BP DI MADRASAH
Dosen Pengampu :
Taseman, M.Pd.I
Penyusun :
Any Rahmawati (D71218058)
Saidana Saniyyah El-Qory (D01218045)
Nimathul Alfien (D01218039)
2021
KATA PENGANTAR
Pertama, puja dan puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat yang diberikan oleh-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Perkembangan Peserta Didik” ini dengan lancar dan tepat
waktu. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menuntun kita menuju jalan yang terang benderang yakni ajaran
islam.
Kedua, ucapan terimakasih kami sampaikan kepada segenap pihak yang
ikut andil dalam membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan lancar,
terutama kepada Bapak Taseman, M.Pd.I yang telah membimbing kami dengan
penuh kesabaran dan ketabahan hati sehingga makalah ini dapat tersusun dengan
baik.
Yang terakhir, kami selaku penyusun makalah menyadari banyak sekali
kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, baik itu dari segi sumber, penyusunan
bahasa, maupun dari segi-segi yang lainnya. Oleh karena itu kami selaku
penyusun meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar
kami dapat memperbaiki makalah kami dan terus intropeksi diri dan terus terpacu
menjadi lebih baik lagi.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Kebutuhan, Tantangan dan Permasalahan Peserta Didik................................2
B. Perkembangan Fisik............................................................................................6
C. Perkembangan Emosi........................................................................................12
D. Perkembangan Kognitif........................................................................................22
E. Perkembangan Sosial.........................................................................................25
F. Perkembangan Moral...........................................................................................27
BAB III...........................................................................................................................33
KESIMPULAN..............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................35
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kapada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh,
cerdas, kreatif, produktif serta sehat jasmani dan rohani. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional tersebut dan selaras dengan tuntutan zaman maka
peningkatan kualitas pendidikan merupakan sesuatu yang dianggap penting.
Peningkatan kualitas pendidikan sendiri tidak terlepas dari peningkatan
kualitas pembelajaran, karena sumber daya manusia muncul melalui proses
pembelajaran.
Seorang guru dalam proses perencanaan pembelajaran perlu memahami
tentang karakteristik dan kemampuan awal peserta didik. Analisis kemampuan
awal peserta didik merupakan kegiatan mengidentifikasi peserta didik dari
segi kebutuhan dan karakteristik untuk menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan perilaku atau tujuan dan materi. Karakteristik peserta didik
didefinisikan sebagai ciri dari kualitas perorangan peserta didik yang ada pada
umumnya meliputi antara lain kemampuan akademik, usia dan tingkat
kedewasaan, motivasi terhadap mata pelajaran, pengalaman, ketrampilan,
psikomotorik, kemampuan kerjasama, serta kemampuan sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebutuhan, tantangan, dan masalah peserta didik?
2. Apa yang dimaksud perkembangan fisik peserta didik?
3. Apa yang dimaksud perkembangan emosi peserta didik?
4. Apa yang dimaksud perkembangan kognitif peserta didik?
5. Apa yang dimaksud dengan perkembangan sosial dan moral peserta didik?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui kebutuhan, tantangan dan masalah peserta didik.
