Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL”

Oleh :

1. Azmi Dayinta (190210103125)


2. Dewi Laili Da’watul Khoiroh (190210103089)
3. Lutfiana Putri Arba Ditama (190210103032)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah suatu sistem dimana proses pengajaran terjadi di
dalamnya. Pendidikan juga sangat diperlukan untuk mencerdaskan anak
bangsa untuk memajukan bangsanya. Oleh sebab itu dalam menyelenggarakan
pendidikan memerlukan suatu kesatuan yang mengaturnya. Tujuannya adalah
untuk memperoleh proses pendidikan yang berjalan dengan terstruktur.
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta
bertanggung jawab.Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Sistem pendidikan Indonesia yang telah di bagun dari dulu sampai
sekarang ini, teryata masih belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan
dan tantangan global untuk masa yang akan datang, Program pemerataan dan
peningkatan kulitas pendidikan yang selama ini menjadi focus pembinaan
masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Namun, faktanya sistem pendidikan di indonesia ternyata masih belum
mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan global untuk masa
yang akan datang. Program pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan
yang selama ini menjadi fokus pembinaan masih menjadi masalah yang
menonjol dalam dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya masalah
internal yang mendasar dan bersifat komplek, selain itu pula bangsa Indonesia
masih menghadapi sejumlah problematika yang sifatnya berantai sejak jenjang
pendidikan mendasar sampai pendidiakn tinggi. Sehingga dapat dikatakan
bahwa upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing
tinggi, berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bermoral dan
berbudaya bukanlah suatu hal yang mudah, semua usaha keras dari berbagai
komponen, seperti pendidikan awal di keluarga, kontrol efektif dari
masyarakat dan pentingnya penerapan sistem pendidikan yang berkualitas
oleh negara.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja jalur pendidikan nasional ?
1.2.2 Apa saja jenis jenjang pendidikan nasional ?
1.2.3 Bagaimana kurikulum program pendidikan nasional ?
1.2.4 Apa saja jenis program pendidikan nasional ?
1.2.5 Apa saja upaya, dasar dan aspek pembangunan pendidikan nasional ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk menegetahui jalur pendidikan nasional
1.3.2 Untuk mengetahui jenis jenjang pendidikan nasional
1.3.3 Untuk mengetahui kurikulum program pendidikan nasional
1.3.4 Untuk mengetahui jenis program pendidikan nasional
1.3.5 Untuk mengetahui upaya, dasar dan aspek pembangunan pendidikan
nasional
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Jalur Pendidikan Nasional


Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur
utama, yaitu formal, nonformal, dan informal.
2.1.1 Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai
jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
2.1.2 Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara berjenjang dan terstruktur dengan
tujuan untuk melengkapi pendidikan formal. Pendidikan nonformal
paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah
TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap
mesjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja. Selain itu,
ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan
belajar dan sebagainya.
2.1.3 Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang
dengan pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, di dalam
keluarga/pergaulannya sehari-hari. Pendidikan informal memiliki
karakteristik sebagai berikut :
• Tidak terdapat persyaratan khusus yang harus dilengkapi.
• Peserta didik tidak perlu mengikuti ujian tertentu.
• Proses pendidikan dilakukan oleh keluarga dan lingkungan.
• Tidak terdapat kurikulum tertentu yang harus dijalankan.
• Tidak terdapat jenjang dalam proses pendidikannya.
• Proses pendidikan dilakukan secara terus menerus tanpa
mengenal ruang dan waktu.
• Orang tua merupakan guru bagi anak didik.
• Tidak terdapat manajemen yang jelas dalam proses pembelajaran.
Contoh dari pendidikan informal antara lain Pendidikan budi pekerti,
Pendidikan agama, Pendidikan etika, Pendidikan sopan santun,
Pendidikan moral, Sosialisasi dengan lingkungan.

2.2 Jenjang Pendidikan Nasional


Adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan
yang dikembangkan. Dari setiap jenjang pendidikan memiliki rentang usai
dan lama pendidikan yang berbeda-beda. Adapun jenjang pendidikan yang
ada di Indonesia sebagai berikut :
2.2.1 Pendidikan Pra Sekolah
Diselenggarakan untuk meletakkan dasar-dasar ke arah
perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta
yang diperlukan anak untuk hidup di lingkungan masyarakat serta
memberikan bekal kemampuan dasar untuk memasuki jenjang
sekolah dasar dan mengembangkan diri sesuai dengan asas
pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup. Pendidikan pra
sekolah biasanya.

