Anda di halaman 1dari 38

KEBUTUHAN, TANTANGAN, MASALAH DAN IDENTIFIKASI

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah

BP DI MADRASAH

Dosen Pengampu :

Taseman, M.Pd.I

Penyusun :
Any Rahmawati (D71218058)
Saidana Saniyyah El-Qory (D01218045)
Nimathul Alfien (D01218039)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR
Pertama, puja dan puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat yang diberikan oleh-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Perkembangan Peserta Didik” ini dengan lancar dan tepat
waktu. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menuntun kita menuju jalan yang terang benderang yakni ajaran
islam.
Kedua, ucapan terimakasih kami sampaikan kepada segenap pihak yang
ikut andil dalam membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan lancar,
terutama kepada Bapak Taseman, M.Pd.I yang telah membimbing kami dengan
penuh kesabaran dan ketabahan hati sehingga makalah ini dapat tersusun dengan
baik.
Yang terakhir, kami selaku penyusun makalah menyadari banyak sekali
kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, baik itu dari segi sumber, penyusunan
bahasa, maupun dari segi-segi yang lainnya. Oleh karena itu kami selaku
penyusun meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar
kami dapat memperbaiki makalah kami dan terus intropeksi diri dan terus terpacu
menjadi lebih baik lagi.

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Kebutuhan, Tantangan dan Permasalahan Peserta Didik................................2
B. Perkembangan Fisik............................................................................................6
C. Perkembangan Emosi........................................................................................12
D. Perkembangan Kognitif........................................................................................22
E. Perkembangan Sosial.........................................................................................25
F. Perkembangan Moral...........................................................................................27
BAB III...........................................................................................................................33
KESIMPULAN..............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................35

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kapada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh,
cerdas, kreatif, produktif serta sehat jasmani dan rohani. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional tersebut dan selaras dengan tuntutan zaman maka
peningkatan kualitas pendidikan merupakan sesuatu yang dianggap penting.
Peningkatan kualitas pendidikan sendiri tidak terlepas dari peningkatan
kualitas pembelajaran, karena sumber daya manusia muncul melalui proses
pembelajaran.
Seorang guru dalam proses perencanaan pembelajaran perlu memahami
tentang karakteristik dan kemampuan awal peserta didik. Analisis kemampuan
awal peserta didik merupakan kegiatan mengidentifikasi peserta didik dari
segi kebutuhan dan karakteristik untuk menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan perilaku atau tujuan dan materi. Karakteristik peserta didik
didefinisikan sebagai ciri dari kualitas perorangan peserta didik yang ada pada
umumnya meliputi antara lain kemampuan akademik, usia dan tingkat
kedewasaan, motivasi terhadap mata pelajaran, pengalaman, ketrampilan,
psikomotorik, kemampuan kerjasama, serta kemampuan sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebutuhan, tantangan, dan masalah peserta didik?
2. Apa yang dimaksud perkembangan fisik peserta didik?
3. Apa yang dimaksud perkembangan emosi peserta didik?
4. Apa yang dimaksud perkembangan kognitif peserta didik?
5. Apa yang dimaksud dengan perkembangan sosial dan moral peserta didik?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui kebutuhan, tantangan dan masalah peserta didik.
2. Untuk memahami mengenai perkembangan fisik peserta didik.
3. Untuk memahami mengenai perkembangan emosi peserta didik.
4. Untuk memahami mengenai perkembangan kognitif peserta didik.
5. Untuk memahami mengenai perkembangan sosial dan moral peserta didik.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebutuhan, Tantangan dan Permasalahan Peserta Didik
Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam Sistem
Pendidikan. Peserta didik menurut ketentuan umum Undang-Undang RI No
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Dengan demikian peserta didik adalah orang yang mempunyai pilihan untuk
menempuh ilmu sesuai dengan cita-cita dan harapan masa depan. Tiap peserta
didik sebagai individu mempunyai berbagai macam dorongan kebutuhan baik
yang bersifat kejasmanian, sosial, maupun kejiwaan. Pada prinsipnya
dorongan kebutuhan ini menuntut untuk dipenuhi, dengan kata lain dorongan
kebutuhan ini akan mendasari tingkah peserta didik serta kelangsungan hidup
peserta didik. Bila dorongan kebutuhan peserta didik itu dapat terpenuhi,
peserta didik akan merasakan kepuasan serta kebahagiaan dalam hidupnya,
dan sebaliknya.1
Dalam proses pendidikan di sekolah, peserta didik sebagai subjek
pendidikan merupakan pribadi - pribadi yang unik dengan segala
karakteristiknya. Peserta didik sebagai individu yang dinamis dan berada
dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam
interaksinya dengan lingkungannya. Sebagai pribadi yang unik, terdapat
perbedaan individual antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang
lainnya. Di samping itu, peserta didik sebagai pelajar, senantiasa terjadi
adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil proses belajar). Hal itu
diharapkan agar para peserta didik dapat mendapatkan kebutuhan-kebutuhan
mereka terutama kebutuhan psikologis mereka seiring dengan kegiatan yang
dipilihnya dan dijalaninya. Adapun kebutuhan yang harus dipenuhi menurut
Maslow dalam konteks ini dari yang paling dasar sampai yang paling tinggi,
yaitu sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis atau dasar

1
Hendrarno, E. dkk. (2003). Bimbingan dan Konseling. Semarang: Perc. Swadaya Manunggal.

2
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Teori kebutuhan ini disampaikan bahwa pemenuhan suatu kebutuhan di
bawahnya akan mendasari dan mendorong pemenuhan kebutuhan di atasnya.
Dengan kata lain, bahwa seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan yang
lebih tinggi, manakala kebutuhan di bawahnya atau kebutuhan yang lebih
dasar sudah terpenuhi lebih dahulu. Pada dasarnya setiap remaja menghendaki
semua kebutuhannya dapat terpenuhi secara wajar. Terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan tersebut secara memadai akan menimbulkan keseimbangan dan
keutuhan pribadi. Remaja yang kebutuhan terpenuhi secara memadai akan
memperoleh suatu kepuasan hidup sehingga akan merasa aman, gembira,
harmonis, dan produktif. Sebaliknya, remaja akan mengalami kekecewaan
ketidakpuasan, atau bahkan frustasi, yang pada akhirnya akan menganggu
pertumbuhan dan perkembangannya jika kebutuhan tidak terpenuhi.
Dalam menghadapi tantangan abad 21, banyak negara telah melakukan
reformasi pada kurikulum dengan tujuan mempersiapkan peserta didik untuk
kebutuhan pendidikan yang lebih tinggi dan pekerjaan di abad ke-21. Sesuai
dengan tujuan pendidikan di Indonesia, seiring perkembangan zaman
kurikulum Indonesia juga mengalami perkembangan yaitu dengan adanya
Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah sebuah kurikulum yang dirancang
untuk menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan dimasa depan,
yaitu tuntutan globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Pendidikan
merupakan aspek penting dalam era globalisasi.2
Tantangan pendidikan sekarang ini berkaitan dengan arus globalisasi
dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan
teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan
perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan
menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional

2
Baker, L., & Brown, A. L. (1984). Metacognitive skills and reading. In P. D. Pearson, R. Barr,
M. L. Kamil and P. Mosenthal (Eds.), Handbook of Reading Research (pp. 353-394). New York:
Longman.