2. Untuk memahami mengenai perkembangan fisik peserta didik.
3. Untuk memahami mengenai perkembangan emosi peserta didik.
4. Untuk memahami mengenai perkembangan kognitif peserta didik.
5. Untuk memahami mengenai perkembangan sosial dan moral peserta didik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebutuhan, Tantangan dan Permasalahan Peserta Didik
Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam Sistem
Pendidikan. Peserta didik menurut ketentuan umum Undang-Undang RI No
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Dengan demikian peserta didik adalah orang yang mempunyai pilihan untuk
menempuh ilmu sesuai dengan cita-cita dan harapan masa depan. Tiap peserta
didik sebagai individu mempunyai berbagai macam dorongan kebutuhan baik
yang bersifat kejasmanian, sosial, maupun kejiwaan. Pada prinsipnya
dorongan kebutuhan ini menuntut untuk dipenuhi, dengan kata lain dorongan
kebutuhan ini akan mendasari tingkah peserta didik serta kelangsungan hidup
peserta didik. Bila dorongan kebutuhan peserta didik itu dapat terpenuhi,
peserta didik akan merasakan kepuasan serta kebahagiaan dalam hidupnya,
dan sebaliknya.1
Dalam proses pendidikan di sekolah, peserta didik sebagai subjek
pendidikan merupakan pribadi - pribadi yang unik dengan segala
karakteristiknya. Peserta didik sebagai individu yang dinamis dan berada
dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam
interaksinya dengan lingkungannya. Sebagai pribadi yang unik, terdapat
perbedaan individual antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang
lainnya. Di samping itu, peserta didik sebagai pelajar, senantiasa terjadi
adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil proses belajar). Hal itu
diharapkan agar para peserta didik dapat mendapatkan kebutuhan-kebutuhan
mereka terutama kebutuhan psikologis mereka seiring dengan kegiatan yang
dipilihnya dan dijalaninya. Adapun kebutuhan yang harus dipenuhi menurut
Maslow dalam konteks ini dari yang paling dasar sampai yang paling tinggi,
yaitu sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis atau dasar
1
Hendrarno, E. dkk. (2003). Bimbingan dan Konseling. Semarang: Perc. Swadaya Manunggal.
2
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Teori kebutuhan ini disampaikan bahwa pemenuhan suatu kebutuhan di
bawahnya akan mendasari dan mendorong pemenuhan kebutuhan di atasnya.
Dengan kata lain, bahwa seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan yang
lebih tinggi, manakala kebutuhan di bawahnya atau kebutuhan yang lebih
dasar sudah terpenuhi lebih dahulu. Pada dasarnya setiap remaja menghendaki
semua kebutuhannya dapat terpenuhi secara wajar. Terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan tersebut secara memadai akan menimbulkan keseimbangan dan
keutuhan pribadi. Remaja yang kebutuhan terpenuhi secara memadai akan
memperoleh suatu kepuasan hidup sehingga akan merasa aman, gembira,
harmonis, dan produktif. Sebaliknya, remaja akan mengalami kekecewaan
ketidakpuasan, atau bahkan frustasi, yang pada akhirnya akan menganggu
pertumbuhan dan perkembangannya jika kebutuhan tidak terpenuhi.
Dalam menghadapi tantangan abad 21, banyak negara telah melakukan
reformasi pada kurikulum dengan tujuan mempersiapkan peserta didik untuk
kebutuhan pendidikan yang lebih tinggi dan pekerjaan di abad ke-21. Sesuai
dengan tujuan pendidikan di Indonesia, seiring perkembangan zaman
kurikulum Indonesia juga mengalami perkembangan yaitu dengan adanya
Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah sebuah kurikulum yang dirancang
untuk menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan dimasa depan,
yaitu tuntutan globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Pendidikan
merupakan aspek penting dalam era globalisasi.2
Tantangan pendidikan sekarang ini berkaitan dengan arus globalisasi
dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan
teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan
perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan
menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional
2
Baker, L., & Brown, A. L. (1984). Metacognitive skills and reading. In P. D. Pearson, R. Barr,
M. L. Kamil and P. Mosenthal (Eds.), Handbook of Reading Research (pp. 353-394). New York:
Longman.
3
menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di
World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan
ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan lainnya terkait dengan
pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta
mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.
Tantangan masa depan di dalam bidang pendidikan menuntut
pembelajaran, khususnya pembelajaran sains lebih mengembangkan higher
order of thinking, yang selanjutnya disingkat HOT. Tantangan tersebut dapat
dinyatakan berdasarkan tingkat kemampuan peserta didik dalam memecahkan
masalah. Peserta didik sering berhasil memecahkan masalah tertentu, tetapi
gagal jika konteks masalah tersebut sedikit diubah. Hal tersebut terjadi karena
peserta didik belum terbiasa berpikir tingkat metakognitif. Hasil penelitian
lain menunjukkan hal yang sama, yaitu adanya defisit penerapan strategi
metakognitif dalam pembelajaran.
