Anda di halaman 1dari 18

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatus

Dosen Pengampuh : Siti Hadijah Batjo, SSiT.,MPH.

TUGAS MAKALAH
Asuhan Kegawatdaruratan Neonatus Pada Kasus Kejang

KELOMPOK 7 :

 Ni Made Indah Adnyani (PO7124319074)


 Alwanda (PO7124319138)
 Nazra (PO7124319084)

POLTEKKES KEMENKES PALU


TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal Neonatus.

Dan harapan kami semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, dan untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi tugas ini
agar menjadi lebih baik lagi.

Kami menyadari bahwa dalam proses pembuatan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan dengan baik. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, oleh karena itu saya mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas ini. terimakasih

Palu, 13 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL...........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................................
1.3 Tujuan…………………………………….……………...………………………………………………
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian …………….……………..………………………………………………………………...
2.2 Etiologi …………….…………………………………………………………………………………...
2.3 Patofisiologis…………………………………………………………………………………………...
2.4 Tanda dan Gejala ……………………………………………………………………………………..
2.5 Manifestasi Klinis……………………………………………………………………………………..
2.6 Macam- macam kejang……………………………………………………………………………….
2.7 Prognosis………………………………………………………………………………………………
2.8 Faktor yang berhubungan………………………………………………………………………….…..
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................................
DAFTAR PUSAKA.........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kejang merupakan peristiwa yang sering ditemukan pada neonatus dan kemungkinan itu merupakan
manifestasi klinis dari disfungsi neurologi setelah terjadinya berbagai macam kerusakan pada susunan
saraf pusat. Angka kejadian kejang pada neonatus ini cukup tinggi. Menurut Evans dan Levene, (1998)
kejang pada neonatus sekitar 0,7-2,5 per 1000 kelahiran hidup. Kejadian kejang meningkat menjadi 57.5-
132 per 1000 kelahiran pada berat bayi lahir rendah (BBLR). Selain itu kejang pada neonatus merupakan
gejala klinis yang signifikan karena sangat jarang sekali yang bersifat idiopatik atau tidak diketahui
penyebabnya.
Kejang adalah perilaku yang tidak terkontrol pada episode tertentu yang disebabkan oleh peristiwa
pelepasan muatan-muatan listrik di dalam otak secara berlebihan (Evans & Levene, 1998). Kejang pada
neonatus sangat berbeda dengan kejang yang terjadi pada bayi dan anak-anak yang lebih besar. Perbedaan
ini disebabkan oleh karena proses myelinisasi sistem saraf pusat pada neonatus belum sempurna sehingga
kejang umum tonik- klonik tidak terjadi pada neonatus.
Kejang pada neonatus lebih sering bersifat tersamar dan sulit teridentifikasi karena proses transmisi
muatan listrik di otak tidak terjadi dengan baik. Dengan demikian pemeriksaan lanjut perlu dilakukan
untuk mengetahui latar belakang terjadinya kejang. Kejang pada neonatus disebabkan oleh bermacam
penyebab yang memerlukan perawatan spesifik juga. Tulisan ini akan membahas tentang implikasi
perawatan terkini dalam penatalaksanaan kejang pada neonatus.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu apa saja Asuhan
Kegawatdaruratan Neonatus Pada Kasus Kejang?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui apa saja Asuhan Kegawatdaruratan Neonatus Pada Kasus Kejang

