Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Mutakhir


Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan
penelitian yang telah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode
penelitian yang berbeda tergantung atas permasalahan yang akan dikaji.
Penggunaan beberapa referensi ini akan membedakan pembahasan yang dibahas
penulis dengan Tugas Akhir yang telah ada sebelumnya. Berikut referensi dari
Tugas Akhir yang telah ada.
1. Referensi yang pertama merupakan sebuah penelitian yang berjudul
“Perencanaan Jaringan HSDPA Outdoor pada Daerah Urban
Menggunakan Aplikasi GENEX U-Net” oleh Mukhlisin Ali Akhmadi,
2011.
Pada penelitian ini membuat simulasi dan prediksi tentang kapasitas dan
cakupan jaringan HSDPA di daerah perkotaan di Semarang Tengah dan
Semarang Selatan dengan menggunakan software GENEX RND sebagai
software dimensioning jaringan dan GENEX U-Net sebagai software
perencanaan jaringan. Hasil dari simulasi tersebut adalah jumlah koneksi
HSDPA yang meningkat dipengaruhi oleh beberapa alasan, yaitu jumlah
Node B meningkat dari 14 menjadi 20, jumlah carrier meningkat dari satu
menjadi dua, dan jumlah panggilan per jam untuk HSDPA meningkat dari
0,23 menjadi 0,83. Untuk mendapatkan hasil prediksi, harus diputuskan
pertama tentang konfigurasi jaringan. Dengan menggunakan 14 Node B,
dua carier dan 0,83 panggilan per jam penggunaan layanan HSDPA, maka
hasilnya adalah, rata-rata tingkat sinyal cakupan adalah -74,57 dBm,
persentase tertinggi dari sinyal pilot adalah 92% pada rentang -15 sampai -
20 DB, persentase tertinggi cakupan saluran HS-SCCH adalah 60% pada
kisaran 30 sampai 35 dB, persentase tertinggi HS-DSCH cakupan daya
saluran adalah 64% pada rentang -5 sampai 0 dB, persentase throughput
RLC tertinggi adalah 20,2% pada 160 Kbps.

6
7

2. Referensi yang kedua merupakan sebuah penelitian yang berjudul


“Optimalisasi Cakupan Jaringan LTE” oleh Yanbo Fu, 2017.
Pada penelitian ini mengoptimasi coverage area di kota Qingdao Unicom
menggunakan software GENEX Probe dan GENEX Assistant. Hasil dari
penelitian ini adalah untuk kasus distribusi RSCP terdapat masalah dan
terdapat site yang belum dibuka di wilayah tersebut menyebabkan cakupan
blankspot yang cukup besar. Area cakupan tersebut menyebabkan dropped
calls sehingga kawasan ini menggunakan terminal komunikasi Wu
Brigade-2 (PCI151), Jalan Chamshan Fusin Bangunan-3 (PCI319), Dinasti
Huaiquan-3 (PCI134) dan Tiantai Stadium-3 (PCI134) untuk jangkauan
jaringan. Direkomendasikan pada Jalan Chamshan Fusin membangun 3
site disesuaikan sampai 290 derajat, Terminal komunikasi Wu Brigade 2
site disesuaikan menjadi 190 derajat, dan juga untuk meningkatkan relasi
neighbor antara terminal komunikasi Jalan Chamshan Fusin membangun 3
site, Wu Brigade 2 site dan Tiantai Stadium 2 site. Pada kasus distribusi
ECIO terdapat masalah cakupan lemah yang relatif jelas karena
interferensi sinyal. Dengan mempertimbangkan bahwa sisi selatan daerah
tersebut adalah laut, cakupan area yang tidak tertarget, penyesuaian antena
tidak akan berpengaruh pada kualitas jaringan di sekitarnya. Untuk itu,
disarankan untuk menyesuaikan posisi People’s Liberation Army 91379
Force-2 (PCI206) dan Stasiun Polisi Badaxia -3 (PCI356) agar terjangkau
sepanjang jalan, dan sesuaikan sudut Stasiun Kantor Pos-2 (PCI161)
sampai 180 derajat, dan atur sudut kemiringan ke bawah hingga 2 derajat.
3. Referensi yang ketiga merupakan sebuah penelitian yang berjudul
“Determinasi Path Loss Menggunakan Model Hatta dan Pengaruh Path
Loss pada OFDM” oleh Tony Thomas, 2015.
Pada penelitian ini melakukan drive test dan menganalisis hasil drive test
yang kemudian membandingkan OFDM dengan dan tanpa path loss
menggunakan model propagasi Okumura Hatta untuk memprediksi
kekuatan sinyal di Chennai. Pengukuran drive test dilakukan
menggunakan software GENEX Probe dan menganalisis data drive test
8

dengan software GENEX Assistant dan MapInfo kemudian memplot jarak


menggunakan Matlab. Path loss tersebut dapat dihitung dengan persamaan
dan hasil dari analisis menunjukkan bahwa path loss yang diukur kurang
dari path loss yang diperkirakan. Perbedaan ini karena banyak alasan,
salah satu alasannya adalah situasi geografis Chennai berbeda dengan
Jepang. Ini berarti Mean Squared Error (MSE) dihitung antara nilai loss
yang diukur dan yang diprediksi oleh model Okumura Hatta. MSE
didapatkan sekitar 170 dB. Oleh karena itu MSE dikurangi dari persamaan
Hata. Kemudian kinerja OFDM dengan variabel M-ary QAM ini
didapatkan dalam angka Nfft (N titik FFT / ifft) yaitu 64 dan dengan
penambahan 25% cyclic prefix yang ditransmisikan. Kinerja OFDM
menggunakan model Okumura Hatta ini diplot dengan dan tanpa path loss.
Angka diplot dengan titik N FFT / IFFT adalah 64 dan M = 64. Efek dari
path loss dipertimbangkan dalam hasil simulasi ini dan Model Okumura
Hatta mengalami path loss yang cukup signifikan.

Tabel 2.1 Tinjauan Mutakhir (State Of The Art)

No. Nama Penulis Judul Metode Hasil


1. Mukhlisin Ali Perencanaan Metode Pembuatan Jumlah Node
Akhmadi Jaringan Simulasi B meningkat
HSDPA Perencanaan dari 14
Outdoor pada Jaringan serta
menjadi 20,
Daerah Urban perhitungan Modeljumlah
Menggunakan Propagasi COST carrier
Aplikasi 231-HATTA dan meningkat
GENEX Model Propagasi dari satu
U-Net Standar. menjadi dua,
dan
panggilan per
jam
meningkat
dari 0,23
menjadi 0,83.
2. Yanbo Fu Optimalisasi Metode Proses
Cakupan Pengukuran drive optimalisasi
Jaringan LTE test Menggunakan di kota
GENEX Probe dan Qingdao
9

Melakukan Unicom
Analisis dengan direkomenda
GENEX Assistant sikan dengan
Selanjutnya menambah
Melakukan Proses new site dan
Optimalisasi penyesuaian
antena.
3. Tony Thomas Determinasi Metode Path loss
Path Loss Pengukuran drive yang diukur
Menggunakan test Menggunakan kurang dari
Model Hatta GENEX Probe, path loss
dan Pengaruh Melakukan yang
Path Loss Analisis dengan diperkirakan.
pada OFDM GENEX Assistant Efek dari
serta MapInfo dan path loss
perhitungan Path dipertimbang
Loss serta Model kan dalam
Propagasi hasil simulasi
Okumura Hatta ini dan model
Okumura
Hatta
mengalami
path loss
yang cukup
signifikan.

2.2. Tinjauan Pustaka


2.2.1 Konsep Jaringan
Konsep jaringan komunikasi yang direncanakan disini menggunakan
konsep jaringan komunikasi seluler. Komponen utama jaringan selular secara
umum terdiri dari base station, MTSO (mobile telecommunications switching
office), dan perangkat mobile telephone. Base station secara umum berfungsi
untuk memberikan jalur hubungan komunikasi radio dengan perangkat-perangkat
komunikasi seluler yang ada di dalam wilayah seluler. MTSO berfungsi sebagai
pengatur lalu-lintas komunikasi yang menghubungkan jaringan seluler dengan
jaringan yang lain, memonitor kualitas sinyal dan komunikasi serta mengontrol
perpindahan mobile station dan pengontrol base station yang melayani mobile
station. Gambar desain jaringan seluler secara umum ditunjukkan pada gambar
2.1.
10

Dalam penggunaan konsep jaringan seluler memiliki karakteristik-


karakteristik dasar, diantaranya adalah :
1. Pengalokasian bandwidth kecil.
2. Efisiensi pemakaian frekuensi tinggi, dengan penggunaan Frequency
reuse.
3. Modulasi digital.
4. Kapasitas sistem menjadi meningkat.
5. Daerah pelayanan dibagi atas daerah-daerah kecil yang disebut sel.
6. Daya yang digunakan kecil.
7. Mendukung Handover.
8. Efisiensi kanal tinggi karenan menggunakan metode akses jamak.
9. Terhubung ke jaringan lain.

