrane mukosa (konjunctiva, mulut, faring, bibir) dan
dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat
tampak sebagai keabu-abuan), kuku mudah patah, berbentuk
seperti sendok (clubbing finger), rambut kering, mudah putus,
menipis, perasaan dingin pada ekstremitas.
 Disability (status neurologi)
Sakit/nyeri kepala, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi, insomnia, penglihatan kabur, kelemahan,
keletihan berat, sensitif terhadap dingin.
b) Sekunder Assessment
1) Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung, dan abdomen.
2) Five intervention
Hipotensi, takikardia, dispnea, ortopnea, takipnea, demam,
hemoglobin dan hemalokrit menurun, hasil lab pada setiap jenis
anemia dapat berbeda. Biasnya hasil lab menunjukkan jumlah
eritrosit menurun, jumlah retikulosit bervariasi, misal : menurun
pada anemia aplastik (AP) dan meningkat pada respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis.
3) Give comfort
Adanya nyeri kepala hebat yang bersifat akut dan dirasakan secara
tiba-tiba, nyeri yang dialami tersebut hilang timbul.
4) Head to toe
 Daerah kepala : konjunctiva pucat, sclera jaundice.
 Daerah dada : tidak ada jejas akibat trauma, bunyi jantung
murmur, bunyi napas wheezing.
 Daerah abdomen : splenomegali
 Daerah ekstremitas : penurunan kekuatan otot karena
kelemahan, clubbing finger (kuku sendok), perasaan dingin
pada ekstremitas.
5) Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas pada daerah punggung.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi
:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dipsneu, takikardia
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
O2 ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah ditandai dengan mual-muntah, anoreksia, penurunan
BB
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
6. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau
penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)

3. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan
dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola
nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak napas berkurang
- pernafasan teratur
- takipneu atau dispneu tidak ada
- tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-
100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau tanda-tanda vital
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan
pernapasan, napas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan
Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan
intervensi yang tepat
3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
4) Ajarkan klien napas dalam
Untuk meningkatkan kenyaman
5) Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi
Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien dan mengkaji
apakah keluhan sesak pasien sudah berkurang.
Kolaborasi
1. Berikan O2 sesuai indikasi
Untuk memenuhi kebutuhan O2
2. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan
pemasangan ventilator sesuai indikasi
Untuk membantu pernapasan adekuat
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan O2 ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran,
nyeri kepala
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan
terjadi peningkatan perfusi jaringan dengan kriteria hasil:
- menunjukkan perfusi adekuat
- pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
- TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-
100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
- Membrane mukosa warna merah muda
- GCS > 13
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku.
memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.


meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi
untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada
hipotensi. 
3. Selidiki keluhan nyeri kepala
iskemia serebral mempengaruhi status kesadaran pasien
kolaborasi :
1. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.
2. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan
mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah ditandai dengan mual-muntah,
anoreksia, penurunan BB
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan intake
nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:
- mual muntah (-)
- makan habis 1 porsi
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
3. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan
diantara waktu makan.
menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan
mencegah distensi gaster.
4. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala
lain yang berhubungan.
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
5. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik
perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
2. Pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber
diet nutrisi yang dibutuhkan.
3. Berikan obat sesuai indikasi.
kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau
adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam


laktat) ditandai dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien
mengeluh nyeri kepala, pasien Nampak meringis,
dispneu/takipneu
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x24 jam diharapkan nyeri
pasien terkontrol dengan kriteria hasil:
- klien melaporkan nyeri berkurang,
- klien tidak meringis,
- RR dalam batas normal (18-22x/menit)
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10),
karakteristiknya, lokasi, lamanya.
mempermudah melakukan intervensi dan melihat ketepatan
intervensi.
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal seperti ekspresi
wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis atau meringis, perubahan
frekuensi jantung, pernapasan, tekanan darah.
merupakan indicator/derajat nyeri yang tidaklangsung dialami.
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
mengurangi rasa nyeri yang bersifat akut
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti analgetik
untuk mengurangi rasa sakit/nyeri
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan ditandai
dengan kelemahan, kelelahan, keletihan, lesu, dan lunglai
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan dapat
mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dengan kriteria hasil:
- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
120-100/
- TTV dalam batas normal (TD 70-80 mmHg), nadi (60-100
x 18-22 x
/menit), napas ( /menit), suhu (36,5-37,50 C))

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan
kelemahan otot.
menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawajumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara
bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila
terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan
aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan
harga diri dan rasa terkontrol.
4.Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dan
situasi kondisi klien, maka diharapkan klien:
1. Pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
 pasien melaporkan sesak napas berkurang
 pernafasan teratur
 takipneu atau dispneu tidak ada
 tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-
100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:
 menunjukkan perfusi adekuat
 pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
 TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-
100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
 Membrane mukosa warna merah muda
 GCS > 13
3. Intake nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:
 mual muntah (-)
 makan habis 1 porsi
4. Nyeri pasien terkontrol dengan kriteria hasil:
 klien melaporkan nyeri berkurang,
 klien tidak meringis,
 RR dalam batas normal (18-22x/menit)
5. Intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:
 melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
 TTV dalam batas normal (TD 120-100/
70-80 mmHg), nadi (60-100
x
/menit), napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))
6. Dapat menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan
kriteria hasil:
 Hb 12-16 g%
 Konjungtiva tidak pucat
 Pasien melaporkan kelelahan berkurang
 Perdarahan tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC


Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott
Williams
Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Kahsasi, Daniel. 2009. Anemia Acute.
http://emedicine.medscape.com/article/159803-media,
emergency_medicine. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2011
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi
2005-2006.Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai