Anda di halaman 1dari 107

Landasan Hukum D an

Perundangan Terkait
Perencanaan Pesisir
K E LO M P O K 3
Mayang Puspita S Nury Ahdiya Rif’ati EkoRisdiyanto Mumtazah

08211740000 08211740000 08211740000 08211740000


006 010 035 030
Ou tline
01 La tar Belakang 04 Kesi mpul an & Rekomendasi

02 Landasan Hukum 05 Le sson Learned


Landasan Hukum Internasional
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Terkait
Pesisir

Penenggelaman Kapal Illegal Fishing di Wilayah Indonesia dalam Perspektif Hukum Internasional

03 St u di Ka sus Studi Analisis Konflik Ambalat di Perairan Laut Sulawesi

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Tentang Penetapan Batas Wilayah Laut Negara (Studi Kasus Sengketa Wilayah Ambalat antara Indonesia
dengan Malaysia (2013))

Penyelesaian Sengketa Antara Indonesia dan Malaysia Terkait Pengklaiman Blok Ambalat ditinjau dari Hukum Internasional (2018))

Tinjauan Hhukum dan Kebijakan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia (Sstudi Kasus Pulau Nipa
La ta r

Bel akang
Indonesia
Negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang
terdiri dari sekitar 17.500 pulau dengan luas laut sekitar 5,8
juta 𝒌𝒎𝟐 dan bentangan garis sepanjang 81.000 km. Sebagian
besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau kecil yang
memiliki kekayaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan
(environmental service) yang sangat potensial untuk
pembangunan ekonomi

Kekayaan sumberdaya alam yang cukup berlimpah dikarenakan adanya


ekosistem tersebut meliputi terumbu karang, padang laut (sea grass),
rumput laut (sea weeds) dan hutan bakau (mangrove).

Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil belum mendapat perhatian yang berarti karena
pembangunan nasional di waktu lampau lebih berorientasi ke darat. Selain itu aspek
hukum pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil kurang memperhatikan keberadaan
masyarakat adat yang mendiami kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil padahal
selama ini mereka dengan hak ulayat laut-nya melakukan penguasaan dan
pengelolaan atas kawasan tersebut.

Menjawab kekhawatiran dari berbagai pihak mengenai ancaman yang akan datang baik dari
negeri kita sendiri maupun dari pihak luar maka diperlukan sebuah landasan Hukum dan
Perundang-undangan terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Wilayah Pesisir.
Sehingga dengan adanya sebuah landasan hukum, masyarakat akan mengerti bagaimana cara
untuk eksplorasi, eksplotasi dan melakukan kegiatan di wilayah laut dengan bijak.

(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001 : 5)


D EFI N I SI LA N D A SA N
H U KUM

Landasan Hukum adalah peraturan atau


hukum yang menjadi dasar/mendasari
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu.
Dengan adanya landasan hukum suatu
kegiatan yg dilaksanakan harus
berdasarkan hukum/peraturan yg berlaku
sehingga terciptalah ketertiban dan
keteraturan dalam Kehidupan.

Sumber: http://eprints.umm.ac.id/28122/2/jiptummpp-
gdl-ikawahyuni-31562-2-babi.pdf
Pengert ian
Perundang-Undangan

Menurut Maria Farida Indrati, istilah perundang-


undangan (legislation, wetgeving, atau gesetzgebung)
mempunyai dua pengertian yangberbeda, yaitu:

a. Perundang-undangan merupakan proses


pembentukan/proses membentuk peraturan-
peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah;

b. Perundang-undangan adalah segala peraturan


negara, yang merupakan hasil pembentukan
peraturan-peraturan, baik di tingkat Pusat maupun di
Tingkat Daerah;

Sumber:https://www.siswapedia.com/pengertian-perundang-undangan-nasional
La n d asan H u kum I nt er nasi onal
U N CLO S (1 98 2 ) , U N EP Regio nal
Seas Pro gram, RAM SAR Co nventio n
(197 1), Economic Exclus ive Zone/
Zo na Eko no mi Eks klusif (ZEE)
(United Nations Conventions on the Law of the Sea)
Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di wilayah


UNCLOS (United Nations Convention on the Law of
yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan batas-batas
the Sea) 1982 yang ditandatangani oleh 119 negara
maritim secara lengkap. Penetapan batas ini dilakukan
(termasuk NKRI) di Konvensi PBB tahun 1982
berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional, yang
(Undang-Undang Kelautan no. 32 tahun 2014).
diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut
(UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi pemerintah
Indonesia melalui UU No. 17 Tahun1985.

Ketentuan-ketentuan pada UNCLOS : Ketentuan-ketentuan pada UNCLOS :


Pengaturan Batas, Navigasi, Zona Ekonomi Eksklusif, benua Landas, Jauh Dasar Laut , UNCLOS 1958 diimplementasikan pada hukum nasional
Pertambangan, Rezim Eksploitasi, Prospek teknologi, Pertanyaan Partisipasi Universal dalam Indonesia pada UU No 6/1996 tentang Perairan Indonesia
Konvensi, Pioneer Investor, Perlindungan Lingkungan Laut, Penyelesaian Sengketa, Zona dan
Batas-batas Maritim, Ketentuan Penelitian dan Survei, Pembajakan, Negara Kepulauan

Sumber: hukum.unsrat.ac.id
Sumber : google https://teara.govt.nz/en/diagram/6968/defining-the-continental-shelf
UNEP (United Nations Environment Programme)
Regional Seas Program
Program lingkungan PBB (1972)

UNEP merupakan organisasi yang berperan untuk


membantu negara-negara dalam Pengawasan lingkungan pesisir
mengimplementasikan tujuan UNCLOS di tiap merupakan salah satu fokus
kawasan seperti di Kawasan Mediterania, Teluk
Arab, Pasifik Tenggara (mengimplementasikan UNEP.
UNCLOS)

Pengawasan dan pembangunan terhadap


lingkungan pesisir dan laut di 14 wilayah, 3
Program Utama : wilayah lautan serta lebih dari 140 negara
The Regional Seas Programme pesisir yang difokuskan dalam
pembangunan area pesisir dan laut yang
berkelanjutan.
RAMSAR Convention (1971)

(1) konservasi lahan basah berikut flora dan faunanya dapat dijamin
oleh perpaduan kebijakan-kebijakan nasional yang berwawasan
luas dengan tindakan internasional yang terkoordinasi;
Konvensi Internasional yang dilaksanakan di (2) Setiap anggota hendaknya menunjuk lahan basah yang baik di
dalam daerahnya untuk dicantumkan pada Daftar Lahan Basah
Ramsar, Iran pada tahun 1971 The Conventionon Kepentingan Internasional. dan
Wetlands of International Importance (3) Para anggota hendaknya merumuskan dan melaksanakan
perencanaannya dalam rangka meningkatkan pelestarian lahan
basah yang termasuk dalam daftar dan sejauh mungkin
memanfaatkan lahan basah secara bijaksana di dalamdaerahnya.

melindungi lahan basah (wetlands) melalui kebijakan, strategi,


dan panduan kepada negara-negara di dunia untuk mengelola, Diratifikasi di indonesia 
memanfaatkan dan mengkonservasi lahan basah serta sumber Keputusan Presiden RI No. 48
daya di dalamnya secara bijak dan berkelanjutan.
tahun 1991

Sumber : Jurnal Fakultas Hukum “Aspek Hukum Pelestarian Lahan Basah pada Situs Ramsar di
Indonesia (Studi terhadap Implementasi Konvensi Ramsar 1971 di Taman Nasional Tanjung Puting)”
Ramsar Site yaitu Taman Nasional Berbak, Jambi; Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat; Taman
Nasional Wasur, Papua; Taman Nasional Sembilang, Sumatera Selatan; Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohae, Sulawesi Tenggara; dan Suaka Marga Satwa Pulau Rambut, DKI Jakarta.
Sumber : https://alamendah.org/2011/11/17/ramsar-site-di-indonesia/
Economic Exclusive Zone / Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Zona Ekonomi Ekslusif adalah zona dengan luas


Pasal 56 ayat (1) Konvensi dinyatakan bahwa
200 mil dari garis dasar pantai, yang termasuk
negara pantai menjalankan hak berdaulat di ZEE
kawasan dasar laut, daratan, dan perairan
untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi,konservasi
sehingga kawasan pesisir termasuk di dalamnya.
dan pengelolahan sumber kekayaan alam.
Batas ZEE adalah batas luar dari laut teritorial.

Indonesia telah melegalkan


ZEE dalam UU No. 5 Tahun
1983

Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Undang- undang d an
Perat uran
Pemer i nt ah Ter kai t
Pesi si r
Peraturan Presiden No 122 tahun 2012 tentang Reklamasi Pantai

UU No 25 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah


SEBELUMOTONOMI
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep.10/Men/2002
tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pesisir Terpadu

Keputusan Presiden No 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau


UU No 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia Kecil Terluar

Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan /


atau Perusakan Laut

UU No 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

UU No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 2004

UU No 5 Tahun 1983 Zona Ekonomi Eksklusif UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil

UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor


27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau
Kecil

SETELAHOTONOMI
Undang- undang d an
Perat uran
Pemer i nt ah Ter kai t
Pesi si r
S eb elu m O to n o m i
UU No 4 Prp Tah un 1960 t ent ang
Perairan I ndonesia
BABI KETENTUANUMUM
Pasal 1

1) Perairan Indonesia ialah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia.
2) Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut sebesar dua belas mil laut yang garis luarnya diukur tegak lurus atau
garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis‐garis lurus yang menghubungkan titik‐titik terluar
pada garis air rendah daripada pulau‐pulau atau bagian pulau‐pulau yang terluar wilayah Indonesia dengan
ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut dan negara Indonesia tidak merupakan
satu‐ satunya negara tepi, maka garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
3) Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak pada sisi dalam
dari garis dasar sebagai yang dimaksud ayat (2)
4) Millaut ialah, sepenam puluh derajat lintang

Sumber : UU No 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia


U U N o 1 T a h u n 1973 t e n t a n g L
a n d a sKo nt i n e n I n d o n e si a
BABI KETENTUANUMUM
Pasal 1

a) Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah dibawahnya diluar perairan wilayah Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 sampai kedalaman 200 meter atau lebih, dimana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan
eksploitasi kekayaan alam.
b) Kekayaan alam adalah mineral dan sumber yang tak bernyawa lainnya didasar laut dan/atau di dalam lapisan tanah dibawahnya bersama-
sama dengan organisme hidup yang termasuk dalam jenis sedinter yaitu organisme yang pada masa perkembangannya tidak bergerak baik
diatas maupun dibawah dasar laut atau tak dapat bergerak kecuali dengan cara selalu menempel pada dasar laut atau lapisan tanah
dibawahnya.
c) Eksplorasi dan eksploitasi adalah usaha-usaha pemanfaatan kekayaan alam dilandas kontinen sesuai dengan istilah yang digunakan dalam
peraturan perundangan yang berlaku dibidangmasing-masing.
d) Penyelidikan ilmiah adalah penelitian ilmiah atas kekayaan alam dilandas kontinen.