Gambar 2.1 Desain jaringan seluler (Pramulia, 2015)

2.2.2. Konsep Seluler


Seluler merupakan system komunikasi yang memberikan layanan
komunikasi data, voice, dan video yang dapat dilakukan dalam keadaan bergerak.
Yang mana pada konsep seluler ini pengguna dapat melakukan hubungan
komunikasi dengan pengguna lain tanpa bergantung adanya media fisik. Cell
merupakan bagian kecil dari cakupan suatu wilayah, Pembagian sel-sel dalam
11

sistem seluler dimodelkan dalam bentuk hexagonal dimana tiap sel nya memiliki
satu frekuensi, yang mana frekuensi antar sel tidak boleh berdekatan agar tidak
terjadi overlapping. (Pramulia, 2015)

Gambar 2.2 Konsep Sel (Pramulia, 2015)

Terdapat empat jenis sel berdasarkan jari-jari sel, yaitu :


1. Makrosel, yaitu jenis sel yang digunkaan untuk daerah urban. Dimana
pada daerah ini merupakan daerah yang padat akan penduduk dan banyak
terdapat gedung-gedung tinggi.
2. Mikrosel digunakan untuk ketinggian antena yang tidak lebih dari 25
meter, yang merupakan sel dengan wilayah coverage lebih kecil
dibandingkan makrosel. Mikrosel merupakan salah satu solusi yang bisa
digunakan apabila makrosel sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan
pelanggan yang padat. Suatu daerah dengan user yang padat tidak cukup
hanya dilayani dengan makrosel dikarenakan pelayanan yang didapat tidak
merata. Maka diperlukan adanya pembagian daerah coverage yang lebih
kecil untuk mencover daerah yang tidak dijangkau oleh makrosel dan
berfungsi sebagai penambah jaringan kapasitas pada daerah yang
penggunaan selulernya padat. Penempatan mikrosel ini tidak memerlukan
wilayah yang cukup luas seperti hal nya penempatan makrosel dan
diletakkan pada gedung-gedung atau diatas bangunan.
3. Piko Sel merupakan penempatan sel yang terdapat di dalam gedung atau
ruangan yang berfungsi sebagai penopang trafik yang terjadi di dalam
ruangan dan juga berfungsi untuk mengatasi adanya interferensi yang
terjadi di dalam gedung akibat pemantulan dinding gedung.
4. Femto Sel merupakan Base Transceiver Station mini yang dipasang pada
12

wilayah bersinyal rendah yang mana penempatan femto cell ini dipasang
di dalam ruangan dengan ukuran yang kecil sehingga tetap bisa
memberikan pelayanan seluler terhadap pelanggan yang berada di dalam
ruangan. Fungsi femto cell dapat meningkatkan konektivitas, availabilitas,
mobilitas dan juga performansi layanan. Selain itu adanya femto sel ini
bertujuan untuk meningkatkan coverage dan kapasitas di dalam ruangan
dikarenakan sinyal dari BTS outdoor ke indoor tidak maksimal.
(Pramulia, 2015)

Gambar 2.3 Makrosel, Mikrosel, Pico Sel dan Femto Sel (Pramulia, 2015)

2.2.2.1 Sel Hexagonal


Sel hexagonal dipilih dalam perencanaan dikarenakan dapat menutupi
wilayah tanpa celah dan juga tidak terjadi tumpang tindih antara sel satu dengan
sel yang lainnya, yang mana bentuk sel hexagonal dapat dilihat pada dibawah.

Gambar 2.4 Sel Hexagonal (Pramulia, 2015)

Untuk rumusan luas sel hexagonal, dilakukan dengan persamaan :

…………………………………………………………………………………….. (2.1)
13

Dimana :

2.2.3 Pengenalan LTE


Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang diberikan kepada
suatu proyek dalam The Third Generation Partnership Project (3GPP) untuk
mengembangkan standar komunikasi bergerak Universal Mobile
Telecommunication System (UMTS) dalam mengatasi kebutuhan mendatang.
Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit per detik
(Mbps) dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps. Tidak diragukan lagi, LTE
akan membawa banyak manfaat bagi jaringan selular. Perkembangan
telekomunikasi menurut standar 3GPP terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Evolusi 3GPP (Riyansyah, 2010)

Berdasarkan Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa 3GPP Release 99/4 atau
yang biasa disebut dengan WCDMA merupakan awal dari adanya LTE.
Kecepatan downlink hanya 384 kbps, dan kecepatan uplinknya 128 kbps.
Teknologi ini menggunakan CDMA (+Diversity). Kemudian berkembang
menjadi 3GPP Release 5/6 yang biasa disebut HSDPA/HSUPA. Perkembangan
terus terjadi hingga 3GPP Release 8, ini yang disebut dengan LTE. Untuk data
kecepatan downlink, kecepatan uplink dan teknologi yang digunakan dapat dilihat
pada Gambar 2.5.
14

2.2.3.1 Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA)


Teknologi LTE Menggunakan OFDM-based pada suatu air interface yang
sepenuhnya baru, dan merupakan suatu langkah yang radikal dari 3GPP.
Merupakan pendekatan evolusiner berdasar pada peningkatan advance dari
WCDMA. Teknologi OFDM-based dapat mencapai data rates yang tinggi dengan
implementasi yang lebih sederhana menyertakan biaya relatif lebih rendah dan
efisiensi konsumsi energi pada perangkat kerasnya. Data rates jaringan WCDMA
dibatasi pada lebar saluran 5 MHz. LTE menerobos batasan lebar saluran dengan
mengembangkan bandwidth yang mencapai 20 MHz. Sedangkan nilai capaian
antena pada bandwidth di bawah 10 MHz, HSPA+ dan LTE memiliki performa
yang sama. LTE menghilangkan keterbatasan WCDMA dengan mengembangkan
teknologi OFDM yang memisah kanal 20 MHz ke dalam beberapa narrow sub
kanal. Masing-Masing narrow sub kanal dapat mencapai kemampuan
maksimumnya dan sesudah itu sub kanal mengkombinasikan untuk menghasilkan
total data keluarannya.

Gambar 2.6 Orthogonal Frequency Division Multiple Access (Riyansyah, 2010)

Gambar 2.6. merupakan modulasi OFDMA yang menghindari


permasalahan yang disebabkan oleh pemantulan multipath dengan mengirimkan
pesan per bits secara perlahan. Beribu-ribu subkanal narrow menyebar untuk
mengirimkan banyak pesan dengan kecepatan yang rendah secara serempak
kemudian mengkombinasikan pada penerima kemudian tersusun menjadi satu
pesan yang dikirim dengan kecepatan tinggi. Metode ini menghindari distorsi
yang disebabkan oleh multipath. Subkanal narrow pada OFDMA dialokasikan
15

pada basis burst by burst menggunakan suatu algoritma yang memperhatikan


faktor-faktor yang mempengaruhi RF (Radio Frequency) seperti kualitas saluran,
loading dan interferensi. LTE menggunakan OFDMA pada downlink dan single
carrier – Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) pada uplink nya.

2.2.3.2 Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SCFDMA)


Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SCFDMA)
merupakan modifikasi dari OFDMA yang digunakan pada teknologi LTE pada
sisi uplink. Pada sisi transmitter data yang berupa simbol dibuat dari domain
waktu ke domain frekuensi menggunanakan Discrete Fourier Transform (DFT).
Setelah dilakukan pemetaaan dari resources didalam frekuensi domain data
diubah kembali kedalam domain waktu dengan menggunakan IFFT. Kemudian
data ditransmisikan dengan ortoghonal subcarrier seperti pada OFDMA hanya
saja yang membedakan disini adalah SCFDMA subcarrier ditransmisikan secara
berurutan (sequential) tidak paralel seperti pada OFDMA.

Gambar 2.7 Transmitter dan Receiver SCFDMA (Ardyan, 2010)

Alasan subcarrier ditransmisikan secara berurutan adalah untuk


mengurangi fluktuasi envelope pada bentuk gelombang yang ditransmisikan
sehingga memiliki peak-to-average power ratio yang lebih rendah jika
dibandingkan OFDMA.
16

2.2.3.3 Multiple Input Multiple Output (MIMO)


LTE mendukung teknik MIMO untuk mengirimkan data pada sinyal path
secara terpisah yang menduduki bandwidth RF yang sama pada waktu yang
bersamaan, sehingga dapat mendorong pada peningkatan data rates dan
throughput. Sistem antena MIMO merupakan metode pada suatu layanan
broadband sistem wireless memiliki kapasitas lebih tinggi serta memiliki
performa dan keandalan yang lebih baik. MIMO adalah salah satu contoh
teknologi dengan kualitas yang baik dari LTE pada kecenderungan teknologi yang
berkembang saat ini. Saat ini fokus adalah untuk menciptakan frekuensi yang
dapat lebih efisien. Teknologi seperti MIMO dapat menghasilkan frekuensi yang
efisien yaitu dengan mengirimkan informasi yang sama dari dua atau lebih
pemancar terpisah kepada sejumlah penerima, sehingga mengurangi informasi
yang hilang dibanding bila menggunakan system transmisi tunggal. Pendekatan
lain yang akan dicapai pada system MIMO adalah teknologi beam forming yaitu
mengurangi gangguan interferensi dengan cara mengarahkan radio links pada
penggunaan secara spesifik. Fleksibilitas di dalam penggunaan spektrum adalah
suatu corak utama pada teknologi LTE, tidak hanya bersifat tahan terhadap
interferensi antar sel tetapi juga penyebaran transmisi yang efisien pada spektrum
yang tersedia. Hasilnya adalah peningkatan jumlah pengguna per sel bila
dibandingkan dengan WCDMA. LTE dirancang untuk mampu ditempatkan di
berbagai band frekuensi dengan sedikit perubahan antarmuka radio. Juga dapat
digunakan di bandwidth 1.4, 1.6, 3, 3.2, 5, 10, 15 dan 20 MHz.

