Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Laporan Studi
ANALISIS BAHAYA GEMPA BUMI
Dosen:
Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, M.PSt, Ph. D.
Dikerjakan Oleh:
M. Addifa Yulman (15006013)
I Gusti Ayu Andani (15408008)
Putri Sugih Permatasari (15408049)
Yunie Nurhayati (15408072)
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 2
DAFTAR TABEL..................................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 2
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
Bagian ini akan dibagi menjadi 2 subbagian, yaitu fenomena gempa bumi dan data
kejadian gempa bumi di Indonesia.
Gempa bumi di Indonesia sering terjadi pada wilayah-wilayah yang memiliki zona
subduksi dan patahan/sesar aktif. Penyebab terjadinya Gempa Bumi yaitu proses tektonik
akibat pergerakan kulit/lempeng bumi, aktivitas sesar di permukaan bumi, pergerakan
geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah, aktivitas gunung api
5
(vulkanisme), ledakan nuklir. Menurut sebab terjadinya, gempa dibedakan menjadi empat
macam, yaitu:
a) Gempa vulkanis
Gempa vulkanis adalah gempa yang terjadi akibat meletusnya gunung api. Apabila
gunung api akan meletus, maka timbullah tekanan gas dari dalam. Tekanan ini
menyebabkan terjadinya getaran yang disebut gempa bumi. Gempa vulkanis hanya terdapat
di daerah gunung api yang akan, sedang, atau sesudah meletus. Bahaya gempa ini relatif
kecil, tetapi sangat terasa di sekitarnya.
b) Gempa tektonik
Gempa tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang dihasilkan dari geseran
batuan sesar/patahan aktif sepanjang batuan sempadan plat tektonik. Tenaga dihasilkan
oleh tekanan antara batuan dikenali sebagai kecacatan tektonik. Kesan ini adalah seperti
gelang getah ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Bahaya gempa ini sangat besar sekali
sebab akibat gempa yang timbul, tanah dapat mengalami retakan, terbalik bahkan dapat
bergeser.
Patahan (fault) adalah gejala retaknya kulit bumi yang tidak plastis akibat pengaruh
tenaga horizontal dan tenaga vertikal. Daerah retakan seringkali mempunyai bagian-bagian
yang terangkat atau tenggelam. Jadi, selalu mengalami perubahan dari keadaan semula,
kadang bergeser dengan arah mendatar, bahkan mungkin setelah terjadi retakan, bagian-
bagiannya tetap berada di tempatnya.
Zona Subduksi
6
Sumber: Modul Aneka Bentuk Dan Potensi Muka Bumi, 2008
d) Gempa Jatuhan
Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam susunan tata surya. Dalam tata
surya kita terdapat ribuan meteor atau batuan yang bertebaran mengelilingi orbit bumi.
Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-kadang sampai ke
permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi jika massa meteor
cukup besar. Getaran ini disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang sekali terjadi.
7
1.2 Data Kejadian Gempa Bumi
Berikut merupakan data kejadian gempa bumi yang kekuatannya lebih dari 5 skala
richter yang mengguncang wilayah Indonesia selama periode 1815 – 2009.