1.4 Manfaat
Membentuk citra mahasiswa sebagai figur yang memiliki integritas intelektual, profesional, dan terbuka
terhadap perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran. Neonatus
adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 28 hari. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7
hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 8-28 hari. (Wafi Nur Muslihatun, 2010).
Secara umum kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (betz& Sowden,2002).
Kejang adalah depolarisasi berlebihan sel- sel neuron otak, yang mengakibatkan perubahan yang bersifat
paroksismal fungsi neuron (perilaku, fungsi motorik dan otonom) dengan atau tanpa perubahan
kesadaran.( Sari Pediatri, Vol. 9, No. 2, Agustus 2007)
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik maupun fungsi
otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi
Dasar 2008).
Kejang bukanlah suatu penyakittetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat, lokal atau
sistemik. Kejang ini merupakan gejala gangguan syaraf dan tanda penting akan adanya penyakit lain
sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala sisa yang menetap di kemudian hari.
Bila penyebab tersebut diketahui harus segera di obati.
Kejang pada neonatus adalah kejang yang terjadi pada 4 minggu pertama kehidupan dan paling
sering terjadi pada 10 hari pertama kehidupan.Kejang tersebut berbeda pada anak atau orang dewasa
karena kejang tonik klonikumum cenderung tidak terjadi pada bulan pertama kehidupan (Johnstons,
2007).
Kejang pada bayi baru lahirberkaitan dengan penyebab yang mendasari,seperti ensefalopati iskemik-
hipoksik,gangguan metabolik (hipoglikemia dan hipokalsemia), infeksi neonatus (meningitis dan
ensefalitis),serta perdarahan intra kranial ( Buku Ajar Keperawatan Pediatri,2015).

2.2 Etiologi

Menemukan etiologi dari kejang neonatus sangatlah penting. Hal ini berguna untuk melakukan
penanganan secara spesifik dan juga untuk mengetahui prognosis. Berdasarkan literatur, didapatkan
beberapa etiologi dari kejang neonatus yaitu:

• Asfiksia
Asfiksia perinatal menyebabkan terjadinya ensefalopati hipoksik-iskemik dan merupakan masalah
neurologis yang penting pada masa neonatal, dan menimbulkan gejala sisa neurologis di kemudian hari.
Asfiksia intrauterin adalah penyebab terbanyak ensefalopati hipoksik-iskemik. Hal ini karena terjadi
hipoksemia, kurangnya kadar oksigen ke jaringan otak. Kedua keadaan tersebut dapat terjadi secara
bersama-sama, yang satu dapat lebih dominan tetapi faktor iskemia merupaka faktor yang paling penting
dibandingkan hipoksemia.

• Trauma dan Perdarahan Intrakranial


Trauma dan perdarahan intrakranial biasanya terjadi pada bayi yang besar yang dilahirkan oleh ibu
dengan kehamilan primipara. Hal ini terjadi pada partus lama, persalinan yang sulit disebabkan oleh
kelainan kedudukan janin dalam rahim atau kelahiran presipitatus sebelum serviks uteri membuka cukup
lebar. Pada bayi berat lahir rendah dengan berat badan <1500 gram biasanya perdarahan terjadi didahului
oleh keadaan asfiksia. Perdarahan intrakranial dapat terjadi di ruang subarachnoid, subdural, dan
intraventrikular atau parenkim otak.

• Infeksi
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan, atau segera sesudah
lahir. Infeksi dalam rahim terjadi karena infeksi primer dari ibu seperti toxoplasmosis, rubella,
sitomegalovirus, dan herpes. Selama persalinan atau segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi oleh virus
herpes simpleks, virus Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B yang dapat menyebabkan ensefalitis dan
meningitis.

• Gangguan Metabolik
Gangguan metabolik yang menyebabkan kejang pada bayi baru lahir adalah gangguan metabolisme
glukosa, kalsium, magnenisum, elektrolit, dan asam amino. Gangguan metabolik ini terdapat pada 73%
bayi baru lahir dengan kerusakan otak. Berkurangnya level glukosa dari nilai normal merupakan
keadaantersering penyebab gangguan metabolik pada bayi baru lahir. Berbagai keadaan gangguan
metabolik yang berhubungan dengan kejang pada neonatus adalah:

1. Hipoglikemia

pada bayi baru lahir adalah bila dalam tiga hari pertama sesudah lahir, kadar gula darah kurang dari
20mg% pada bayi kurang bulan atau kurang dari 30mg% pada bayi cukup bulan pada pemeriksaan kadar
gula darah 2 kali berturut-turut, dan kurang dari 40mg% pada bayi berumur lebih dari 3 hari.
Hipoglikemia sering terjadi pada bayi kecil masa kehamilan, bayi dari ibu penderita diabetes, atau bayi
dengan penyakit berat seperti asfiksia dan sepsis.