2.2.4. Arsitektur Jaringan LTE


Arsitektur jaringan LTE lebih sederhana dari pada teknologi jaringan yang
telah ada sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan gambar 2.8, keseluruhan
arsitektur LTE terdiri dari beberapa eNode-B yang menyediakan akses dari UE ke
E-UTRAN. Sesama eNode-B saling berhubungan satu sama lain melalui interface
yang disebut X2. MME/SAE gateway menyediakan koneksi antara eNode-B
dengan EPC (Evolved Packet Core) dengan interface yang disebut S1. X2 dan S1,
keduanya mendukung UE dan SAE Gateway. Keduanya juga menyediakan
17

dynamic schedulling dari UE. Layanan penting lainnya dari eNodeB adalah
header compression dan enkripsi dari aliran data pengguna.

Gambar 2.8 Arsitektur jaringan LTE (Pramulia, 2015)

2.2.4.1 E-UTRAN
Jaringan Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (EUTRAN)
melakukan pemrosesan paket IP dikelola pada core EPC, memungkinkan waktu
respons yang lebih cepat untuk penjadwalan dan transmisi ulang dan juga
meningkatkan latency dan throughput. RNC (Radio Network Controller) telah
sepenuhnya dihapus dan sebagian besar dari fungsionalitas RNC pindah ke
eNodeB yang terhubung langsung ke evolved packet core. E-UTRAN memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut,
a. Inter-cell Radio Resource Management (RRM)
b. Resource Block Control
c. Connection Mobility Control
d. Radio Admission Control
e. eNB Measurement Configuration and Provisioning
f. Dynamic resource allocation (schedulling)
18

Sebuah EPS yang diilustrasikan dalam gambar 2.9 terdiri dari UTRAN
yang berevolusi, EPC dan blok IMS. Entitas utama yang bekerja dalam arsitektur
jaringan LTE terletak pada jaringan akses radio dan berkembang dalam sebuah
evolusi jaringan inti. Dalam E-UTRAN, Node-B yang berevolusi menjadi eNodeB
digunakan untuk memudahkan hubungan akses radio antara UE dan EPC, dan
antarmuka S1 digunakan oleh eNode-B agar dapat terhubung dengan EPC. Tidak
seperti sistem 3G, LTE terdiri dari suatu elemen jaringan tunggal dalam jaringan
akses radio. Sedangkan jaringan inti (EPC) terdiri dari elemen jaringan logic yang
memfasilitasi UE agar dapat melakukan komunikasi yang baik. Semua entitas
EPC ini saling berhubungan dengan antarmuka yang berbeda.

Gambar 2.9 Evolusi E-UTRAN (Ida Anisah, 2012)

2.2.4.2 eNode-B
Sebuah eNode-B adalah bagian radio akses dari LTE. Setiap eNode-B
setidaknya terdapat sebuah radio pemancar, penerima, bagian kontrol, dan power
supply. Di samping radio pemancar, dan penerima, eNode-B juga mempunyai
resource management dan fungsi pengontrolan yang pada mulanya terdapat pada

Base Station Controller (BSC) atau Radio Network Controller (RNC). Hal ini
menyebabkan eNode-B mempunyai kapabilitas untuk dapat berkomunikasi satu
sama lain, yang pada akhirnya dapat mengeliminasi adanya Mobile Switching
Center (MSC), BSC/RNC. e-NodeB adalah untuk Radio Resorce Management,
yaitu :
19

a. Radio Bearer Control : Mengontrol dan mengawasi pengiriman pesan


yang dibawa oleh sinyal radio.
b. Radio Admission Control : Berperan dalam autentikasi atau mengontrol
kelayakan pesan atau data yang akan melewati eNode B.
c. Connection Mobility Control : Mengontrol atau mengatur pengkoneksian
sesuai keinginan User Equipment (UE).

2.2.4.3 EPC (Evolved Packet Core)


Untuk arsitektur jaringan LTE terdapat core network yang diusulkan 3GPP
rel.8 dan disebut sebagai Evolved Packet Core (EPC). EPC didesain untuk
beberapa hal, yaitu :
a. Kapasitas tinggi
b. All IP
c. Mengurangi latency
d. Menurunkan biaya
e. Men-support aplikasi media dan real time
Arsitektur Evolved Packet Core (EPC) terdiri dari beberapa bagian, seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Arsitektur Evolved Packet Core (Ida Anisah, 2012)

Evolved Packet Core pada LTE adalah arsitektur jaringan yang telah
disederhanakan, dirancang untuk seamless integrasi dengan komunikasi berbasis
20

jaringan IP. Tujuan utamanya adalah untuk menangani rangkaian dan panggilan
multimedia melalui konvergensi pada inti IMS. EPC memberikan sebuah jaringan
all-IP yang memungkinkan untuk konektivitas dan peralihan ke lain akses
teknologi, termasuk semua teknologi 3GPP dan 3GPP2 serta WiFi dan fixedline
broadband seperti DSL dan GPON.

2.2.4.4 Serving Gateway (SGW)


Serving Gateway (SGW) terdiri dari 2 bagian, yaitu :
a. S-GW
S-GW digunakan untuk menghubungkan LTE dengan jaringan LTE. Untuk
setiap UE yang terhubung dengan EPC akan terdapat S-GW khusus yang
menangani beberapa fungsi seperti mobility anchor point untuk handover,
charging, forwarding, packet routing, dan lain-lain.
b. PDN-GW
PDN-GW (Packet Data Network Gateway) digunakan untuk
menghubungkan LTE dengan jaringan non 3GPP. Merupakan bagian yang
menyediakan akses dari UE ke Packet Data Network (PDN) dengan menetapkan
alamat IP dari PDN kepada UE disertai fungsi-fungsi lain.

2.2.4.5 Mobility Management Entity (MME)


Mobility Management Entity (MME) terdapat interface yang
menghubungkan EPC dengan eNB adalah S1-MME interface. MME memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut :
a. Autentikasi pengguna (dengan bantuan HSS).
b. Mengontrol fungsi signaling.
c. Mengatur mobilitas control plane antara LTE dengan 2G dan 3G access
network.
d. Memperbarui temporary IP (location update).
e. Memilih MME untuk handover dengan MME lain.
f. Memilih SGSN untuk handover dengan jaringan akses 2G atau 3G.
21

2.2.4.6 Policy and Charging Rules Function (PCRF)


Kemajuan yang ada pada realease 7 dari 3GPP dalam hal policy dan
charging melahirkan definisi baru untuk sebuah aturan dalam konvergensi antar
arsitektur jaringan untuk memungkinkan optimalisasi interaksi antara kebijakan
(policy) dan aturan (rules). Pada R7 evolusi ini melibatkan node jaringan baru,
yang dinamakan dengan PCRF (Policy and Charging Rules Function), yang
merupakan gabungan dari Policy Decision Function (PDF) dan Charging Rules
Function (CRF). (Alfin , 2014)
Sedangkan pada release 8 lebih meningkatkan fungsi PCRF dengan
memperluas ruang lingkup Policy and Charging Control (PCC) yaitu sebuah
kerangka kerja yang digunakan untuk memfasilitasi akses non-3GPP ke dalam
network (Wifi atau IP fix broadband). Dalam proses Control Policy and Charging
Enforcement Function (PCEF) yang berperan dalam mendukung pendeteksian
aliran layanan data, policy enforcement dan aliran (flow) berbasis charging. Ada
juga bagian yang dikenal dengan Application Function (AF) yang berfungsi untuk
mengontrol beberapa fungsi – fungsi policy dan charging dari jaringan luar yang
akan masuk ke EPC. Seperti contoh pada IMS, AF dilaksanakan oleh Proxy Call
Session Control Function (P-CSCF). PCRF merupakan bagian dari arsitektur
jaringan yang mengumpulkan informasi dari dan ke jaringan , system pendukung
operasional, dan sumber lainnya (seperti portal) secara real time, yang
mendukung pembentukan aturan dan kemudian secara otomatis membuat
keputusan kebijakan untuk setiap pelanggan aktif di jaringan.