No
. Tanggal Area Kekuatan Korban jiwa
1 10 April 1815 Pulau Sumbawa, NTB - ± 100.000 jiwa
2 27 Agustus 1883 Selat Sunda - 36.417 jiwa
3 20 September 1899 Ambon, Maluku 7.8 SR 3.280 jiwa
4 20 Mei 1919 Blitar, Jawa Timur - ± 5.000 jiwa
5 01 Februari 1923 Laut Banda 8,5 SR ± 140.000 jiwa
6 02 Februari 1938 Pulau Banda fan Pulau Kai 8.5 SR
7 14 Agustus 1968 Sulawesi Utara 7.8 SR 392 jiwa
8 26 Juni 1976 Papua ± 9.000 jiwa
9 19 Agustus 1977 Kepulauan Sunda 8.0 SR ± 2.200 jiwa
10 12 Desember 1992 Pulau Flores 7.5 SR ± 2.100 jiwa
11 02 Juni 1994 Banyuwangi 7.2 SR ± 200 jiwa
12 04 Juni 2000 Bengkulu 7.3 SR > 100 jiwa
13 06 Februari 2004 Nabire, Papua 6,9 SR 26 jiwa
14 12 November 2004 Alor 7.3 SR ± 20 jiwa
15 26 Desember 2004 Samudera Hindia 9.3 SR 131.028 jiwa
16 28 Maret 2005 Pulau Nias 8.3 SR -
17 27 Mei 2006 DI. Yogyakarta dan Klaten 5.9 SR 6.234 jiwa
18 17 Juli 2006 Ciamis dan Cilacap 7.7 SR > 400 jiwa
19 11 Agustus 2006 Pulau Simeulue 6.0 SR -
20 06 Maret 2007 Sumatera Barat 6.4 Mw > 60 jiwa
21 12 September 2007 Kepulauan Mentawai 7.7 SR ± 10 jiwa
22 26 November 2007 Sumbawa 6.7 SR > 3 jiwa
23 17 November 2008 Sulawesi Tengah 7.7 SR 4 jiwa
24 04 Januari 2009 Manokwari 7.2 SR 2 jiwa
25 02 September 2009 Tasikmalaya dan Cianjur 7.3 SR > 87 jiwa
26 30 September 2009 Sumatera Barat 7.6 Mw 1.115 jiwa
27 01 Oktober 2009 Kerinci 6.6 Mw 2 jiwa
28 9 November 2009 Pulau Sumbawa 6.7 SR 1 jiwa
29 07 April 2010 Aceh 7.2 SR -
Sumber: kapanlagi.com
8
BAB II
PENDEKATAN DAN TAHAPAN-TAHAPAN ANALISIS BAHAYA
Bab ini akan membahas topik mengenai cara pendekatan dan tahapan dalam
menganalisis bahaya gempa bumi.
Pendekatan Analisis yang digunakan dalam penentuan analisis bencana gempa ada
2 buah yaitu secara deterministik ( Deterministic Seismic Hazard Analysis(DSHA)) dan
secara probabilistik (Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)). Berikut adalah
penjelasan langkah – langkah dari Masing – masing metode Analisis yang diadopsi dari
sumber Pedoman Analisis Bahaya Dan Risiko Bencana Gempabumi: Danny Hilman
Natawidjaja, 2008.
Sumber: Diadosi dari “Seismic Hazard Manual Guide” Natural Research Institute for Earth
Science and Disaster Prevention-Japan, 2008
9
Contoh Analisis Goncangan Gempa dengan Metoda Deterministik Konvensional:
Dalam analisis deterministik faktor probabilitas atau berapa besar kemungkinan
terjadinya suatu gempa besar di suatu wilayah tertentu tidak dipentingkan. Yang dihitung
adalah berapa besar goncangan yang mungkin terjadi di wilayah tersebut apabila gempa
besar yang terjadi pada salah satu sumber gempa disekitarnya terjadi. Jadi besar
goncangan yang terjadi adalah akibat dari suatu kejadian gempa. Biasanya diambil besari
magnitude maximum (worst-case). Secara Sederhana model besar goncangan gempa dapat
dihitung sebagai berikut.
Akselerasi gempa (sebanding dengan) Besar kekuatan/ magnitude sumber
gempa/(berbanding terbalik dengan) jarak sumber ke lokasi peredaman gelombang gempa.
Jadi besar goncangan gempa berbanding lurus dengan besar sumber gempa (magnitude)
dan berbanding terbalik dengan jarak gempa(makin jauh/besar akan makin kecil) dan faktor
peredaman gelombang.
Pada contoh studi ini akan dihitung perkiraan potensi bahaya goncangan gempa dari
Segmen Renun dari Patahan Sumatera di Wilayah Danau Toba. Patahan aktif ini dipetakan
berdasarkan foto udara skala 1 : 100.000 dan peta topografi skala 1 : 50.000. Peta patahan
aktif ini sudah cukup besar skalanya untuk bisa melakukan segmentasi patahan. Dari analsis
segmentasi, diketahui bahwa panjang segmen patahan aktif Renun sekitar 170 km.
Berdasarkan panjang patahannya maka dari formula empiris didapat perkiraan besar
magnitude gempa maximum ( MCE = Maximum Credible Earthquake) adalah Mw 7.6
10
Gambar 4 Peta Patahan Sumatera di wilayah Danau Toba
Patahan aktif ini dipetakan dari foto udara 1 : 100.000 dan topografi skala 1 :50.000.
