Disusun oleh:
200714901313
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupunganas (maligna) membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intrakranial)at au di sum su m t ul an g b el ak an g
( m ed ul la s pi na li s) . D ia gn os a t um or ot ak ditegakan berdasarkan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
radiologi dan patalogi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadangsulit
menegakan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna
danyang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari
lokasi tumor,kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul
gejala tekanan tinggiintraknial serta efek dari masa tumor kejaringan
otak yang dapat menyebabkankompresi, infasi dan destruksi dari jaringan
otak. (Brunner, suddarth, 2010)
B. Klasifikasi
Tumor yang berasal dari lapisam otak (meningioma dural)
Tumor yang berkembang didalam / pada syaraf kranial
Tumor yang berasal didalam jaringan otak
Lesi metastatik yang berasal dari bagian tubuh mana saja
C. Etiologi
D. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor :
gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan
otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan
kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah
arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut
dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron
dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke
jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist
fokal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar
tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena
dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan
intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke
ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena
itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume
darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel
dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis
lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa
dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan
hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula
oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang
cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan
nadi), dan gangguan pernafasan.
Pathway
E. Manifestasi Klinis
a. Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten.
Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk,
maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor
pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
b. Perubahan status mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan
mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada
penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini
bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya
somnolen hingga koma.
c. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi
pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan
temporal.
d. Edema papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil
pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk
melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan
perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
e. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa
tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah
berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa
didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
f. Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditemukan pada pasien dengan tumor otak adalah :
a. Gangguan fisik neurologis, gangguan kognitif, gangguan tidur dan
mood.
b. Disfungsiseksual.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) dapat mengevaluasi jaringan lunak
lebih baik daripada coherence tomography scan (CT-scan) dan mampu
mendeteksi tumor yang lokasinya di infratentorial. MRI merupakan
modalitas paling baik untuk mengidentifikasi tumor di lokasi fosa posterior
(misalnya: neuroma akustik) dan juga lesi hemoragik. MRI dapat menjadi
pilihan apabila pasien alergi terhadap zat kontras atau mengalami
insufisiensi ginjal. Tumor otak dengan sawar darah otak yang masih intak
seperti glioma low grade dapat tidak terdeteksi dengan CT-scan kontras,
namun dapat terdeteksi menggunakan T2-weighted MRI tanpa kontras.
Oleh karena itu, MRI dengan atau tanpa kontras (gadolinium) merupakan
metode standar dengan sensitivitas yang baik dalam mendeteksi tumor
otak. MRI diffusion-weighted, diffusion tensor, MR perfusi dan
spektroskopi juga dapat digunakan untuk melihat selularitas tumor dan
vaskular sehingga lebih baik untuk membedakan tumor dari lesi non
neoplasma. Magnetic resonance spectroscopy (MRS) dapat digunakan
sebagai penuntun biopsi untuk menentukan daerah nekrosis dan tumor
yang masih viabel.
b. CT-SCAN
Coherence tomography scan (CT-scan) merupakan modalitas pilihan pada
kasus emergensi. Apabila MRI tidak tersedia atau bila ada kontraindikasi
MRI seperti penggunaan implan logam, penggunaan alat pacu jantung,
atau klaustrofobia, msks CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan.
Gambaran tumor pada CT-scan dapat tampak hipodens, isodens, atau
hiperdens. Hampir semua tumor mengalami penyangatan (enhancement)
dengan pemberian kontras. CT-scan lebih baik dibandingkan MRI untuk
melihat kalsifikasi dan lesi destruksi pada tulang tengkorak akibat invasi
tumor. CT-scan toraks, abdomen, dan pelvis diperlukan untuk mencari
lokasi primer tumor bila ditemukan lesi yang dicurigai sebagai metastasis
di otak. CT-scan pada tumor otak metastasis dapat memberikan
gambaran lesi soliter, bulat, batas tegas, dan edema peritumoral lebih luas
(fingers of edema). Lesi multipel juga sering ditemukan pada kasus
metastasis otak.
c. PET-Scan
Positron emission tomography scan (PET-scan) berguna pada pasien pasca terapi
karena dapat membedakan antara tumor rekuren atau reaksi jaringan. PET-
scan juga dapat mendeteksi glioma low grade. Hasil biopsi pada tumor otak
terkadang dapat memberikan gambaran grade yang berbeda. Biopsi pada tempat
yang salah dapat memberikan hasil grade tumor yang lebih rendah dari
seharusnya. Biopsi dengan bantuan PET-scan dapat digunakan untuk mengambil
jaringan pada bagian yang paling maligna. Namun, PET-scan tidak
direkomendasikan untuk mencari lesi primer tumor karena gambaran pada
pemeriksaan tersebut sulit membedakan antara tumor jinak, maligna, atau lesi
inflamasi.
d. Biopsi
Dengan biopsi, dokter dapat mendiagnosis jenis tumor secara histopatologi serta
menentukan grade tumor. Biopsi tumor otak dapat dilakukan menggunakan
jaringan tumor yang direseksi melalui kraniotomi (open biopsy) ataupun biopsi
jarum stereotaktik. Klasifikasi tumor otak umumnya menggunakan sistem dari
WHO. Histopatologi tumor yang spesifik dapat membantu menentukan rencana
penatalaksanaan bagi pasien. WHO melakukan revisi klasifikasi tumor primer
otak pada tahun 2016 dengan menambahkan kelainan genetik molekular pada
klasifikasi berdasarkan histopatologi yang sudah ada. WHO mengklasifikasikan
tumor otak berdasarkan kriteria histopatologi dan juga perubahan genetik yang
terjadi.