2.2.4.7 Home Subcription Service (HSS)


Home Subcription Service (HSS) merupakan tempat penyimpanan data
pelanggan untuk semua data permanen user. HSS juga menyimpan lokasi user
pada level yang dikunjungi node pengontrol jaringan, seperti MME. HSS adalah
server database yang diperlihara secara terpusat pada premises home operator.
(Alfin , 2014)
HSS menyimpan copy master profil pelanggan , yang berkisaran informasi
pelanggan tentang layanan yang layak untuk user tersebut, termasuk informasi
22

tentang diijinkannya koneksi PDN, dan apakah roaming ke jaringan tertentu


diijinkan atau tidak. Untuk mendukung antara mobility non 3GPP, HSS juga
menyimpan identitas yang digunakan P-GW. Kunci permanen yang digunakan
untuk menghitung pada arah Authentication yang dikirim ke jaringan yang dituju
untuk authentication user dan memperoleh serangkaian kunci untuk enkripsi dan
perlindungan secara integritas, disimpan pada Authentication Center (AuC), yang
mana secara khusus bagian dari HSS. HSS melakukan koneksi dengan setiap
MME pada semua jaringan, dimana UE diijinkan untuk berpindah. Pada tiap UE,
HSS merekam pada MME suatu waktu, dan segera melaporkan MME baru yang
melayani UE tersebut, HSS akan membatalkan lokasi dari MME sebelumnya.

2.2.4.8 Mobile Station (MS)


MS merupakan peralatan komunikasi bergerak yang dipakai oleh
pelanggan agar dapat mengakses jaringan baik GSM maupun CDMA. MS terdiri
dari dua bagian yaitu Mobile Equipment (ME) dan Subscriber Identity Module
(SIM).
ME adalah bagian yang paling mudah untuk dikenali yang dapat berupa
peralatan seperti handphone dan portable terminal. Sedangkan SIM adalah kartu
identitas pelanggan dan sebagai kunci pelanggan untuk dapat mengakses jaringan.
SIM dikeluarkan oleh pihak operator yang berfungsi menyimpan informasi
pelanggan yang bersangkutan. (Octari, 2013)

Gambar 2.11 Mobile Station (Octari, 2013)


23

2.2.5. 4G LTE Drive Test


2.2.5.1 Pengertian Drive Test
Drive test merupakan salah satu bagian pekerjaan dalam optimasi
jaringan radio. Drive test bertujuan untuk mengumpulkan informasi jaringan
secara real dilapangan. Informasi yang dikumpulkan merupakan kondisi Actual
Radio Frekuensi (RF) di suatu eNodeB. (Alfin , 2014)

2.2.5.2 Tujuan Drive Test


Secara umum tujuan drive test adalah untuk mengumpulkan informasi
jaringan radio frekuensi secara real dilapangan. Dimana informasi yang diperoleh
dapat digunakan untuk mencapai tujuan – tujuan berikut ini :
1. Mengetahui coverage sebenarnya dilapangan apakah sudah sesuai dengan
coverage prediksi pada saat perencanaan.
2. Mengetahui parameter jaringan dilapangan apakah sudah sesuai dengan
parameter perencanaan.
3. Mengetahui adanya interferensi dari eNodeB tetangga.
4. Mengetahui adanya RF issue, sebagai contoh berkaitan dengan adanya
drop call atau blocked call.
5. Mengetahui adanya poor coverage.
6. Mengetahui perfomansi jaringan competitor (benchmarking).

2.2.5.3 Prinsip Drive Test


Perangkat drive test menggunakan MS untuk mensimulasikan masalah
yang dialami pelanggan ketika akan/saat melakukan panggilan. Sistem drive test
melakukan pengukuran, menyimpan data dikomputer, dan menampilkan data
menurut waktu dan tempat.
Sistem drive test diterapkan dalam kendaraan dan dikemudikan sepanjang
area cakupan operator. (Kautsar, 2009)
24

Gambar 2.12 Proses drive test (Kautsar, 2009)

2.2.5.4 Proses Pengambilan Data Drive Test


Dalam proses pengambilan data drive test dapat dilakukan dengan empat
cara yaitu antara lain:
1. SSV (Single Site Verification)
Merupakan drive test untuk memverifikasi setiap site bagus atau tidak.
2. Cluster
Merupakan drive test yang mengukur jaringan setiap cluster atau daerah
yang terdiri dari beberapa site namun hanya untuk satu operator jaringan.
3. Benchmark
Merupakan drive test yang membandingkan beberapa operator dalam satu
cluster atau daerah.
4. Optimasi
Merupakan bagian analisa gangguan atau kurangnya service quality pada
site yang sudah jadi.

2.2.5.5 Mode Pengukuran Drive Test


Dalam melakukan drive test terdapat mode yang digunakan untuk
mendukung dalam pengambilan data dari drive test tersebut. Dimana mode
pengukuran drive test dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Idle Mode
Mode idle adalah pengukuran kualitas sinyal yang diterima MS dalam
keadaan diam atau tidak melakukan aktifitas dan cukup dengan merekam
25

perpindahan antar PCI. Biasanya mode ini dilakukan hanya untuk


mengetahui kuat sinyal suatu area yang terindikasi low signal/no service.
2. Dedicated Mode
Mode dedicated yaitu mengukur kualitas sinyal dengan melakukan
aktifitas seperti download/upload/call lalu merekam perpindahan antar
PCI. Dedicated mode dilakukan untuk mengukur kualitas suara suatu
jaringan.
3. QoS Mode
Mode QoS yaitu mengukur kualitas sinyal diikuti dengan pendudukan
kanal dengan metode call set up dan call end dengan formula time/
command squence tertentu.

2.2.5.6 Major Quality of Service (QoS) KPI pada LTE


Berikut dibawah ini merupakan mayoritas Kualitas layanan yang
digunakan dalam Teknologi LTE.
1. Accessbility
Kemampuan user mengakses jaringan untuk menginisiasi komunikasi.
Contoh pada jaringan 4G LTE yang termasuk dalam kategori Accessbility
adalah ERAB Success Rate (%) , LTE RRC Setup Success (%), Call Setup
Success Rate (%) LTE attach Success Rate (%), Service Request (EPS)
Success Rate (%).

Tabel 2.2. Accessbility pada software drive test

Accessbility
ERAB Success Rate (%) 100.00
LTE RRC Setup Success (%) 100.00
Call Setup Success Rate (%) 100.00
LTE attach Success Rate (%) -
Service Request (EPS) Success Rate (%). 100.00
(Sumber : Alfin , 2014)
26

2. Retainability
Bagaimana cara menjaga jaringan pada perfomansi yang bagus. Contoh
pada jaringan 4G LTE yang termasuk dalam kategori Retainability adalah
Service Drop Rate (%).

Tabel 2.3. Retainability pada software drive test


KPI Moving DL
LTE
Retainability
Service Drop Rate (%) 0.00
(Sumber : Alfin , 2014)

3. Mobility
Bagaimana pengguna dapat bergerak dengan mudah dari suatu tempat ke
tempat lain tanpa terjadi pemutusan hubungan. Contoh pada jaringan 4G
LTE yang termasuk dalam kategori Mobilty adalah sebagai berikut intra
freq HO Attemp Success Rate (%), Intra Freq HO Success Rate (%) dan
lain – lain.

Tabel 2.4. Mobility pada software drive test

Mobilty
Intra Freq HO Attemp Success Rate (%)
Intra Freq HO Success Rate (%)
Intra Freq HO Success Rate (%)
TA Update Success Rate (%)
Inter RAT Handover Success Rate (%)
Inter RAT Redirection Success Rate (%)

(Sumber : Alfin , 2014)


27

4. Integrity
Bagaimana trafik besar di dalam jaringan. Contoh pada jaringan 4G LTE
yang termasuk dalam kategori Integrity adalah sebagai berikut, MAC,
Troughput Uplink dan Downlink Average (Kbit/s) dan lain – lain.

Tabel 2.5. Integrity pada software drive test


Service Integrity
MAC Throughput UL Avg (kbit/s)
MAC Throughput DL Avg (kbit/s)
PHY Throughput UP Avg (kbit/s)
PHY Throughput DL Avg (kbit/s)
LTE RLC Throughput UL Avg (kbit/s)
LTE RLC Throughput DL Avg (kbit/s)
(Sumber : Alfin , 2014)

2.2.5.7 Parameter Pada Drive Test 4G LTE


Berikut dibawah ini merupakan mayoritas parameter yang digunakan
dalam drive test pada teknologi LTE.
1. RSRP (Reference Signal Received Power)
Merupakan sinyal LTE power yang diterima oleh user dalam frekuensi
tertentu. semakin jauh jarak antara site dan user, maka semakin kecil pula RSRP
yang diterima oleh user. RS merupakan Reference Signal atau RSRP di tiap titik
jangkauan coverage. user yang berada di luar jangkauan maka tidak akan
mendapatkan layanan LTE.
Power dari sinyal reference , parameter ini adalah parameter spesifik pada
drive test 4G LTE dan digunakan oleh perangkat untuk menentukan titik
handover. Pada teknologi 2G parameter ini bisa dianalogikan seperti RxLevel
sedangkan pada 3G dianalogikan sebagai RSCP.
28

Tabel 2.6. Perbandingan RxLevel, RSCP, dan RSRP


Parameter GSM UMTS LTE
Daya (e)NodeB per Tx (dBm) 43 43 43
Bandwidth 0.2 5 20
Jumlah Resource Block (RB) N/A N/A 100
Daya BCCH/ Daya CPICH/ Daya RS per RE (dBm) 43 33 15.2*
RxLevel/RSCP/RSRP -77 -87 -104.8
Kuat sinyal RS signal yang diterima -81.8
(Sumber : Alfin , 2014)

RSRP adalah kuat sinyal yang diterima dengan bandiwidth 15 MHz,


sedangkan RSCP (UMTS) menggunakan bandwidth 5 MHz. Tabel dibawah ini
menunjukkan contoh range RSRP yang digunakan pada suatu operator.