3
menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di
World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan
ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan lainnya terkait dengan
pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta
mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.
Tantangan masa depan di dalam bidang pendidikan menuntut
pembelajaran, khususnya pembelajaran sains lebih mengembangkan higher
order of thinking, yang selanjutnya disingkat HOT. Tantangan tersebut dapat
dinyatakan berdasarkan tingkat kemampuan peserta didik dalam memecahkan
masalah. Peserta didik sering berhasil memecahkan masalah tertentu, tetapi
gagal jika konteks masalah tersebut sedikit diubah. Hal tersebut terjadi karena
peserta didik belum terbiasa berpikir tingkat metakognitif. Hasil penelitian
lain menunjukkan hal yang sama, yaitu adanya defisit penerapan strategi
metakognitif dalam pembelajaran.
Salah satu ranah kemampuan HOT yaitu analytical thinking. Analytical
thinking merupakan pembelajaran sains dalam meningkatkan kemampuan
bekerja secara sistematis dan logis untuk mengatasi masalah, mengidentifikasi
penyebab suatu masalah, mengantisipasi hasil yang tidak diharapkan,
mengelola isu-isu berdasarkan pengalaman dan pengetahuan, serta sumber
daya yang diperlukan. Faktanya, pembelajaran masih banyak yang
berorientasi pada upaya mengembangkan dan menguji daya ingat peserta didik
sehingga kemampuan berpikir peserta didik direduksi dan sekedar dipahami
sebagai kemampuan untuk mengingat. Selain itu, mengakibatkan peserta didik
terhambat dan tidak berdaya menghadapi masalah-masalah yang menuntut
pemikiran dan pemecahan masalah secara logis, kreatif, dan reflektif.3
Kemampuan analytical thinking merupakan kemampuan yang penting
dikuasai untuk pembelajaran sepanjang hayat (longlife learning). Analytical
thinking seharusnya dibelajarkan kepada peserta didik agar peserta didik
memperoleh bekal untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan
hidup ke depan yang tentunya lebih kompleks. Di tingkat analitis, peserta

3
Harsanto, Ratno. (2005). Melatih Anak Berfikir Analisis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta: Gramedia.

4
didik dituntut mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi
atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan
faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
Banyak sekali masalah-masalah yang seringkali kita temukan dalam
lingkungan siswa Sekolah Dasar. Hal tersebut sangat mempengaruhi proses
pembelajaran siswa. Sebagai seorang pendidik kita wajib faham dan mengerti
berbagai masalah tersebut demi berhasilnya rangkaian proses belajar
mengajar.4
Permasalan-permasalahan tersebut antara lain:
1. Masalah perkembangan jasmani dan kesehatan
Hal tersebut sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik. Karena
akal yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Jadi, jelas sekali bahwa
kesehatan itu sangat berpengaruh. Andaikan saja, peserta didik kurang sehat
atau dalam keadaan sakit, untuk berkonsentrasipun sangat sulit ia dapatkan
karena kondisi tubuhnya yang kurang fit.
2. Masalah keluarga dan rumah tangga
Kondisi ini juga berpengaruh besar dalam mendidik anak, karena
sebenarnya keluargalah yang meiliki pengaruh besar dan utama dalam proses
pendidikan. Tentunya keluarga yang lengkap dan tidak jelas berbeda.
3. Masalah psikologis
Keadaan psikis anak juga berpengaruh proses belajar anak akan
berjalan dengan baik jika psikisnya mendukung. Misalnya saja ketika si
peserta didik mempunyai masalah, ia akan terbebani dengan masalah tersebut
dan konsentrasi belajarnya akan sangat berkurang.
4. Masalah sosial
Banyak sekali permasalahan sosial di dalam negara kita ini. Contohnya
saja kemiskinan, hal ini akan berpengaruh pada peserta didik karena sedikit
sekali sekolah pada era ini berlabelkan sekolah gratis. Padahal sering sekali
kita jumpai anak-anak yang kurang mampu untuk mengenyam Pendidikan.
5. Masalah kesulitan dalam belajar

4
Mugiarso, H. (2004). Bimbingan dan Konseling. Semarang :Unnes Press.

5
Sebagai pendidik tugas kita adalah memahamkan siswa dalam
pembelajaran agar mampu menerima dan menerapkannya dalam kehidupan.
Namun tak jarang beebrapa siswa kesulitan dalam belajar. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh dua hal yaitu dari peserta didik sendiri maupun pendidik. Jika
dari peserta didik mungkin ia belum bisa konsentrasi dalaam belajarnya.
Sedangkan dari sudut pandang pendidik bisa saja terjadi dari metode yang
kurang tepat ataupun siswa kurang mengerti apa yang pendididk jelaskan.
6. Masalah motivasi
Pemberian motivasi pada peserta didik ini juga sangat penting. Karena
dengan dorongan motivasi yang telah di berikan padanya ia akan mampu
untuk bersemangat dalam proses belajar tak hanya orang tua pendidikpun
hendak memberikan motivasi kepada peserta didik agar tetap bersemangat
dalam belajar.
B. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis
(biological growth) merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan
individu, yang meliputi meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti:
pertumbuhan otak, hormon, dll), dan perubahan-perubahan dalam cara-cara
individu dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan
motorik dan perkembangan seksual), disertai perubahan dalam kemampuan
fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan dan sebagainya).
Kuhlen dan Thomphson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa
perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf,
yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-
otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;
(3) Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku
baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam
suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri dari lawan jenis; dan (4)
Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.5
Secara umum, terdapat perbedaan antara gambaran perubahan-
perubahan fisik berdasarkan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Pada
5
Dr. Masganti Sit, M.Ag, Perkembangan Peserta Didik (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal.
66.

6
anak perempuan berupa pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi,
anggota-anggota badan menjadi panjang), pertumbuhan payudara, tumbuh
bulu halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian
badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi keriting,
menstruasi atau haid, dan tumbuh bulu-bulu ketiak. Sementara pada anak laki-
laki berupa pertumbuhan tulang-tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh
bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara,
ejakulasi, bulu kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan
mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus di
wajah,

7
8

tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah


tebal dan gelap, dan tumbuh bulu di dada.
Selain perbedaan pada jenis kelamin, setiap fase perkembangan juga
memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda mulai dari bayi
sampai dewasa. Berikut ini karakteristik perkembangan fisik peserta didik
berdasarkan rentang usia:6
1. Karakteristik perkembangan fisik pada masa kanak-kanak 0-5 tahun.
Perkembangan kemampuan fisik pada anak kecil ditandai dengan
mulai mampu melakukan bermacam-macam gerakan dasar yang semakin
baik, yaitu gerakan-gerakan berjalan, berlari, melompat dan meloncat,
berjingkrak, melempar, menangkap, yang berhubungan dengan kekuatan
yang lebih besar sebagai akibat pertumbuhan jaringan otot lebih besar.
Selain itu perkembangan juga ditandai dengan pertumbuhan panjang kaki
dan tangan secara proporsional. Perkembagan fisik pada masa anak juga
ditandai dengan koordinasi gerak dan keseimbangan berkembang dengan
baik.
2. Karakteristik perkembangan fisik pada masa anak usia 5-7 tahun.
Perkembangan waktu reaksi lebih lambat dibanding masa kanak-
kanak, koordinasi mata berkembang dengan baik, masih belum
mengembangkan otot-otot kecil, kesehatan umum relatif tidak stabil dan
mudah sakit, rentan dan daya tahan kurang.
3. Karakteristik perkembangan fisik pada masa anak Usia 8-9 tahun.
Terjadi perbaikan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh bertambah,
anak laki laki cenderung aktifitas yang ada kontak fisik seperti berkelahi
dan bergulat, koordinasi mata dan tangan lebih baik, sistim peredaran darah
masih belum kuat, koordinasi otot 4 dan syaraf masih kurang baik. Dari
segi psiologi anak wanita lebih maju satu tahun dari lelaki.
4. Karakteristik perkembangan fisik pada masa anak Usia 10-11 tahun.
Kekuatan anak laki laki lebih kuat dari wanita, kenaikan tekanan
darah dan metabolisme yang tajam. Wanita mulai mengalami kematangan
seksual (12 tahun). Lelaki hanya 5% yang mencapai kematangan seksual.

