PENDAHULUAN
1
BAB II
BRONKOPNEUMONIA
2.1. DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru; peradangan
pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-
bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan
bronkiolus terminal.1 Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa
pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah
sindrom klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis,
dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klinis klasik menyatakan
pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak
napas, demam, ronki basah, dengan gambaran infiltrat pada foto rontgen
toraks.2 Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya
lebih kurang sama. Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia
adalah inflamasi paru karena proses infeksi sedangkan pneumonitis adalah
inflamasi paru non-infeksi. Namun hal inipun tidak sepenuhnya ditaati oleh
para ahli.2
ANATOMI
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada
setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan
bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut
menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda
menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga
menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata.
Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan
2
kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis
membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia
pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan
mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini
berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada
trakhea dan bronkhus memproduksi musin dalam retikulum endoplasma
kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa
gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus
dan peningkatan produksi sputum.
Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat
dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang
disebut incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo
dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
2. Lobus Medius
3. Lobus Inferior
3
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
2. Lobus Inferior
1. PEMBERSIHAN UDARA
2. PEMBAU
4
berbahaya di udara yang dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa
udara menempel pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru. 3
- Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis
5
- Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier
6
nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan. Penutupan
glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian
bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran
napas dan diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel
fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit
utama di dalam saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan
menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit dan
mensekresikan sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T
dan B. 3
2.2. EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru
praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di
masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/pusat perawatan (pneumonia
nosokomial/PN). 4
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang
sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian
tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di
Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan
penyebab kematian akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan
cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotik secara empiris. 1
2.3. KLASIFIKASI
7
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,
dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa
ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi
terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 5
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis
Pneumonia intersitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired
pneumonia)
Pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit (hospital based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit pneumonia
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
8
Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua
2.4. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab
pneumonia pada anak bervariasi tergantung : 5
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang
bersumber dari data di negara maju : 5,6
Usia Etiologi tersering Etiologi terjarang
9
pneumoniae influenza tipe B, Moraxella
catharalis, Staphylococcus
Virus : Adenovirus,
aureus
Influenza, Parainfluenza 1,
2, 3 Virus : CMV
2.5. PATOGENESIS
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa
atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia
yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan
oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli,
membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga
cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah
masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara
progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan
oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 3
Dalam keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring
sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap
steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi
10
imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang
membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat
di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobunlin lain. 5
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan
sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi
serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman
di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya,
deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi kelabu. Berikutnya, jumlah makrofag meningkat di
alveoli, dimana sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan
debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. 5
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan
napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan
obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler.
Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan
terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema intersitial, dan ventilation-
perfusition mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai
obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat
meningkatkan risiko terhadap infeksi bekteri sekunder dengan mengganggu
mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan
memodifikasi flora bakterial. 5
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik
bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. penumoniae
menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan
menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di
submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel
inflamasi, dan mukus menyebabkan onstruksi jalan napas, dengan
11
penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti
pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang
membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru
lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi
merata di seluruh lapangan paru. 7,8
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi
yang lebih difus dengan pneumonia intersitial. Pneumonia lobar tidak lazim.
Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus
yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan
terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan
fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan
infeksi dengan cepat menjadi jelek yang disertai dengan morbiditas yang
lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal.
Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering
unilateral atau lebih mencolok pada sati sisi ditandai adanya daerah nekrosis
perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur. 1
12
abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar,
tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. 2
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan
memantau tata laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan
dalam keadaan anak tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan
untuk menghitung frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan
adanya batuk, frekuensi napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO menetapkan
sebagai pneumonia (di lapangan), dan harus memerlukan perawatan dengan
pemberian antibiotik. Perkusi toraks pada anak tidak mempunyai nilai
diagnostik karena umumnya kelainan patologinya menyebar; suara redup
pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura. 2
Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi
basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak
terdengar pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume
toraks biasanya suara napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi. 2
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa
pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak
toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. 2
Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh
kasus.