Tabel 2.7. Nilai RSRP dan kategorinya untuk parameter analisis drive test
Nilai Keterangan
-70 dBm to – 90 dBm Good
-91 dBm to – 110 dBm Normal
-110 dBm to – 130 dBm Bad
(Sumber : Alfin , 2014)

2. SINR (S/(I+N) (Signal to Noise Ratio))


SINR adalah merupakan rasio perbandingan antara sinyal utama yang
dipancarkan dengan interferensi dan noise yang timbul (tercampur dengan sinyal
utama).
S = Mengindikasikan daya dari sinyal yang diinginkan.
I = Mengindikasikan daya dari sinyal yang diukur atau sinyal
interferensi dari cell – cell yang lain dan dari cell inter-RAT.
N = Mengindikasikan noise background, yang bekaitan dengan
perhitungan bandwidth dan koefesien noise yang diterima.
29

Pada teknologi 2G parameter ini bisa dinalaogikan seperti RxQual,


sedangkan pada 3G dinalaogikan sebagai EcNo. Tabel dibawah ini menunjukkan
contoh range SINR yang digunakan pada suatu operator sebagai berikut :

Table 2.8. SINR dan nilainya untuk parameter analisis drive test
Nominal Keterangan
16 dB s/d 30 dB Good
1 dB s/d 15 dB Normal
-10 dB s/d 0 dB Bad
(Sumber : Alfin , 2014)

3. RSSI (Received Signal Strength Indicator)


Merupakan power sinyal yang diterima user dalam rentang frekuensi
tertentu termasuk noise dan interferensi (disebut juga wideband power).

4. RSRQ (Reference Signal Received Quality)


Merupakan parameter yang menentukan kualitas dari sinyal yang diterima.
RSRQ sangat berhubungan dengan RSRP dan RSSI. RSRQ dapat dihitung dengan
formula berikut:
RSRQ = (RSRP * N) / RSSI
Dimana:
RSRQ = Reference Signal Received Quality (dB).
RSRP = Reference Signal Received Power (dBm) merupakan level sinyal yang
diterima user.
N = Number of Resource block yang digunakan oleh OFDMA.
RSSI = Received Signal Strength Indicator merupakan power sinyal yang
diterima user dalam rentang frekuensi tertentu termasuk noise dan
interferensi (dBm).
Berdasarkan formula diatas, semakin besar nilai RSSI maka semakin kecil
nilai RSRQ. Selain itu, semakin besar nilai RSRP maka semakin besar pula nilai
RSRQ.
30

5. CQI (Channel Quality Indicator)


Merupakan kualitas dari sebuah channel downlink (dari site ke user)
dengan kondisi dedicated mode (pada LTE, user melakukan download data). CQI
dapat diperoleh dari user yang melakukan pemberian informasi terhadap site
berupa modulasi yang digunakan, code rate, dan efficiency. (Kamalsyah, 2015)

6. PCI (Physical Cell ID)


Merupakan kode identitas fisik tiap cell pada jaringan LTE. Pada
dasarnya, setiap cell akan melakukan broadcast informasi mengenai cell id yang
dimilikinya agar user mengenali site tersebut. PCI memiliki beberapa aturan
dalam perancangannya yaitu:
a. Kode PCI tiap cell dalam suatu area harus unik. kondisi ini terjadi
ketika dua site tetangga memiliki kode PCI yang berbeda / tidak sama.
b. Sebuah kode PCI tidak boleh sama atau berdekatan diantara 2 site atau
lebih. Sehingga jarak pun perlu dipertimbangkan apabila kita ingin
memberikan kode PCI yang serupa.
c. Jika kode PCI sama antara site yang berdekatan, maka bisa terjadi
failure Handover (perpindahan serving cell).
Jumlah physical cell identity pada LTE adalah sejumlah 504 buah, yang
terdiri dari 168 SSS ID group dan 3 PSS ID per groupnya. Dalam penggunaannya,
PCI digunakan untuk membedakan sinyal radio dari cell yang berbeda, artinya
PCI itu memiliki keunikan dalam cell cakupannya. Cell ID dikelompokkan dalam
cell search procedure, ID dari kelompok cell ditentukan melalui PSCH (Primary
Synchronization Channel).
Fungsi keseluruhan dari PCI dalam sistem LTE sama seperti scrambling
code di sistem WCDMA, yaitu tiap-tiap user dibedakan berdasarkan kode yang
unik. Hanya saja perbedaan antara scrambling code dan PCI yaitu scrambling
code kisarannya dari 0-511 sedangkan PCI dari 0-503. Selain itu, protocol tersebut
tidak memiliki persyaratan khusus dalam perencanaan scrambling code.
31

Oleh karena itu, hanya reuse distance yang perlu dipastikan dalam
perencanaan scrambling code. Berdasarkan 3GPP, protokol membutuhkan nilai
dari PCI/3 haruslah 0, 1, atau 2 pada masing-masing eNodeB.

Gambar 2.13 Alokasi PCI untuk eNodeB


(Sumber: Handbook 4G)

Sinkronisasi terdiri dari 2 yaitu Primary Synchronization Signal (PSS) dan


Secondary Synchronization Signal (SSS), kedua sinkronisasi sinyal dikirim setiap
5 ms, yaitu pada 6 resource block setengah dari semua bandwidth dan pada
subframe ke 0 dan ke 5.

Gambar 2.14 Resource Blocks


(Sumber: Handbook 4G)

a. Primary Synchronization Signal (PSS)


Primary Synchronization Signal (PSS) digunakan untuk pendeteksi
frekuensi carrier dan pendeteksi simbol Synchronization Channal (SCH) timing.
PSS ID diidentifikasi dengan nilai 0-2 yang dinamakan physical layer identity.
b. Secondary Synchronization Signal (SSS)
Secondary Synchronization Signal (SSS) digunakan untuk mendeteksi
radio frame timing dengan diidentifikasi SSS group (0-167). SSS ID digunakan
untuk mendeteksi MIMO dan CyclicPrefix yang digunakan Physical-
LayerCellIdentity grup.
32

Gambar 2.15 PCI Group dan PSS ID


(Sumber: Handbook 4G)

7. Throughput
Throughput adalah laju data aktual dari suatu informasi yang ditransfer.
Selain itu, throughput juga dapat diartikan dengan jumlah informasi yang berhasil
dikirim per satuan waktu. Terdapat dua tipe throughput yaitu download dan
upload. (Kusumo, 2015)

2.2.6. Model Propagasi


Pemilihan model propagasi didasarkan pada tipe daerah, ketinggian
antena, frekuensi yang digunakan dan beberapa parameter lainnya. Maka dari itu,
terdapat beberapa model propagasi yaitu model propagasi Okumura-Hatta, model
propagasi Cost-231 Hatta, ITU-R P.529 dan Standard Propagation Model. (Putra,
T.G.A.S, 2015)

2.2.6.1 Model Propagasi Okumura-Hatta


Model propagasi Okumura-Hata digunakan untuk mengetahui radius sel
pada PCS (Personal Communication System) pada wilayah urban dan sub urban
density yang dalam hal ini digunakan pada frekuensi dengan range frekuensi 150
hingga 1500 MHz. (Putra, T.G.A.S, 2015)
Daerah urban merupakan daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang
cukup tinggi, merupakan daerah pusat perkantoran, niaga, pemerintahan,
pendidikan, dan pemukiman penduduk dengan densitas yang cukup banyak.
Bangunan di daerah ini pada umumnya memiliki ketinggian di atas 3 meter. Rata-
rata interval antara jalan dan bangunan sebesar 30 meter dengan memiliki 2
jalan/lajur atau lebih. Sehingga rumus untuk menghitung propagasi di daerah ini
yakni sebagai berikut:
33

DAERAH KOTA
Lu =69,55 + 26,16log fC –13,83log hb – a(hm) + [ 44,9 – 6,55 log hb ] log d ...... (2.2)

Dimana :
150  fC  1500 MHz

30  hb  200 m

1  d  20 km

a(hm) adalah faktor koreksi antenna mobile yang nilainya adalah sebagai berikut :

Untuk kota kecil dan menengah,

a(hm) = (1,1 log fC – 0,7)hm – (1,56 log fC – 0,8) dB ........................................ (2.3)

Dimana, 1  hm  10 m

Untuk kota besar,

a(hm) = 8,29 (log 1,54hm )2 – 1,1 dB fC  200 MHz .......................................... (2.4)


2
a(hm) = 3,2 (log 11,75h R) – 4,97 dB fC  400 MHz .......................................... (2.5)

Dimana:
Lu = Path loss rata-rata (dB)
f = frekuensi (MHz)
hb = tinggi antena Base Station (m)
hm = tinggi antena Mobile Station (m)
d = jarak antara MS dan BS (km)