6
Ibid., hal. 67-71.
9

5. Karakteristik perkembangan fisik pada masa remaja 12-24 tahun.


Pada masa remaja perkembangan fisik yang paling menonjol
terdapat pada perkembangan, kekuatan, ketahanan, dan organ seksual.
Karakteristik perkembangan fisik pada masa remaja ditandai dengan
pertumbuhan berat dan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan tanda-tanda
seksual primer (kelenjar-kelenjar dan alat-alat kelamin) maupun tanda-
tanda seksual sekunder (tumbuh payudara, haid, kumis, mimpi basah, dan
lainnya), timbulnya hasrat seksual yang tinggi (masa puberitas).
6. Karakteristik perkembangan fisik pada masa dewasa
Kemampuan fisik pada masa dewasa pada setiap individu menjadi
sangat bervariasi seiring dengan pertumbuhan fisik. Laki-laki cenderung
lebih baik kemampuan fisiknya dan gerakannya lebih terampil.
Pertumbuhan ukuran tubuh yang proposional memberikan kemampuan
fisik yang kuat. Pada masa dewasa pertumbuhan mecapai titik maksimal.
Pada masa ini pertumbuhan fisik mulai terhenti sehingga hasil dari
pertumbuhan ini menentukan kemampuan fisik.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik
peserta didik, yaitu:7
1. Keluarga meliputi faktor keturunan maupun faktor lingkungan.
2. Gizi, contohnya peserta didik yang memperoleh gizi yang cukup biasanya
akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat mencapai taraf remaja
dibandingkan dengan mereka yang kurang mendapatkan asupan gizi.
3. Gangguan emosional, contohnya peserta didik yang terlalu sering
mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid
adrenal yang berlebihan, dan ini akan membawa akibat berkurangnya
pembentukan hormon pertumbuhan kelenjar pituitari.
4. Jenis kelamin, contohnya peserta didik laki-laki cenderung lebih tinggi dan
lebih berat daripada peserta didik perempuan.
5. Status sosial ekonomi, contohnya peserta didik yang berasal dari keluarga
dengan status sosial ekonomi rendah cenderung lebih kecil daripada anak
yang berasal dari keluarga yang status sosial-ekonominya tinggi.

7
Ibid., hal. 74-77.
10

6. Kesehatan, contohnya peserta didik yang sehat dan jarang sakit, biasanya
akan memiliki tubuh yang lebih berat daripada anak yang sering sakit.
7. Pengaruh bentuk tubuh bangun/bentuk tubuh, apakah mesamorf, ektomorf,
atau endomorf, akan mempengaruhi besar kecilnya tubuh peserta didik.
8. Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf (nervous system).
Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuan peserta didik
membuat intelegensi (kecerdasan) meningkat dan mendorong timbulnya
pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan kemampuan
sistem sistem syaraf peserta didik, akan semakin baik dan beraneka ragam
pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya, berbeda
dengan organ tubuh lainnya, organ sistem syaraf apabila rusak tak dapat
diganti atau tumbuh lagi.
9. Pertumbuhan otot-otot. Peningkatan tonus (tegangan otot) peserta didik
dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan
dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini tampak sangat jelas pada peserta
didik yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya
keterlibatannya dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam
membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat 7 kualitas dan
kuantitasnya dari masa ke masa. Peningkatan dan pengembangan
keterampilan peserta didik tersebut bergantung pada kualitas pusat sistem
syaraf dalam otaknya.
10. Perkembangan dan perubahan fungsi kelanjar-kelenjar endokrin
(endocrine glands). Berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endokrin seperti
adrenal (kelenjar endokrin yang meliputi bagian atas ginjal dan
memroduksi bermacam-macam hormon termasuk hormon seks), dan
kelenjar pituitary (kelenjar di bawah bagian otak yang memproduksi dan
mengatur berbagai hormon termasuk hormon pengembang indung telur
dan sperma), juga menimbulkan pola-pola baru tingkah laku peserta didik
ketika menginjak remaja. Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin
akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku peserta didik
terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat berupa seringnya melakukan
kerja sama dalam belajar atau berolahraga, berubahnya gaya dandanan
11

atau penampilan, dan lain lain. Perubahan pola perilaku yang bermaksud
menarik perhatian lawan jenis. Dalam hal ini, orangtua dan guru bersikap
antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan
perilaku seksual yang tidak dikehendaki demi kelangsungan
perkembangan para peserta didik remaja yang menjadi tanggung
jawabnya.
11. Perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia peserta didik akan
semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi
(perbandingan bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan
banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan
motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik peserta didik juga tampak
pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu
sendiri merupakan konsep diri (self-concept) peserta didik tersebut. Dalam
hal ini, dapat dikatakan bahwa perkembangan fisik peserta didik lebih
memiliki signifikasi daripada usia kronologisnya sendiri. Timbulnya
kesadaran peserta didik yang berbadan terlalu besar dan tinggi atau terlalu
kecil dan rendah jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya
mungkin sekali akan memengaruhi pola sikap dan perilakunya baik ketika
berada di dalam kelas maupun di luar kelas. Sikap dan perilaku yang
berbeda ini bersumber dari positif atau negatifnya konsep diri yang
dimiliki.
Perkembangan fisik peserta didik akan mempengaruhi proses belajar
peserta didik. Peserta didik melakukan berbagai aktivitas fisik sebagai
pengalaman belajar titik kondisi panca indra, normalitas anggota tubuh asupan
gizi dan keadaan kesehatan sangat menyeluruh mempengaruhi proses belajar.
Melihat dan dan pendengaran sangat diperlukan dalam belajar.
Gangguan pada fungsi panca indra menyebabkan perhatian individu tidak
optimal dalam belajar. Perubahan bentuk dan berat badan, suara yang
membesar, gerakan fisik yang semakin lamban, mudah mengantuk sama
perasaan tidak nyaman ketika mengalami haid, semua ini memberi pengaruh
terhadap suasana belajar peserta didik. Demikian halnya dengan
perkembangan fisik yang terlalu cepat atau terlambat dari ukuran wisata di
12

desa usianya akan dapat mempengaruhi perilaku serta Didik di antara


sebayanya. Dalam hal ini pendidik perlu menyadari bahwa perkembangan
fisik yang dialami peserta didik dalam proses pengembangan yang
mempengaruhi proses belajar peserta didik. Oleh karena itu, pendidik perlu
memberi informasi kepada peserta didik tentang hal ini sehingga mereka dapat
memahami secara benar dan sikap secara mental menghadapinya.
Bagi pendidik, manfaat yang dapat diambil dari mempelajari
perkembangan fisik peserta didik antara lain:
1. Pendidik dapat memahami ciri khas perkembangan fisik dari peserta didik.
2. Pendidik dapat mengerti tahap-tahap perkembangan dari peserta didik.
3. Pendidik dapat memahami perilaku peserta didiknya akibat dari
perkembangan fisik peserta didik.
4. Pendidik dapat menentukan metode belajar dengan menyesuaikan
perkembangan fisik peserta didik.
C. Perkembangan Emosi
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri individu. Emosi dapat
berupa perasaan senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam
World Book Dictionary (1994), emosi didefinisikan sebagai “berbagai
perasaan yang kuat”. Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan
kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi.
Goleman (1995) menyatakan bahwa “emosi merujuk pada suatu perasaan atau
pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serangkaian
kecenderungan untuk bertindak.8
Syamsuddin (2000) mengemukakan bahwa “emosi merupakan suatu
suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stind up
state)”. Berdasarkan definisi diatas kita dapat memahami bahwa emosi
merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan, ataupun
getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai
terjadinya suatu perilaku.
Ada fungsi atau peran yang beragam dari emosi terhadap
perkembangan anak. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut:9
8
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Pranadamedia Group, 2011), hal. 58.
9
Ibid., hal. 58-59.
13