13
terjadi karena kontaminasi dari komunitasnya. Gambaran klinis
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup
serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea,
letargi, muntah, tidak, mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi
subkosta dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi.
Keadaan ini sering sulit dibedakan dengan keadaan sepsis dan
meningitis. 6
14
2.6.3. Pneumonia atipik
Mikroorganisme penyebab adalah Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia spp, Legionnela pneumofilia, dan Ureaplasma
urealyticum. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae
merupakan penyebab potensial infeksi respiratori dan pneumonia
pada anak, terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Chlamydia
trachomatis sering ditemukan sebagai penyebab infeksi akut
respiratori pada bayi melalui transmisi vertikal (proses kersalinan)
dan merupakan etiologi infeksi perinatal yang penting. Legionnela
pneumofilia, dan Ureaplasma urealyticum jarang dilaporkan
menyebabkan ifeksi pada anak. 6
15
sangat bervariasi, meliputi gambaran infiltrat intersisial, retikuler,
retikulonoduler, bercak konsolidasi, pembesaran kelenjar hilus,
dan kadang-kadang disertai efusi pleura. 6
16
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara
cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun
fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam
opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak. 6
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi
superfisialis atau profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada
infeksi virus atau infeksi superfisialis daripada profunda. 6
c) Uji Serologis
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum,
uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri
tipik, namun bakteri atipik seperti Mycoplasma dan chlamydia tampak
peningkatan anibodi IgM dan IgG. 6
d) Pemeriksaan mikrobiologis
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau
aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan
dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. 6
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia. 6
17
berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi tumor
paru, dikenal sebagai round pneumonia. 6
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak – bercak infiltrat yang meluas hingga ke
daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial. 6
18
Gambar : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.
2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau
serologis merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan
bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorim yang
memadai. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis,
dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, nafas
cuping hidung, rtraksi, ronki dan suara nafas melemah serta didukung oleh
gambaran radiologis. 6
19
Letargis
Malnutrisi
o Pneumonia berat
Bila ada sesak nafas, ada retraksi
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Pneumonia
Bila tidak ada sesak nafas
Ada nafas cepat dengan laju nafas
> 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
o Bukan pneumonia
Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
Bayi berusia dibawah 2 bulan
o Pneumonia sangat berat
Tidak mau menetek/minum
Kejang
Letargis
Demam atau hipotermi
Bradipnea atau pernapasan ireguler
o Pneumonia harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas
Retraksi
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Bukan pneumonia
Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
20
2.9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi empiema torasis (komplikasi
tersering oleh pneumonia bakteri), perikarditis purulenta, pneumotoraks,
atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Miokarditis
(tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase juga
meningkat, dan gagal jantung) juga dilaporkan cukup tinggi pada seri
pneumonia anak berusia 2-24 bulan. 6
2.10.PENATALAKSANAAN
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
trutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters
pernafasan, tidak mau makan atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan
bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. 6
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemeberin cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa,
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik
/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. 6
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. 6
a. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang
diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah
4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol. 6
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan
sebagai terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia,
dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia dan
bakteri atipik. Dosis eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6
21
jam selama 10-14 hari. Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis
15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali sehari 10mg/kgBB 3-5 hari (hari
pertama) dilanjutkan dengan dosis 5mg/kgBB untuk hari berikutnya. 6
b. Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam,
ampisilin atau amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol.
Antibiotik yang diberikan berupa : Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB
setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ), dan
seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya diberikan
selama 10 hari. 6
2.12.PREVENTIF
2.12.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor resiko
terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain: 9
a. Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan
imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali
yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan
ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan
makanan yang bergizi pada balita. Di samping itu, zat-zat
gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu
mendapat perhatian.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam
ruangan dan polusi di luar ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.
2.12.2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk
mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat
progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
22
ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit
dan ternjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
9
23
2.13. PROGNOSIS
Dengan pemberian antiboitik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.