BABIV INSTALASI
Pasal 6

1) (Untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi ini,dapat dibangun, dipelihara dan 1) Barang siapa melakukan eksplorasl eksploitasi dan penyelidikan ilmiah sumber-sumber
dipergunakan instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya di Landas kekayaan lain di landas kontinen Indonesia, diwajibkan mengambil langkah-langkah
Kontinen dan/ataudiatasnya. untuk:
2) Untuk melindungi instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya tersebut pada a.Mencegah terjadinya pencemaran air laut di landas kontinen Indonesia dan udara
ayat(1) pasal ini terhadap gangguan pihak ketiga, Pemerintah dapat menetapkan suatu diatasnya;
daerah terlarang yang lebarnya tidak melebihi 500 meter, dihitung dari setiap titik terluar b. Mencegah meluasnya pencemaran dalam hal terjadi pencemaran.
pada instalasi-instalasi, kapalkapal dan/atau alat-alat lainnya disekeliling instalasi- 2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut yang berhubungan dengan pencemaran air laut di
instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya yang terdapat di Landas Kontinen landas kontinen Indonesia dan udara diatasnya dan syarat-syarat yang harus
dan/atau diatasnya. dipenuhi untuk pencegahan dan penanggulangannya akan diatur lebih lanjut
3) Disamping daerah terlarang tersebut pada ayat (2) pasal ini Pemerintah dapat juga dengan Peraturan Pemerintah.
menetapkan suatu daerah terbatas selebar tidak melebihi 1.250 meter terhitung dari
titik-titik terluar dari daerah terlarang itu, dimana kapal-kapal pihak ketiga dilarang
membuang atau membokarsauh.
Sumber : UU No 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
U U N o 5 T a h u n 1 9 8 3 Zo n a
Ek o n o m i Ek sk l u si f
BABI KETENTUANUMUM BABVI PENEGAKANHUKUM
Pasal 2 Pasal 13

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Dalam rangka melaksanakan hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban
Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), aparatur penegak hukum Republik Indonesia
perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan yang berwenang, dapat mengambil tindakan-tindakan penegakan hukum sesuai dengan
batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
dengan pengecualian sebagaiberikut:
(a) Penangkapan terhadap kapal dan/atau orang-orang yang diduga melakukan
Pasal4 pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia meliputi tindakan penghentian
kapal sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang-orang tersebut
dipelabuhan dimana perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut;
1) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan melaksanakan: (b) Penyerahan kapal dan/atau orang-orang tersebut harus dilakukan secepat mungkin
a.Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi dan tidak boleh melebihi jangka waktu 7 (tujuh) hari, kecuali apabila terdapat
sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di keadaan force majeure;
atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona (c) Untuk kepentingan penahanan, tindak pidana yang diatur dalam Pasal 16 dan Pasal
tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin; 17 termasuk dalam golongan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
b. Yurisdiksi yang berhubungandengan: ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
1. pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan- undang Hukum AcaraPidana.
bangunan lainnya;
2. penelitian ilmiah mengenaikelautan
3. perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi Hukum Laut yang
berlaku.
2) Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak berdaulat, hak-
hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan Landas Kontinen I
ndonesia, persetujuan-persetujuan antara Republik Indonesia dengan negara-negara
tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berlaku.
3) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan
internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.

Sumber : UU No 5 Tahun 1983 Zona Ekonomi Eksklusi


Undang- undang d an
Perat uran
Pemer i nt ah Ter kai t
Pesi si r
S etelah O to n o m i
Perat uran Presi den No 122 t ahun 2 01 2 t ent ang Rekl amasi Pant ai
BAB I KETENTUANUMUM
Pasal 1

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orangdalam


rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau
dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

BAB II PERENCANAANREKLAMASI
Pasal3
1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib membuat perencanaan reklamasi.
2) Perencanaan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:
a. penentuan lokasi;
b. penyusunan rencana induk;
c. studi kelayakan; dan
d. penyusunan rancangan detail.
Pasal 4
1) Barang siapa melakukan eksplorasl eksploitasi dan penyelidikan ilmiah sumber-sumber kekayaan lain di landas kontinen Indonesia, diwajibkan
mengambil langkah-langkah untuk:
a.Mencegah terjadinya pencemaran air laut di landas kontinen Indonesia dan udara
diatasnya;
b. Mencegah meluasnya pencemaran dalam hal terjadipencemaran.
2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut yang berhubungan dengan pencemaran air laut di
landas kontinen Indonesia dan udara diatasnya dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk pencegahan dan penanggulangannya akan diatur lebihlanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Sumber : Peraturan Presiden No 122 tahun 2012 tentang Reklamasi Pantai
UU No 25 t ahun 2000 t ent ang Ot onomi
Daerah
BABII KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM
Pasal 2

1) Kewenangan Pemerintah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.
2) Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional, dan
pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara san lembaga perekonomian
negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang
strategis, konservasi dan standardisasi nasional.
3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelompokan dalam bidang sebagai berikut:
• Biddang Kelautan
a. Penepan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam perairan di
wilayah laut diluar perairan 12 (dua belas) mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta Zone Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen.
b. Penetapan kebijakan dan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari Kapal tenggelam di luar perairan
laut 12 (dua belas) mil.
c. Penetapan kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim yang meliputi batas-batas daerah otonom dilaut dan batas-batas
ketentuan hukum laut internasional.
d. Penetapan standar pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.
e. Penegakan hukum di wilayah laut diluar perairan 12 (dua belas) mil dan di dalam perairan 12 (dua belas) mil yang
menyangkut hal spesifik serta berhubungan dengan internasional.

Sumber : UU No 25 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah


Keput usan Presi den No 78 t ahun 2 005 t ent ang Pengel ol aan Pul au - Pul au Ke ci l Terl uar
BAB I KETENTUANUMUM
Pasal 1

1) Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:


a. Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu untuk memanfaatkan dan
mengembangkan potensi sumber daya pulau-pulau kecil terluar dari wilayah Republik Indonesia untuk menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pulau Kecil Terluar adala pulau dengan luas areal kurang atau sama dengan 2000 km2
(dua ribu kilomenter persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang
menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan
nasional.
c. Pulau-pulau Kecil Terluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan koordinat
titik terluarnya adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden ini.

BABII TUJUAN DAN PRINSIP PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECILTERLUAR


Pasal 2

Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilakukan dengan tujuan:


a. menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan
bangsa serta menciptakan stabilitaskawasan
b. memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunanyang berkelanjutan;
c. memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatankesejahteraan.
Sumber : Keputusan Presiden No 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kec
Pe r a t u r a n Pe m e r i n t a h N o 1 9 Ta h u n 1 9 9 9 t e nt a n gPe n ge n d a l i a n Pe n ce m a r a n d a n / a t a u Pe r u sa ka n
La ut

BAB I KETENTUANUMUM
Pasal 1

1) Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau
fungsinya;
2) Perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang melampaui
kriteria baku kerusakan laut;
3) Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan dan/atau penanggulangan dan/atau pencemaran
dan/atau perusakan laut;

Pasal9

Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan pencemaran laut.
Pasal 10
1)Setiap penanggung jawab usaha danS/uamtabuerk:ePgeiartaatnurayannPgemdaeprianttamheNnoye1b9aTbakhaunnp1e9n99cetmenatraannglPaeunt,gewnadjaibliamnePleankucekamnarpaenndcaegan/haatanutPeerrjaudsainkyaanLaut
pencemaran laut.
2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang membuang limbahnya ke laut, wajib memenuhi persyaratan mengenai baku mutu air laut,
baku mutu limbah cair, baku mutu emisi dan ketentuan-ketentuan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11
Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis pencegahan pencemaran laut.
Pasal 12
Limbah cair dan/atau limbah padat dari kegiatan rutin operasional di laut wajib dikelola dan dibuang di sarana pengelolaan limbah cair
dan/atau limbah padat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU No 31 Tahun 2004 t ent ang Perikanan

BABI KETENTUANUMUM
Pasal1

Perikanan adBaAlBaIhIWsILeAmYAHuPaENkGeELgOiLaAAtaNnPERyIKaAnNgANberhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya


Pa sal 5
ikan dan lingkungannya m u lai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

1. Wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan
meliputi: a. perairan Indonesia; b. ZEEI; dan c. sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat
diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia.
2. Pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar internasional
yang diterima secara umum.

Sumber : UU No 31 Tahun 2004 tentangPerikanan


UU No 45 Ta hun 2009 t ent ang
Perubahan at as UU No 31
Ta hun 2004

Pasal 69

1) Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah
pengelolaan perikanan Negara RepublikIndonesia.
2) Kapal pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilengkapi dengan senjata api.
3) Kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa, dan menahan kapal yang diduga atau patut diduga
melakukan pelanggaran di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia ke pelabuhan terdekat untuk pemrosesan
lebih lanjut.
4) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan
tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.

Sumber : UU No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 2004


UU No 27 Ta hun 2 00 7 t ent ang Pengel ol aan W i l ayah Pe sisi r dan Pul au - Pul au Ke cil

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1

1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut.
3. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi)
beserta kesatuan Ekosistemnya.
4. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan
dangkal, rawa payau, dan laguna.
5. Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan
berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
6. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang ditetapkan peruntukkannya bagi
berbagai sektor kegiatan.
UU No 1 Ta hun 2014 t ent ang Perubahan A tas Undang-undang Nomor 27
Ta hun 2007 Tent ang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau -pulau Kecil

BAB I KETENTUANUMUM
Pasal 1

1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut.
3. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi)
beserta kesatuan Ekosistemnya.
4. Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya
buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove
dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan
meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa
keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan
serta energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.

Sumber:UUNo1Tahun2014tentangPerubahanAtasUndang-undangNomor27Tahun2007TentangPengelolaanWilayahPesisirDanPulau-pulauKecil
St udi Ka sus
Pe n e n gge l a m a n Ka p a l I l l e ga l Fi sh i n gd i H u k u W i l a y a h I n d o n e si a d a l a m Pe r sp e k t i f
01
m I n t e r n a si o n a l

02 T i n j a u a n H u k u m d a n Ke b i j a k a n Pe n ge l o l a a n Pu l a u - Pu l a u Ke ci l I n d o n e s T e r l u a r
i a ( St u d i Ka su sPu l a u N i p a

03 Re k l am asi Te l u k Ja k a r t a

04 St u d i An a l i si sKo n f l i k Am b a l a t d i Pe r a i r a n La u t Su l a w e si

05 Pe n y e l e sa i a n Se n gk e t a An t a r a I n d o n e si a d a n M a l a y si a T e r k a i t Pe n gk l a i m a n Bl o k Am b
a l a t d i t i n j a u d a r i H u k u m I n t e r n a si o n a l ( 2 0 1 8 ) )
St udi Ka sus
Pe ne ngge l a ma n Ka pal I l l e gal Fi shi ng di
W i l ayah I ndone si a da l a m Pe r spe kt i f Hukum
I nt e r na si ona l
PEN EN GGELA M AN KA PA L I LLEGAL FI SH IN G
DI W ILAYAH I N DON ESI A
D ALAM PERSPEKTI F H U KUM
I N T ERNASI ONAL
Latar Belakang
INDONESIA. 18.306 pulau besar dan kecil dengan panjang garis
pantai kurang lebih 95.181 km² serta wilayah lautseluas 5,8
juta km² (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia)

Sumber daya alam Laut Indonesia merupakan salah satu yang


terbesar di dunia, sehingga bukan rahasia umumlagi bahwa
Indonesia merupakan surga bagi biota laut, salahsatunya
adalah Ikan.