Daerah sub urban merupakan daerah dengan kepadatan penduduk relatif


rendah. Bangunan di daerah ini biasanya memiliki ketinggian di bawah 3 meter.
Rata-rata interval antara jalan dan bangunan sebesar 40 meter dengan memiliki 2
jalan dan 1 jalur. Adapun penghitungan propagasi yang terjadi di daerah ini,
digunakan rumus seperti ini :
2
Lsu = Lu – 2 [ log (fc/28) – 5,4 ] ...................................................................... (2.6)
34

Dimana:
Lu = path loss rata-rata di daerah urban (dB)
Lsu = path loss rata-rata di daerah sub urban (dB)

DAERAH TERBUKA (OPEN AREA):


2
Lo = Lu – 4,78 (log fc) + 18,33 log fc – 40,94 ................................................. (2.7)

Dimana:
Lu = path loss rata-rata di daerah urban (dB)
Lo = path loss rata-rata di daerah rural

2.2.6.2 Model Propagasi Cost-231 Hatta


Redaman propagasi pada transmisi radio antara MS dan BTS dapat
berpengaruh terhadap besarnya coverage area yang dapat dilayani BTS. Model
propagasi COST-231 Hata digunakan untuk mengetahui radius sel pada PCS
(Personal Communication System) pada wilayah urban density yang dalam hal ini
digunakan pada frekuensi dengan range frekuensi 1500-2000 MHz.
Adapun persamaan untuk menghitung propagasi yang terjadi di daerah
urban adalah sebagai berikut :

L = 46.3 + 33.9 log fc - 13.82 log hb – a(hm) + (44.9 – 6.55 log hb) log d

+ CM ............................................................................................... (2.8)

Dimana faktor koreksi tinggi antena MS, a(hm) sama dengan Hatta Model dan

0 dB for medium sized city and suburban areas


CM = 

3 dB for metropoli tan centers

Dimana:

1500  fC  2000 MHz


30  hb  200 m
1m  hm  10 m
1  d  20 km
35

a(hm) adalah faktor koreksi antena mobile yang nilainya sebagai berikut:

Untuk kota kecil dan menengah:


2
a(hm) = 3,2 (log 11,75 hm ) – 4,97 dB ................. ......................................... (2.9)

dimana, 1  hm  10 m

Untuk kota besar:


2
a(hm) = 8,29 (log 1,54hm) – 1,1 dB fC  300 MHz ........................................ (2.10)
2
a (hm) = 3,2 (log 11,75hm) – 4,97 dB fC  300 MHz .................................... (2.11)

Dimana :
Lu = Path loss rata-rata (dB)
f = frekuensi ( MHz)
hb = tinggi antena Base Station (m)
hm = tinggi antena Mobile Station (m)
d = jarak antara MS dan BS (km)

2.2.6.3 Model Propagasi ITU-R P.529


Model propagasi ITU-R P.529 merupakan modifikasi dari model
propagasi Hatta yang bertujuan untuk memperbaiki berbagai keterbatasan yang
dimiliki oleh model Hatta serta untuk melingkupi jarak yang lebih jauh. Model
propagasi ITU-R P.529 bekerja pada rentang frekuensi 150-1500 MHz dengan
kisaran jarak 1-100 km. (Putra, T.G.A.S, 2015)

L = 69,82 + 7,37 log f + 13,82 log h b - a(hm) + ((44,9 – 6,55 log hb) log d).... (2.12)

Dimana:

a(hm) = (1,1 log(f) – 0,7)* hm – 1,56 log(f) – 0,8) .......................................... (2.13)

b = 1 untuk d ≤ 20 km
-4 -3 1 0,8
b = 1 + (0,14 + 1,87*10 * 10 * h b) * (log(d/20)) untuk d > 20km
-6
h1b = hb/(1+7*10 *hb2)1/2
36

2.2.6.4 Standard Propagation Model


Standard propagation model merupakan model propagasi yang
didasarkan dari model propagasi Okumura-Hatta yang mendukung frekuensi yang
lebih tinggi dari 1500 MHz. (Putra, T.G.A.S, 2015) Standard propagation model
didasari oleh persamaan berikut:
L = K1 + K2 log(d) + K3 log(HTxeff) + K4 + K5 (log d) * log Htxeff + K6
HRxeff + Kclutter .................................................................................... (2.14)

Jika antara transmitter dan receiver terjadi kondisi Line of Sight maka
persamaannya adalah sebagai berikut:
LLOS = K1LOS + K2LOS log(d) + K3 log(HTxeff) + K5 log (HTxeff) log (d) + K6

HRxeff + Kclutter * fclutter + Khill LOS ........................................... (2.15)

Jika antara transmitter dan receiver dalam kondisi No Line of Sight maka
persamaannya adalah sebagai berikut:
LNLOS = K1NLOS + K2NLOS log(d) + K3 log(HTxeff) + K4 * Diffraction loss +

K5 log (HTxeff) log (d) + K6 HRxeff + Kclutter * fclutter .............. (2.16)

Dimana :
K1 = Frekuensi konstan (dB)
K2 = Jarak redaman konstan
d = jarak antara transmitter dan receiver

K3, K4 = Koefisien koreksi dari tinggi mobile station

Diffraction Loss = loss dari difraksi (dB)

K5, K6 = koefisien koreksi dari tinggi antenna base station

Kclutter = koefisien koreksi dari redaman clutter

HTxeff, HRxeff = tinggi efektif dari transmitter pada base station dan receiver

pada mobile station

Fclutter = rata-rata loss pada clutter


37

Tabel 2.9 K-Parameter Untuk Wilayah Asia (Putra, T.G.A.S, 2015)

Sub -
K Values Dense Urban Urban Rural Highways
Urban
K1 68,02 69,02 69,02 57,02 78,02
K2 48 45,9 44,9 48 40,1
K3 34,9 34,9 34,9 34,9 34,9
K4 8,2 8,2 8,2 8,2 8,2
K5 -6,55 -6,55 -6,55 -6,55 -6,55
K6 0 0 0 0 0
Kclutter 5 5 5 5 5

2.2.7. Menganalisa Permasalahan pada 4G LTE


Perangkat lunak GENEX Assistant menyediakan fasilitas penyimpanan
data hasil drive test yang disebut logfile. Logfile ini merupakan hasil data pada
saat drive test.
Adanya fasilitas logfile ini memungkinkan pengguna untuk menganalisa
permasalahan yang terjadi sesaat setelah melakukan drive test.

2.2.7.1 Permasalahan Pada Area Cakupan


Daya sinyal yang rendah merupakan salah satu permasalahan yang
terbesar pada jaringan telekomunikasi nirkabel. Cakupan yang bisa ditawarkan
oleh operator jaringan seluler kepada pelanggan sangat bergantung pada efisiensi
perancangan jaringan. Permasalahan ini biasanya terjadi saat membangun jaringan
baru atau saat jumlah pelanggan meningkat siring berjalan waktu sehingga
menyebabkan kebutuhan area cakupan yang baru.
Daya sinyal yang rendah dapat menyebabkan kondisi yang secara
langsung dapat menurunkan kualitas jaringan. Area cakupan yang buruk
merupakan permasalahan yang sulit untuk diatasi karena tidak mungkin
meningkatkan area cakupan dengan mengoptimasi parameter jaringan. Perubahan
pada konfigurasi perangkat keras hanya dapat sedikit meningkatkan luas cakupan.
38

Beberapa permasalahan yang berhubungan dengan area cakupan adalah


sebagai berikut :
1. Daya Sinyal yang Rendah (Weak Coverage)
Pada Daerah yang memiliki jumlah situs yang sedikit tetapi memiliki
struktur daerah yang bermacam-macam seperti perbukitan atau halangan lainnya
yang dapat menghentikan line of sight sinyal yang dipancarkan, makan akan
terjadi lubang pada area cakupan atau daerah-daerah dengan kekuatan sinyal yang
tidak mencukupi.
Penyebab terjadinya permasalahan ini diantaranya adalah :
a. Shadowed antena.
b. Arah antena.
c. Tinggi antena/ down tilt.
d. Daya pemancar.
e. Missing neighbor.
f. Lokasi site.
g. Kesalahan perangkat keras.
h. Cell tidak berfungsi

2. Tidak Adanya Server yang Dominan (Lack Of Dominant Cell)


Pada suatu titik di daerah cakupan jaringan terdapat beberapa sinyal yang
melayani. Apabila pada titik tersebut sinyal yang melayani semuanya memiliki
daya yang rendah, maka dapat menyebabkan ping pong handover.
Permasalahan ini bisa terjadi karena MS berada pada daerah perbatasan
antar cell dimana tidak ada server yang dominan yang dapat mempertahankan
paket data.
3. Overshoot
Overshoot adalah kondisi dimana antena eNodeB mengarah terlalu tinggi
sehingga coverage eNodeB tersebut melebar, hal ini perlu diperhatikan karena
akan sangat mengganggu user pada daerah eNodeB lain. Jika kita menemukan
kondisi seperti pada ilustrasi diatas, maka kita harus segera mensetting tilt antena
eNodeB atau mengurangi powernya.
39