Salah satu ranah kemampuan HOT yaitu analytical thinking. Analytical
thinking merupakan pembelajaran sains dalam meningkatkan kemampuan
bekerja secara sistematis dan logis untuk mengatasi masalah, mengidentifikasi
penyebab suatu masalah, mengantisipasi hasil yang tidak diharapkan,
mengelola isu-isu berdasarkan pengalaman dan pengetahuan, serta sumber
daya yang diperlukan. Faktanya, pembelajaran masih banyak yang
berorientasi pada upaya mengembangkan dan menguji daya ingat peserta didik
sehingga kemampuan berpikir peserta didik direduksi dan sekedar dipahami
sebagai kemampuan untuk mengingat. Selain itu, mengakibatkan peserta didik
terhambat dan tidak berdaya menghadapi masalah-masalah yang menuntut
pemikiran dan pemecahan masalah secara logis, kreatif, dan reflektif.3
Kemampuan analytical thinking merupakan kemampuan yang penting
dikuasai untuk pembelajaran sepanjang hayat (longlife learning). Analytical
thinking seharusnya dibelajarkan kepada peserta didik agar peserta didik
memperoleh bekal untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan
hidup ke depan yang tentunya lebih kompleks. Di tingkat analitis, peserta
3
Harsanto, Ratno. (2005). Melatih Anak Berfikir Analisis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta: Gramedia.
4
didik dituntut mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi
atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan
faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
Banyak sekali masalah-masalah yang seringkali kita temukan dalam
lingkungan siswa Sekolah Dasar. Hal tersebut sangat mempengaruhi proses
pembelajaran siswa. Sebagai seorang pendidik kita wajib faham dan mengerti
berbagai masalah tersebut demi berhasilnya rangkaian proses belajar
mengajar.4
Permasalan-permasalahan tersebut antara lain:
1. Masalah perkembangan jasmani dan kesehatan
Hal tersebut sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik. Karena
akal yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Jadi, jelas sekali bahwa
kesehatan itu sangat berpengaruh. Andaikan saja, peserta didik kurang sehat
atau dalam keadaan sakit, untuk berkonsentrasipun sangat sulit ia dapatkan
karena kondisi tubuhnya yang kurang fit.
2. Masalah keluarga dan rumah tangga
Kondisi ini juga berpengaruh besar dalam mendidik anak, karena
sebenarnya keluargalah yang meiliki pengaruh besar dan utama dalam proses
pendidikan. Tentunya keluarga yang lengkap dan tidak jelas berbeda.
3. Masalah psikologis
Keadaan psikis anak juga berpengaruh proses belajar anak akan
berjalan dengan baik jika psikisnya mendukung. Misalnya saja ketika si
peserta didik mempunyai masalah, ia akan terbebani dengan masalah tersebut
dan konsentrasi belajarnya akan sangat berkurang.
4. Masalah sosial
Banyak sekali permasalahan sosial di dalam negara kita ini. Contohnya
saja kemiskinan, hal ini akan berpengaruh pada peserta didik karena sedikit
sekali sekolah pada era ini berlabelkan sekolah gratis. Padahal sering sekali
kita jumpai anak-anak yang kurang mampu untuk mengenyam Pendidikan.
5. Masalah kesulitan dalam belajar
4
Mugiarso, H. (2004). Bimbingan dan Konseling. Semarang :Unnes Press.
5
Sebagai pendidik tugas kita adalah memahamkan siswa dalam
pembelajaran agar mampu menerima dan menerapkannya dalam kehidupan.
Namun tak jarang beebrapa siswa kesulitan dalam belajar. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh dua hal yaitu dari peserta didik sendiri maupun pendidik. Jika
dari peserta didik mungkin ia belum bisa konsentrasi dalaam belajarnya.
Sedangkan dari sudut pandang pendidik bisa saja terjadi dari metode yang
kurang tepat ataupun siswa kurang mengerti apa yang pendididk jelaskan.
6. Masalah motivasi
Pemberian motivasi pada peserta didik ini juga sangat penting. Karena
dengan dorongan motivasi yang telah di berikan padanya ia akan mampu
untuk bersemangat dalam proses belajar tak hanya orang tua pendidikpun
hendak memberikan motivasi kepada peserta didik agar tetap bersemangat
dalam belajar.
B. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis
(biological growth) merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan
individu, yang meliputi meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti:
pertumbuhan otak, hormon, dll), dan perubahan-perubahan dalam cara-cara
individu dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan
motorik dan perkembangan seksual), disertai perubahan dalam kemampuan
fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan dan sebagainya).