2. Hipokalsemia

Hipokalsemia jarang menjadi penyebab tunggal kejang pada neonatus. biasanya hipokalsemia
disertai dengan gangguan lain, misalnya hipoglikemia, hipomagnersemia, atau hipofosfatemia. Diagnosis
hipokalsemia adalah bila kadar kalsium dalam darah kurang dari 7 mg%. Hipokalsemia terjadi pada masa
dini dijumpai pada bayi berat lahir rendah, ensefalopati hipoksik-iskemik, bayi dari ibu dengan diabetes
melitus, bayi yang lahir akibat komplikasi berat terutama karena asfiksia.12
3. Gangguan Elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit terutama natrium menyebabkan hiponatremia ataupun


hipernatremia yang kedua-duanya merupakan penyebab kejang. Hiponatremia dapat terjadi bila ada
gangguan sekresi dari anti diuretik hormon (ADH) yang tidak sempurna. Hal ini sering terjadi bersamaan
dengan meningitis, meningoensefalitis, sepsis, dan perdarahan intrakranial. Hiponatremia.

2.3 Patofisiologis
Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari perpindahan natrium
ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang terjadi apabila timbul depolarisasi
yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4
kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi berlebihan:
1) Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi energi.
2) Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan inhibitorik.
3) Adanya kekurangan relative dari neurotransmitter inhibitorik melawan eksitatorik.
4) Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan natrium.
Perubahan fisiologis pada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak yang tajam
dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai peningkatan laktat. Hal ini
merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan oksigen
dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat
terkumpul dan berakumulasi selama terjadi kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat. Hal ini
menyebabkan tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik

2.4 Tanda dan Gejala Kejang pada Neonatus


1) Tremor
2) Hiperaktif
3) Kejang-kejang
4) Tiba-tiba menangis melengking
5) Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan kehilangan kesadaran.
6) Gerakan yang tidak menentu (involuntary movements)
7) Nistagmus atau mata mengedip-edip proksismal
8) Gerakan seperti mengunyah dan menelan
Oleh karena itu Manifestasi klinik yang berbeda-beda dan bervariasi, sering kali kejang pada bayi
baru lahir tidak di kenali oleh yang belum berpengalaman. Dalam prinsip, setiap gerakan yang tidak biasa
pada bayi baru lahir apabila berangsur berulang-ulang dan periodik, harus dipikirkan kemungkinan
manifestasi kejang ( Buku acuan pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar,2008).

2.5 Manifestasi klinis


Kejang pada neonatus harus dibedakan dari aktifitas normal pada bayi prematur, bayi cukup
bulan dan gerakan abnormal lain yang bukan kejang.Jitteriness merupakan salah satu gejala
gangguan pergerakan yang sulit dibedakan dengan kejang. Penyebab tersering jitteriness adalah
ensefalopati hipoksik- iskemik,hipokalsemia, hipoglikemia dan gejala putus obat. Akifitas lain
pada neonatus yang menyerupai kejang :
1) Pada saat sadar dan mengantuk/drowsy, tampak gerakan bola mata kearah horizontal berupa
nystagmoid jerk yang tidak menetap. Dapatdibedakan dari gerakan bola mata pada subtleseizure
yang berupa deviasi tonik horisontal bolamata yang menetap, dengan atau tanpa jerking.
2) Pada saat tidur, sering dijumpai myoclonic jerk yang bersifat fragmenter dan multipel. Sering
disebut benign neonatal sleep myoclonus.
3) Hiperekpleksia suatu respons yang berlebihan terhadap stimulus (suara atau taktil) berupa
mioklonik umum seperti terkejut/kaget (startleresponse)
4) Klonus
Gerakan-gerakan tersebut dapat dibedakan dari kejang dengan cara menahan gerakan tersebut
berhenti. Dengan kemajuan teknologi seperti pemakaian video-EEG monitoring kejang neonatus
dapat dibedakan menjadi epileptik dan non-epileptik. Disebut epileptik jika manifestasi kejang
berkorelasi kuat dan konsisten dengan aktifitas epileptik pada pemeriksaan EEG. Patofisiologi
kejang epileptik disebabkan oleh lepas muatan listrik yang berlebihan dan paroksismal di neuron
korteks serta peningkatan eksitasi seluler, sinaps dan aktifitas penyebaran gelombang epilepsi.
Disebut non-epileptik jika manifestasi kejang tidak berkorelasi dan atau tidak konsisten dengan
aktifitas epileptik pada pemeriksaan EEG. Fokus kejangberasal dari tingkat subkortikal (sistem
limbik, diensefalon dan batang otak) dan tidak menyebar ke korteks karena imaturitas
pembentukan sinaps serta proyeksi kortikal sehingga tidak dapat atau tidak selalu terdeteksi
dengan pemeriksaan EEG. Selain itu kejang yang terjadi bukan akibat dari lepas muatan listrik
yang berlebihan tetapi karena cetusan primitif dari batang otak dan refleks spinal yang tidak
mendapat inhibisi dari korteks serebri.