1. Merupakan bentuk komunikasi. Emosi sebagai bentuk komunikasi


menjadikan anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya
terhadap orang lain.
2. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri
anak dengan lingkungan sosialnya. Berikut adalah beberapa contohnya :
a. Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber
penilaian lingkungan terhadap dirinya. Sebagai contoh, seorang anak
mengekpresikan ketidaknyamanannya dengan menangis, lingkungan
sosialnya akan menilai dia sebagai anak yang cengeng.
b. Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi
interaksi sosial anak melalui reaksi- reaksi yang ditampilkan
lingkungannya.
c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. Tingkah laku
emosi anak yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis
lingkungan. Artinya apabila ada seorang anak yang pemarah dalam
suatu kelompok maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis
lingkungannya saat itu, misalnya permainan menjadi tidak
menyenangkan, timbul pertengkaran atau malah bubar.
d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat
menjadi suatu kebiasaan. Artinya, apabila seorang anak yang ramah
dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan
lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan
tersebut berulang – ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan .
e. Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau
mengganggu aktivitas motorik dan mental anak.
Emosi manusia dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
emosi primer dan emosi sekunder. Emosi primer adalah emosi utama yang
dapat menimbulkan emosi sekunder. Emosi primer muncul begitu manusia
dilahirkan. Emosi primer antara lain gembira, sedih, marah, dan takut. Emosi
sekunder adalah emosi yang timbul sebagai gabungan dari emosi-emosi
primer dan bersifat lebih kompleks. Emosi sekunder berasal dari kesadaran
14

dan evaluasi diri. Emosi sekunder antara lain malu, iri hati, dengki, ujub,
kagum, takjub, dan cinta.10
Gembira merupakan emosi yang muncul ketika seseorang merasakan
suasana hati yang menyenangkan. Rasa gembira muncul setelah seseorang
mendapatkan keberhasilan dari usaha yang dilakukannya. Perasaan sedih
muncul disebabkan tidak terpenuhinya keinginankeinginan dalam diri
seseorang. Misalnya anak-anak merasa sedih ketika dia tidak diacuhkan orang
tuanya. Iri hati dan dengki merupakan emosi yang timbul dari rasa tidak puas
seseorang terhadap apa yang dimilikinya dan merasa sakit hati terhadap apa
yang dimiliki orang lain. Di dalam Islam iri hati dilarang kecuali pada dua hal.
Pertama iri kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan kemudian dia
mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kedua iri kepada
orang yang memiliki harta dan dia menafkahkan hartanya di jalan Allah.
Lewis dan Rosenblam (Stewart, 1985) mengutarakan proses terjadinya
emosi atau mekanisme emosi melalui lima tahapan, sebagai berikut:11
1. Elicitors, yaitu adanya dorongan berupa situasi atau peristiwa.
2. Receptors, yaitu aktivitas dipusat system syaraf.
3. State, yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi.
4. Expression, yaitu terjadinya perubahan pada daerah yang diamati, seperti
pada wajah, tubuh, suara atau tindakan yang terdorong oleh perubahan
fisiologis.
5. Experience, yaitu persepsi dan interpretasi individu pada kondisi
emosionalnya.
Lebih lanjut, Syamsuddin (2000) menggambarkan mekanisme emosi
dalam rumusan yang lebih ringkas. Emosi adalah gabungan lima komponen
(elicitors, receptors, state, expression, experience), yang kemudian dibagi
dalam tiga variabel berikut :
1. Variabel stimulus, Rangsangan yang menimbulkan emosi disebut sebagai
variabel stimulus.
2. Variabel organismic, Perubahan – perubahan fisiologis yang terjadi saat
mengalami emosi disebut sebagai variabel organik.
10
ibid., hal. 59.
11
Dr. Masganti Sit, M.Ag, Perkembangan…, hal. 97-99.
15

3. Variabel respon, Pola sambutan ekspresif atas terjadinya pengalaman


emosi disebut sebagai variabel respons.
Perkembangan sosial emosianal anak memiliki keterkaitan dengan
aspek perkembangan lainnya, baik fisik maupun mental. Keterkaitan tersebut
dapat diketahui dari peningkatan kemampuan yang saling melengkapi.
Tabel Keterkaitan Perkembangan Emosi dan Perubahan Fisik.
Jenis Emosi Perubahan Fisik Jenis Emosi Perubahan Fisik
1. Terpesona 1. Reaksi elektris pada kulit
2. Marah 2. Peredaran darah bertambah cepat
3. Terkejut 3. Denyut jantung bertambah cepat
4. Kecewa 4. Bernafas panjang
5. Sakit / marah 5. Pupil mata membesar
6. Takut / tegang 6. Air liur mengering
7. Takut 7. Berdiri bulu roma
8. Tegang 8. Pencernaan terganggu, otot- otot
menegang atau bergetar (tremor)
Emosi juga mempengaruhi kegiatan mental seperti konsentrasi,
pengingatan, penalaran. Mungkin anak akan menghasilkan prestasi di bawah
kemampuan intelektualnya, apabila emosinya terganggu, sedangkan secara
psikologis efek dari tekanan emosi akan berpengaruh pada sikap, minat, dan
dampak psikologis lainnya.
Perkembangan emosional dimulai pada usia dini, ketika anakanak
masuk taman kanak-kanak dan prasekolah. Melalui interaksi mereka dengan
orang lain, anak-anak mengembangkan kemampuan sosial dan intelektualnya.
Perkembangan emosional dan intelektual biasanya berjalan beriringan untuk
membantu anak mengembangkan kemampuan sosialnya, karena interaksi
antara anak-anak dan orang dewasa menciptakan kesehatan emosional.
Perbedaan antara perasaan positif dan negatif terhadap situasi tertentu
mungkin disebabkan perkembangan emosional. Beberapa anak merespon
dengan baik berbagai situasi sosial yang berbeda. Interaksi akan membantu
mereka memiliki perkembangan emosional yang kuat. Anak-anak yang
mengalami trauma akan mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain.12

12
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan…, hal. 63.
16

Dari umur 2 tahun anak mulai menguji dirinya sendiri dengan batas-
batas terhadap perilaku mereka. Ini adalah standar anak-anak terhadap
perilaku yang merupakan cara yang baik untuk memulai proses perkembangan
emosional. Tidak semua perkembangan emosional dilakukan melalui interaksi
sebab kadang-kadang anak-anak harus dibiarkan untuk menemukan emosinya
sendiri dari waktu ke waktu. Pemecahan masalah kemudian menjadi bagian
yang kuat di dalam hidup anak-anak. Setiap upaya pemecahan masalah adalah
tantangan bagi anak-anak.
Bagi anak-anak, mengamuk adalah cara anak mengekspresikan diri
karena kata-kata sering gagal menyampaikan maksudnya. Mereka merasa
bahwa kata-kata tidak cukup untuk menyampaikan seluruh pesan. Orang tua,
guru harus memberikan penguatan positif pada anak dengan cara membujuk
anak untuk bicara tentang masalah atau sinyal emosinya, sebab jika tidak
dilakukan anak akan cenderung mengamuk lagi.
Pada usia 3 tahun anak telah semakin terampil mengatur emosinya.
Anak sudah mulai paham ketika orang tua mengajarkan bahwa tidak boleh
membanting-banting mainan ketika marah. Erikson menyatakan anak-anak
yang mengalami perkembangan psiko-sosial yang sehat pada usia ini telah
berada pada tahap kemandirian (autonomy). Kemandirian memungkinkan
mereka mampu mengatur emosinya, sehingga mereka mulai dapat menahan
diri jika diingatkan orang tua atau pengasuhnya.
Pada usia 4-6 tahun anak-anak juga telah mulai mampu mengenali
orang lain. Penulis pernah mengamati dua orang anak usia 4 (empat) yang
sedang bermain ular tangga. Mereka secara bergantian mengocok dadu tanpa
menghiraukan siapa yang menang siapa yang kalah. Ketika saya tanya
mengapa mereka bergantian, salah seorang anak bernama Rama menjawab:
“ya bunda nanti kiki marah kalau tidak gantian.” Percakapan tersebut
membuat penulis paham bahwa anak-anak sebenarnya sudah memahami
perasaan teman-temannya. Mereka mulai empati jika perbuatannya membuat
orang lain menjadi marah atau sedih.
Pada usia 7-11 tahun anak telah mampu melakukan regulasi diri yang
lebih variatif. Anak mulai mampu menunjukkan sikap yang pantas dalam
17