Kuhlen dan Thomphson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa
perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf,
yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-
otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;
(3) Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku
baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam
suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri dari lawan jenis; dan (4)
Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.5
Secara umum, terdapat perbedaan antara gambaran perubahan-
perubahan fisik berdasarkan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Pada
5
Dr. Masganti Sit, M.Ag, Perkembangan Peserta Didik (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal.
66.
6
anak perempuan berupa pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi,
anggota-anggota badan menjadi panjang), pertumbuhan payudara, tumbuh
bulu halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian
badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi keriting,
menstruasi atau haid, dan tumbuh bulu-bulu ketiak. Sementara pada anak laki-
laki berupa pertumbuhan tulang-tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh
bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara,
ejakulasi, bulu kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan
mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus di
wajah,
7
8
6
Ibid., hal. 67-71.
9
7
Ibid., hal. 74-77.
10
6. Kesehatan, contohnya peserta didik yang sehat dan jarang sakit, biasanya
akan memiliki tubuh yang lebih berat daripada anak yang sering sakit.
7. Pengaruh bentuk tubuh bangun/bentuk tubuh, apakah mesamorf, ektomorf,
atau endomorf, akan mempengaruhi besar kecilnya tubuh peserta didik.
8. Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf (nervous system).
Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuan peserta didik
membuat intelegensi (kecerdasan) meningkat dan mendorong timbulnya
pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan kemampuan
sistem sistem syaraf peserta didik, akan semakin baik dan beraneka ragam
pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya, berbeda
dengan organ tubuh lainnya, organ sistem syaraf apabila rusak tak dapat
diganti atau tumbuh lagi.
9. Pertumbuhan otot-otot. Peningkatan tonus (tegangan otot) peserta didik
dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan
dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini tampak sangat jelas pada peserta
didik yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya
keterlibatannya dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam
membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat 7 kualitas dan
kuantitasnya dari masa ke masa. Peningkatan dan pengembangan
keterampilan peserta didik tersebut bergantung pada kualitas pusat sistem
syaraf dalam otaknya.
10. Perkembangan dan perubahan fungsi kelanjar-kelenjar endokrin
(endocrine glands). Berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endokrin seperti
adrenal (kelenjar endokrin yang meliputi bagian atas ginjal dan
memroduksi bermacam-macam hormon termasuk hormon seks), dan
kelenjar pituitary (kelenjar di bawah bagian otak yang memproduksi dan
mengatur berbagai hormon termasuk hormon pengembang indung telur
dan sperma), juga menimbulkan pola-pola baru tingkah laku peserta didik
ketika menginjak remaja. Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin
akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku peserta didik
terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat berupa seringnya melakukan
kerja sama dalam belajar atau berolahraga, berubahnya gaya dandanan
11
atau penampilan, dan lain lain. Perubahan pola perilaku yang bermaksud
menarik perhatian lawan jenis. Dalam hal ini, orangtua dan guru bersikap
antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan
perilaku seksual yang tidak dikehendaki demi kelangsungan
perkembangan para peserta didik remaja yang menjadi tanggung
jawabnya.
11. Perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia peserta didik akan
semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi
(perbandingan bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan
banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan
motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik peserta didik juga tampak
pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu
sendiri merupakan konsep diri (self-concept) peserta didik tersebut. Dalam
hal ini, dapat dikatakan bahwa perkembangan fisik peserta didik lebih
memiliki signifikasi daripada usia kronologisnya sendiri. Timbulnya
kesadaran peserta didik yang berbadan terlalu besar dan tinggi atau terlalu
kecil dan rendah jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya
mungkin sekali akan memengaruhi pola sikap dan perilakunya baik ketika
berada di dalam kelas maupun di luar kelas. Sikap dan perilaku yang
berbeda ini bersumber dari positif atau negatifnya konsep diri yang
dimiliki.
Perkembangan fisik peserta didik akan mempengaruhi proses belajar
peserta didik. Peserta didik melakukan berbagai aktivitas fisik sebagai
pengalaman belajar titik kondisi panca indra, normalitas anggota tubuh asupan
gizi dan keadaan kesehatan sangat menyeluruh mempengaruhi proses belajar.