2.6 Macam-macam kejang.


 Bentuk kejang yang hampir tidak terlihat (Subtle) yang sering tidak diinsafi sebagai kejang.
Terbanyak di dapat pada neonatus berupa :
a) Deviasi horizontal bola mata
b) Getaran dari kelopak mata (berkedip-kedip)
c) Gerakan pipi dan mulut seperti menghisap, mengunyah, mengecap,dan menguap
d) Opnu berulang
e) Gerakan tonik tungkai
 Kejang klonik multifokal (miogratory)
Gerakan klonik berpindah-pindah dari satu anggota gerak ke yang lain secara tidak teratur, kadang-
kadang kejang yang satu dengan yang lain dapat menyerupai kejang umum.
 Kejang tonik
Ekstensi kedua tungkai, kadang-kadang dengan flexi kedua lengan menyerupai dekortikasi
 Kejang miokolik
Berupa gerakan flexi seketika seluruh tubuh, jarang terlihat pada neonates
 Kejang umum
Kejang seluruh badan, sianosis, kesadaran menurun
 Kejang fokal
Gerakan ritmik 2-3 x/detik. Sentakan yang dimulai dari salah satu kaki, tangan atau muka (gerakan
mata yang berputar- putar, menguap, mata berkedip-kedip, nistagmus, tangis dengan nada tinggi).
3 Diagnosis
1) Anamnesa
Anemnesa lengkap mengenai keadaan ibu pada saat hamil.
a) Obat yang di minum oleh ibu saat hamil
b) Obat yang diberikan dan yang diperlukan sewaktu persalinan
c) Apakah ada anak dan keluarga yang sebelumnya menderita kejang dan lain-lain
d) Riwayat persalinan: bayi lahir prematus, lahir dengan tindakan,penolong persalinan
e) Asfiksia neontorum
f) Riwayat immunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukan tenaga kesehatan
g) Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional.
h) Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormal pada mata,mulut,lidah, ekstremitas
i) Riwayat spasme atau kekakukan pada ekstremitas, otot mulut dan perut
j) Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan
k) Riwayat bayi malas minum sesudah dapat minum normal
l) Adanya faktor resiko infeksi
m) Riwayat ibu mendapatkan obat, misal: heroin, metadonpropoxypen, alcohol
n) Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
o) Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang
2) Pemeriksaan fisik
 Kejang
a) Gerakan normal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstremitas
b) Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuhsepeda, mata berkedip berputar,
juling
c) Tangisan melengking dengan nada tinggi, sukar berhenti
d) Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besarmenonjol, suhu tidak normal
 Spasme
a) Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
b) Trismus, kekakuan otot mulut pada ekstremitas, perut, kontraksi otot, tidak terkendali dipicu oleh
kebisingan, cahaya atauprosedur diagnos
 Infeksi tali pusat
Pemeriksaan laboratorium
a) Pemerisaan darah lengkap (Hb,L,Ht,Hitung jenis)
b) Pemeriksaan kadar elektrolit darah
c) Pemeriksaan kadar bilirubin ( jika ada ikterik )
d) Pemeriksaan lumbal pungsi dan cairan serebrospinal
e) Pemeriksaan kadar glukosa darah (Hipoglikemia : kadar glukosa darah kurang 45 mg/dl).
f) Pemeriksaan uji kepekaan dan biakan darah ( jika dicurigai infeksi ).
g) Pemeriksaan berkala hemoglobin dan hematokrit ( jika ada riwayat jejas pada kepala ).
h) Ultrasonografi untuk mengetahui adanya perdarahan perinvetrikuler-intra ventri kuler.
i) CT-scan kepala. Untuk mengetahui adanya perdarahan subarahnoid atau subdural, cacat bawaan,
infark serebral (Sari Pediatri,Vol,9,No,2,Agustus 2007).
2.7 Prognosis