Segmen patahan Renun panjangnya 170 km. Dibagian utara dibatasi oleh diskontiniuitas
jalur patahan berupa struktur Lembah Alas. Di bagian Selatannya dipisahkan dari segmen
patahan Toru oleh perubahan arah jalur gempanya. Untuk model goncangan gempa dipakai
formula empiris dari atenuasi gempa oleh Fukushima dan Tanaka (1990), sebagai berikut.
Dimana, A = rata – rata ground peak acceleration-PGA (cm.sec2); R = jarak terdekat dari
lokasi ke sumber gempa (km); Mw = skala magnitude momen.mbar
Berdasarkan input dan patahan aktif Segmen Renun pada gambar 4 dan formula
atenuasi gelombang diatas maka didapat perkiraan besar goncangan gempa (dalam satuan
PGA = Peak Ground Acceleration –g =m/detik2) seperti terlihat pada gambar 5 dibawah :
11
Gambar 5 Peta Bahaya Goncangan Gempabumi Berdasarkan Analisis Deterministic-
Konvensional
12
2.1.1 Input Data
Input data sumber gempa dipakai untuk metoda PSHA, yaitu :
a) Patahan Aktif
b) Area Sumber Gempa/ Seismik Latar Belakang
Data patahan aktif adalah input data yang paling menentukan kualitas bagi hasil
PSHA. Semakin komplit dan semakin baik kualitas data untuk input patahan aktifnya akan
semakin baik juga hasil PSHA-nya. Untuk itu langkah pertama yang utama adalah
mengumpulkan semua data patahan aktif yang sudah tersedia untuk kemudian analisis satu
persatu untuk memeriksa kualitas dan akurasi datanya,kemudian bandingkan antara satu
sumber dengan yang lainnya.
Faktanya dibanyak tempat di dunia termasuk di Indonesia data patahan aktif ini
masih terbatas sehingga input data area sumber gempa/seismik latar belakang menjadi
sangat penting. Oleh karena itu untuk melakukan PSHA porsedur standar untuk mendesain
input data seismic latar belakang ini perlu benar – benar diperhatikan. Lebih jelasnya, data
seismik latar belakang ini di analisis dan disintesiskan dari katalog gempabumi, yaitu: data
rekaman seismik yang berisi informasi tentang lokasi episenter dan kedalaman sumber atau
hiposenter, magnitudo, dan waktu terjadi gempa-gempa masa lalu. Tahapan-tahapan untuk
mempersiapkan pangkal data katalog gempa yang baik adalah sebagai berikut :
1) Kompilasi semua katalog gempa bumi yang ada dan pemilihan serta eliminasi data yang
sama (completeness analysis)
2) Agar datanya komplit
3) Menyamakan skala magnitudo yang dipakai oleh berbagai katalog tersebut
4) Melakukan proses “declustering”, yaitu menghilangkan semua data – data gempa yang
termasuk kedalam gempa – gempa pendahuluan dan gempa – gempa susulan (karena
yang diperlukan untuk PSHA hanya gempa – gempa utama atau berdiri sendiri saja)
5) Tahapan yang cukup sulit atau bahkan sering tidak bisa dilakukan adalah menyamakan
kualitas dan keakuratan dari semua katalog semua gempa bumi yang dikompilasi untuk
homogenisasi pangkal data seismiknya.
13
seperti sejenis mekanisme gempa (apakah patahan naik, turun, atau geser) dan lingkungan
tektonik patahan gempanya (apakah patahan yang berada pada lempeng atau patahan di
batas antar lempeng) juga dimasukkan sebagai parameter sumber gempa. Untuk kerusakan
di target poin juga dimasukkan parameter tambahan seperti efek amplifikasi pada poin
tersebut yang tergantung pada jenis tanah/batuannya.
