OLEH:
Gaus Galyubi
025 STYJ 20
B. Klasifikasi
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah,
yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi
transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang
menurun. Pada kehamilan, kahilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi meternal
ke janin untuk eritropoiesis, kehilangan darah pada saat persalianan, dan laktasi yang
jumlah keseluruhannya dapat mencapai 900 mg atau setara dengan dua liter darah.
Oleh karena sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi
yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi.
(Prawihardjo S, 2010).
Ini merupakan jenis anemia yang paling banyak dijumpai, secara klinis disebut
sebagai hipokromik mikrositik. Anemia ini jauh lebih banyak dijumpai di negara-
negara berkembang akibat kebiasaan makan yang buruk (asupan diet dengan
bioavailabilitas yang rendah, rendah besi dan protein, serta berlebihnya asupan zat
penghambat absorpsi besi, seperti fitat), gangguan absorpsi besi akibat infestasi cacing
tambang dan cacing lainnya diusus. Skistosomiasis, malaria kronik, terlalu sering
hamil dalam jarak waktu yang pendek, menoragia serta perdarahan dari hemoroid
merupakan sebagai penyabab Anemia Defisiensi Besi (ADB) lainnya. Kehamilan
ganda juga merupakan penyebab anemia yang cukup penting karena meningkatkan
kebutuhan besi dan asam folat. (Hollingworth T., 2012)
2. Anemia defisiensi asam folat
Anemia tipe megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab
kedua terbanyak anemia defisiensi zat gizi. Anemia megaloblastik adalah kelainan
yang disebabkan oleh ganguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel
megaloblastik yang khas untuk jenis anemia ini.selain karena defisiensi asam folat,
anemia megaloblastik juga dapat terjadi karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin).
Folat dan turunnya formil FH4 penting untuk sintesis DNA yang memadai dan
produksi asam amino. Kadar asam folat yang tidak cukup dapat menyebabkan
menifestasi anemia megaloblastik (Prawihardjo S, 2010).
3. Anemia Aplastik
Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan
kehamilan, tetapi hubungan antara keduanya tidak jelas. Pada beberapa kasus, yang
terjadi adalah eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan
dan hanya membaik setelah terminasi kehamilan. Pada kasus-kasus lainnya, aplasia
terjadi selama kehamilan dan dapat kambuh pada kehamilan berikutnya. Terminasi
kehamilan atau persalinan dapat memperbaiki fungsi sumsum tulang, tetapi penyakit
dapat memburuk bahkan menjadi fatal setelah persalinan. Terapi meliputi terminasi
kehamilan elektif, terapi suportif, imunosupresi, atau transplantasi sumsum tulang
setelah persalinan. (Prawihardjo S., 2010).
4. Anemia sel sabit
Hb sel sabit disebabkan oleh substitusi tunggal asam glutamate oleh valin di
kodon 6 rantai globin beta. Dampaknya cukup berat terhadap kehamilan, dan
perempuan dapat menderita krisis sel sabit, suatu kegawatdaruratan akut yang
disebabkan oleh proses infark berbagai macam organ karena terjadi sekuestrasi berat
eritrosit sel sabit, menimbulkan nyeri yang sangat hebat, terutama ditulang. Ini dapat
terjadi dalam kehamilan, persalinan, atau pada masa nifas, terutama dalam keadaan
kekurangan oksigen, contoh dibawah anestesi umum (Hollingworth T., 2012).
C. Etiologi
E. Patofisiologi
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-46% dimulai pada trimester II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldesteron. (Rukiyah A.Y, 2010).
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel darah
merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik.Hal ini terjadi akibat adanya
abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan
agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang
mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang
dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan
kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan untuk proses
eritropoesis.
F. Patway
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
a. Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
b. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen, seperti kadar
hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.
c. Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan
trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung
diferensial, dan hitung retikulosit.
d. Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan diagnosis
definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien anemia sel sabit baik aktual
maupun potensial adalah sebagai berikut :
Tindakan keperawatan :
Joseph HK, dkk. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (Obsgyn). Nuha Medica:
Jogyakarta.
Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB. Jakarta: EGC