Tergantung dari cepat lambatnya timbul kejang (makin dini timbulnya kejang, makin tinggi angka
kematian dan gejala usia) beratnya penyakit, fasilitas laboratorium, cepat lambatnya mendapat
pengobatan yang adekuat dan baik tidaknya perawatan.

 Penanganan Kejang Pada Neonatus


1. Prinsip dasar tindakan mengatasi kejang pada bayi baru lahirsebagaiberikut :
a) Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan resusitasi ( Perhatikan ABC resusitasi ).
b) Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang kejang/Drug.
(Misal:diazepam,fenobarbitalfenotin/definihidantoin).
c) Mencari dan mengobati faktor penyebab kejang. (Perhatikan riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran, kelainan fisik ditemukan,bentuk kejang,dan hasil laboratorium).
2. Penanganan awal kejang pada neonatus.
Langkah a sampai dengan langkah d disebut sebagai langkah ABC resusitasi.
a) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat pastikan bahwa bayi tidakkedinginan. Suhu
dipertahankan 36,5oC - 37oC.
b) Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisap lendirdiseputar mulut, hidung sampai
nasofaring.
c) Bila bayi apnea dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagidengan alatbantu balon dan
sungkup, diberikan oksigen dengankecepatan 2 liter/menit.
d) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer ditangan,kaki, atau
kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibuberpenyakit diabetesmiletus dilakuka
pemasanganinfus melaluivena umbilikostis,dengan larutan Dextrose 10% (2cc/kg IV ).
Kemudian tindakan pmengatasi kejang dengan pemberian obat anti kejang/Drugs akan sebutkan
menurut 2 sumber.
 Bila infus sudah terpasang di beri obat anti kejang
a) diazepam 0,3-0,5mg/kgBB (maksimal 20 mg)secara IV disuntikkan perlahan sampai kejang
teratasi atau Diazepam rektal (supositoria) 5mg untuk BB<10kg dan 10mg untuk BB>10kg
(Sari Pediatri,Vol,9,No,2,Agustus 2007).
b) Luminal ( Fenobarbital ) 5-10mg/kg bb,dan dapat diulang maksimal 20mg/kg bb secara IV
(Buku acuan pelatihan pelayanan obstetric neonatal emergenci dasar,2008).
c) Nilai kondisi bayi selama 5 menit. Perhatikan kelainan fisik yangada.
d) Bila masih kejang,berikan diazepam dengan dosis dan cara yang sama.
e) Tunggu 5 menit dengan oksigenasi yang adekuat.
f) Bila masih kejang berikanFenitoin/definilhidantoin dosis 10-15mg/kg BB/kali (maksimal
200mg)
g) Tunggu 20 menit
h) Bila kejang sudah teratasi, rujuk RS untuk dosis rumatan ( fenitoin5-8mg/kg BB atau
fenobarbital 4- 5mg/kgBB)
i) Bila masih kejang rujuk RS untuk perawatan PICU/NICU untuk mendapat dosis lanjutan
(Midazolam 0,2mg/kgBB atau fenobarbital 5-10mg/kg BB)
j) Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari factor penyebab kejang:
a. Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu yang berpenyakit DM
b. Apakah kemungkinan bayi premature
c. pakah kemungkinan bayi mengalami asfiksia
d. Apakah kemungkinan ibu bayi mengidap / menggunakan narkotika
i) Bila sudah teratasi di ambil bahan untuk pemeriksaan penunjang laboratorium,CT
Scan,Ultrasonografi untuk mencari faktor penyebab kejang.