ekspresi emosinya. Mereka telah lebih mampu menyembunyikan emosi-emosi


yang dianggap melanggar aturan sosial. Mereka juga lebih mampu
menunjukkan emosi-emosi yang membuat orang lain senang, misalnya emosi
gembira, senang, malu, kagum, dan cinta.
Remaja usia 12-18 tahun sejalan dengan perkembangan kognitifnya
telah mampu menerjemahkan situasi sosial yang tepat untuk mengekspresikan
emosi. Jika pengaturan diri pada usia sebelumnya telah baik, Erikson
menyatakan pada usia remaja berada pada tahap industri dan identitas diri.
Mereka akan lebih pandai bersahabat dan mulai melepaskan diri dari ikatan
emosi yang lebih kuat dengan orang tuanya.
Pada usia remaja semua emosi primer dan sekunder telah muncul
dengan pengaturan yang berbeda-beda. Remaja yang memiliki identitas diri
yang baik akan menampilkan emosi-emosi primer dan sekunder sesuai dengan
situasi sosial yang dihadapinya. Dia tidak akan menunjukkan sikap gembira
dan senang ketika keluarga/sahabatnya ditimpa kesulitan atau musibah
demikian juga sebaliknya. Dia juga tidak akan merasa bersalah ketika
menunjukkan rasa gembira dan senang ketika dia mendapatkan keberhasilan.
Dia juga tidak akan merasa takut dan bersalah ketika dia mulai jatuh cinta
kepada lawan jenisnya, tetapi tidak juga tidak akan mewujudkan emosi cinta
tersebut dengan melawan norma-norma yang telah diketahuinya.
Bagi remaja yang mengalami rasa rendah diri (inferiority) dan
kekacauan peran akan mengekspresikan emosinya secara berlebihan dan
kurang terkontrol. Mereka mungkin akan bersikap sombong atau over acting
untuk menutupi rasa rendah dirinya. Mereka juga selalu merasa iri atau
cemburu dengan kelebihan orang lain, merasa takut ketika jatuh cinta,
mengekspresikan cinta dengan cara yang salah, dan lain sebagainya.
Perkembangan emosi anak dan remaja harus dibimbing dengan baik
oleh orang tua maupun guru, sebab kecerdasan emosional akan mempengaruhi
kesuksesan anak dalam kehidupan berikutnya. Beberapa langkah yang dapat
dilakukan dalam bimbingan perkembangan emosi anak adalah:13

13
Ibid., hal. 65.
18

a. Ajarkanlah anak bahwa bangga diri adalah sikap yang baik untuk
membangun rasa percaya diri anak tetapi tidak boleh dilakukan secara
berlebihan. Misalnya seorang remaja puteri yang bangga dengan
kecantikannya harus diberikan bimbingan untuk menutup auratnya untuk
menyembunyikan kecantikannya dari orang yang bukan muhrimnya.
b. Ajarkan kepada anak bahwa marah merupakan kekuatan yang harus ada
pada diri manusia, terutama perasaan marah ketika melihat orang lain
melakukan maksiat. Tetapi seseorang tidak boleh marah berlebihan
sehingga dia tergoda setan.
c. Ajarkan kepada anak bahwa cinta merupakan emosi yang paling baik
dalam diri manusia, tetapi manusia harus menempatkan cinta kepada Allah
di atas cinta kepada yang lain.
Perkembangan emosi yang muncul pada setiap anak pasti berbeda
antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Ini disebabkan karena
adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosi anak, yakni:14
1. Pengaruh keadaan individu sendiri.
Keadaan diri individu seperti usia, keadaan fisik, inteligensi, peran
seks dapat mempengaruhi perkembangan individu. Hal yang cukup
menonjol saat anak mengalami gangguan atau cacat tubuh, maka akan
sangat mempengaruhi perkembangan emosi peserta didik.
Selain itu, faktor dalam diri yang lain berupa yang mempengaruhi
emosi anak, yaitu peran kematangan dan peran belajar. Pertama Peran
kematangan. Perkembangan kelenjar endoktrin dalam kematangan
perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi endoktrin
yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap stres. Kelenjar
adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecciil secara
segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar ini mulai
membesar lagi, dan membesar dengan pesat sampai anak berusiaa lima
tahun pembesarannya melambat pada usia 5-11 tahun pada usia 16 tahun,
kelenjar ini mencapai ukuran semula kembali, seperti pada saat anak lahir.

14
Ibid., hal. 67-69.
19

Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan, sampai saat


kelenjar ini membesar. Pengaruhnya penting terhadaap keadaan emosional
pada masa anak-anak.
Kedua, Peran belajar. Dari segi perkembangan,anak harus siap
untuk belajar sebelum tiba saatnya masa belajar. Sebagai contoh, bayi
yang baru lahir tidak mampu mengekspresikan kemarahan kecuali dengan
menangis. Dengan adanya pematangan sistem saraf dan otot, anak-anak
mengembangkan potensi untuk berbagai macam reaksi. Pengalaman
belajar mereka akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka
gunakan untuk menyatakan kemarahan. Ada lima jenis kegiatan belajar
turut menunjang pola perkembangan emosi anak yaitu:
a. Belajar secara coba dan ralat (trial and error learning), anak belajar
secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku
yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak perilaku
yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak
memberikan pemuasan
b. Belajar dengan cara meniru (learning by imitation), dngan mengamati
hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, anak-
anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan
orang-orang yang diamati
c. Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification),
hampir sama dengan belajar secara meniru perbedaanya terdapat pada
dua segi yaitu anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan
mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya dan motivasi untuk
menirukan orang yang dikagumi lebih kuat dibandingkan dengan
motivasi untuk menirukan sembarang orang.
d. Belajar melalui pengkondisian (conditioning) berarti belajar dengan
cara asosiasi. Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada
tahun-tahun awal kehidupan, karena anak kecil kurang mampu
menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan
kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
20

e. Pelatihan (training), atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan,


terbatas pada aspek reaksi. Dengan pelatihan, anak-anak diransang
untuk bereaksi terhadap ransangan yang biasanya membangkitkan
emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara
emosional terhadap ransangan yang membangkitkan emosi yang tidak
menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengendalikan
lingkungan apabila memungkinkan.
2. Konflik-konflik dalam proses perkembangan.
Dalam menjalani fase perkembangan, tiap anak ahrus melalui
berbagai macam konflik perkembangan. Jika peserta didik tersebut tidak
mampu menjalani maka akan mempengaruhi perkembangan emosinya.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan perkembangan emosi anak
adalah sebagai berikut:
a. Kesadaaran kognitifnya yang telah meningkat memungkinkan
pemahaman terhadap lingkungan berbeda dari tahap semula
b. Imajinasi atau daya khayalnya lebih berkembang
c. Berkembangnya wawasan sosial anak. Perlu diketahui bahwa setiap
anak usia dini menjalin kelekatan dengan pengasuh pertamanya yang
kemudian perlu diperluas hubungan ini apabila dunia hubungan
dengan lingkungannya berkembang. Anak-anak perlu dibantu dalam
menjalin hubungan dengan lingkungannya agar mereka secara
emosional dapat menyesuaikan diri, menemukan kepuasan dalam
hidupnya, dan sehat secara mental dan fisik.
3. Faktor lingkungan. Emosi anak akan positif jika lingkungan juga positif
dan sebaliknya. Faktor lingkungan ini terbagi tiga, yakni:
a. Lingkungan Keluarga. Keluarga berfungsi sebagai dalam menanamkan
dasardasar pengalaman emosi anak. Dasar-dasar pengelolaan emosi
yang dimiliki anak dimulai dari keluarga. Diantara factor yang banyak
berpengaruh yakni status ekonomi keluarga, keutuhan keluarga, sikap
dan kebiasaan orang tua.
b. Lingkungan tempat tinggal, berupa kepadatan penduduk, angka
kejahatan, fasilitas rekreasi dan bermain anak.
21