Kekayaan alam inilah yang akhirnya dilirik oleh negara


tetangga. Sehingga banyak terjadi illegal fishing di Lautan
Indonesia.
KasusIllegal Fishing di Indonesiapada akhir tahun 2014
Upaya kebijakan yang dilakukan adalah penenggelaman kapal
nelayan asing.

Kebijakan tersebut menuai pro dankontra


Tujuan
Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan dalam
penenggelaman kapal asing yang melakukan Illegal Fishing
dalam perspektif hukuminternasioal
Sumber : JURNALSELATVolume. 4 Nomor. 2, Mei 2017. p - 2354-8649 I e -2579-5767
PEM BA H A SAN
01 02 03
FA KT O RYA N GM EN D O RO N GT ERJA D I N YA I LLEGA LFI S U PA YA PEM ERI T N T A H YA N GD I LA KU KA N U N T U KM E
P E R M A S A L A H AN
HI N G N GA T A SI I LLEGA LFI SH I N G

• 10 tahun terakhir terlihat adanya kegiatan Eksploitasi dan • Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain • Penenggelaman kapal nelayan asing dengan cara peledakan atau
Eksplorasi hasil perikanan di Indonesia menunjukan pasokan ikan dunia menurun, dan terjadi kelebihan penenggelaman
peningkatan yang signifikan. permintaan (overdemand) terutama jenis ikan dari laut. • Pro
• Tidak ada negara di dunia ini yang membenarkan tindakan
warganya yang melakukan kejahatan di negara lain.
• Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan • Posisigeografis dari kawasan perairan Indonesia berada di
• Tindakan penenggelaman dilakukan di wilayahkedaulatan
bahwa kerugian Indonesia akibat illegal fishing perairan perbatasan atau berdekatan dengan perairan dan hak berdaulat Indonesia (Zona Ekonomi Ekslusif).
diperkirakan mencapai 30 triliun pertahun Internasional • Tindakan penenggelaman dilakukan atas dasar ketentuan
hukum yang sah, yaitu Pasal 69 ayat (4) Undang-undang No
• Lemahnya pengawasan wilayahperairan 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Teknis hukum tentang
pemusnahan kapal juga telah diatur sesuai ketentuan pasal
69 ayat 4 UU No 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU
No 31 tahun 2004 tentang Perikanan jo Pasal 76A UU No 31
tahun 2004 tentang Perikanan jo Pasal 38, Pasal 45 UU No 8
tahun 1981 tentang KUHAP
• Negara lain harus memahami bahwa Indonesia dirugikan
dengan tindakan kriminaltersebut.
• proses penenggelaman telah memperhatikan keselamatan
awak kapal sesuai dengan ketentuan Pasal 62 ayat (4) huruf
(k) dan Pasal 73 UNCLOS

• Kontra
• kebijakan tersebut bertentangan dengan Undangundang
Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 116
ayat (1) dan pasal123
• penenggelaman kapal dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan.
• penenggelaman kapal juga dapat mengurangikeindahan
pantai

Nomor. 2, Mei 2017. p - 2354-8649 I e -2579-5767


Sumber : JURNALSELATVolume.4
Kont r a

Undangundang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 116 ayat (1): "Keselamatan dan keamanan
pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di perairan, pelabuhan serta perlindungan lingkungan
maritim."

Pasal 123 menjelaskan tentang lingkungan maritim: "Perlindungan lingkungan maritim yaitu kondisi terpenuhinya
manajemen keselamatan dan sistem pengamanan fasilitas pelabuhan, meliputi : (a) Kepelabuhan, (b)
pengoperasian kapal, (c) Pengangkutan limbah, bahan berbahaya, dan beracun diperairan, (d) Pembuangan limbah
diperairan, (e) Penutuhan kapal.
Pr o

Menurut Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 69 ayat (4) menyatakan: “Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera
asing berdasarkan bukti permulaan yangcukup.

Teknis hukum tentang pemusnahan kapal telah diatur sesuai ketentuan pasal 69 ayat 4 UU No 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 2004
tentang Perikanan jo Pasal 76A UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan jo Pasal 38, Pasal 45 UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP.26

Ada dua cara penenggelaman kapal ikan asing yang dilakukan oleh pemerintah RI melalui otoritas.
1. Penenggelaman kapal melalui putusan pengadilan.
a. Otoritas yang menangkap kapal ikan asing membawa kapal dan ABK ke darat;
b. Di darat dimana ada pengadilan perikanan akan dilaksanakan proses hukum;
c. Setelah disidang dan di vonis bersalah dan putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka kapal yang tertangkap tersebut akan disita;
d. Apabila kapal disita maka tergantung pada jaksaeksekutor akan melakukan apa terhadap kapal tersebut, apakah kapal akan dilelang atau di musnahkan;
e. Apabila dimusnahkan menjadi pilihan maka salah satu cara adalah diledakkan dan ditenggelamkan;
2. Tertangkap tangan oleh otoritas. Cara kedua ini didasarkan pada pasal 69 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 yang berbunyi :
a. Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum dibidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia;
b. Kapal pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat dilengkapi dengan senjata api;
c. Kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa dan menahan kapal yang diduga atau patut melakukan pelanggaran di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia ke pelabuhan terdekat untuk pemprosesan lebih lanjut; d. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan
yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yangcukup.
Berdasarkan ketentuan Pasal 62 ayat (4) huruf (k) dan Pasal 73 UNCLOS, Indonesia sebagai negara kepulauan memang diberi hak untuk menegakkan hukum di
wilayah ZEE apabila ada atau terciptanya pelanggaran hukum di dalam wilayah tersebut

Pasal 73 ayat (3) UNCLOS mengatur hukuman yang dijatuhkan negara pantai terhadap tindakan di wilayah ZEE tidak boleh mencakup hukuman badan
• Melintasi territorial tanpa izin dan melakukan tindakan illegal
fishing didalamnya sangatlah mengancam kedaulatan negara dan
wilayah, karena hal tersebut sudah melangar Yurisdiksi
Uuniversal. Sebagaimana diketahui prinsip dasar penegakan
hokuminternasional adalah mendahulukan yurisdiksi nasional.
• Penegakan Hukum di laut Indonesia merupakan langkah atau
tindakan serta upaya dalam rangka memlihara dan mengawasi
REKO M EN D A SI
untuk ditaatinya ketentuan-ketentuan Hukum Internasional yang
berlaku di laut yurisdiksi Nasional Indonesia
• Terkait kapal asing yang ditangkap, apabila kapalnya masih bagus
• Secara yuridis, kebijakan penenggelaman kapal asing yang ada baiknya jangan dibakar dan ditenggelamkan melainkan
terbukti melakukan pelanggaran hukum di wilayah NKRI ini tetap dirampas untuknegara
memiliki dasar hukum yangkuat
• Upaya penegakan hukum berupa penenggelaman kapal harus
• Dampak dari kebijakanpenenggelamankapal diiringi dengan dukungan anggaran fasilitas yang memadai dalam
• Dampak positif yang diperoleh dari kebijakan ini adalah penegakkannya
pemerintah Indonesia dapat menghentikan aktivitas
pencurian ikan serta menyelamatkan habitat perairan di
dalam laut dari bahaya Bom nelayan asing
• dampak negatif yang ditimbulkan dari kebijakan ini
adalah ditimbulkannya polusi hasil peledakan dan
pembakaran kapal asing yang dapat mencemari udara
disekitar laut

KESI M PU LAN
St udi Ka sus
T i nj auan H u k u m d an Ke bi j a ka n Pe nge l ol aan
Pu l a u - Pu l a uKe ci l Te r l uar I ndone si a ( Sst udi
Ka sus Pu l a u N ip a

Sumber:jurnal Buletin Ekonomi Perikanan Vol.777,No,2 Tahun 2007


Tinjauan Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil Terluar Indonesia (St udi Kasus Pulau Nipa)
Latar
Belakang
Pulau Nipa berada di antara Selat Philip dan selat
utama (main strait) . Secara administratif termasuk
ke dalam wilayah Oesa Pemping Kecamatan Belakang
Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Pulau
ini merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Riau
yang berada di bagian terluar Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berbatasan langsung
dengan Negara Singapuradi sebelah utara.

Kekhawatiran terjadi karena ancaman tenggelamnya


Pulau Nipa dan reklamasi pantai yang dilakukan oleh
Singapura.
Kedua hal tersebut dikhawatirkan akan
menyebabkan Indonesia kehilangan wilayah laut
yang cukup signifikan karena berubahnya titik dasar
pengukuran batas wilayah kedua negara.

Tujuan
• Menganalisis landasan hukum pengaturan perbatasan
antara Indonesia dengan Singapura serta kaitannya
dengan keberadaan PulauNipa.
• M enganalisis kebijakan pengelolaan Pulau Nipa
sebagai salah satu pulau kecil terluar Indonesia.

Sumber:jurnal Buletin Ekonomi Perikanan Vol.777,No,2 Tahun 2007


Permasalahan Yang Di Hadapi

Masih adanya titik-titik koordinat garis


batas yang belum disepakati antara
Indonesia dengan Singapura.
1
Rentannya Pulau Nipa terhadap
kerusakan, baik yang disebabkan oleh
faktor alamiah maupun faktor manusia.

masih terbatasnya prasarana dan sarana 2


untuk melakukan pembangunan,
pengawasan, dan pengembangan Pulau Nipa
karena letak pulau ini terpendl, sulit
dijangkau, dan tidak berpenduduk.
.
3
Landasan Hukum

2. Perjanjian Bilateral :
1. Hukum Internasional:
perjanjian perbatasan antara Indonesia dan Singapura pada
a. United Nations Convention on the Law of the Sea tanggal 25 Mei 1973. Perjanjian tersebut diratifikasi ke dalam
(UNCLOS) 1982 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1973 tentang Perjanjian
Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura mengenai
b. Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat
Singapura Tahun 1973.

3. Peraturan Perundang-undangan Nasional:

- UU No 17/1985 tentang Pengesahan UNClOS 1982

- UU No 6/1996 tentang Perairan Indonesia UU No 4/1960

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2002


tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia
Strategi Pengelolaan Pulau-Pulau Keeil Terluar Ada dua strategi dalam
pengelolaan kawasan pulau-pulau keeil terluar indonesia, termasuk di
dalamnya Pulau Nipa, yaitu strategi jangka pendek dan jangka panjang.