Melihat dan dan pendengaran sangat diperlukan dalam belajar.
Gangguan pada fungsi panca indra menyebabkan perhatian individu tidak
optimal dalam belajar. Perubahan bentuk dan berat badan, suara yang
membesar, gerakan fisik yang semakin lamban, mudah mengantuk sama
perasaan tidak nyaman ketika mengalami haid, semua ini memberi pengaruh
terhadap suasana belajar peserta didik. Demikian halnya dengan
perkembangan fisik yang terlalu cepat atau terlambat dari ukuran wisata di
12
dan evaluasi diri. Emosi sekunder antara lain malu, iri hati, dengki, ujub,
kagum, takjub, dan cinta.10
Gembira merupakan emosi yang muncul ketika seseorang merasakan
suasana hati yang menyenangkan. Rasa gembira muncul setelah seseorang
mendapatkan keberhasilan dari usaha yang dilakukannya. Perasaan sedih
muncul disebabkan tidak terpenuhinya keinginankeinginan dalam diri
seseorang. Misalnya anak-anak merasa sedih ketika dia tidak diacuhkan orang
tuanya. Iri hati dan dengki merupakan emosi yang timbul dari rasa tidak puas
seseorang terhadap apa yang dimilikinya dan merasa sakit hati terhadap apa
yang dimiliki orang lain. Di dalam Islam iri hati dilarang kecuali pada dua hal.
Pertama iri kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan kemudian dia
mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kedua iri kepada
orang yang memiliki harta dan dia menafkahkan hartanya di jalan Allah.
Lewis dan Rosenblam (Stewart, 1985) mengutarakan proses terjadinya
emosi atau mekanisme emosi melalui lima tahapan, sebagai berikut:11
1. Elicitors, yaitu adanya dorongan berupa situasi atau peristiwa.
2. Receptors, yaitu aktivitas dipusat system syaraf.
3. State, yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi.
4. Expression, yaitu terjadinya perubahan pada daerah yang diamati, seperti
pada wajah, tubuh, suara atau tindakan yang terdorong oleh perubahan
fisiologis.
5. Experience, yaitu persepsi dan interpretasi individu pada kondisi
emosionalnya.
Lebih lanjut, Syamsuddin (2000) menggambarkan mekanisme emosi
dalam rumusan yang lebih ringkas. Emosi adalah gabungan lima komponen
(elicitors, receptors, state, expression, experience), yang kemudian dibagi
dalam tiga variabel berikut :
1. Variabel stimulus, Rangsangan yang menimbulkan emosi disebut sebagai
variabel stimulus.
2. Variabel organismic, Perubahan – perubahan fisiologis yang terjadi saat
mengalami emosi disebut sebagai variabel organik.
10
ibid., hal. 59.
11
Dr. Masganti Sit, M.Ag, Perkembangan…, hal. 97-99.
15
12
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan…, hal. 63.
16
Dari umur 2 tahun anak mulai menguji dirinya sendiri dengan batas-
batas terhadap perilaku mereka. Ini adalah standar anak-anak terhadap
perilaku yang merupakan cara yang baik untuk memulai proses perkembangan
emosional. Tidak semua perkembangan emosional dilakukan melalui interaksi
sebab kadang-kadang anak-anak harus dibiarkan untuk menemukan emosinya
sendiri dari waktu ke waktu. Pemecahan masalah kemudian menjadi bagian
yang kuat di dalam hidup anak-anak. Setiap upaya pemecahan masalah adalah
tantangan bagi anak-anak.
Bagi anak-anak, mengamuk adalah cara anak mengekspresikan diri
karena kata-kata sering gagal menyampaikan maksudnya. Mereka merasa
bahwa kata-kata tidak cukup untuk menyampaikan seluruh pesan. Orang tua,
guru harus memberikan penguatan positif pada anak dengan cara membujuk
anak untuk bicara tentang masalah atau sinyal emosinya, sebab jika tidak
dilakukan anak akan cenderung mengamuk lagi.
Pada usia 3 tahun anak telah semakin terampil mengatur emosinya.