Ada banyak formula empiris untuk atenuasi gelombang yang sudah dibuat untuk
berbagai kondisi sumber gempa dan kondisi lokalnya. Sebagian formula empiris khusus
dikembangkan untuk wilayah/ Negara tertentu yang tentunya juga berdasarkan data dari
suatu wilayah/Negara tersebut. Sebagian lainnya dikembangkan lebih universal berdasarkan
data dari seluruh dunia. Sampai sekarang belum ada formula empiris yang dikembangkan
dari data Indonesia dan untuk Indonesia. Juga belum ada usaha yang lebih komprehensif
untuk membuat koreksi dan penyesuaian terhadap berbagai formula yang sudah
dikembangkan untuk bisa diterapkan lebih baik di Indonesia. Karena itu pemilihan formula
empiris yang akan dipakai harus dengan kehati-hatian mengingat belum tentu benar-benar
cocok. Lebih baik kalau memakai beberapa rumus empiris sekaligus sehingga bisa
dibandingkan hasilnya untuk kemudian dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya untuk
menentukan nilai mana yang akan dipakai. Dengan akan tersedianya banyak data
seismometer dan akselerometer di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka keperluan
TEWS maka dapat dipastikan bahwa data ini nantinya dapat dipakai untuk
membuat/mengkoreksi formula-formula empiris atenuasi gelombang gempa.
14
bisa direpresentasikan sebagai Puncak Kecepatan/Percepatan Gelombang (Peak Ground
Velocity/Acceleration. PGV/PGA)
15
kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 5
(skala JMA). Peta Kanan memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan
gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 6 (skala JMA)
16
Gambar 8 Peta Diagram Alur Kerja Kajian Bahaya Goncangan Gempa Dengan Metoda
Probabilistik
Pada suatu site akan dilakukan analisis resiko gempa dengan teori probabilitas total
( McGuire, 1970). Diketahui bahwa di sekitar site terdapat sumber gempa subduksi; jarak
terdekat dan terjauh anatara sesar dengan site adalah 230 km dan 270 km. Magnitude
maksimum dari sesar tersebut adalah 7,5. Dengan data pencatatan gempa sebagai berikut :
17
Tabel 1.
No. Magnitude Data Pencatatan selama 80 tahun Kejadian pertahun Jumlah Kejadian > per tahun
1 5 45 0.5625 1.475
2 5.5 32 0.4 0.9125
3 6 20 0.25 0.5125
4 6.5 14 0.175 0.2625
5 7 5 0.0625 0.0875
6 7.5 2 0.025 0.025
Dan Data Probabilitas Jarak sebagai berikut :
A. Probabilitas Magnitude
1. Buat Persamaan Guttenberg-Richter
Tabel 2.
No. Magnitude Data Pencatatan selama 80 tahun Kejadian pertahun Jumlah Kejadian > per tahun Log (Jumlah Kejadian > per tahun)
1 5 45 0.5625 1.475 0.16879202
2 5.5 32 0.4 0.9125 -0.039767127
3 6 20 0.25 0.5125 -0.29030613
4 6.5 14 0.175 0.2625 -0.580870692
5 7 5 0.0625 0.0875 -1.057991947
6 7.5 2 0.025 0.025 -1.602059991
18
Guttenberg- Richter
0.5
0 f(x) = − 0.7 x + 3.79
-0.5 5 R² 5.5
= 0.96 6 6.5 7 7.5 8
Log (Jumlah Kejadian > per tahun -1
-1.5
-2
Magnitude
T = Perioda ulang
Dari persamaan hasil trendline didapatkan parameter untuk Guttenberg-Richter
a= 3.789
b= 0.697
sehingga kita dapatkan β= 0.697 x Ln (10) = 1.605
log ( λ m )=3.789−0.697(5)
( λ m )=10 3.789−0.697 (5 )
( λ m )=2.013 / tah un
19
(−β ( M o− M min❑))
β xe
fM= (− β ( M max −M min❑) )
1−e
Probabilitas Magnitude
P M =f m x Δ m
Δ m= Selang Magnitude, kita ambil antara 7.5 dan 7 sehingga selangnya = 0.5
Dengan Mmax = 7.5 dan Mmin = 5.0 dan Mo = Rata – rata dari 7 sampai 7.5
adalah 7.25.
Dan β = 1.605
Kita dapatkan fm = 0.044
Sehingga didapatkan PM = 0.044 x 0.5 = 0.022 probabilitas Magnitude
B. Probabilitas Jarak
Probabilitas jarak dapat dilihat dari data yang ada
Jadi jika jarak site (lokasi yang ditinjau) berjarak 230 km dari pusat gempa yang
dimodelkan maka didapat probabilitas jarak = PR = 0.13
C. Probabilitas Atenuasi
Rumus atenuasi yang dipakai adalah Youngs (1997), untuk mencari PGA yaitu :
20
ln ( y )=0.2418+1.414 M −2.552 ln ( R+1.7818 e 0.554 M ) +0.00607 H +0.3846 Zt dan
σ ln y =1.45−0.1 M
y = PGA; dari data yang kita ingin cari M = 7.5 dan R = 230; H (kedalaman pusat
gempa) kita modelkan pada kedalaman 10 km; Zt untuk mekanisme interface =0 dan
untuk mekanisme interslab = 1, model yang diambil mekanisme interface sehinga Z t =
0.