Strategi jangka pendek, meliput; Strategi jangka panjang meliput;

1.Sosialisasi Perpres No 7812005 tentang Pengelolaan Pulau- 1.Mengundang investasi untuk pengembangan pulau-pulau
Pulau Kecil Terluar. kecil terluar.
2.Melakukan identifikasi terhadap keberadaan pulau-pulau 2.Menjadikan pulau-pulau yang memiliki produktivitas hayati
kecil terluar. tinggi sebagai kawasan konservasi.
3.Melakukan rekonstruksi dan pemeliharaan titik-titik referensi 3.Melakukan penataan ruang pada wilayah pulau-pulau keeil
dari titik-titik dasar. termasuk laut dan pesisimya.
4.Membangun pelindung pantai dari aneaman abrasi. 4. Meningkatkan kerjasama bilateral dalam pengelolaan
5.Melakukan patroli keamanan laut yang dimaksudkan sebagai kawasan perbatasan.
upaya preventif (pencegahan) maupun upaya represif 5.Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui
(penindakan). kegiatan pemberdayaan.
6.Sosialisasi tentang pentingnya menjaga pulau-pulau kecil
terluar.
Kesimpulan
❑ Dalam kasus Pulau Nipa terdapat beberapa • rentannya Pulau Nipa terhadap kerusakan, baik yang
permasalahan utama yang dihadapi : disebabkan oleh faktor alamiah maupun faktor manusia.
• masih terbatasnya prasarana dan sarana untuk
• masih adanya titik-titik koordinat garis batas yang belum
'melakukan pembangunan, pengawasan, dan
disepakati antara Indonesia dengan Singapura.
pengembangan Pulau Nipa karena letak pulau ini
terpendl, sulit dijangkau, dan tidak berpenduduk.
❑ Pulau Nipa tidak akan lepas dari kedaulatan Negara
Republik Indonesia sepertPerbatasan laut wilayah
antara Indonesia dengan Singapura memiliki landasan
landasan hukum yang kuat.
Landasan-Iandasan hukum tersebut, yaitu:
1. Hukum Intemasional
2. Perjanjian Bilateral
3. Peraturan perundangan nasional
❑ Strategi kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar Terbagi Menjadi dua yaitu :
1. Strategi Jangka Pendek
2. Strategi Jangka Panjang
Rekomendasi
• Mensosialisasikan pada masyarakat tentang pentingnya arti pulau-pulau terluar
bagi bangsa dan negara Republik Indonesia.
• Pemerintah harus mempercepat penyelesaian perjanjian batas wilayah dengan
Singapura untuk titik-titik koordinat yang belum disepakati pada perjanjian
tahun 1973, agar tidak ada celah bagi Singapura untuk bersengketa dengan
Indonesia di kemudian hari.
• Melakukan kerjasama dengan negara-negara tetangga dalam pengelolaan
wilayah perbatasan dalam rangka menghindari konflik serta menjaga stabilitas
kawasan.
• Pemerintah sebaiknya segera menyelesaikan rancangan undang-undang tentang
perbatasan dan rancangan undang-undang mengenai pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil sebagai wadah hukum bagi pembangunan wilayah
tersebut.
St udi Ka sus
St udi Ana l i si s Konf l i k Ambal at di Pe r ai r an
Laut Sul aw e si ( 2 0 0 8 )
Dewi Dwi Puspitasari S", Etty Eidman,' Luky Adrianto'

Jurnal Buletin Ekonomi Perikanan Vol. VIII No. 2 Tahun 2008


Indonesia Negara Maritim
01 2/3 dari luas keseluruhan wilayah adalah lautan dan
memiliki 17.506 pulau yang tersebar diseluruh perairan
Indonesia. Banyaknya pulau dapat memberikan dampak
positif maupun negatif. Konsekuensi negatif yang timbul
adalah kurangnya perhatian dari negara terhadap
permasalahan yang menitikberatkan pada orientasi
kelautan

Pulau Sipadan dan Ligitan


02 Pulau sipadan dan ligitan merupakan salah satu fenomena
yang terjadi akibat ketidak seriusan pemerintah Indonesia
dalam mengelola asset negaranya
LATAR
03 Munculnya Konflik Ambalat BELAKANG
Konflik ambalat merupakan konfilk antara negara
Indonesia dengan Malaysia, yang memperebutkan klaim
atas perairan di wilayah Sulawesi (potensial kekayaan
Migas). Malaysia mengklaim perairan Ambalat
berdasarkan peta yang dibuat pada tahuan 1979.
Malaysia mengklaim negaranya sebagai negara
kepulauan sehingga mereka merasa dapat menggunakan
ketentuan-ketentuan sesuai dasar klaim tersebut
TUJUAN

➢ mengkaji aspek hukum Internasional


dan hukum Nasional atas klaimkedua
negara yaitu Malaysia danIndonesia.

➢ menganalisis kebijakan penyelesaian


konflik yang dilakukan oIeh
pemerintah Indonesia.
FAKTOR PENYEBAB
Masing-masing negara baik Indonesia maupun Malaysia
mengklaim bahwa blok perairan ambalat adalah wilayah
teritorial kedaulatannegaranya.

Tidak adanya batas negara yang jelas dikawasan perairan


ambalat.

Tidak adanya kesepakatan antar kedua negara atas batas


negara.

Adanya sumber daya alam yang melimpah, yang


terkandung dalaam perut bumi di kawasan perairan
ambalat yaitu minyak dangas bumi.
KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Konflik Perbatasan Ambalat
antara Indonesia dengan
Malaysia

Hak Kedaulatan Perairan


Ambalat

Peta Malaysia Tahun Pengaturan Batas Wilayah Peta Indonesia


1979 UNCLOS

Pengaturan Hukum Internasional


dan Hukum Nasional

Strategi Indonesia

Gambar 1. Kerangka Pendekatan Studi


PEMBAHASAN

Blok Ambalatterletak di wilayah Muara Sungai Kayan yang


membentuk delta pada bagianlepas pantaiberkedalaman
antara1.000sampai 2.375meter dibawah mukalaut pada
landas kontinen Kalimantan. Wilayah sampai kedalaman
tersebut merupakan kelanjutan daratan Kalimantan
wilayah Indonesia, yang merupakancekungansedimentasi
bagi pengendapansedimen terrigeneous (asaIdaratan).
KRONOLOGIS

01 02 03

Konsensi Indonesia Konsensi Malaysia Peta Malaysia

Malaysia mengeluarkan
Pada tanggal 16 Peta Baru pada bulan
Blok Ambalat dan East
Februari 2005, Petronas Desember 1979 dengan
Ambalat yang
(perusahaan minyak batas terluar klaim
dikonsesikan oleh
Malaysia) memberikan maritim yang sangat
Indonesia kepada ENI
konsesi atas blok ND-6 eksesif di Laut Sulawesi
pada 1999 (perusahaan
dan ND-7 kepada Peta ini secara jelas
minyak Italia), dan
Petronas Carigali yang memasukkan kawasan
Unocal (perusahaan
bermitra dengan Royal dasar laut, yang
multinasional Amerika)
Dutch/Shell Group kemudian oleh Indonesia
Pada 12 Desember
(perusahaan minyak disebut Blok Ambalat,
2004.
Inggris-Belanda) sebagai bagian dari
Malaysia.
Tumpang Tindih Kewenangan

Tumpang tindih
pemberian konsesi di
blok Ambalat
dikarenakan Malaysia
mempertahankan
wilayahnya sesuai
dengan Peta Baru
tahun 1979, yang tidak
memiliki kekuatan
hukum yang tetap
karena Peta Baru
Malaysia tersebut tidak
mendapat pengakuan
secara internasional
PEMBAHASAN

INDONESIA MALAYSIA

Indonesia dan Malaysia telah meratifikasi kesepakatan global tentang aturan penggunaan laut dan sumberdaya
alamnya, selayaknya kedua negara menggunakan konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982 sebagai
pedoman dalam perundingan.

Berdasarkan Konvensi Hukum laut 1982 UNCLOS, Malaysia mengklaim dirinya sebagai negara
Indonesia mempunyai hak berdaulat atas kekayaan alam kepulauan dengan dasar bahwa mereka telah
di dasar laut dan tanah dibawahnya, termasuk minyak dan memiliki hak pengelolaan atas dua pulau yaitu Pulau
gas sampai sejauh 200 mil dari garis-garis pangkal Sipadan dan Pulau Ligitan, (Berdasarkan keputusan
nusantara Indonesia atau lebih jauh lagi sampai akhir Intemational Court of Justice (ICJ) No. 102
kelanjutan alamiah dari pulau-pulau terluar Indonesia ke tanggal 17 Desember 2002)
dasar laut
PEMBAHASAN

INDONESIA MALAYSIA
Letak Blok Ambalat masih dalam jarak 200 mil dari garis Malaysia dengan peta 1979 telah menetapkan
dasar kepulauan nusantara di pantai Kalimantan Timur. sendiri batas laut antara Sabah dan Kalimantan
Fakta tersebut yang menguatkan bahwa Blok Ambalat Timur dengan menarik garis dasar lurus (garis
masih dalam jangkauan wilayah Indonesia dan Indonesia pangkal) dari Pulau Sipadan hingga perbatasan
berhak atas pengelolaannya. Terlebih lagi bahwa darat Indonesia-Malaysia di Pulau Sebafik.
Indonesia telah melakukan eksploitasi dan ekplorasi pada
Blok Ambalat dan wilayah sekitamya sejak dulu.
DASAR HUKUM

INTERNASIONAL NASIONAL
UNCLOS 1982 article 46, Archipelagic Stites (negara UU Nasional No.1 Tahun 1973 : kawasan landas
kepulauan) kontinen Indonesia mencapai kedalaman 200 meter
UNCLOS 1982 article 47, Archipelagic Base lines (garis atau lebih.
dasar kepulauan) UNCLOS 1982 : menjelaskan konsep yang lebih baru
UNCLOS 1982 article 57, Exclusive Economic Zone bahwa jarak landas kontinen mencapai 200 mil laut
Breadth of the exclusive (ZEE) dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial
UNCLOS 1982 article 76, Continenti' Shelf Definition of diukur.
the continentll shelf (Landas Kontinen) Untuk menyamakan dengan ketentuan Intemasional
UNCLOS1982 article 77, Continentl'Shelf yang berlaku, Pemerintah· dapat mengamandemen
UU tersebut dengan mengacu pada UNCLOS 1982
yaitu Konvensi PBB mengenai hukum laut.
ANALISIS DASAR HUKUM
Pasal 46 Unclos 1982 yang mengatur mengenai 01
negara kepulauan.

02 Pasal 47 Unclos 1982 yang mengatur mengenai


penarikan garis pangkal negara kepulauan

Berdasarkan hukum internasional Pasal 57 Unclos 1982 yang mengatur mengenai 03


UNCLOS 1982. zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Malaysia telah melanggar ketentuan-


ketentuan hukum laut mengenai:
04 Pasal 76 Unclos 1982 yang mengatur mengenai
landas kontinen

Pasal 77 Unclos 1982 yang mengatur mengenai


ketentuan lanjutan atas landas kontinen 05
STRATEGI INDONESIA DALAM
MENYELESAIKAN KONFLIK AMBALAT
DIPLOMASI LUAR NEGRI

Strategi Strategi Dinas


Departemen Luar Strategi TNI AL Kelautan dan
Negeri (Deplu) Perikanan (DKP)

Cara penyelesaian Strategi yang dilakukan DKP lebih berfungsi sebagai badan
masalah secara oleh TNI AL yaitu yang mengatur mengenai pengelolaan
halus (negosiasi) menggelar operasi yang pulau-pulau Indonesia, termasuk pulau-
tetapi tetap pulau kecildan terluar Indonesia.
dikategorikan sebagai
mennpertahankan Sebenamya konflik yang terjadi baik
tindakan preventif mengenai blok Ambalat maupunPulau
misi dengan kuat (pencegahan) dan represif
tanpa· Sipadan dan Ligitan merupakan
(tindakan). TNI AL mel/hat implikasi dari lambannya pemerintah
merendahkan harga
diri bangsa masalah konflik Ambalat Indonesia mengatur masalah
ini lebih dari sisi pengelolaan sektor perikanan
Indonesia
pertahanan kedaulatan khususnya
St udi Ka sus
Pe nye l e sai a n Se ngke t a Ant ar a I ndone si a da n
M al aysi a Te r kai t Pe ngkl ai ma n Bl ok Amba l at
di t i nj au da r i Hukum I nt e r nasi onal ( 2 0 1 8 ) )
Klisliani Serpin, Dewa Gede Sudika Mangku, Ratna ArthaWindari

Jurnal Ilmu Hukum Volume 1 No. 1 Tahun 2018


TUJUAN :
1. Status kepemilikan Blok Ambalat ditinjau dari Hukum
Internasional
2. Cara penyelesaian sengketa antara Indonesia dan
Malaysia terkait Pengklaiman Blok Ambalat

METODE YANG DIGUNAKAN :


1. Metode hukum normatif dengan pendekatan Undang-
Undang (Statue Approach)
2. Pendekatan historis (historical approach)
3. Pendekatan fakta
LATARBELAKANG

Besarnya wilayah kepulauan Indonesia berbanding lurus dengan besarnya tantangan yang harus dihadapi sebuah negara kepulauan. Maka
dari itu diperlukan adanya upaya penegakan kedaulatan dan penegakan hukum di laut sehingga terwujudnya kondisi laut yang aman dan
terkendali dalam rangka menjamin integritas wilayah guna menjamin kepentingan nasional.