Anak sudah mulai paham ketika orang tua mengajarkan bahwa tidak boleh
membanting-banting mainan ketika marah. Erikson menyatakan anak-anak
yang mengalami perkembangan psiko-sosial yang sehat pada usia ini telah
berada pada tahap kemandirian (autonomy). Kemandirian memungkinkan
mereka mampu mengatur emosinya, sehingga mereka mulai dapat menahan
diri jika diingatkan orang tua atau pengasuhnya.
Pada usia 4-6 tahun anak-anak juga telah mulai mampu mengenali
orang lain. Penulis pernah mengamati dua orang anak usia 4 (empat) yang
sedang bermain ular tangga. Mereka secara bergantian mengocok dadu tanpa
menghiraukan siapa yang menang siapa yang kalah. Ketika saya tanya
mengapa mereka bergantian, salah seorang anak bernama Rama menjawab:
“ya bunda nanti kiki marah kalau tidak gantian.” Percakapan tersebut
membuat penulis paham bahwa anak-anak sebenarnya sudah memahami
perasaan teman-temannya. Mereka mulai empati jika perbuatannya membuat
orang lain menjadi marah atau sedih.
Pada usia 7-11 tahun anak telah mampu melakukan regulasi diri yang
lebih variatif. Anak mulai mampu menunjukkan sikap yang pantas dalam
17
13
Ibid., hal. 65.
18
a. Ajarkanlah anak bahwa bangga diri adalah sikap yang baik untuk
membangun rasa percaya diri anak tetapi tidak boleh dilakukan secara
berlebihan. Misalnya seorang remaja puteri yang bangga dengan
kecantikannya harus diberikan bimbingan untuk menutup auratnya untuk
menyembunyikan kecantikannya dari orang yang bukan muhrimnya.
b. Ajarkan kepada anak bahwa marah merupakan kekuatan yang harus ada
pada diri manusia, terutama perasaan marah ketika melihat orang lain
melakukan maksiat. Tetapi seseorang tidak boleh marah berlebihan
sehingga dia tergoda setan.
c. Ajarkan kepada anak bahwa cinta merupakan emosi yang paling baik
dalam diri manusia, tetapi manusia harus menempatkan cinta kepada Allah
di atas cinta kepada yang lain.
Perkembangan emosi yang muncul pada setiap anak pasti berbeda
antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Ini disebabkan karena
adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosi anak, yakni:14
1. Pengaruh keadaan individu sendiri.
Keadaan diri individu seperti usia, keadaan fisik, inteligensi, peran
seks dapat mempengaruhi perkembangan individu. Hal yang cukup
menonjol saat anak mengalami gangguan atau cacat tubuh, maka akan
sangat mempengaruhi perkembangan emosi peserta didik.
Selain itu, faktor dalam diri yang lain berupa yang mempengaruhi
emosi anak, yaitu peran kematangan dan peran belajar. Pertama Peran
kematangan. Perkembangan kelenjar endoktrin dalam kematangan
perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi endoktrin
yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap stres. Kelenjar
adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecciil secara
segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar ini mulai
membesar lagi, dan membesar dengan pesat sampai anak berusiaa lima
tahun pembesarannya melambat pada usia 5-11 tahun pada usia 16 tahun,
kelenjar ini mencapai ukuran semula kembali, seperti pada saat anak lahir.
14
Ibid., hal. 67-69.
19
ditampilkan anak. Guru atau orang tua harus mampu menjaga perlakuan
yang adil dan bijaksana terhadap semua anak sehingga tidak menimbulkan
masalah perilaku emosi dan sosial yang kompleks pada anak- anak.
D. Perkembangan Kognitif
1. Definisi Perkembangan Kognitif
Kognisi atau kognitif berasal dari kata cognition yang memiliki
padanan kata knowing (mengetahui). Istilah kognitif menurut Chaplin
adalah salah satu wilayah atau domain psikologis manusia yang meliputi
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kognitif merupakan salah satu
aspek perkembangan individu yang meliputi kemampuan dan aktivitas
mental yang terkait dalam proses penerimaan, pemrosesan, dan
penggunaan informasi dalam bentuk berpikir, memecahkan masalah, dan
adaptasi.16
Sedangkan perkembangan kognitif (cognitive development) adalah
tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak
sampai dewasa, mulai dari proses-proses berfikir secara konkret atau
melibatkan konsep-konsep konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu
konsep-konsep yang abstrak dan logis.17
Menurut Jean Piaget dalam teori kognitifnya mendefinisikan
perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang terbentuk melalui
interaksi yang konstan antara konstan individu dengan lingkungannya.