2.8 Faktor yang Berhubungan

1. Faktor ibu
 Status paritas ibu
Penelitian yang dilakukan Glass, dkk (2009) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan risiko
kejang neonatus pada bayi yang lahir dari ibu primipara dibandingkan bayi yang lahir dari ibu
multipara. Hal ini ditunjang oleh pendapat dari literatur lain yang menjelaskan bahwa bayi yang
lahir dari ibu primipara memiliki faktor risiko lebih tinggi terkena trauma dan perdarahan
intrakranial yang diakibatkan oleh partus lama, persalinan yang sulit disebabkan oleh kelainan
kedudukan janin dalam rahim, ataupun kelahiran presipitatus sebelum serviks uteri membuka
cukup lebar.
Pada bayi lahir dari ibu primipara juga memiliki faktor risiko terjadinya gangguan pernafasan
saat kelahiran yang diakibatkan oleh persalinan lama. Pada persalinan lama, bayi akan mengalami
gangguan nafas yang bila tidak ditangani segera akan menimbulkan asfiksia yang akan
menyebabkan timbulnya ensefalopati hipoksik- iskemik. Hal ini timbul karena terjadi hipoksemia,
berkurangnya kadar oksigen dalam peredaran darah, serta iskemia dan berkurangnya perfusi
oksigen ke jaringan otak.
Perdarahan subarachnoid sering dijumpai akibat robekan vena superficial akibat partus lama
yang sering dialami pada ibu primipara. Dalam keadaan ini biasa disertai dengan ensefalopati
hipoksik- iskemik ringan yang akan menimbulkan manifestasi kejang pada hari pertama atau kedua
meskipun awalnya menunjukkan keadaan baik.
Perdaharan subdural terjadi akibat robekan tentorium di dekat falks serebri. Hal ini disebabkan
karena molase kepala yang berlebihan pada letak verteks, letak muka, dan partus lama yang sering
dialami ibu primipara. Darah terkumpul di fossa posterior dan dapat menekan batang otak.
Manifestasi klinis hampir sama dengan ensefalopati hipoksik-iskemik ringan sampai sedang yang
bisa berkembang menjadi kejang pada neonatus.
 Infeksi intrauterine
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan, atau segera sesudah
lahir. Infeksi dalam rahim terjadi karena infeksi primer dari ibu seperti toxoplasmosis, rubella,
sitomegalovirus, dan herpes. Selama persalinan atau segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi oleh
virus herpes simpleks, virus Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B yang dapat menyebabkan
ensefalitis dan meningitis.
Meningitis bakterial dapat timbul dalam 48 jam pertama sesudah kelahiran, tetapi biasanya
timbul sesudah hari kelima. Manifestasi klasik meningitis seperti yang terdapat pada bayi yang
besar atau anak jarang terlihat pada bayi baru lahir. Gejala kejang biasanya terjadi pada separuh
dari bayi baru lahir yang menderita meningitis.
Tanda dan gejala infeksi bakteri pada masa kehamilan yaitu demam pada ibu dimana suhu tubuh
lebih dari 37,9°C sebelum dan saat persalinan berlangsung, pecahnya ketuban lebih dari 24 jam
sebelum kelahiran janin, cairan amnion yang berbau busuk, tanda ikterik pada ibu, distensi
abdomen ibu yang berat, dan tanda-tanda lokal lainnya seperti nyeri pada sendi, pembengkakan
sendi, keterbatasan ibu dalam bergerak, dan iritabilitas.20 Infeksi intrauterin dapat didiagnosa
dengan adanya demam pada ibu, nyeri rahim, cairan ketuban berbau busuk, atau visualisasi nanah
pada saat pemeriksaan spekulum, dan denyut jantung ibu ≥ 100 kali per menit atau denyut jantung
janin ≥ 160 kali per menit.
 Infeksi intrauterin dapat menyebabkan persalinan preterm dengan tanda ditemukannya leukositosis
darah tepi ibu.21 Persalinan preterm akan mengakibatkan organ-organ pada bayi belum tumbuh
dengan sempurna yang akan mengakibatkan rentannya bayi preterm terkena gangguan penyakit,
salah satunya adalah kejang pada neonatus.18 Hal ini ditunjang oleh penelitian yang dilakukan oleh
Lieberman yang menyebutkan bahwa ibu dengan demam diatas 101°F sebelum dan saat persalinan
berlangsung memiliki hubungan dengan bayi yang dilahirkannya mengalami kejang pada neonatus.
 Cara persalinan
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Minchom dkk mennyatakan bahwa terdapat
hubungan antara sectio cesarean dengan terjadinya kejang pada neonatus.24 Hal ini ditunjang oleh
literatur yang menyatakan bahwa cara persalinan dengan sectio caesarean dapat meningkatkan
risiko terjadinya trauma kepala dan perdarahan intrakranial yang dapat berakibat terjadinya kejang
pada neonatus.
Perdarahan subarachnoid sering dijumpai akibat robekan vena superficial akibat komplikasi dari
persalinan sectio cesarean. Dalam keadaan ini biasa disertai dengan ensefalopati hipoksik-iskemik
ringan yang akan menimbulkan manifestasi kejang pada hari pertama atau kedua meskipun
awalnya menunjukkan keadaan baik.
2. Faktor bayi
 Tindakan resusitasi
Bayi baru lahir memerlukan adaptasi untuk dapat bertahan hidup di luar rahim, terutama pada
menit-menit awal kehidupan. Setelah dilakukannya penjepitan tali pusat yang menghentikan