1
Blok Ambalat adalah Kawasan dasar laut di Laut Sulawesi yang merupakan landasan kontinen pulau Borneo, tempat Indonesia dan
Malaysia berada.

2
Kasus blok ambalat terjadi salah satunya karena belum disepakati hak milik.

3
KRONOLOGIS

01 02 03

Berdasarkan Undang- Peta 1979 yang dikeluarkan


Berdasarkan Undang-Undang
Undang peraturan pemerintah Malaysia tersebut
tersebut selanjutnya Malaysia
tidak hanya mendapat protes
Esensial Powers mendeklarasikan secara sepihak
Indonesia saja tetapi juga dari
(Agustus 1969), Peta Malaysia 1979 pada
Filipina, Singapura, Thailand,
Malaysia menetapkan tanggal 21 Desember 1979.
Tiongkok, Vietnam, karena
Pada bulan Desember 1979
luas teritorial laut sejauh dianggap sebagai upaya atas
Malaysia mengeluarkan Peta
12 mil laut yang diukur perebutan wilayah negara lain
Baru dengan batas terluar klaim
(Trost, R:1998). Dengan
dari garis dasar dengan maritim di Laut Sulawesi. Peta
demikian klaim Malaysia
menarik garis pangkal tersebut secara jelas
terhadap wilayah teritorial
lurus menurut ketentuan memasukkan kawasan dasar
berdasarkan Peta 1979 tidak
laut sebagai bagian dari
Konvensi Hukum Laut mendapat pengakuan dari
Malaysia yang kemudian disebut
1958 mengenai Laut negara-negara tetangga dan
Blok Ambalat oleh Indonesia.
dunia internasional.
Teritorial dan Zona
Tambahan.
Konsep Penentuan Garis Pangkal

01 GARIS PANGKAL NORMAL


Pasal 5 UNCLOS 1982 sebagai garis air rendah di sepanjang pantai seperti terlihat pada
peta skala besar yang diakui oleh negara bersangkutan. Sebagai pengertian umum, garis
pangkal normal bisa disamakan dengan garis air rendah disepanjang pantai benua
dan/atau pulau (Arsana, 2007:12).
02 GARIS PANGKAL KEPULAUAN
Pasal 7 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa garis pangkal lurus (untuk laut teritorial)
digunakan jika garis pantai benar-benar menikung dan memotong kedalam atau bergeriji,
atau jika pulau tepi di sepanjang pantai yang tersebar tepat disekitar garis pantai. Garis
pangkal lurus bisa diterapakan karena adanya delta di pantai yang tidak stabil tetapi garis
pantainya juga harus dalam keadan benar-benar menjorok dan terpotong ke dalam, atau
harus terdapat pulau tepi seperti yang disebutkan sebelumnya (Arsana, 2007:14).
Konsep Penentuan Garis Pangkal
03 GARIS PANGKAL KEPULAUAN
- Berdasarkan Pasal 46 UNCLOS 1982, Negara kepulauan adalah Negara yang seluruhnya terdiri dari
suatu atau lebih kepulauan. Adapun yang di maksud dengan kepulauan ialah sekumpulan pulau-pulau,
perairan yang saling bersambung (inter-connecting waters), dan karakteristik ilmiah lainnya dalam
pertalian yang demikian eratnya sehingga membentuk satuan instrinsik geografi ekonomi, dan politis
atau secara historis memang dipandang demikian (Munawar, 1995:5).
- Berdasarkan Pasal 46-54 UNCLOS 1982 Bab IV secara khusus mengatur tentang negara kepulauan
mengatakan bahwa garis pangkal kepulauan ini khususnya hanya diterapkan oleh negara kepulauan,
meskipun secara geografis negara itu berbentuk kepulauan, maka negara yang demikian tidak
menetapkan garis pangkal kepulauan. Negara itu hanya bisa menerapkan garis pangkal normal dan
garis pangkal lurus dalam pengukuran lebar laut teritorial (Parthana, 1990:77).
- Berdasarkan Pasal 47 ayat 1-9 Ayat (1) UNLCOS 1982 menegaskan hak negara kepulauan untuk
menetapkan garis pangkal kepulauan. Selanjutnya ditegaskan tentang cara menarik garis pangkal
kepulauan, yakni dengan menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar. Syarat garis lain
adalah seperti yang ditegaskan pada ayat (2) UNCLOS 1982, bahwa panjang garis pangkal kepulauan
tidak boleh melebihi dari 100 mil laut, kecuali hingga 3% dari jumlah seluruh garis pangkal yang
mengelilingi setiap kepulauan diperkenankan melebihi dari panjang tersebut hingga pada panjang
maksimum 125 mil laut (UNCLOS, 1982:18).
- Berdasarkan Pasal 47 ayat (6) UNCLOS 1982 menegaskan tentang perairan di negara kepulauan yang
terletak antara dua bagian dari suatu negara tetangganya yang secara langsung berada dalam posisi
berdampingan. Pada perairan kepulauan itu, negara tetangga memiliki hak-hak serta kepentingan-
kepentingan lainnya yang secara sah memang ada jauh sebelumnya, dan secara tradisional
dilaksanakan oleh negara tetangga di dalam perairan tersebut (Parthiana,1990:78).
Konsep Penentuan Garis Pangkal

04 GARIS PANGKAL PENUTUP TELUK


Pasal 10 UNCLOS 1982 menentukan pendinifisian garis penutup teluk. Pasal ini mengatur
metode penentuan jenis teluk dan menegaskan bahwa teluk itu harus ditutup dengan garis
pangkal lurus. Faktor relevan yang mempengaruhi adalah bentu teluk, luas teluk, dan nilai
sejarah teluk tersebut bagi negara pantai yang bersangkutan. Mengenai bentuknya Pasal
10 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa teluk adalah bagian laut yang secara jelas teramati
menjorok ke daratan yang jarak masuknya dan lebar mulut teluknya memenuhi
perbandingan tertentu yang memuat wilayah perairan bukan sekedar lekukan (Arsana,
2007:19).
05 GARIS PANGKAL INDONESIA
Sebagai negara kepulauan, Indonesia menerapakan garis pangkal kepulauan atau
archipelagic baseline. Garis pangkal kepulauan ini merupakan sistem garis pangkal yang
melingkupi kepulauan Indonesia. Meski demikian dalam kenyataannya akan tetap ada garis
pangkal normal yang diterapkan untuk suatu wilayah, karena tidak memungkinkan ditarik
segmen garis lurus. Oleh karena itu, sistem garis pangkal melingkupi Seluruh Negara
Indonesia merupakan gabungan antar segmen garis pangkal lurus dan garis pangkal
normal (Arsana, 2007:21).
DASAR HUKUM MALAYSIA

• Dalam UNCLOS 1982 dinyatakan bahwa Malaysia hanya diperbolehkan menarik garis
pangkal biasa atau garis pangkal lurus, karena alasan ini seharusnya Malaysia tidak
diperbolehkan menarik garis pangkal lautnya dari pulau sipadan ligitan karena Malaysia
bukan merupakan negara kepulauan.

• Namun dilain pihak Malaysia menggunakan UNCLOS pasal 121 yang menyatakan
bahwa setiap pulau berhak mendapatkan laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif dan
Landas kontinennya sendiri-sendiri hal ini dapat dibenarkan namun dalam penetapan
landas kontinen antarnegara juga harus memperhatikan apakah daratan dasar laut itu
merupakan kelanjutan tanah alamiah tanah diatasnya sehingga itu merupakan daerah
landasan kontinen suatu negara dan juga harus diperhatikan perjanjian batas landas
kontinen yang telah ditetapkan oleh Indonesia dan Malaysia.
DASAR HUKUM INDONESIA

1. Berdasarkan kelaziman hukum Internasional karena Malaysia tidak melakukan Klaim


atas tidakan Indonesia atas kegiatan penambangan dan eksploitasi di wilayah Blok
Ambalat sejak Tahun 1960 Sebagai bukti pengakuan Malaysia bahwa Indonesia memiliki
hak berdaulat di wilayah Blok Ambalat.
2. Deklarasi Negara Kepulauan Indonesia telah dimulai ketika diterbitkan Deklarasi
Djuanda tahun 1957, lalu diikuti Prp No. 4/1960 tentang Perairan Indonesia. Deklarasi
Negara Kepulauan ini juga telah disahkan oleh The United Nations Convention on the
Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 Bagian IV. Isi deklarasi UNCLOS 1982 antara lain
di antara pulau-pulau Indonesia tidak ada laut bebas, dan sebagai Negara Kepulauan,
Indonesia boleh menarik garis pangkal (baselines) dari titik-titik terluar pulau-pulau
terluar.
3. Garis Pangkal Teritorial menurut Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) bahwa
konvensi hukum laut telah disepakati oleh negara-negara di PBB. Yang kemudian
dituangkan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 1985. Dalam UNCLOS 1982, terdapat
cara penarikan garis pangkal laut teritorial atau garis dari mana laut teritorial mulai
diukur, yaitu cara penarikan garis pangkal normal (normal baselines), cara penarikan
garis pangkal lurus (straight baselines), cara penarikan garis pangkal kepulauan
(archipelagic baselines).
DASAR HUKUM INDONESIA

4. Garis Pangkal Kepulauan Indonesia menurut UU No.6 Tahun 1996 mengenai perairan
Indonesia.
Berdasarkan UNCLOS 1982, Indonesia mengiplementasikannya melalui UU NO. 6 Tahun
1996 tentang Perairan Indonesia.
Selanjutnya yang menyatakan garis pangkal kepulauan Indonesia tersebut dicantumkan
dalam peta yang memadai untuk menegaskan posisi Indonesia dengan dibuatnya titik-titik
koordinat geografis dan lebih lanjut diatur dalam Peraturan pemerintah No. 38 tahun 2002
tentang Daftar Koordinat Geografis Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Karena adanya perubahan titik pangkal Pulau Sipadan dan Ligitan, Karang Unarang
sebagai penggantinya, Karang Unarang terletak pada posisi 12 mil di luar batas maritim
Malaysia dan 12 mil di selatan Pulau Sipadan, batas maritim klaim ini tidak pernah
dibicarakan oleh Malaysia ke Indonesia. Dengan dibangunnya mercusuar di atas Karang
Unarang dapat menjadi acuan bagi penarikan garis batas maritim laut teritorial, zona
ekonomi eksklusif, dan landasan kontinen. Sehingga Malaysia akan kehilangan langkah
untuk mengklaim Blok Ambalat yang mencakup landasan kontinen dan perairannya sejauh
200 mil laut dari perbatasn maritim (Ayuningtya,2014:8).
DASAR HUKUM INDONESIA