William Stern, salah seorang pelopor dalam penelitian intelegensi,
mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk menggunakan
secara tepat segenap alat-alat bantu dari pikiran, guna menyesuaikan diri
terhadap tuntutan-tuntutan baru.18
15
Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Rosdakarya, 2007),
77.
16
Ujang Khiyarusoleh. Konsep Dasar Perkembangan Kognitif Pada Anak Menurut Jean Piaget,
(Jurnal Dialektika Jurusan PGSD Vol.5,No.1, Maret 2016), 1-10.
17
Suharnan, M.S. Psikologi Kognitif, (Surabaya : Srikandi, 2005), 7.
18
Ustad MJ STIT Al-Amin. Teori Perkembangan Kognitif Dalam Proses Belajar Mengajar,
(Indramayu: Jurnal Edukasi Vol.7, No. 2, September 2012), 45-46.
23
19
Ibid.
24
E. Perkembangan Sosial
1. Definisi Perkembangan Sosial
20
Robert L. Solso, Otto H. Maclin, M. Kimberly Maclin, Psikologi Kognitif, Terj: Mikael
Rahardanto, Kristianto Batuadji (Surabaya : Erlangga, 2007), 369.
25
24
Herlina. Perkembangan Masa Remaja,
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122 (diakses pada 19 April
2021, pukul 14.49 WIB).
25
Ibid.
26
Yusuf Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014), 45.
27
Hidayat Otib Satibi. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama, (Tangerang
Sekatan: Universitas Terbuka, 2013), 1-3.
28
an ketaatan keburukan
dan hukum tersebut;
Perilaku baik
dihubungkan
Tahap II dengan
Memperhatik penghindaran
an pemuasan diri dari
kebutuhan hukuman;
Perilaku baik
dihubungkan
dengan
pemuasan
keinginan dan
kebutuhan
sendiri tanpa
mempertimban
gkan
kebutuhan
orang lain.
Ting Moralitas Anak dan
kat konvensional remaja
II (usia 10-13 berperilaku
tahun) sesuai dengan
aturan dan
patokan moral
agar
memperoleh
persetujuan
orang dewasa,
Tahap 3: bukan untuk
Memperhatik menghindari
an citra “anak hukuman;
baik” Pebuatan baik
30
dan buruk
dinilai
berdasarkan
Tahap 4: tujuannya.
Memperhatik Jadi, ada
an hukum dan perkembangan
peraturan. kesadaran
terhadap
perlunya
aturan.
Anak dan
remaja
memiliki sikap
pasti terhadap
wewenang dan
peraturan;
Hukum harus
ditaati oleh
semua.
Ting Moralitas Remaja dan
kat pascakonvens dewasa
III ional (usia 13 mendefinisika
tahun ke atas) n
(mengartikan)
perilaku baik
sebagai hak
Tahap 5 pribadi sesuai
Memperhatik dengan aturan
an hak dan patokan
perseorangan. sosial;
Perubahan
hukum dan
aturan dapat
31
diterima jika
diperlukan
Tahap 6 untuk
Memperhatik mencapai hal-
an prinsip- hal yang
prinsip etik. paling baik;
Pelanggaran
hokum dan
aturan dapat
terjadi karena
alasan-alasan
tertentu.
Keputusan
mengenai
prilaku sosial
didasarkan
atas prinsip
moral pribadi
yang
bersumber dari
hukum
universal yang
selaras dengan
kebaikan
umum dan
kepentingan
orang lain;
Keyakinan
terhadap moral
pribadi dan
nilai-nilai tetap
melekat
32
meskipun
sewaktu-waktu
berlawanan
dengan hukum
yang dibuat
untuk
mengekalkan
aturan sosial.