Maka Kita dapatkan
21
berbeda, jarak sumber gempa model yang berbeda dan percepatan pada site yang
melebihi 0.05 g akan memiliki probabilitas yang berbeda – beda pula. Sehingga untuk
melengkapinya semua langkah 1 sampai 3 untuk mencari Probabilitas Magnitude,
Probabilitas Jarak dan Probabilitas Atenuasi harus dicari dengan gempa – gempa
yang terjadi pada 80 tahun belakangan yang ada seperti pada data yang kita miliki di
tabel 1 kita harus lakukan terus. Hingga didapatkan Probabilitas totalnya.
Nilai F(z) didapat dari distribusi normal seperti tabel berikut :
22
Contoh Hasil PSHA yang sudah dilakukan oleh ahli – ahli gempa di Indonesia, seperti
Prof. Masyhur Irsyam dan Dr. I Wayan Sengara menghasilkan Peta Makrozonasi dan
Peta Mikrozonasi. Peta Makrozonasi wilayah studinya luas ( contoh untuk Seluruh
Indonesia). Peta Mikrozonasi wilayah studinya diabatas ( contoh : kota Padang )
23
Peta Makrozonasi Gempa di Indonesia untuk SNI ( oleh Prof. Masyhur Irsyam, dkk )
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 11 0 11 2 11 4 11 6 11 8 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138 140
o o
10 10
o 0 80 200 400 o
8 8
K il o m e t e r
o o
6 6
B anda Aceh
1
2
3 4 5 6 5 4 3 2 1
o o
4 4
o o
2 2
M anado
T e r n a te
P e k an b a ru
1
o o
0 S a m a rin d a
0
2
1
P adang P a lu M a n o k w a ri 3
2
3 S o ro n g
4 Jam bi B ia k 4
5
6
o P a la n g k a ra y a o
2 4
5 5 2
3
2 Ja ya p u ra
6
1
P a le m b a n g B a n j a r m a s in
5
B e n g k u lu K e n d a ri Am bon
o o
4 4 4
1 M akasar 3
B a n d a rla m p u n g
Tual 2
o o
6 J a k a r ta 2 1
6
B andung
G a ru t S e m a ra n g
S ukab um i S u ra b a y a
T a s i k m a la y a S o lo
J o g ja k a rta 3
o C ila c a p B li t a r M a la n g o
8 Banyuw angi 4
8
D enpasar M a ta r a m
M e ra u ke
5
6
o o
10 5 K upang 10
4
W il a y a h 1 : 0 ,0 3 g 3
2
12 o
W il a y a h 2 : 0 ,1 0 g 1
12 o
W il a y a h 3 : 0 ,1 5 g
W il a y a h 4 : 0 ,2 0 g
o o
14 14
W il a y a h 5 : 0 ,2 5 g
W il a y a h 6 : 0 ,3 0 g
o o
16 16
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 11 0 11 2 11 4 11 6 11 8 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138 140
G a m b a r 2 .1 . W i la y a h G e m p a I n d o n e s i a d e n g a n p e r c e p a t a n p u n c a k b a t u a n d a s a r d e n g a n p e r io d a u la n g 5 0 0 t a h u n
Peta Mikrozonasi Gempa untuk Wilayah Padang ( Dr. I Wayan Sengara, dkk )
24
PSHA didapat dari konsep Teorema Total Probabilitas. Teorema Total Probabilitas
adalah Perkalian dari Probabilitas Magnitude dengan Probabilitas Jarak dengan Probabilitas
Atenuasi.
1) Kita Memiliki catatan gempa dari gempa yang terjadi dimasa lalu.