5. Garis dasar adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik


terluar, apabila di tarik dari garis lurus itu, maka Ambalat masuk di
dalamnya dan bahkan lebih jauh ke luar lagi. Sikap itu sudah
dicantumkan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960,
yang kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
Keberhasilan Indonesia memperjuangkan konsep hukum negara
kepulauan (archipelagic state) hingga diakui secara internasional.
Pengakuan itu terabadikan dengan pemuatan ketentuan mengenai
asas dan rezim hukum negara kepulauan dalam Bab IV Konvensi
PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law
of the Sea (UNCLOS). Konvensi ini ditetapkan dalam Konferensi
Ketiga PBB tentang Hukum Laut di Montego Bay, Jamaica, pada 10
Desember 1982.
DASAR HUKUM INDONESIA

6. Pada 1998 Indonesia memberikan konsesi kepada Shell untuk


melakukan eksplorasi minyak. Malaysia tahu hal itu, tapi tidak
memprotes. Malaysia baru memprotes Indonesia Akhir Tahun 2004,
saat Indonesia menawarkan konsesi baru di Blok Ambalat.
Dapat di simpulkan bahwa Blok Ambalat merupakan milik indonesia
karena Malaysia tidak melakukan Klaim atas tindakan Indonesia atas
kegiatan penambangan dan eksploitasi di wilayah Blok Ambalat sejak
Tahun 1960 hingga pasca keluarnya peta Malaysia tahun 1979 itu
merupakan bukti pengakuan Malaysia terhadap wilayah Blok Ambalat
dan Indonesia memiliki Hak berdaulat di wilayah tersebut. Tetapi yang
menjadi kelemahan Indonesia adalah saat pemutusan Sipadan dan
Ligitan. Menjadi milik Malaysia, Indonesia tidak meminta Mahkamah
Internasional untuk memutuskan garis perbatasan laut sekaligus.
ANALISIS HUKUM yang DIGUNAKAN

1. Blok Ambalat yang di klaim Indonesia dan Malaysia adalah milik Indonesia
berdasarkan ketentuan Deklarasi Djuanda tahun 1957 yang diikuti Prp No. 4/1960
tentang Perairan Indonesia. Undang-Undang No. 17 tahun 1985 yang sudah di
ratifikasi oleh Indonesia Undang-Undang No.6 Tahun 1996 tentang perairan
Indonesia, Peraturan pemerintah No. 38 Tahun 2002 tentang daftar Koordinat
Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia dan peraturan pemerintah
No. 37 Tahun 2008 Tentang perubahan Atas pemerintah No. 38 Tahun 2002 Tentang
Daftar Kordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
2. Sedangkan Malaysia hanyalah negara pantai biasa yang hanya dibenarkan menarik
garis pangkal normal (biasa) dan garis pangkal lurus apabila memenuhi persyaratan.
3. Cara penyelesaian sengketa terkait pengklaiman Blok Ambalat antara Indonesia dan
Malaysia di lakukan berdasarkan Pasal 1, 2 dan 33 Piagam PBB tentang
penyelesaian sengketa secara damai dengan cara negosiasi.
Penyelesaian
Sengketa Blok
Ambalat

Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai


sebagaimana diatur dalam 1, 2, dan 3 Piagam PBB
yaitu :
1. Negosiasi
2. Pencarian Fakta
3. Jasa-jasa baik
4. Mediasi
5. Konsiliasi
6. Arbitrase
7. Pengadilan Internasional
PENYELESAIAN

Menurut UNCLOS, Pulau Borneo (Indonesia, Malaysia dan


Brunei Darussalam) berhak atas laut teritorial, zona tambahan,
ZEE dan landas kontinen.
Di sebelah timur Borneo, bisa ditentukan batas terluar laut
teritorial yang berjarak 12 mil dari garis pangkal, kemudian garis
berjarak 200 mil yang merupakan batas ZEE demikian
seterusnya untuk landas kontinen.
Zona-zona yang terbentuk ini adalah hak dari daratan Borneo.
Maka secara sederhana bisa dikatakan bahwa yang dibagian
selatan adalah hak Indonesia dan di utara adalah hak Malaysia.
PENYELESAIAN

Menurut UNCLOS, proses penentuan garis batas landas


kontinen mengacu pada Pasal 83 yang mensyaratkan dicapainya
solusi yang adil atau “equitable solution” (Ayat 1). Untuk
mencapai solusi yang adil inilah kedua negara dituntut untuk
berkreativitas sehingga diperlukan tim negosiasi yang
berkapasitas memadai.
PENYELESAIAN

Pada landas kontinen (dasar laut) Laut Sulawesi memang sudah terjadi
eksplorasi sumber daya laut berupa pemberian konsesi oleh Pemerintah
Indonesia sejak tahun 1960an kepada perusahaan asing yang tidak pernah
diprotes secara langsung oleh Malaysia sampai dengan tahun 2002.
Sejalan dengan itu, Malaysia juga telah menyatakan klaimnya atas kawasan
tertentu di Laut Sulawesi melalui Peta 1979 meskipun kenyataannya peta itu
diprotes tidak saja oleh Indonesia tetapi juga negara tetangga lainnya dan
dunia internasional.
Klaim oleh Indonesia dalam bentuk pemberian blok konsesi sejak tahun
1960an dan klaim terkait oleh Malaysia tentu akan menjadi salah satu
pertimbangan dalam melakukan delimitasi batas maritim di Laut Sulawesi,
selain mengacu pada UNCLOS. Bagi Indonesia, batas-batas blok konsesi
yang sudah ada sejak tahun 1960an dan tidak ditolak oleh Malaysia tentu
akan menjadi pegangan atau acuan utama dalam menetapkan batas
maritim di Laut Sulawesi.
PENYELESAIAN

➢Malaysia yang menjadi pemilik sah Sipadan dan Ligitan secara


teoritis Sipadan dan Ligitan tetap berhak atas kawasan maritim
seperti dinyatakan dalam UNCLOS Pasal 121.
➢Indonesia tegas menyatakan Ambalat sebagai bagian dari
wilayahnya sebab dari segi historis, Ambalat merupakan
wilayah Kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur yang jelas
masuk Indonesia. Terlebih berdasarkan Konvensi Hukum Laut
PBB yang telah diratifikasi RI dan tercantum pada UU Nomor
17 Tahun 1984, Blok Ambalat diakui dunia sebagai milik
Indonesia.
SIMPULAN
1. Blok Ambalat adalah dasar laut (landas kontinen) yang berlokasi di sebelah timur Pulau Borneo (Kalimantan).

2. Sebagian besar atau seluruh Blok Ambalat berada pada jarak lebih dari 12 Mil dari garis pangkal sehingga
termasuk dalam rejim hak berdaulat (sovereign rights), bukan kedaulatan (sovereignty).

3.Pada kawasan ini telah terjadi proses eksplorasi dan eksploitasi sejak tahun 1960an namun belum ada
batas maritim antara Indonesia dan Malaysia.

4.Ditinjau dari Hukum Internasional Blok Ambalat merupakan milik indonesia berdasarkan sejarah dimana
sebelum lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia.

5.Blok Ambalat sepenuhnya di kelola oleh Indonesia dengan bukti pemberian ijin kepada pihak asing.
karena Malaysia tidak melakukan Klaim atas tindakan Indonesia atas kegiatan penambangan dan
eksploitasi di wilayah Blok Ambalat sejak Tahun 1960 hingga pasca keluarnya peta Malaysia tahun 1979
itu merupakan bukti pengakuan Malaysia terhadap wilayah Blok Ambalat dan Indonesia memiliki Hak
berdaulat di wilayah tersebut.
SARAN/REKOMENDASI
1. Masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pemantauan aktivitas di
wilayah perbatasan Indonesia untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia
2. Melihat luasnya ZEE yang dimiliki oleh NKRI (2.690.000 km2), maka
seharusnya UU yang mengatur tentang Kelautan di Bab Wilayah Laut
mencantumkan hak dan kewajiban negara lain di ZEE NKRI. Apabila
sudah terintegrasi di dalam satu UU, diharapkan tidak ada lagi
pelanggaran di wilayah laut NKRI, khususnya pada ZEE.
3. Pemerintah Indonesia hendaknya lebih peduli dan memperhatikan
wilayah perbatasan dengan menjadikan halaman depan atau beranda
dari rumah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Pemerintah lebih baik menyegerakan Pembentukan badan khusus yang
berfungsi mengatur dan menyelesaikan permasalahan perbatasan.
Sehingga RUU perbatasan bisa segera terselesaikan.
5. Pemberdayaan pulau-pulau yang ada di Indonesia khususnya pulau-
pulau perbatasan yang rawan akan pelanggaran kedaulatan negara.
6. Pemerintah harus secara detail dan jelas memasukan mana saja bagian
yang masuk wilayah Indonesia dengan setiap keteragan mengenai data
Demografi dan data Statistik dari keseluruhan pulau-pulautersebut.
7. Perlu adanya pengesahan terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia,
termasuk pulau-pulau kecil yang tidak memiliki nama agar tidak lagi
diklaim oleh negara lain.
8. Perlu adanya keterlibatan antara pemerintah, pihak kepolisian dan TNI
melakukan penjagaan ketat untuk menjaga wilayah perbatasan
Indonesia.

Sumber : Jurnal dan Analisa Penulis


St udi Ka sus
Re k la m a s i Te lu k Ja ka r ta
Def inisi
Reklamasi
• Menurut Undang-Undang No.27 • Menurut Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang

Tahun 2007 pada pasal 1 ayat 23 Pelayaran pada pasal 1 ayat 53 menyatakan, bahwa
reklamasi adalah adalah pekerjaan timbunan di
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai
dan Pulau-Pulau Kecil,
dan/atau kontur kedalaman perairan.
mendefinisikan reklamasi adalah
• Menurut ilmu teknik kelautan pengertian reklamasi
kegiatan yang dilakukan oleh orang
adalah suatu pekerjaan memanfaatkan kawasan yang
dalam rangka meningkatkan manfaat relatif tidak berguna atau kosong dan berair menjadi
sumber daya lahan ditinjau darisudut lahan berguna dengan cara dikeringkan. Jadi dapat
lingkungan dan sosialekonomi disimpulkan bahwa reklamasi adalah mengubah

dengan cara pengurugan, sesuatu lahan atau pantai untuk kepentingan umum.

pengeringan lahan ataudrainase. RASMINTO, Rasminto; NUR, Syurya M. STUDI REKLAMASI TELUK
JAKARTA DI PULAU C DAN D DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN DAN NILAI-NILAI PANCASILA. Jurnal Geografi,Edukasi
dan Lingkungan (JGEL), [S.l.], v. 2, n. 1, p. 37-45, july 2018. ISSN2579-
8510.
Maskur, "REKONSTRUKSI PENGATURAN HUKUM REKLAMASI PANTAI DI
KOTA SEMARANG," LAW REFORM, vol. 6, no. 1, pp. 67-82, Feb. 2010.
Jacub Rais dkk, 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. (Jakarta : Pradnya
Paramita), hlm 103
• Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir
REGULASI
diatur dengan Keputusan Direktur Reklamasi
Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Nomor: SK.64D/P3K/IX/2004 Tentang
Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir.

• Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007


tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil

• Peraturan Menteri PU No.


40/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Kawasan
Reklamasi Pantai

• Peraturan Presiden Republik Indonesia


nomor 122 Tahun 2012 Tentang http://www.penataanruang.com/pedoman-kawasan-
reklamasi-pantai.html
Reklamasi di Wilayah Pesisir Dan
A. Maskur, "REKONSTRUKSI PENGATURAN HUKUM
Pulau-pulau Kecil REKLAMASI PANTAI DI KOTA SEMARANG," LAW REFORM,
vol. 6, no. 1, pp. 67-82, Feb. 2010
1.
PERSYARATAN *

Reklamasi

2. Reklamasi tidak dapat dilakukan pada kawasan


konservasi dan alur laut. **

*Peraturan Menteri PU No. 40/PRT/M/2007


tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang
Kawasan Reklamasi Pantai
**Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor
122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah
Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil
Tahapan Perencanaan Reklamasi

Penent uan Lo k asi 01

02 Penyusunan Rencana
I nduk

St udi Kel ayakan 03

04 Penyusunan Rancangan
Det ai l

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil
Berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kota
dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional,
Provinsi, Kabupaten/Kota.
Penentuan
Penentuan lokasi: lokasi reklamasi dan lokasi sumber
material reklamasi wajib mempertimbangkan aspek Lokasi
teknis, aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial ekonomi
(tabulasi). Reklamasi
1. Aspek teknis meliputi hidro-oceanografi, hidrologi,
batimetri, topografi, geomorfologi, dan/atau geoteknik.
2. Aspek lingkungan meliputi kualitas air laut, kualitas air
tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem pesisir
(mangrove, lamun, terumbu karang), flora dan fauna
darat, serta biota perairan.
3. Aspek sosial ekonomi meliputi demografi, akses
publik, dan potensi relokasi.

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di
Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil
Memperhatikan:
PENYUSUNAN a. kajian lingkungan hidup strategis;
b. kesesuaian dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
RENCANA dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi,
Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Tata Ruang
INDUK Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota;
c. sarana prasarana fisik di lahan reklamasi dan di
Reklamasi sekitar lahan yang di reklamasi;
d. akses publik;
e. fasilitas umum;
f. kondisi ekosistem pesisir;
g. kepemilikan dan/atau penguasaan lahan;
h. pranata sosial;
i. aktivitas ekonomi;
j. kependudukan;

Paling sedikit memuat:


a. rencana peruntukan lahan reklamasi;
b. kebutuhan fasilitas terkait dengan peruntukan
reklamasi;
c. tahapan pembangunan;
Peraturan Presiden Republik Indonesia
nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di d. rencana pengembangan; dan
Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil e. jangka waktu pelaksanaan reklamasi.
meliputi: a. teknis; b. ekonomi-finansial; dan c. lingkungan
hidup.
1. Kelayakan teknis meliputi kelayakan hidro-
oceanografi, hidrologi, batimetri, topografi,
geomorfologi, dan geoteknik.
2. Kelayakan ekonomi-finansial meliputi kelayakan
analisis:
STUDI
• rasio manfaat dan biaya [(Benefit Cost Ratio (B/C- KELAYAKAN
R)];
• nilai bersih perolehan sekarang [(Net Present Value Reklamasi
(NPV)];
• tingkat bunga pengembalian [(Internal Rate of
Return (IRR)];
• jangka waktu pengembalian investasi [(Return of
Investment (ROI)]; dan
• valuasi ekonomi lingkungan sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
3. Kelayakan lingkungan hidup didasarkan atas keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di
Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil
Rancangan detail sekurang-kurangnya memuat
rancangan:
RANCANGAN a. penyiapan lahan dan pembuatan prasarana/fasilitas
DETAIL penunjang reklamasi;
b. pembersihan dan/atau perataan tanah;
Reklamasi c. pembuatan dinding penahan tanah dan/atau pemecah
gelombang;
d. pengangkutan material reklamasi dari lokasi sumber
material darat dan/atau laut;
e. perbaikan tanah dasar;
f. pengurugan material reklamasi;
g. penanganan, penebaran dan penimbunan material
reklamasi dari darat dan/atau laut;
h. pengeringan, perataan dan pematangan lahan
reklamasi; dan
i. sistem drainase.

Peraturan Presiden Republik Indonesia


nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di
Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil
D a m p ak
• Terjadinya peningkatan kualitas
dan nilai ekonomi kawasan
N e ga t if
pesisir, • Perubahan hidro-oseanografi
• Mengurangi lahan yang dan sedimentasi,
dianggap kurang produktif, • Peningkatan kekeruhan air,
• Penambahan wilayah, • Pencemaran laut,
• Perlindungan pantai dari erosi, • Peningkatan potensi banjir
• Peningkatan kondisi habitat dan genangan (rob) di
perairan, wilayah pesisir,
• Penyerapan tenaga kerjadan • Rusaknya habitat laut dan
lain-lain. ekosistemnya.
• Kesulitan akses publik ke
D a m p ak pantai,
Po si t i f • Berkurangnya mata
pencaharian.
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia, Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir, Cetakan II, 2005. hlm. 1 27
Latar Belakang

Teluk Jakarta, atau dikenal juga


dengan sebutan Pantai Utara
Jakarta, berada di sebelah utara
Jakarta.
Pr Tempat ini menjadi muara bagi
sungai besar yaitu Sungai Ciliwung
dan Sungai Cisadane serta 13sungai
yang berhulu di Bogor.

es
Wacana reklamasi teluk Jakarta
sebenarnya sudah dimulai sejak era
Gubernur Wiyogo Atmodarminto. Kala itu,
sang Gubernur mengalamai kesulitan
untuk memperluas wilayah ke daerah
Selatan, sehingga dipilihlah opsi untuk
melakukan perluasan ke wilayah utara
Jakarta.

Jika mengacu pada gagasan awal


Pr pembangunan reklamasi, sekitar 2.700
hektar (ha) lahan bakal bertambah di
wilayah Jakarta Utara.
Di samping itu, niatan untuk menguruk
laut juga disandarkan pada adanya
ketimpangan pengembangan antara
kotamadya Jakarta Utara dibanding
kotamadya lainnya.
es
https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
PERJALANAN LEGALITAS REKLAM ASI

1995
• Keppres No. 52 mengenai
Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Keppres tersebut mengatur
bahwa gubernur DKI Jakarta
adalah pihak berwenang untuk
reklamasi.
• Pada Lampiran Keppres tersebut
menunjukkan gambar di mana
reklamasi tidak berupa pulau-
pulau terpisah dari garis pantai
utara melainkan perluasan
Pantura.

https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi
https://metro.tempo.co/read/1231761/pengembang-menang-gugatan-izin-reklamasi-koalisi-dki-
tertutup/full&view=ok
PERJALANAN LEGALITAS REKLAM ASI

• DPRD bersama Pemerintah Daerah DKI


Jakarta di bawah kepemimpinan
Gubernur Sutiyoso dengan
mengeluarkan Peraturan Daerah
Rencana Tata Ruang 2010 yang berisi
reklamasi masuk ke rencana tata ruang
dan berubah dari rencana1995.
• Hal tersebut dengan tujuan dari
reklamasi adalah untuk perdagangan dan
jasa internasional, perumahan dan
pelabuhan wisata. Peraturan Daerah
RTRW mengatakan reklamasi seluas
kurang lebih 2.700 hektar.

https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi
https://metro.tempo.co/read/1231761/pengembang-menang-gugatan-izin-reklamasi-koalisi-dki-
tertutup/full&view=ok
• Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan Surat
Keputusan No. 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan
Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai
Utara Jakarta pada 19 Februari 2003.
• Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa hasil studi
AMDAL menunjukkan kegiatan reklamasi akan
menimbulkan berbagai dampak lingkungan.
• Namun, Surat Keputusan tersebut kemudian digugat
oleh 6 perusahaan pengembang yang telah melakukan
kerjasama dengan Badan Pengelola Pantai Utara untuk
2003 melakukan reklamasi Pantura Jakarta. Perusahaan
tersebut antara lain PT. Bakti Bangun Era Mulia, PT.
Taman Harapan Indah, PT. Manggala Krida Yudha, PT.
Pelabuhan Indonesia II, PT. Pembangunan Jaya Ancol
dan PT. Jakarta Propertindo.
• Putusan PK menyatakan dicabutnya status hukum
keberlakuan SK Menteri LH No. 14 Tahun 2003
sehingga proyek reklamasi tetap dilanjutkan.

https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: https://metro.tempo.co/read/1231761/pengembang-menang-gugatan-izin-reklamasi-koalisi-dki-
tertutup/full&view=ok
2008
• muncul Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang
Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak, Cianjur (masa Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono).
• Perpres No. 54 Tahun 2008 ini mencabut Kepres No. 52
Tahun 1995 dan Keppres No. 73 Tahun 1995 soal reklamasi
namun sepanjang yang terkait dengan penataan ruang.

• (masa 20 1 2
Gu be rnur Fauzi Bowo/Foke), DPRD Jakarta
mengesahkan Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah 2030

• Kawasan Tengah Pantura akan dijadikan lokasi program


pengembangan baru di DKI Jakarta. Tidak tanggung-tanggung,
Kawasan Tengah Pantura dijadikan sebagai kawasan Pusat
Kegiatan Primer yang berfungsi melayani kegiatan berskala
internasional, nasional atau beberapa provinsi. Kawasan
Tengah Pantura akan menjadi pusat niaga baru di bidang
perdagangan, jasa, MICE (Meeting, Incentives, Convention,
Exhibition), dan lembaga keuangan.
https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi
https://metro.tempo.co/read/1231761/pengembang-menang-gugatan-izin-reklamasi-koalisi-dki-
tertutup/full&view=ok
• Gubernur Joko Widodo • (masa Gubernur Basuki Tjahaja
sengaja tidak Purnama/Ahok), pembangunan di
memperanjang izin Teluk Jakarta mulai bergerak dengan
pelaksanaan pengembang dikeluarkannya izin reklamasi Pulau
reklamasi yang G, Pulau F, Pulau I, dan Pulau K.
kedaluwarsa di September Masih ada sekitar 13 Pulau yang
2013. Jokowi beralasan belum mendapat izin pelaksanaan
ingin reklamasi reklamasi dari Pemerintah Provinsi
menguntungkan DKI Jakarta.
masyarakat.