1
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Faiza shafia
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : perempuan
No. CM : 00273450
Alamat : Belawan
Suku : Melayu
Tanggal Masuk : 25 Februari 2021
B. ANAMNESIS
24
Keluhan utama
Sesak nafas
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dirasakan sejak 3 hari yang lalu,
sesak nafas untuk yang kedua kali dan terjadi pada saat istirahat dan
bertambah parah saat menangis.
sesak nafas tidak di pengaruhi pada perubahan cuaca atau saat kontak
dengan debu. Sesak nafas timbul kapan saja ( tidak hanya siang atau
malam hari). Penderita tidak pernah terjatuh atau tertindih sesuatu
sebelumnya. Penderita tidak pernah tersedak saat menyusu dengan ibunya.
Penderita tampak lemah, nafas pendek, cepat dan tidak disertai kebiruan
pada bibir, jari tangan dan kaki. Buang air besar dan buang air kecil tidak
ada keluhan. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.
Ayah pasien merokok (+).
Riwayat penyakit dahulu
25
Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir dengan partus normal ditolong oleh bidan
Riwayat Imunisasi
Imunisasi baru 3 kali namun ibu lupa nama imunisasi dan usiamya
C. Pemeriksaan fisis
General
1.Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
2.Keadaan penyakit : Sedang
3.Keadaan gizi : Baik
4.Sensorium : Compos Mentis
5.Tekanan darah :-
6.Nadi : 118 kali permenit
7.Pernafasan : 60 kali per menit
8.Suhu : 38,20 Celcius
Lokalis
Kepala : Normosefali
Mata : Anemis (-/-), Cekung (-/-)
Telinga : Simetris (+/+), Serumen (-/-)
Hidung :Nafas cuping hidung (+), Sekret (-)
perdarahan (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), bibir pucat (-)
Tenggorokan :Tonsilofaringitis hiperemis (-), Tongsil
bengkak (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
26
Thoraks : I = Skar (-), Pergerakan dinding dada
simetris (+/+), Retraksi epigastrium (+)
: P = Timpani (+)
: A = Peristaltik (+)
D. Differential Diagnosis
o Bronkopneumonia
o Bronkiolitis
o Aspirasi pneumonia
27
o Tb paru
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
2. Foto Thorax
G. Penatalaksanaan
Diet susu
O2 ½ - 1 L/menit
FOLLOW UP
25 Februari 2021
muntah 1 kali
T : 38o Celcius
Pemeriksaan Fisik :
28
Thoraks : Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (+/-), retraksi epigastrium (+)
A) DD: Bronkopneumonia
Bronkiolitis
Th) O2 ½ - 1 L/menit
26 Februari 2021
T : 36,9o Celcius
29
Retraksi epigastrium (+)
Vesikuler (+/+)
Ronchi (+/+)
Wheezing (+/-)
Distensi (-)
Peristaltik (+)
Oedem (-)
Kesan : Bronkopneumonia
A) Bronkopneumonia
30
27 Februari 2021
T : 36,9o Celcius
Vesikuler (+/+)
Ronchi (+/+)
Wheezing (-/-)
Distensi (-)
Peristaltik (+)
Oedem (-)
A) Bronkopneumonia
Th) O2 ½ - 1 L/menit
31
IVFD Dex 1/4 500cc /hari
28 Februari 2021
T : 36,3o Celcius
Vesikuler (+/+)
Ronchi (+/+)
Wheezing (-/-)
Distensi (-)
Peristaltik (+)
32
Sistem Musculo : sianosis (-)
Oedem (-)
A) Bronkopneumonia
1 maret 2021
T : 36,3o Celcius
Vesikuler (+/+)
Ronchi (+/+)
Wheezing (-/-)
33
Sistem cardio : murmur (-)
Distensi (-)
Peristaltik (+)
Oedem (-)
A) Bronkopneumonia
34
BAB IV
PEMBAHASAN
35
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.
Antibiotik :
36
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-
72 jam pertama) menurut kelompok usia.
37
BAB V
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
39