33
BAB III
KESIMPULAN
1. Seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, manakala
kebutuhan di bawahnya atau kebutuhan yang lebih dasar sudah terpenuhi
lebih dahulu. Pada dasarnya setiap remaja menghendaki semua kebutuhannya
dapat terpenuhi secara wajar. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut
secara memadai akan menimbulkan keseimbangan dan keutuhan pribadi.
Remaja yang kebutuhan terpenuhi secara memadai akan memperoleh suatu
kepuasan hidup sehingga akan merasa aman, gembira, harmonis, dan
produktif. Tantangan pendidikan sekarang ini berkaitan dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya,
dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
2. Perkembangan fisik disebut juga dengan pertumbuhan biologis merupakan
salah satu aspek penting dari perkembangan individu meliputi perubahan-
perubahan dalam tubuh dan perubahan-perubahan dalam cara-cara individu
dalam menggunakan tubuhnya. Perubahan-perubahan fisik antara perempuan
dan laki-laki berbeda. Perubahan fisik dimulai ketika masa anak-anak pada
umur 0 hingga masa dewasa.
3. Perkembangan Emosi perubahan berbagai perasaan seperti benci, takut, arah,
cinta, dan kesedihan. Emosi berfungsi untuk komunikasi dan juga berperan
dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosialnya. Emosi dibedakan menjadi dua yaitu emosi sekunder dan emosi
primer. Anak-anak mulai merasakan emosi dari umur 2 tahun dimulai dalam
menguji dirinya dengan batas-batas terhadap perilaku mereka.
4. Perkembangan kognitif (cognitive development) adalah tahap-tahap
perkembangan kognitif manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa,
mulai dari proses-proses berfikir secara konkret atau melibatkan konsep-
konsep konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep yang
abstrak dan logis. Adapun tahapan dalam perkembangan kognitif menurut
John terbagi menjadi 6 (enam), di antarannya sebagai berikut: 1) Tahapan
34
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Nawawi. Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi Penerus Bangsa,
(Bandung: UPI, 2011), Vol.16 No.2.
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini :Pengantar dalam Berbagai
Aspeknya, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012).
Baker, L., & Brown, A. L. (1984). Metacognitive skills and reading. In P. D.
Pearson, R. Barr, M. L. Kamil and P. Mosenthal (Eds.), Handbook
of
Reading Research (pp. 353-394). New York: Longman.
Dr. Masganti Sit, M.Ag, Perkembangan Peserta Didik (Medan: Perdana
Publishing,
2012).
Elizabeth B. Hurlock. 1995. Perkembangan Anak Jilid 1, (Jakarta: Penerbit
Erlangga)
Harsanto, Ratno. (2005). Melatih Anak Berfikir Analisis, Kritis, dan Kreatif.
Jakarta: Gramedia.
Hendrarno, E. dkk. (2003). Bimbingan dan Konseling. Semarang: Perc. Swadaya
Manunggal.
Herlina. Perkembangan Masa Remaja,
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122 (diakses
pada 19 April 2021, pukul 14.49 WIB).
Hidayat Otib Satibi. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama,
(Tangerang Sekatan: Universitas Terbuka, 2013).
Mugiarso, H. 2004. Bimbingan dan Konseling. Semarang :Unnes Press.
Muhibbin Syah. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung :
Rosdakarya).
Robert L. Solso, Otto H. Maclin, M. Kimberly Maclin. 2007. Psikologi Kognitif,
Terj: Mikael Rahardanto, Kristianto Batuadji (Surabaya :
Erlangga).
Suharnan, M.S. 2005. Psikologi Kognitif, (Surabaya : Srikandi).
Ujang Khiyarusoleh. Konsep Dasar Perkembangan Kognitif Pada Anak Menurut
Jean Piaget, (Jurnal Dialektika Jurusan PGSD Vol.5,No.1, Maret
2016).
Ustad MJ STIT Al-Amin. Teori Perkembangan Kognitif Dalam Proses Belajar
Mengajar, (Indramayu: Jurnal Edukasi Vol.7, No. 2, September
2012).
Yudrik Jahja. 2011. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Pranadamedia Group)
Yusuf Syamsu. 2014. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:
Remaja Rosdakarya).