c. Lingkungan sekolah, berupa keharmonisan antara guru dan peserta


didik, atau antara peserta didik dengan teman sebayanya.
Emosi selalu berhubungan dengan perasaan. Setiap peserta didik
memiliki emosi yang beragam. Berikut beberapa strategi yang dapat
diterapkan oleh orang dewasa di sekitar untuk pengembangan emosi peserta
didik, yakni.
1. Guru dan orang tua tidak boleh membuat jarak social, tapi harus lebih
dekat dengan peseta didik. Kemampuan mendekati anak dalam keadaan
apapun, maksudnya adalah orang tua atau guru hendaklah dapat
melakukan gerak yang cukup dekat bahkan menyatu dengan lingkungan
anak sehingga gerak, dinamika, dan berbagai ekspresi anak berada dalam
wilayah dan jangkauan guru / orang tua.
2. Guru atau orang tua harus terampil dalam mengamati atau mengobservasi
berbagai karakter emosi dan perilaku sosial anak, terutama yang
diekspresikan melalui tampilan fisik, mental, dan psikologis. Apalagi saat
ini di era millennial ekspresi emosi jarang bisa ditemukan pada peserta
didik karena mereka terbiasa mengekspresikan emosi mereka berdasarkan
symbol-simbol yang ada di handphone sehingga saat mereka marah di
dunia nyata, maka ekspresi emosi mereka menjadi berlebihan dan kadang
kurang tepat.
3. Guru dan orang tua harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam
merekam, mencatat, dan membuat prediksi – prediksi tentang perbuatan
apa yang akan menyertai peserta didik. Bila memungkinkan pencatatan,
perekaman, bahkan termasuk penanganannya tidak mengalami penundaan.
Untuk itu, ada baiknya setiap observer, terutama guru, senantiasa
menyimpan kertas kecil dan alat tulis dalam sakunya apabila sewaktu-
waktu harus mencatat ekspresi emosi dan sosial peserta didik. Perlunya
kesegaran dalam menangani anak, didasarkan atas pertimbangan bahwa
pada usia taman kanak- kanak berbagai ekspresinya dominan bersifat
spontan.
4. Untuk mendukung kemampuan diatas, sebaiknya guru atau orang tua
bersifat objektif, bertindak sesuai kadar dan tingkatan ekspresi yang
22

ditampilkan anak. Guru atau orang tua harus mampu menjaga perlakuan
yang adil dan bijaksana terhadap semua anak sehingga tidak menimbulkan
masalah perilaku emosi dan sosial yang kompleks pada anak- anak.
D. Perkembangan Kognitif
1. Definisi Perkembangan Kognitif
Kognisi atau kognitif berasal dari kata cognition yang memiliki
padanan kata knowing (mengetahui). Istilah kognitif menurut Chaplin
adalah salah satu wilayah atau domain psikologis manusia yang meliputi
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kognitif merupakan salah satu
aspek perkembangan individu yang meliputi kemampuan dan aktivitas
mental yang terkait dalam proses penerimaan, pemrosesan, dan
penggunaan informasi dalam bentuk berpikir, memecahkan masalah, dan
adaptasi.16
Sedangkan perkembangan kognitif (cognitive development) adalah
tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak
sampai dewasa, mulai dari proses-proses berfikir secara konkret atau
melibatkan konsep-konsep konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu
konsep-konsep yang abstrak dan logis.17
Menurut Jean Piaget dalam teori kognitifnya mendefinisikan
perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang terbentuk melalui
interaksi yang konstan antara konstan individu dengan lingkungannya.
William Stern, salah seorang pelopor dalam penelitian intelegensi,
mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk menggunakan
secara tepat segenap alat-alat bantu dari pikiran, guna menyesuaikan diri
terhadap tuntutan-tuntutan baru.18

15
Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Rosdakarya, 2007),
77.
16
Ujang Khiyarusoleh. Konsep Dasar Perkembangan Kognitif Pada Anak Menurut Jean Piaget,
(Jurnal Dialektika Jurusan PGSD Vol.5,No.1, Maret 2016), 1-10.
17
Suharnan, M.S. Psikologi Kognitif, (Surabaya : Srikandi, 2005), 7.
18
Ustad MJ STIT Al-Amin. Teori Perkembangan Kognitif Dalam Proses Belajar Mengajar,
(Indramayu: Jurnal Edukasi Vol.7, No. 2, September 2012), 45-46.
23

Piaget beranggapan bahwa setiap organisme hidup dilahirkan


dengan dua kecenderungan fundamental, yaitu kecenderungan untuk:19
a. Adaptasi
Adaptasi yaitu dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan
setiap organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Kecenderungan adaptasi ini mempunyai dua komponen atau dua
proses komplementer, yaitu, asimilasi dan akomodasi.
1) Asimilasi, yaitu kecenderungan organisme untuk mengubah
lingkungan guna menyesuaikan dengan dirinya sendiri. Menurut
Piaget, dalam situasi pelajaran prinsip asimilasi merupakan hal
penting, karena setiap murid selalu ada dalam salah satu stadium
perkembangan. Stadium ini sebagian besar menentukan untuk
sebagian cara murid untuk menginterpretasikan suatu tugas verbal,
murid mengasimilasi tugas dengan struktur kognitifnya, ia
mengerti tugasnya sepanjang ia mampu mengertinya.
2) Akomodasi, yaitu kecenderungan organisme untuk mengubah
dirinya sendiri guna menyesuaikan dengan sekelilingnya atau
sekitarnya. Dalam situasi di lingkungan pendidikan baik sekolah
atau madrasah, akomodasi memegang peranan penting, yakni
murid harus selalu bersedia untuk selalu memperoleh pengetahuan
baru guna mengatasi masalah-masalah yang baru.
b. Organisasi
Organisasi yaitu dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan
setiap organisme untuk mengintegrasi proses-proses sendiri menjadi
sistem yang koheren. Misalnya semula seorang murid tidak mampu
untuk mengintegrasi dua struktur tingkah laku ini. Namun, kemudian
dua struktur ini dikoordinasi menjadi satu struktur dalam tingkatan
yang lebih tinggi, yaitu dalam apa yang disebut koordinasi mata dan
tangan atau koordinasi visio-motorik.
2. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif

19
Ibid.
24

Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif memiliki tahapan-


tahapan dan karakteristik/ciri khasnya masing-masing, diantaranya:20
1) Tahapan sensori-motorik rentang usia 0-2 tahun, mempunyai
karakteristik sebagai berikut.
a) Dunianya terbatas
b) Belum mengenal bahasa
c) Belum memiliki pikiran masa-masa awal
d) Belum memahami realitas objektif.
2) Tahapan pra-operasional rentang usia 2-7 tahun, mempunyai
karakteristik sebagai berikut.
a) Berpikirnya bersifat egosentris
b) Pemikirannya didominasi oleh persepsi
c) Intuisinya lebih mendominasi dari pada pikiran logisnya
d) Belum memiliki kemampuan konservasi.
3) Tahapan operasioanal-konkret rentang usia 7-11 tahun, mempunyai
karakteristik sebagai berikut.
a) Kemampuan konservasi
b) Kemampuan mengklasifikasikan dan menghubungkan
c) Pemahaman tentang angka
d) Berpikir konkret
4) Tahapan operasional-formal rentang usia 11 tahun ke atas, mempunyai
karakteristik sebagai berikut.
a) Pikiran bersifat umum dan menyeluruh
b) Berpikir proporsioanal
c) Kemampuan membuat hipotesis
d) Perkembangan idealisme yang kuat.