penyaluran oksigen dari plasenta, bayi akan beradaptasi untuk bernafas spontan. Bila bayi depresi
dan tidak mampu memulai nafas spontan yang memadai, bayi akan dengan segera mengalami
hipoksia berat yang akan berjalan progresif menjadi asfiksia.
Tujuan diberikannya resusitasi adalah memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen
dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung, dan alat vital lainnya.
Bila resusitasi tidak dilakukan secara adekuat, bayi akan mengalami asfiksia. Asfiksia adalah
penyebab kejang pada neonatus tersering. Hal ini disebabkan karena asfiksia akan menyebabkan
ensefalopati hipoksik-iskemik dan merupakan masalah neurologis yang penting pada masa neonatal
dan menimbulkan gejala sisa neurologis di kemudian hari. Ensefalopati hipoksik-iskemik akan
mengurangi kadar oksigen menuju otak dan mengurangi perfusi jaringan ke otak sehingga dapat
terjadi kejang pada neonatus.
 Gawat janin
Gawat janin adalah keadaan dimana janin tidak memperoleh pasokan oksigen yang cukup.
Ciri-ciri yang timbul pada janin dengan kegawatan adalah frekuensi denyut jantung janin kurang
dari 120 kali per menit atau lebih dari 160 kali per menit, berkurangnya gerakan dari janin, dan air
ketuban yang bercampur mekonium dan berwarna kehijauan. Janin yang mengalami kegawatan
karena berkurangnya pasokan oksigen dapat terkena asfiksia intrauterin dan menjadi penyebab
tersering terjadinya ensefalopati hipoksik-iskemik. Hal ini timbul karena terjadu hipoksemia, yaitu
kurangnya kadar oksigen dalam peredaran darah dan iskemia, serta berkurangnya perfusi oksigen
ke jaringan otak. Keadaan ini merupakan penyebab tersering kejang pada neonatus.
 Masa gestasi
Masa gestasi dikatakan cukup bulan ketika janin berusia lebih dari 37 minggu dan kurang dari
42 minggu. Bayi yang dilahirkan pada kehamilan sampai usia 37 minggu disebut dengan bayi
prematur. Bayi yang dilahirkan secara prematur belum memiliki organ-organ yang tumbuh dan
berkembang secara lengkap dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan cukup bulan. Oleh sebab
itu, bayi prematur akan mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup normal di luar uterus
ibunya. Makin pendek usia kehamilannya semakin kurang sempurna pertumbuhan dan
perkembangan organ tubuh bayi tersebut, sehingga angka mortalitas serta komplikasi setelah lahir
meningkat dibanding bayi cukup bulan.
Pada bayi prematur akan didapatkan komplikasi baik secara anatomik maupun fisioligik
seperti perdarahan bawah kulit, perdarahan intrakranial, anemia, gangguan keseimbangan asam
basa, serta asfiksia. Diantara komplikasi yang timbul akibat bayi lahir prematur, perdarahan
intrakranial, asfiksia, dan gangguan keseimbangan asam basa yang dapat mengakibatkan kejang
pada neonatus. Perdarahan intrakranial yang terjadi pada bayi prematur dan berat badan lahir
rendah akan menimbulkan gejala dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam sebagai
gangguan respirasi, kejang tonik umum, pupil terfiksasi, kuadriparesis flaksid, deserebrasi, dan
stupor atau koma dalam.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kejang merupakan perubahan perilaku yang tidak dapat dikontrol yang sering terjadi pada neonatus.
Perilaku kejang tersebut muncul sebagai akibat dari pelepasan muatan listrik di otak yang disebabkan
oleh cidera pada otak. Cidera otak yang berat pada neonatus dapat menimbulkan kematian dan gejala sisa.
Kematian dan gejala sisa tersebut dapat dicegah dan dikurangi jika neonatus tersebut memperoleh
perawatan yang tepat. Perawatan yang tepat hanya akan diperoleh apabila perawat dapat mengenal tanda
dan gelaja kejang serta faktor pencetus terjadinya kejang secara dini. Identifikasi dini terhadap tanda dan
gejala serta faktor pencetus kejang ini akan membantu perawat dalam menentukan intervensi keperawatan
yang tepat sehingga kejang berulang tidak terjadi serta kematian dan gejala sisa dapat dihindari.
Kejang bukanlah suatu penyakittetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat, lokal atau
sistemik. Kejang ini merupakan gejala gangguan syaraf dan tanda penting akan adanya penyakit lain
sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala sisa yang menetap di kemudian hari.
Bila penyebab tersebut diketahui harus segera di obati.
Kejang pada neonatus adalah kejang yang terjadi pada 4 minggu pertama kehidupan dan paling
sering terjadi pada 10 hari pertama kehidupan.Kejang tersebut berbeda pada anak atau orang dewasa
karena kejang tonik klonikumum cenderung tidak terjadi pada bulan pertama kehidupan (Johnstons,
2007).
Kejang pada bayi baru lahirberkaitan dengan penyebab yang mendasari,seperti ensefalopati iskemik-
hipoksik,gangguan metabolik (hipoglikemia dan hipokalsemia), infeksi neonatus (meningitis dan
ensefalitis),serta perdarahan intra kranial ( Buku Ajar Keperawatan Pediatri,2015
DAFTAR PUSTAKA