2.2.2 Pendidikan Dasar


Diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan
serta memberikan pengetahuan dan keterampilam yang diperlukan
untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik
yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menegah.
Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah (jenjang pendidikan
paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia yang ditempuh
dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan
sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah
Pertama dan/atau sederajat). Jenjang pendidikan dasar di Indonesia
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Di Indonesia pelajar sekolah dasar umumnya berusia sekitar 7-12
tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau
sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3
tahun.
2.2.3 Pendidikan Menengah
Diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan
dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkunagan sosial, budaya alam sekitar, serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi. Pendidikan menengah juga merupakan lanjutan
pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain
yang sederajat. Di Indonesia pelajar sekolah pada jenjang
pendidikan menengah umumnya berusia sekitar 15-18 tahun.
2.2.4 Pendidikan Tinggi
Diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik untuk menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau
menciptkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Pendidikan
tinggi juga merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem
terbuka. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut, atau universitas. Sedangkan Pendidikan
sistem terbuka lebih fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian
program lintas satuan dan jalur pendidikan.

2.3 Kurikulum Program Pendidikan Nasional


Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Di Indonesia tercatat sudah 11 kali kurikulum
pendidikan diganti. Adapun kurikulum yang diganti yaitu:
.3.1 Rentjana Pelajaran 1947 atau Kurikulum 1947
Yakni sifat pendidikan pada kurikulum ini lebih politis, karena
merupakan transisi dari pendidikan Belanda ke pendidikan
nasional. Fokus pelajaran lebih ke arah pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, tidak banyak porsi untuk
pendidikan pikiran.
.3.2 Rentjana Pelajaran Terurai 1952 atau Kurikulum 1952
Kurikulum 1952 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1947
yang disebut juga Rentjana Pelajaran 1947. Setiap mata pelajaran
dirumuskan lebih terperinci dibandingkan kurikulum sebelumnya.
Kurikulum ini sudah mencerminkan sistem pendidikan nasional,
bukan lagi transisi seperti Rentjana Pelajaran 1947.
2.3.3 Rentjana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964
Pada Rentjana Pendidikan 1964 pembelajaran di tingkat SD
(Sekolah Dasar) dipusatkan pada program Pancawardhana.
Pancawardhana merupakan program yang teridiri dari keparigelan
(keterampilan), jasmani, emosional atau artistik, kecerdesan dan
pengembangan moral. Pemerintah mencanangkan program tersebut
di dalam Kurikulum 1964 agar tiap rakyat mendapat ilmu
pengetahuan akademik yang baik. Sehingga kurikulum ini lebih
sempurna daripada kurikulum sebelumnya.
2.3.4 Kurikulum 1968
Materi pada Kurikulum 1968 bersifat teoritis, tidak relevan dengan
permasalahan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yang
sebenarnya. Tentu hal ini jauh berbeda daripada kurikulum-
kurikulum pendidikan sebelumnya.
2.3.5 Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 terkenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yang
merupakan rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satu
pelajaran diperinci lagi dalam wujud Tujuan Instruksional Umum
(TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), alat pelajaran yang
digunakan, materi pelajaran, kegiatan belajar mengajar dan
evaluasi hasil belajar.
2.3.6 Kurikulum 1984
Pada kurikulum ini menggunakan model pembelajaran CBSA
yang merupakan singkatan dari Cara Belajar Siswa Aktif. Metode
ini juga digunakan di dunia pendidikan internasional yang disebut
SAL yang artinya Student Active Learning. Metode ini digagas
oleh seorang tokoh penting, yaitu Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, yang menjabat sebagai Kepala Pusat Kurikulum
Depdiknas. Beliau menjabat mulai dari 1980-1986. Dalam CBSA,
siswa diposisikan sebagai subjek belajar. Sehingga siswa bertugas
melakukan beragam kegiatan seperti, berdiskusi,
mengelompokkan, sampai melaporkan hasil belajarnya. Kurikulum
1994 dan Suplemen Kurikulum 1999. Kurikulum ini dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Perubahan paling signifikan adalah
berubahnya sistem semester menjadi caturwulan. Satu tahun berarti
akan ada tiga tahap. Harapannya agar siswa dapat menerima
pelajaran lebih banyak. Proses pembelajaran lebih ditekankan
kepada keterampilan siswa dalam memecahkan masalah dan
menyelesaikan soal yang ada.
2.3.7 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004
Kurikulum yang sangat detail indikator penilaiannya namun terjadi
kerancuan karena alat ukur pencapaian murid masih berupa UAS
dan UN yang menggunakan pilihan ganda. Sangat tidak cocok
dengan KBK. Seharusnya bentuk ujian terakhir memiliki alat ukur
yang lebih bervariasi dan soal-soalnya berbentuk soal cerita atau
uraian. Sehingga guru bisa menilai sejauh mana pencapaian murid-
muridnya.
2.3.8 Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) atau Kurikulum
2006
Pada KTSP pemerintah pusat hanya menentukan standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sedangkan guru ditiap sekolah
di daerah-daerah harus bisa mengembangkan dalam wujud silabus
dan penilaiannya harus sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya. Namun kurangnya pemahaman menyebabkan
Kurikulum 2006 ini dianggap kurang berhasil dan dihentikan di
tahun 2012.
2.3.9 Kurikulum 2013
Pada Kurikulum ini terdapat empat bahan penilaian, yaitu aspek
sikap, aspek perilaku, aspek keterampilan dan aspek pengetahuan.
Di Kurikulum 2013 terdapat materi yang ditambahkan yaitu
Matematika dan materi yang dirampingkan yaitu Bahasa Indonesia,
PPKn, IPS, dsb. Pada mata pelajaran IPA dan Matematika
ditingkatkan standarnya menjadi standar internasional (TIMSS dan
PISA). Tujuannya agar pendidikan di Indonesia seimbang dengan
negara lainnya.