4. Pilot Pollution
Pilot pollution merupakan kondisi dimana adanya 3 atau lebih sinyal
dengan daya yang hampir sama pada suatu area, yang mana interferensi akan
meningkat ketika mobile station menangkap sinyal-sinyal pilot tersebut dalam
waktu yang bersamaan sehingga menyebabkan level Ec/No yang terukur oleh
pengguna dari base station menjadi menurun. Atau dengan kata lain pilot
pollution merupakan kondisi ketika terlalu banyak base station dipancarkan ke
area tertentu.
5. Cross Coverage
Cross Coverage berarti bahwa ruang lingkup cakupan dari eNodeB
melebihi yang direncanakan dan menghasilkan daerah dominan yang terputus
dalam lingkup cakupan eNodeB lainnya. Sebagai contoh, jika ketinggian site jauh
lebih tinggi dari rata-rata tinggi bangunan sekitarnya, sinyal transmisi yang
merambat jauh sepanjang bukit atau jalan dan membentuk cakupan dominan
dalam lingkup cakupan eNodeB lainnya. Oleh karena itu, eNodeB pada dua sisi
coverage harus dirancang secara khusus.
6. Cross Feeders
Ada kasus ketika ada ketidakcocokan antara arah cakupan cell dan arah
antena sektoral cell. Masalah ini terjadi karena koneksi feeder tidak sesuai dengan
sel atau sektor yang seharusnya ditugaskan. Cross feeders sering terjadi di
jaringan 2G dan 3G dan kesalahan manusia juga terjadi di LTE. ID fisik-lapisan
sel (PCI) dapat digunakan dalam LTE dengan cara yang mirip dengan scramble
code di WCDMA. Semua scanner melaporkan PCI sel dan mengukur dengan cara
analog sebagaimana hal itu dilakukan di WCDMA agar mudah untuk
mengidentifikasi cross feeders di LTE:
a. Perbedaan Upload dan Download Throughput
Ketika daya pancar UE kurang dari daya pancar eNodeB, UE dalam
modus siaga dapat menerima sinyal eNodeB dan berhasil mendaftar di sel.
Namun, eNodeB tidak dapat menerima sinyal uplink karena kekuatan terbatas
ketika UE melakukan akses random atau meng-upload data. Dalam situasi ini,
jarak cakupan uplink kurang dari jarak cakupan downlink.
40

7. Solusi Permasalahan Pada Area Cakupan


Secara umum permaslahan pada area cakupan dapat diatasi dengan dua
cara yaitu dengan merubah parameter jaringan dan melakukan perubahan fisik.
Perubahan parameter yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan
level daya sinyal rendah adalah sebagai berikut :
a. Mengubah parameter level daya Base Station.
b. Menambah neighbor relation.
Perubahan secara fisik yang perlu dilakukan untuk mengatasi
permasalahan level daya sinyal rendah adalah sebagai berikut :
a. Mengubah arah antenna.
b. Mengubah tinggi antena, tilt dan posisi.
c. Membuat site baru sebagai pilihan terakhir.

2.2.8. Metode Mengatasi Permasalahan pada Jaringan 4G LTE


Metode mengatasi permasalahan pada jaringan 4G LTE dilakukan untuk
meningkatkan performansi jaringan 4G LTE yang bermasalah saat hasil yang
didapat saat drive test kurang maksimal. Maka, beberapa hal berikut
direkomendasikan untuk dilakukan antara lain: melakukan elektrikal tilt (nilai tilt
diatur secara elektronik), melakukan mekanikal tilt (nilai tilt diatur secara manual
dengan menggeser antenna sesuai dengan tilt yg diinginkan), mengubah parameter
power dan mengajukan penambahan site baru (new site).

2.2.8.1 Metode Elektrikal Tilt


Metode elektrikal tilt diperkenalkan pada sistem telekomunikasi generasi
kedua (GSM) dimana antena dimiringkan dengan mengubah sinyal pertahapan.
Solusi ini menawarkan sebuah data yang tidak terdistorsi, ditambah azimuth
berbeda dalam pengembangan antena selular generasi ketiga, yang memiliki
"electrical tilt adjustable" yang memungkinkan operator seluler untuk terus
mengatur kemiringan antenna untuk memungkinkan optimasi cakupan. (Kautsar,
2009)
41

2.2.8.2 Metode Mekanikal Tilt


Merupakan generasi pertama dalam teknik mengatur kemiringan antena.
Mekanisme antenna dimiringkan secara kasar beberapa derajat ke arah vertikal
dalam memodifikasi satu layanan area. Namun teknik secara tradisional ini
membawa sejumlah masalah, efektifnya hanya dalam mengarahkan ke depan, tapi
dapat merusak azimuth. Pengukuran mekanikal tilt dapat mengacu pada gambar
dan rumus berikut:

Gambar 2.16 Pengukuran Mekanikal Tilt (Kusumo, 2015)

(𝐻𝑏−𝐻𝑟)/ tan 𝐴
Jarak = …………….............................................................. (2.17)
1000
𝐻𝑏−𝐻𝑟
Tilt = Tan-1 ……………...................................................... (2.18)
(𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘×1000)

Dimana :
Hb : Tinggi Antena dari permukaan laut (m)
Hr : Tinggi Lokasi yang dituju dari permukaan laut (m).
A : Sudut Tilt Antena
Sinyal dari antenna memiliki batas dalam dan batas luar dimana antenna
tersebut dapat bekerja secara optimal. (Kusumo, 2015) Pengukuran batas dalam
dan batas luar anten sinyal dari antena dapat mengacu pada gambar berikut:

Gambar 2.17 Batas Inner dan Outer Cell Radius (Kusumo, 2015)
42

𝐵𝑊
𝐻/𝑇𝑎𝑛(𝐴+ )
2
Inner Radius Distance = ( ) ................................................... (2.19)
1000

𝐵𝑊
𝐻/𝑇𝑎𝑛(𝐴− )
2
Outer Radius Distance = ( ) .................................................. (2.20)
1000

Dimana :
H : Tinggi Antena dari permukaan laut (m)
BW : Beam Width Antena
A : Sudut Tilt Antena

2.2.8.3 Mengubah Parameter Power


Dalam melakukan optimasi jaringan, hal ini perlu dilakukan dengan
mengecek parameter yang berhubungan dengan power biasanya, karena masalah
ini menyangkut coverage dan quality signal yang diterima oleh user. Jika dalam
melakukan tilt antena tidak dapat membantu dalam mengatasi masalah coverage
dan quality signal yang diterima oleh user kurang baik maka dengan mengubah
parameter power adalah solusinya.

2.2.8.4 Penambahan New Site


Penambahan New Site dilakukan untuk menambah cakupan coverage pada
suatu jaringan operator selular dan juga untuk mengurangi adanya blankspot yang
mempengaruhi kulitas sinyal di suatu jaringan. Untuk daerah-daerah padat (urban
area), operator-operator harus menambahkan site supaya mendapatkan kualitas
sinyal dan level sinyal yang baik. Hal ini disebabkan karena area optimasi adalah
urban area yang memiliki kerapatan bangunan/ketinggian bangunan yang tinggi
sehingga adanya obstacle sangat mempengaruhi kualitas RSRP. Maka solusi pada
problem ini adalah dengan membuat site baru (new site). (Kusumo, 2015)
43

2.2.9 Aplikasi Penunjang


2.2.9.1 GENEX Probe
GENEX Probe adalah software drive test yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi jaringan Radio Frequency (RF) dilapangan yang
dipancarkan suatu eNodeB dimana software ini merupakan keluaran dari Huawei
Technologies Co. Ltd. GENEX Probe dapat mengumpulkan data uji jaringan GSM
/ GPRS / EDGE, WCDMA / HSPA / HSPA +, CDMA2000 1x / EV-DO, LTE dan
TD-SCDMA. Melalui GENEX Probe, kinerja jaringan dapat dievaluasi,
optimalisasi jaringan dapat dipandu, dan kesalahannya bisa diperbaiki. Data uji
yang terkumpul dari air interface pada jaringan radio dapat disimpan sebagai uji
logfile. Ini memudahkan analisis data setelah logfile diimpor ke perangkat lunak
pengolahan lainnya (seperti GENEX Assistant) atau pengulangan data selanjutnya.