2013 2015

https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi
https://metro.tempo.co/read/1231761/pengembang-menang-gugatan-izin-reklamasi-koalisi-dki-
tertutup/full&view=ok
• Moratorium reklamasi yang dicanangkan sejak2016
• Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
oleh Menko Kemaritiman Rizal Ramli dicabut oleh
meminta Pemda DKI untuk menghentikan Menko Kemaritiman yang baru Luhut Binsar
reklamasi dengan alasan itu adalah wewenang Panjaitan dengan terbitnya surat Menko
pemerintah pusat. Kementerian Kelautan dan Kemaritiman Nomor S-
Perikanan lalu mengkaji penghentiansementara 78001/02/Menko/Maritim/2017 tertanggal 5
(moratorium) reklamasi. Oktober 2017 dan pencabutan sanksi administrasi
• Reklamasi diusulkan hanya untuk pelabuhan, reklamasi pulau C dan D berdasarkan keputusan
bandara, dan listrik. Di luar itu tidak boleh ada
Menteri Lingkungan Hidup Nomor
reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan
sebagainya
299/menlhk/setjen/kum.9/9/2017 tertanggal 12
• Akibat kasus suap, DPRD DKI tidak September 2017.
melanjutkan pembahasan karena belum ada • Pemprov DKI Jakarta (masa Anies Baswedan)
kejelasan dari pemerintah pusat terkait akhirnya mengirimkan surat permohonan
kelanjutan Kajian Lingkungan Hidup pembatalan penerbitan sertifikat hak guna
Strategis yang memayungi dua Raperda bangunan (HGB) tiga pulau reklamasi C, D, G)
yakni Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang yangjuga
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Raperda Kepala Badan Pertahanan Nasional SofyanDjalil.
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura).
2017

2016 https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: https://metro.tempo.co/read/1231761/pengembang-menang-gugatan-izin-reklamasi-koalisi-dki-
tertutup/full&view=ok
• Membatalkan status hukum 13 pulau buatan,
sementara 4 pulau lainnya tidak dibatalkan status
hukumnya (direncanakan untuk kepentingan publik).
• Pergub No.120/2018 Pasal 2, Pemprov DKI Jakarta
menyerahkan pengelolaan kepada PT Jakarta
Propertindo (Jakpro). Pengelolaan tersebut meliputi
pengelolaan lahan kontribusi sesuai dengan Panduan
Rancang Kota (PRK) dan kerja sama pengelolaan
sarana, prasarana, utilitas umum di atas Pulau C, D,
dan G.

2018

https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: https://metro.tempo.co/read/1231761/pengembang-menang-gugatan-izin-reklamasi-koalisi-dki-
tertutup/full&view=ok
• Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk 932
bangunan yang terdiri 409 rumah tinggal, 212 rumah kantor, dan 311 bangunan lain.
• Aksi tersebut dikatakan oleh sejumlah pihak tidak sesuai prosedur. Lantaran seharusnya sebelum
diterbitkan izin, Pemprov DKI harus menunggu penyelesaian tuntasnya 2 rancangan peraturan
daerah (raperda) reklamasi yakni rencana zonasi wilayah pesisidan dan pulau-pulau kecil
(RZWP3K) dan rencana tata ruang Kawasan strategis pantai utara Jakarta
• Pengembang PT Harapan Indah melakukan gugatan atas pencabutan izin karena telah
melaksanakan sejumlah kewajiban dan kontribusi yang diminta oleh pemerintah DKI. Diantaranya
mengeruk Waduk Pluit, membuat saluran intake Kali Gendong Waduk Pluit, dan menata jalan
inspeksi sejajar Kali Gendong sisi timur Waduk Pluit, Jakarta Utara.
• Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 24/G/2019/PTUN-JKT telah
memenangkan perusahaan pengembang reklamasi PT Harapan Indah atas izin reklamasi Pulau H.
• Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menolak gugatan pencabutan izin
reklamasi pulau M oleh PT Manggala Krida Yudha terhadap Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan.

2019

https://www.cekaja.com/info/menakar-sengkarut-reklamasi-di-teluk-jakarta/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
https://www.mongabay.co.id/2019/06/14/gubernur-dki-jakarta-diragukan-komitmennya-pada-reklamasi/
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang-layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi
https://metro.tempo.co/read/1231761/pengembang-menang-gugatan-izin-reklamasi-koalisi-dki-
tertutup/full&view=ok
Tinjauan Kebijakan Penat aan Ruang
Pul a u C

Pulau C memiliki luas lahan 276 ha, dengan


komposisi rencana penggunaan lahan:
1. Minimal 20% untukRTH publik,
2. Minimal 10% untukRTH privat,
3. Minimal 10% untuk RTH privat yang
didedikasikan untuk publik,
4. Minimal 10% untuk ruang terbuka biru,
5. Minimal 10% untukjaringan jalan,
6. Minimal 5% untuk kawasan pelayanan
umum dan sosialdan
7. Maksimal 40% untuk kawasan
perumahan horizontal dan vertikal,
campuran, pendukung, pelabuhan,
industri dan pergudangan.

Su m b e r : RT RW Pr o v i n si D KI Ja k a r t a 2 0 1 0 - 2 0 3 0 d
a n RT RW T a n ge r a n g, PT . Pe l i n d o I I , 2 0 11
Tinjauan Kebijakan Penat aan Ruang
Pul a u D

Pulau D memiliki luas lahan 312 ha dengan


komposisi rencana penggunaan lahan:
1. Minimal 20% untuk RTH publik,
2. Minimal 10% untuk RTH privat,
3. Minimal 10% untuk RTH privat yang
didedikasikan untuk publik,
4. Minimal 5% untuk ruang terbuka
biru,
5. Minimal 10% untukjaringan jalan,
6. Minimal 5% untuk kawasan
pelayanan umum dan sosialdan
7. Maksimal 45% untuk kawasan
perumahan horizontal dan vertical,
campuran, pendukung, pelabuhan,
industri dan pergudangan.

Su m b e r : RT RW Pr o v i n si D KI Ja k a r t a 2 0 1 0 - 2 0 3 0 d
a n RT RW T a n ge r a n g, PT . Pe l i n d o I I , 2 0 11
J u n i 2019

• Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta, mengatakan
bahwa RTRW reklamasi tidak akan dipisah dengan RTRW DKI Jakarta sehingga
aturan terkait RTRW Pulau Reklamasi rencananya akan dimasukan dalam revisi
Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan
Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
• Raperda RTRKS Pantura Jakartadibatalkan.
• 4 pulau hasil reklamasi tidak lagi disebut pulau melainkan pantai karena dianggap
merupakan bagian dari daratanJakarta.

ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI:


Penerbit an IM B
• Pada 2019 pemprov menerbitkan 932 IMB yang terdiri dari 409 rumah tinggal, 212
rumah kantor, dan 311 bangunan lainnya yang belum selesai.
• IMB ini sudah diproses perizinannya sejak Desember 2018 atau enam bulan setelah
Pemprov DKI menyegel hampir 1.000 bangunan mewah yang ada di atas lahan hasil
reklamasi.
• Pemprov menyatakan bahwa penerbitan IMB di pulau D sudah sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan. Terlebih, karena bangunan-bangunan tersebut sudah ada
sejak pembangunan dilaksanakan pada 2015-2017 dan pembangunannya didasarkan
pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 Pasal 18 ayat 3.

ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI:


Penerbit an IM B
• Peraturan itu berisi kawasan yang belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maka Pemerintah Daerah dapat
memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk
jangka waktu sementara.
• Peraturan Pemerintah itu lalu menjadi landasan munculnya Peraturan Gubernur
Nomor 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) di era Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahja Purnama. Dalam Pergub itu disebutkan 35 persen areal
reklamasi hak penggunanya ada di pihak swasta.
• Penerbitan IMB melanggar karena RZWP3K belum ada sedangkan jika didasarkan
pada Pergub tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil
Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara kurang valid karena pergub
tersebut dibuat untuk warga yang sudah membeli rumah di pulau reklamasi, bukan
untuk seluruh bangunan.

ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI:


Ke n a p a j a n ga n r e k l a m a si?

• Akan memperparah banjir jakarta karena 13 aliran sungai yang masuk ke teluk jakarta tertahan pulau-pulau
reklamasi
• Legalitas perizinan dan hukum yangkacau
• Penggusuran perkampungannelayan
• Makin terdesaknya area tangkapan bagi nelayan,
• Penurunan kesejahteraan nelayan
• Reklamasi hanya menjadi komoditas golongantertentu,
• Tidak terpenuhinya analisis dampak lingkungan(AMDAL),
https://www.mongabay.co.id/2019/08/15/mewujudkan-keadilan-untuk-rakyat-indonesia-di-pulau-
• Rusaknya ekosistem biota telukjakarta reklamasi/ https://www.mongabay.co.id/2019/06/17/pulau-reklamasi-teluk-jakarta-lebih-baik-
untuk-rth-kenapa/
RASMINTO, Rasminto; NUR, Syurya M. STUDI REKLAMASI TELUK JAKARTA DI PULAU C DAN D
ANALISA PRIBADI BERSUMBER DARI: DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN NILAI-NILAI PANCASILA. Jurnal
Geografi, Edukasi dan Lingkungan (JGEL), [S.l.], v. 2, n. 1, p. 37-45, july 2018. ISSN 2579-8510.
KESI M PU LAN

• Peraturan seharusnya dibuat sebagai landasan, namunmelihat


studi kasus reklamasi ini, peraturan baru dibuat setelah ada kasus.
• Harusnya ada kesamaan visi atau roadmap, kan rtrw itu 20 tahun
meskipun bisa ditinjau ulang tiap 5 tahun, sehingga jika ganti
pemangku kebijakan, garis besar suatu rencana tetapsama.
• Jika tidak sesuai dengan prosedur, maka rencana tidak boleh
dipaksa berjalan. Contohnya amdal tidak beres, namun dipaksa
berjalan.
• Seharusnya antarinstansi pemerintah ada koordinasi. Contoh,
kementrian kelautan perikanan melakukan moratorium, lalu tak
berselang lama dicabut oleh menko kemaritiman.
• Harusnya meski potensi keuntungan besar, pengambilankebijakan
memperhatikan nilai2 kemanusiaan agar tidak hanya
menguntungkan satu pihak.

ANALISA PRIBADI
Reko m en d a s i

• Bangunan yang sudah terlanjur dibangun digunakan untuk kepentingan public agar tidak mubazir
• Dijadikan ruang terbuka hijau karena saat ini DKI Jakarta sudah kehilangan kawasan RTH pesisir. Yang tersisa
saat ini, adalah satu kawasan hutan bakau (mangrove) di Muara Angke dan Pantai Indah Kapuk (PIK) di
Jakarta Utara. Di luar itu, DKI Jakarta praktis hanya mengandalkan RTH yang ada di Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu.
• Penuntasan dokumen perencanaan terkait(RZWP3K).

ANALISA PRIBADI
KESIMPULAN

Penegakan Hukum di laut Indonesia


merupakan langkah atau tindakanserta
upaya dalam rangka memlihara dan
mengawasi untuk ditaatinyaketentuan-
ketentuan Hukum Internasional dan
Nasional yang berlaku di laut yurisdiksi
Nasional Indonesia
LESSON LEARNED

Peratu ran s an gat perlu ditaati, karen a


peratu ran berfu ngs i s ebagai acu an a t a u
das aran . D an dalam membu at peraturan ,
haru s s eo bjektif mu n gkin , karena ada asas
kepentingan umu m.
R EK OMEND ASI

• Pemerintahan harus meningkatkan percepatan upaya penyelesaian sengketa wilayah


dengan negara tetangga secara bilateral. Oleh karena itu, diplomasi secara terus
menerus perlu ditingkatkan pemerintah.

• Pasukan pertahanan harus ditempatkan di semua pulau-pulau kecil terluar, baik yang
berpenghuni maupun tidak, ataupun yang berpotensi secara ekonomi ataupun tidak.

• Menempatkan SDM yang ada di dan sekitar pulau-pulau kecil terluar sebagai salah satu
pendukung postur pertahanan negara (TNI). Dengan menggunakan pendekatan
kemanusiaan, pertahanan negara bukan saja akan menjadi lebih mudah dilakukan tetapi
juga membangun nasionalisme masyarakat sebagai bagian penting dari NKRI.

Anda mungkin juga menyukai