H. Penatalaksanaan
a. Pembedahan (craniotomy)
b. Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot
pectoralis, radang tenggorkan.
c. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran
darah.Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan,
kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
d. Manipulasi hormonal
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah
bermetastase.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. TTV (nadi,pernafasan)
b. Tampilan umum (tanda dan gagal jantung kongesti, gelisah)
c. Kulit (warna kulit, petekia, memar, perdarahan)
d. Abdomen (pembesaran hati dan limpa)
e. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan non verbal yang
mengindikasikan nyeri.
f. Kaji tempat tempat terkait untuk menilai luasnya perdarahan
dan luasnya kerusakan sensori, saraf dan motoris.
g. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan
diri (missal : menyikat gigi).
h. Kaji tingkat perkembangan anak.
i. Kaji kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan
kemampuan penatalaksanaan program pengobatan di rumah.
j. Tanyakan riwayat keluarga mengenai kelaina perdarahan.
k. Tanyakan perdarahan yang tak biasanya.
l. Pemeriksaan fisik selama periode eksaserbasi :
Pembentukan hematoma (subkutan / intramuskular)
Neuropati perifer.
Hemorragi intrakranial : sakit kepala, gangguan
penglihatan, perubahan tingkat kesadaran,
peningkatan TD, nadi lemah, ketidaksamaan pupil.
Hemrthrosis : perdarahan pada sendi
Hematuria
Epistaksis.
m. Kaji kemampuan pasien dan keluarga tentang kondisi dan
tindakan.
n. Kaji dampak kondisi pada gaya hidup baru.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan b.d mekanisme pembekuan
darah yang tidak normal
2. Resiko Syok b.d Hipovolemia
3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan factor :
perdarahan faktor kontrol sekunder terhadap hemofilia.
C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan b.d mekanisme pembekuan
darah yang tidak normal.
Tujuan / Hasil yang diperkirakan :
Keseimbangan cairan normal.
Intervensi :
Monitoring TTV
Instruksikan dan pantau anak berkaitan dengan
perawatan gigi yaitu menggunakan sikat gigi.
Kolaborasi pemberian produk plasma sesuai indikasi.
2. Resiko Syok b.d Hipovolemia
Tujuan / Hasil yang diperkirakan :
Meningkat laju napas, memanjangkan waktu pembekuan
darah.
Intervensi :
Perhatikan kadar Hb
Monitor status cairan
Monitor jumlah dan sifat kehilangan cairan
3. Nyeri berhubungan dengan hematosis (sendi bengkak)
Tujuan / Hasil yang diperkirakan :
Nyeri berkurang / hilang.
Intervensi :
Pantau pasien terhadap ketidak nyamanan sendi (skala
nyeri ?)
Pasang bebar atau alat penyokong lain pada sendi,
imobilisasikan sendi pada sedikit fleksi.
Elevasikan atau tempatkan bantal di bawah sendi yang
sakit untuk meningkatkan kenyamanan.
Berikan analgesik sesuai program.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
4. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan factor :
perdarahan faktor kontrol sekunder terhadap hemofilia.
Tujuan / Hasil yang diperkirakan :
Mobilitas sendi normal, tidak ada memar, tidak ada defisit
neurologis permanen.
Intervensi :
1. Untuk cedera kepala :
Pantau status neurologis terdeteksi, misalnya : sakit kepala,
mual, muntah, ketidaktepatan afek, kerusakan memori,
perubahan tingkat kesadaran.
Beri factor pembekuan yang ditentukan dan elevasi
keefektifannya.
Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler atau
fowler
2. Untuk hemartrosis :
Pantau status neurovaskuler dari ekstremitas yang sakit.
Beri tahu dokter bila pembengkakan sendi berlanjut, atau
nutrisi menetap atau kebas dan kesemutan terjadi pada
saat tindakan telah dimulai selama 24 jam.
Pertahankan tirah baring pada sendi yang sakit ditinggikan.
Beri kompres es sesuai pesanan.
Berikan factor pembekuan yang diresepkan dan dievaluasi
keefektifannya.
Mulai latihan rentang gerak gerak pasif bila pembengkakan
telah berkurang.
Beri alat Bantu untuk ambulasi.
Berikan analgesik yang diresepkan untuk mengontrol nyeri
sendi dan evaluasi keefektifannya.
DAFTAR PUSTAKA