2) Kemudian Kita Urutkan besar magnitude gempa dari yang terbesar dan ke terkecil
seperti
terlihat pada gambar berikut :
Contoh data gempa dan mencari probabilitasnya
Data Pencatatan dlm 80 tahun Kejadian/Tahun
Magnitude Jumlah Kejadian Magnitude Jumlah Kejadian Jumlah Kejadian >
Dalam 80 Tahun Per Tahun Per Tahun
1200
1000
800
600
400
200
0
5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5
25
5) Mencari Probabilitas Magnitude :
6) Probabilitas Jarak
26
PR = Probabilitas Jarak
7) Probabilitas Atenuasi
Probabiliatas Atenuasi didapatkan dari Distribusi normal dengan rumus :
I.
27
BAB III
DAERAH RAWAN BENCANA GEMPA DI INDONESIA
Wilayah Indonesia berada di lokasi yang sangat unik, berada dalam sabuk ‘Ring of
fire’ yang terkenal yaitu deretan gunung berapi aktif yang membentuk lingkaran di seputar
samudera Pasifik dan Indonesia merupakan pertemuan lempengan dunia yang terus
bergerak dan bergesekan untuk mencari keseimbangan. Seperti kita ketahui Bumi kita
walaupun padat, selalu bergerak Teori tektonik plate (plat tektonik) menjelaskan bahwa bumi
terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut
dan mengapung di lapisan seperti salju Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga
berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya.
Secara histografi, Indonesia merupakan wilayah yang sering mengalami gempa bumi
dan tsunami. Berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan bencana, terutama
bencana gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung berapi. Wilayah Indonesia
dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-
waktu lempeng ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya, jika terjadi
tumbukan antarlempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh
dan Sumatera Utara. Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah
di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami, diantaranya NAD, Sumatra Utara,
Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim bagian
Selatan, Bali, NTB dan NTT. Kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku
Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kaltim.
28
Sumber : Draft 02 pedoman analisis bahaya dan risiko bencana gempa bumi oleh Danny
Hilman Natawidjaja
Lempeng Lautan Hindia dan Australia bergerak ke Utara sekitar 50-70 mm/tahun dan
menunjam di bawah Palung laut dalam Sumatra-Jawa sampai ke Barat Pulau Timor di NTT.
Kemudian di sepanjang tepian Lempeng Kepulauan dari Pulau Timor ke arah Timur dan
terus memutar ke Utara berlawanan arah jarum jam menuju wilayah perairan Maluku,
Lempeng Benua Australia menabrak dengan kecepatan sekitar 70 mm/tahun. Jadi di wilayah
ini yang terjadi bukan penunjaman lempeng lautan lagi tapi zona tumbukan lempeng benua
terhadap lempeng Kepulauan. Di Utara Indonesia Timur, Lempeng Pasifik menabrak sisi
Utara Pulau Irian dan Pulau-pulau di Utara Maluku dengan kecepatan 120 mm/tahun, dua
kali lipat lebih cepat dari kecepatan penunjaman Lempeng di bagian sisi Barat dan Selatan
Indonesia.
Gambar 10 Peta Tektonik Aktif Indonesia dan Gempa Bumi yang Terjadi Sejak Tahun
1973
29
Sumber : Draft 02 pedoman analisis bahaya dan risiko bencana gempa bumi oleh Danny
Hilman Natawidjaja
Pada peta di atas terdapat lima warna titik yang masing-masing menggambarkan
episenter gempa pada kedalaman yang berbeda. Titik merah merupakan episenter gempa
dengan kedalaman 0-30 Km, titik kuning adalah episenter gempa dengan kedalaman 33-60
Km, titik oranye adalah episenter gempa dengan kedalaman 61-90 Km, titik hijau adalah
episenter gempa dengan kedalaman 91-150, titik biru adalah episenter gempa dengan
kedalaman lebih besar dari 151 km. Berdasarkan peta di atas terlihat bahwa hampir semua
wilayah di kepulauan Indonesia memiliki potensi gempa bumi (dengan episenter yang
berbeda-beda) kecuali Pulau Kalimantan.
BAB IV
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
http://bnpb.go.id/website/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=38
http://science.howstuffworks.com/earthquake.htm/printable
http://portal.vsi.esdm.go.id/portal/gempabumi/gempabumi.htm
http://eksan.komite-sman2bjb.web.id/wp-content/uploads/2008/04/aneka-bentuk-dan-
potensi-muka-bumi.pdf
http://draft2pena.files.wordpress.com/2008/05/gempa11.jpg
Natawidjaja, D.H, 2008. Pedoman Analisis Bahaya Dan Risiko Bencana Gempa Bumi.
BNPB/SCDRR
31