2.3.10 Kurikulum 2015


Kurikulum yang masih diterapkan sampai sekarang. Kurikulum ini
dibuat untuk menyempurnakan Kurikulum 2013 yang dihentikan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saati itu, Bapak Anies
Baswedan. Meski namanya kurikulum 2015, namun konsep dan
metode pembelajarannya sama dengan Kurikulum 2006 atau
KTSP.

2.4 Jenis Program Pendidikan Nasional


Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 pada BAB VI Bagian Kesatu Pasal 15
menyebutkan bahwa jenis pendidikan mencakup:
2.4.1 Pendidikan Umum
Pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.Makna-makna Program
Pendidikan Umum berkaitan dengan pola-pola (patern) pada materi
pokok instruksionalnya, pola-pola yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
1. Pola Simbolik
Dengan pola ini siswa dimbimbing untuk nantinya dapat
memiliki kemampuan dalam berbahasa, membaca angka-angka,
mengenal tanda-tanda hitung dan dapat menggunakan simbol-
simbol untuk mengekspresikan makna-makna yang terstruktur.
Pola ini dapat dicapai dengan menganjarkan pelajaran bahasa
dan matematika.
2. Pola Empirik
Dengan pola ini siswa dibimbing untuk nantinya dapat memiliki
kemampuan dalam mendiskripsikan fakta-fakta empiris,
membuat generalisasi atau formulasi teoritis tentang gejala –
gejala alam, sosial dan jiwa manusia. Pola ini dapat dipenuhi
dengan mengajarkan fisika, ilmu hayat atau biologi, psikologi
dan juga ilmu-ilmu sosial.