E. Perkembangan Sosial
1. Definisi Perkembangan Sosial

20
Robert L. Solso, Otto H. Maclin, M. Kimberly Maclin, Psikologi Kognitif, Terj: Mikael
Rahardanto, Kristianto Batuadji (Surabaya : Erlangga, 2007), 369.
25

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam


hubungan sosial. Menurut Hurlock, perkembangan sosial berarti perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi
orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga proses.
Diantaranya adalah belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial,
memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sifat
sosial.21
Menurut Masitoh dkk, perkembangan sosial adalah perkembangan
perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturanaturan masyarakat
dimana anak itu berada. Perkembangan sosial diperoleh anak melalui
kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respons terhadap
dirinya. Sedangkan menurut Ahmad Susanto, perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-
norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.22
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
perkembangan sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial yang merupakan pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial. Baik itu dalam tatanan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
2. Perkembangan Sosial Anak
Menurut Jahja, perkembangan sosial anak terbagi menjadi 5 (lima)
tahapan, di antarannya sebagai berikut.23
a. Masa kanak awal-awal (0-3 tahun)
Masa dimana anak belajar mengenal dirinya maupun orang lain,
belajar berbagai macam gerak olah tubuh dan pengenalan terhadap
lingkungannya, contohnya merangkak, belajar berdiri dan
memperhatikan orang sekitanya saat berinteraksi.
b. Masa krisis I (3-4 tahun)
21
Elizabeth B. Hurlock. Perkembangan Anak Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), 250.
22
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini :Pengantar dalam Berbagai Aspeknya,
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012), 40.
23
Yudrik Jahja. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Prenademia Grup, 2011), 47.
26

Masa tingkat sosialisasi anak dalam proses kepekaan dirinya


terhadap teman, keluarga atau lingkungan sekitar.
c. Masa kanak-kanak akhir (4-6 tahun)
Pada masa ini proses perkembangan sosial mulai terlihat dari segi
perilaku didasari dari bimbingan orang tua sejak awal yang
memperlihatkan dari cara berbicara dan berinteraksi dengan teman
sebayanya. Tanda-tanda perkembangan dari tahap ini, yaitu sebagai
berikut: a) Anak mulai memahami akan aturan-aturan yang ada
dikeluarga dan lingkungan sekolahnya, b) Anak mulai mampu
membedakan baik dan buruk buat dirinya, c) Anak mulai bisa
memahami hak dan kepentingan orang lain, serta d) Anak mulai
bermain dan berkomunikasi dengan orang disekitarnya dan teman-
teman sekolahnya.
d. Masa anak sekolah (6-12 tahun)
Masa ini adalah periode dimana anak mulai bisa bertanggung
jawab pada diri sendiri dan mulai bisa menghargai keputuasan orang
lain.
e. Masa krisis II (12-13 tahun)
Anak mulai berkembang memahami orang lain secara individu
yang menyangkut pada sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai atau
perasaan sehinga mendorong anak bersosialisasi lebih akrab dengan
teman sebaya dan lingkungan masyarakat.
2. Perkembangan Sosial Remaja
Perkembangan sosial dan emosional berkaitan sangat erat. Baik
pengaturan emosi (berada dalam kendali emosi) maupun ekspresi emosi
(komunikasi efektif tentang emosi) diperlukan bagi keberhasilan hubungan
interpersonal. Selanjutnya, kemajuan perkembangan kognitif
meningkatkan kualitas hubungan interpersonal karena membuat remaja
mampu memahami dengan lebih baik keinginan, kebutuhan, perasaan, dan
motivasi orang lain. Karena itulah, tidak mengherankan, dengan makin
27

kompleksnya pikiran, emosi, dan identitas, pada masa remaja, hubungan


sosialnya makin kompleks.24
Pada masa ini, remaja menunjukkan beberapa karakteristik, yaitu
di antarannya sebagai berikut.25
a. Keterlibatan dalam hubungan sosial pada masa remaja lebih mendalam
dan secara emosional lebih intim dibandingkan dengan masa kanak-
kanak.
b. Jaringan sosial sangat luas, meliputi jumlah orang yang semakin
banyak dan jenis hubungan yang berbeda, misalnya dalam hubungan
teman sekolah untuk menyelesaikan tugas kelompok, dan sebagainya.
c. Menurut Erikson, dalam perkembangan psikososial, remaja harus
menyelesaikan krisis yang terjadi pada masa remaja. Istilah krisis
digunakan oleh Erikson untuk menggambarkan suatu rangkaian
konflik internal yang berkaitan dengan tahap perkembangan, cara
seseorang mengatasi krisis akan menentukan identitas pribadinya
maupun perkembangannya di masa datang.
F. Perkembangan Moral
1. Definisi Perkembangan Moral
Dari segi estimologi, menurut Yusuf Syamsu berpendapat:
perkataan moral berasal dari bahasa latin yaitu “mos” (moris) yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan, nilai-nilai, atau tata cara
kehidupan.26
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moral memiliki
makna akhlak atau tingkah laku yang susila, sedangkan moralitas
dimaknai dengan kesusilaan.27 Etika diartikan dengan tata susila atau
suatu cabang filsafat yang membahas atau menyelediki nilai-nilai
dalam tindakan atau perilaku (akhlak) manusia.

24
Herlina. Perkembangan Masa Remaja,
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122 (diakses pada 19 April
2021, pukul 14.49 WIB).
25
Ibid.
26
Yusuf Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014), 45.
27
Hidayat Otib Satibi. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama, (Tangerang
Sekatan: Universitas Terbuka, 2013), 1-3.
28

Ketiga istilah tersebut memberikan gambaran bahwa yang menjadi


pembahasan adalah berperilaku manusia dalam kehidupannya. Masing-
masing istilah saling menguatkan dan melengkapi serta dapat
digunakan sesuai konteks dan kebutuhan.
Sedangkan menurut Hidayat Otib Satibi, perkembangan moral
dapat dilihat dari berbagai tinjauan teoritis dan menurut berbagai
disiplin ilmu yang terkait di dalamnya. Hal ini juga dapat disebut
dengan pola perkembangan moral, yang memiliki ruang lingkup
seperti kejiwaan manusia dalam mengeneralisasi nilai moral kepada
dirinya sendiri, memersonalisasi dan mengembangkannya dalam
pembentukan kepribadian yang mempunyai prinsip, serta mematuhi,
melaksanakan atau menentukan pilihan, menyikapi, menilai, dan
melakukan tindakan nilai moral.28
2. Tahap-Tahap Perkembangan Moral
Lawrence Kohlberg adalah pengikut Piaget, menemukan tiga
tingkat perkembangan moral yang dilalui para remaja awal, masa
remaja, dan pasca remaja. Setiap tingkat perkembangan terdiri atas dua
tahap perkembangan, sehingga secara keseluruhan perkembangan
moral manusia terjadi dalam enam tahap.29
Berikut ini tabel yang memuat 6 (enam) tahapan perkembanagn
moral Kohlberg.30