Gambar 2.18 GENEX Probe V3.17


(Sumber: GENEX Probe)

Perangkat yang terhubung ke laptop seperti: Modulator demodulator


(Modem), Global Positioning System (GPS) dan User Equipment (UE) diatur
pada software ini. Selain itu, penginstalan GENEX Probe juga memerlukan lisensi
untuk menjalankannya sehingga penggunaan GENEX Probe tidak banyak
kalangan yang dapat menggunakannya dan kebanyakan digunakan oleh vendor
jaringan yang bekerja sama dengan operator untuk memelihara jaringan. Lisensi
digunakan untuk membatasi cakupan aplikasi Probe.
44

Dalam menggunakan GENEX Probe, laptop yang sudah terinstal harus


memenuhi spesifikasi sehingga supporting dalam menjalankan GENEX Probe
antara lain:

Tabel 2.10 Spesifikasi Laptop untuk Support GENEX Probe v.3.17

Laptop Spesification

Operating system min : Minimum Processor Intel


Minimum RAM 2GB
Windows XP SP 3 Core i3

(Sumber: GENEX Probe)

GENEX Probe yang seringkali digunakan dalam melaksanakan drive test


4G LTE merupakan bagian dari GENEX Series. GENEX Series dapat digunakan
pada beberapa sistem seperti GSM, WCDMA, EDGE, CDMA, LTE, dan
WiMAX. Saat ini, GENEX Series telah dikembangkan menjadi V300R017 untuk
men-support VoLTE sistem. Dalam menggunakan GENEX Probe terdapat
beberapa menu toolbar seperti berikut:

Gambar 2.19 Toolbar Standard GENEX Probe (GENEX Probe)

Toolbar standard berisi beberapa tombol untuk operasi rutin, seperti yang
dijelaskan sebagai berikut:

a. : Untuk membuat sebuah project

b. : Untuk membuka sebuah project

c. : Untuk menyimpan sebuah project

d. : Untuk memilih perangkat


Catatan : Pastikan perangkat dipilih sebelum memeriksa parameter
windows.
45

e. : Untuk mencari perangkat


Catatan : Sistem mencari perangkat dan menghubungkannya ke port
COM berdasarkan konfigurasi perangkat keras project.

f. : Untuk memulai tes

g. : Untuk mengakhiri tes

h. : Untuk jeda atau lanjutkan perekaman

i. : Untuk menghentikan sementara atau memulihkan


tampilan layar

j. : Untuk capture sebuah window

k. : About the Probe

Selain menu toolbar standard, pada GENEX Probe juga terdapat menu
logfile toolbar sebagai berikut:

Gambar 2.20 Logfile Toolbar (GENEX Probe)

Toolbar logfile berisi beberapa tombol umum selama pemutaran file log,
seperti dijelaskan sebagai berikut:

a. : Untuk membuka log file

b. : Untuk memutar log file

c. : Untuk jeda atau melanjutkan memutar log file

d. : Untuk menghentikan pemutaran log file


46

e. : Untuk mengubah arah pemutaran log file

f. : Untuk mengunci posisi

g. : Untuk menyesuaikan tingkat pemutaran log file

h. : Untuk menyesuaikan progres pemutaran log file

i. : Untuk mengatur waktu pemutaran log file

GENEX Probe menghasilkan file pengukuran dari drive test jaringan


nirkabel yang dinamakan log file yang kemudian akan di reporting pada software
GENEX Assistant, yang memungkinkan pemecahan masalah yang cepat dan
mudah dianalisis.

Gambar 2.21 Tampilan Workspace GENEX Probe


(Sumber: GENEX Probe)
47

2.2.9.2 GENEX Assistant


GENEX Assistant adalah software handal untuk menguji data radio dimana
digunakan untuk menganalisa dan mengoptimalkan jaringan GSM, WCDMA,
CDMA, TD-SCDMA dan LTE. Selain itu, Assistant juga dapat membuat laporan
uji jaringan untuk memenuhi persyaratan analisis jaringan pelanggan. Laporan
pengujian yang dihasilkan secara efektif mencerminkan status operasi jaringan
radio dan memberikan panduan untuk verifikasi jaringan, evaluasi jaringan,
optimalisasi jaringan, dan lokasi kesalahan.
Oleh karena itu, laporan pengujian membantu para network planning dan
network optimization engineering mempelajari kinerja jaringan, dengan cepat
menemukan masalah jaringan, dan meningkatkan efisiensi kerja. GENEX
Assistant merupakan bagian dari GENEX Series sama halnya dengan GENEX
Probe yang juga keluaran dari Huawei Technologies Co. Ltd.

Gambar 2.22 GENEX Assistant V3.17


(Sumber: GENEX Assistant)

Sama halnya dengan GENEX Probe, dalam penginstalan GENEX Assistant


juga memerlukan lisensi untuk menjalankannya dalam melakukan pemeliharaan
jaringan dan lisensi digunakan untuk membatasi lingkup aplikasi Assistant. Selain
itu ada beberapa hal yang harus diketahui dari GENEX Assistant yaitu versi
48

software dan spesifikasi laptop yang harus digunakan dalam menggunakan


GENEX Assistant dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2.23 Support Software Versions GENEX Assistant


(Sumber: GENEX Assistant)

Gambar 2.24 Support Hardware, OS dan Database Versions GENEX Assistant


(Sumber: GENEX Assistant)

Dalam menggunakan GENEX Assistant terdapat beberapa menu toolbar


seperti berikut :

Gambar 2.25 Map Toolbar (GENEX Assistant)


49

Map toolbar berisi beberapa tombol umum, seperti yang dijelaskan


sebagai berikut:

a. : Untuk importing peta indoor

b. : Untuk importing peta outdoor

c. : Untuk menyimpan peta

d. : Untuk export peta

e. : Untuk zoom in peta

f. : Untuk zoom out peta

g. : Untuk membentangkan peta

h. : Untuk memusatkan peta

i. : Untuk memilih satu serving cell

j. : Untuk memilih serving cell dalam bentuk persegi panjang

k. : Untuk memilih radius dari serving cell

l. : Untuk memilih serving cell dalam bentuk poligonal

m. : Untuk pengukuran jarak

n. : Untuk menggunakan layer offset

o. : Untuk menambah layer

p. : Untuk layer control

q. : Untuk melakukan sinkronisasi warna cell

r. : Untuk mencari cell

s. : Untuk beralih ke Google Earth

t. : Untuk mengaktifkan dan nonaktifkan Legenda


50

Dalam penggunaan GENEX Assistant, juga menggunakan perangkat lunak


pelengkap lainnya seperti MapInfo & Google Earth dalam melakukan
pengoptimalan jaringan LTE. (Yanbo Fu, 2017)

Tabel 2.11 Software Pelengkap dari GENEX Assistant


No. Software Kegunaannya
Peta digital, membuat peta klasifikasi, divisi regional,
1. MapInfo
deskripsi rute uji, produksi distribusi site.
Tampilan lokasi base station dan informasi parameter site
2. Google Earth terkait, tampilan lingkungan sekitarnya, tampilan
ketinggian.
(Sumber: Yanbo Fu, 2017)

Beberapa keuntungan yang didapatkan dari software GENEX Assistant


adalah lebih cepat dan efisien menentukan QoS keseluruhan jaringan, mengurangi
beban kerja tes yang diperlukan oleh network adjustment, memberikan informasi
tentang lokasi permasalahan yang mendalam dan efektif, menyediakan metode
analisa yang opensource sehingga tidak diperlukan keahlian khusus untuk
mengoperasikannya.

Main Menu & Button Bar

Navigation
Workspace Area
Area

Worksheet

Gambar 2.26 Tampilan Workspace GENEX Assistant


(Sumber: GENEX Assistant)
51

2.2.9.3 Google Earth


Google Earth merupakan sebuah program globe virtual yang sebenarnya
disebut Earth Viewer dan dibuat oleh Keyhole, Inc. (Vibrado, 2015) Program ini
memetakan bumi dari superimposisi gambar yang dikumpulkan dari pemetaan
satelit, fotografi udara dan globe GIS 3D. Tersedia dalam tiga lisensi berbeda:
Google Earth, sebuah versi gratis dengan kemampuan terbatas; Google Earth Plus
($20), yang memiliki fitur tambahan; dan Google Earth Pro ($400 per tahun),
yang digunakan untuk penggunaan komersial.

2.2.9.4 FileZilla
FileZilla merupakan sebuah perangkat lunak berbasis open source yang
biasa digunakan untuk melakukan transfer data dari dan ke akun web hosting
dalam melakukan drive test. FileZilla atau juga dikenal dengan sebutan FileZilla
Client, adalah salah satu software FTP gratis, open source, cross-platform. Binari
tersedia untuk Windows, Linux, dan Mac OS X. Software ini mendukung FTP,
SFTP, dan FTPS (FTP di SSL/TLS). FileZilla juga digunakan untuk mendukung
proses drive test yang menggunakan software GENEX Probe saat melakukan
proses transfer data dimana MS disetting dalam keadaan dedicated mode untuk
mengukur kualitas sinyal. Fitur utama dari Filezilla adalah:
1. Site manager (Manajer situs)
Mengizinkan pengguna untuk membuat daftar situs FTP beserta data
koneksinya, seperti nomor port yang akan digunakan, protokol yang
digunakan, dan apakah akan menggunakan log anonim atau normal.
2. Untuk log normal, nama pengguna dan kata sandinya akan disimpan.
Penyimpanan kata sandi adalah opsional.
3. Message log (Log pesan)
Ditampilkan di bagian atas jendela. Fitur ini menampilkan output berjenis
konsol (console-type) yang menunjukkan perintah yang dikirim oleh
FileZilla dan respon yang diterima dari server.
52

4. File and folder view


Ditampilkan di bawah pesan log (Message log), menyediakan sebuah
tampilan grafis antarmuka untuk FTP.
5. Pengguna dapat menavigasi folder serta melihat dan mengubah isinya pada
komputer lokal dan server dengan menggunakan tampilan antarmuka gaya
Explorer. Pengguna dapat men-drag dan drop file antara komputer lokal
dan server.
6. Transfer queue (Transfer antrian)
Ditampilkan di sepanjang bagian bawah jendela, menunjukkan status real-
time setiap antrian atau transfer file yang aktif.

Gambar 2.27 Tampilan Workspace FileZilla


(Sumber: FileZilla)

Anda mungkin juga menyukai