Buku Acuan Pelatihan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar,2008 dan Sari Pediatri,Vol,9,No,2,Agustus
2007).
Fanaroff.AA :Neonatal-perinatal medicine.1432,1997)
Boylan, G. B., Rennie, J. M., Pressler, R.M.& Wil- son, G. (2002). Phenobarbitone, neonatal seizure,
and video- EEG. Archives of Disease in Childhood, 86(3), 165-171.
Bowden, V. R., Dickey, S. B. & Grennberg, C. S.(1998). Children and their families the continuum of
care. Philadelphia: WB Sounders Company.
Berkwitz, C. D. (1996. Pediatrics: A primary care approach. Philadelphia: W. B. Saunders Company.
Evans, D. & Levene, M. (1998). Neonatal Seizure.
Archives of disease in childhood, 79(1), 70-76.
Habel, A. 7 Scott, (1998). Notes on paediatrics: Neonatology. Oxford: Butterworth Heinemann.
Gill, D. J.& Wells, D. L. (2000). Forever different: Experiences of living with sibling who has a
traumatic brain injuri. Rehabilitation Nursing, 25(2), 48-53
Mack, K. J. (2003). First seizure: Pediatric perspective. Retrieved Januari 8 2003, from
http://eMedicine.com, Inc.
Speer, K. M. (1999). Pediatric care planning: Now with clinical pathway. Pennsylvania: Springhouse.
Wong, D. L., Perry, S. E. 7 Hockenberry, M. J. (2002) Maternal child nursing care (2nd). St Louis:
Mosby

Anda mungkin juga menyukai