Tig Tahap Konsep


kat Moral
Ting Moralitas Anak
kat I prakonvensio menentukan
nal (usia 4-10 keburukan
tahun) berdasarkan
tingkat
Tahap I hukuman
Memperhatik akibat
28
Ibid.
29
Ahmad Nawawi. Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi Penerus Bangsa, (Bandung: UPI,
2011), Vol.16 No.2, 124.
30
Ibid.
29

an ketaatan keburukan
dan hukum tersebut;
Perilaku baik
dihubungkan
Tahap II dengan
Memperhatik penghindaran
an pemuasan diri dari
kebutuhan hukuman;
Perilaku baik
dihubungkan
dengan
pemuasan
keinginan dan
kebutuhan
sendiri tanpa
mempertimban
gkan
kebutuhan
orang lain.
Ting Moralitas Anak dan
kat konvensional remaja
II (usia 10-13 berperilaku
tahun) sesuai dengan
aturan dan
patokan moral
agar
memperoleh
persetujuan
orang dewasa,
Tahap 3: bukan untuk
Memperhatik menghindari
an citra “anak hukuman;
baik” Pebuatan baik
30

dan buruk
dinilai
berdasarkan
Tahap 4: tujuannya.
Memperhatik Jadi, ada
an hukum dan perkembangan
peraturan. kesadaran
terhadap
perlunya
aturan.
Anak dan
remaja
memiliki sikap
pasti terhadap
wewenang dan
peraturan;
Hukum harus
ditaati oleh
semua.
Ting Moralitas Remaja dan
kat pascakonvens dewasa
III ional (usia 13 mendefinisika
tahun ke atas) n
(mengartikan)
perilaku baik
sebagai hak
Tahap 5 pribadi sesuai
Memperhatik dengan aturan
an hak dan patokan
perseorangan. sosial;
Perubahan
hukum dan
aturan dapat
31

diterima jika
diperlukan
Tahap 6 untuk
Memperhatik mencapai hal-
an prinsip- hal yang
prinsip etik. paling baik;
Pelanggaran
hokum dan
aturan dapat
terjadi karena
alasan-alasan
tertentu.
Keputusan
mengenai
prilaku sosial
didasarkan
atas prinsip
moral pribadi
yang
bersumber dari
hukum
universal yang
selaras dengan
kebaikan
umum dan
kepentingan
orang lain;
Keyakinan
terhadap moral
pribadi dan
nilai-nilai tetap
melekat
32

meskipun
sewaktu-waktu
berlawanan
dengan hukum
yang dibuat
untuk
mengekalkan
aturan sosial.
33

BAB III
KESIMPULAN
1. Seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, manakala
kebutuhan di bawahnya atau kebutuhan yang lebih dasar sudah terpenuhi
lebih dahulu. Pada dasarnya setiap remaja menghendaki semua kebutuhannya
dapat terpenuhi secara wajar. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut
secara memadai akan menimbulkan keseimbangan dan keutuhan pribadi.
Remaja yang kebutuhan terpenuhi secara memadai akan memperoleh suatu
kepuasan hidup sehingga akan merasa aman, gembira, harmonis, dan
produktif. Tantangan pendidikan sekarang ini berkaitan dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya,
dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
2. Perkembangan fisik disebut juga dengan pertumbuhan biologis merupakan
salah satu aspek penting dari perkembangan individu meliputi perubahan-
perubahan dalam tubuh dan perubahan-perubahan dalam cara-cara individu
dalam menggunakan tubuhnya. Perubahan-perubahan fisik antara perempuan
dan laki-laki berbeda. Perubahan fisik dimulai ketika masa anak-anak pada
umur 0 hingga masa dewasa.
3. Perkembangan Emosi perubahan berbagai perasaan seperti benci, takut, arah,
cinta, dan kesedihan. Emosi berfungsi untuk komunikasi dan juga berperan
dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosialnya. Emosi dibedakan menjadi dua yaitu emosi sekunder dan emosi
primer. Anak-anak mulai merasakan emosi dari umur 2 tahun dimulai dalam
menguji dirinya dengan batas-batas terhadap perilaku mereka.
4. Perkembangan kognitif (cognitive development) adalah tahap-tahap
perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa,
mulai dari proses-proses berfikir secara konkret atau melibatkan konsep-
konsep konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep yang
abstrak dan logis. Adapun tahapan dalam perkembangan kognitif menurut
John terbagi menjadi 6 (enam), di antarannya sebagai berikut: 1) Tahapan
34

sensori-motorik, 2) Tahapan pra-operasional, 3) Tahapan operasional konkret,


dan 4) Tahapan operasional formal.
5. Perkembangan sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial yang merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial. Baik itu dalam tatanan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Perkembangan sosial anak terbagi menjadi 5 (lima) tahapan, di antarannya
sebagai berikut. 1) Masa kanak awal-awal, 2) Masa krisis I, 3) Masa kanak-
kanak akhir, 4) Masa anak sekolah, dan 5) Masa krisis II. Sedangkan dalam
perkembangan sosial remaja, memilki karakteristik tersendiri, salah satunya
yaitu keterlibatan dalam hubungan sosial pada masa remaja lebih mendalam
dan secara emosional lebih intim dibandingkan dengan masa kanak-kanak.
6. Perkembangan moral dapat dilihat dari berbagai tinjauan teoritis dan menurut
berbagai disiplin ilmu yang terkait di dalamnya. Hal ini juga dapat disebut
dengan pola perkembangan moral, yang memiliki ruang lingkup seperti
kejiwaan manusia dalam mengeneralisasi nilai moral kepada dirinya sendiri,
memersonalisasi dan mengembangkannya dalam pembentukan kepribadian
yang mempunyai prinsip, serta mematuhi, melaksanakan atau menentukan
pilihan, menyikapi, menilai, dan melakukan tindakan nilai moral. Adapun
tingkatan dalam perkembangan moral, menurut Lawrence Kohlberg terbagi
menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu perkembangan moral yang dilalui para remaja
awal, masa remaja, dan pasca remaja. Setiap tingkat perkembangan terdiri atas
dua tahap perkembangan, sehingga secara keseluruhan perkembangan moral
manusia terjadi dalam enam tahap.
35

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Nawawi. Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi Penerus Bangsa,
(Bandung: UPI, 2011), Vol.16 No.2.
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini :Pengantar dalam Berbagai
Aspeknya, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012).
Baker, L., & Brown, A. L. (1984). Metacognitive skills and reading. In P. D.
Pearson, R. Barr, M. L. Kamil and P. Mosenthal (Eds.), Handbook
of
Reading Research (pp. 353-394). New York: Longman.
Dr. Masganti Sit, M.Ag, Perkembangan Peserta Didik (Medan: Perdana
Publishing,
2012).
Elizabeth B. Hurlock. 1995. Perkembangan Anak Jilid 1, (Jakarta: Penerbit
Erlangga)
Harsanto, Ratno. (2005). Melatih Anak Berfikir Analisis, Kritis, dan Kreatif.
Jakarta: Gramedia.
Hendrarno, E. dkk. (2003). Bimbingan dan Konseling. Semarang: Perc. Swadaya
Manunggal.
Herlina. Perkembangan Masa Remaja,
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122 (diakses
pada 19 April 2021, pukul 14.49 WIB).
Hidayat Otib Satibi. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama,
(Tangerang Sekatan: Universitas Terbuka, 2013).
Mugiarso, H. 2004. Bimbingan dan Konseling. Semarang :Unnes Press.
Muhibbin Syah. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung :
Rosdakarya).
Robert L. Solso, Otto H. Maclin, M. Kimberly Maclin. 2007. Psikologi Kognitif,
Terj: Mikael Rahardanto, Kristianto Batuadji (Surabaya :
Erlangga).
Suharnan, M.S. 2005. Psikologi Kognitif, (Surabaya : Srikandi).
Ujang Khiyarusoleh. Konsep Dasar Perkembangan Kognitif Pada Anak Menurut
Jean Piaget, (Jurnal Dialektika Jurusan PGSD Vol.5,No.1, Maret
2016).
Ustad MJ STIT Al-Amin. Teori Perkembangan Kognitif Dalam Proses Belajar
Mengajar, (Indramayu: Jurnal Edukasi Vol.7, No. 2, September
2012).
Yudrik Jahja. 2011. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Pranadamedia Group)
Yusuf Syamsu. 2014. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:
Remaja Rosdakarya).

Anda mungkin juga menyukai