3. Pola Estetik
Dengan pola estetik ini siswa dibimbing untuk nantinya memiliki
kemampuan berapresiasi dan berkreasi. Dengan demikian siswa
mampu mengapresiasi berbagai objek visual yang mengandung
nilai-nilai estetik dalam lingkungan kehidupannya, serta mampu
berkreasi dengan memenuhi syarat-syarat estetika yang telah
didalaminya. Untuk dapat mencapai tujuan dengan diterapkannya
pola ini kepada siswa diajarkan tentang pengajaran seni (musik,
drama, lukis, dan visual), kesusastraan dan juga filsafat.
4. Pola Synoetik
Dengan melalui pola ini siswa dibimbing untuk nantinya dapat
memiliki kemampuan memandang dan menyadari keberadaan
nilai-nilai secara langsung dalam arti dapat merasakan dan
menyadarinya bahwa keberadaan dirinya diberi arti oleh
keberadaan orang lain dilingkungannya, sehingga anak mampu
menghayati tentang keberadaan hidup bersama dalam
masyarakat. Pola ini dapat dipenuhi dengan mengajarkan filsafat,
kesenian, pendidikan agama, dan ilmu sosial.
5. Pola Etika
Dengan pola Etika siswa dibimbing untuk nantinya memiliki
kemampuan tentang moralitas, sehingga dalam hidupnya
senatiasa bertindak dengan memperhatikan pertimbangan nilai,
norma, etika, sopan-santun dan hukum positif yang ada dan
dijunjung tinggi oleh masyarakat. Hal itu akan menjadikan pola
fikir, sikap dan tindakannya bersifat etis. Pola etik dapat dipenuhi
dengan memberikan etika, moral, filsafat dan Agama.
6. Pola Synoptik
Pola ini menetapkan atau menentukan terbentuknya kemampuan
dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan nilai-
nilai baik dan buruk pada persoalan yang dihadapinya. Dalam
pola ini termasuk kemampuan meyakini dan mengimani sesuatu
pandangan hidup. Pola ini dapat dicapai dengan memberikan
pangajaran Agama, moral, sejarah kebudayaan dan juga filsafat.
2.4.2 Pendidikan Kejuruan
Byram & Wenrich (1956: 50) menyatakan bahwa dari sudut
pandang sekolah, pendidikan kejuruan mengajarkan orang cara
bekerja secara efektif. Dengan demikian, pendidikan kejuruan
berlangsung apabila individu atau sejumlah individu mendapatkan
informasi, pemahaman, kemampuan, keterampilan, apresiasi, minat
dan/atau sikap, yang memungkinkan dia untuk memulai atau
melanjutkan suatu aktivitas yang produktif.
Menurut Evans (dalam Muliaty, 2007: 7) pendidikan
kejuruan merupakan bagian dari sistem pendidikan yang
mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu
kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-
bidang pekerjaan lain. Sebelumnya, Hamalik (2001:24)
menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk
pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan
kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang
dipandang sebagai latihan keterampilan. Lebih lanjut, Djohar
(2007:1285) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah
suatu program pendidikan yang menyiapkan individu peserta didik
menjadi tenaga kerja profesional dan siap untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Karakteristik pendidikan kejuruan menurut Djohar (2007:1295-
1297) adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memiliki
sifat untuk menyiapkan penyediaan tenaga kerja. Oleh karena
itu orientasi pendidikan kejuruan tersebut mengarah pada
lulusan yang dapat dipasarkan di dunia kerja.
2. Justifikasi pendidikan kejuruan mengacu pada kebutuhan nyata
tenaga kerja di dunia usaha dan industri.
3. Pengalaman belajar yang didapatkan melalui pendidikan
kejuruan meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik
yang diterapkan baik pada situasi simulasi kerja melalui proses
belajar mengajar, maupun situasi kerja yang nyata dan
sebenarnya.
4. Keberhasilan pendidikan kejuruan diukur dari dua kriteria,
yaitu keberhasilan siswa di sekolah (in-school success), dan
keberhasilan siswa di luar sekolah (out-of school success.
Kriteria pertama meliputi keberhasilan siswa dalam memenuhi
persyaratan kurikuler, sedangkan kriteria kedua ditunjukkan
oleh keberhasilan atau kinerja lulusan setelah berada di dunia
kerja yang nyata dan sebenarnya.
5. Pendidikan kejuruan memiliki kepekaan/daya suai
(responsiveness) terhadap perkembangan dunia kerja. Oleh
karena itu pendidikan kejuruan harus dapat responsif dan
proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan
menekankan pada upaya adaptabilitas dan fleksibilitas untuk
menghadapi prospek karir anak didik dalam jangka panjang.
6. Bengkel kerja dan laboratorium merupakan kelengkapan utama
dalam pendidikan kejuruan, untuk dapat mewujudkan situasi
belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara
realistis dan edukatif.
7. Hubungan kerjasama antara lembaga pendidikan kejuruan
dengan dunia usaha dan industri merupakan suatu keharusan,
seiring dengan tingginya tuntutan relevansi program
pendidikan kejuruan dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
4.2.3 Pendidikan Akademik
Pendidikan akademik adalah sistem pendidikan tinggi yang
diarahkan pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni tertentu, yang mencakup program
pendidikan sarjana, magister, dan doktor. Lulusannya mendapatkan
gelar akademik sarjana, magister, dan doktor.

4.2.4 Pendidikan Profesi


Pendidikan profesi adalah sistem pendidikan tinggi setelah program
pendidikan sarjana yang menyiapkan peserta didik untuk
menguasai keahlian khusus. Lulusan pendidikan profesi
mendapatkan gelar profesi. Sebagai contoh, setelah bergelar S.E,
seseorang menempuh pendidikan profesi Akuntan, maka dia
bergelar S.E. Ak; setelah bergelar S.Med., seseorang menempuh
pendidikan profesi dokter, maka dia mendapat gelar dr. (dokter)
dan seorang yang telah begelar profesi dokter (umum) melanjutkan
ke program pendidikan spesialis (PPDS), dia mendapat gelar
spesialis tententu, misalnya, dr. Sp.M (spesialis Mata), dr. Sp.A
(spesialis Anak), dr. SpKJ (spesialis Kesehatan Jiwa), dsb.
4.2.5 Pendidikan Vokasi
Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan
pada penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup
program pendidikan diploma I, diploma II, diploma III, dan
diploma IV. Lulusan pendidikan vokasi mendapatkan gelar vokasi,
misalnya A.Ma (Ahli Madya), A.Md (Ahli Madya).
4.2.6 Pendidikan Keagamaan
Pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi
ahli ilmsu agama.
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur
pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah,
pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang
sejenis.

4.2.7 Pendidikan Khusus


(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Istilah
“pendidikan luar biasa” atau “pendidikan khusus” adalah
terjemahan dari “special education”. Hingga awal tahun 1970-an
Special education didefinisikan sebagai profesi yang dimaksudkan
untuk mengelola variabel-variabel pendidikan guna mencegah,
mengurangi, atau menghilangkan kondisi-kondisi yang
mengakibatkan gangguan-gangguan yang signifikan terhadap
keberfungsian anak dalam bidang akademik, komunikasi,
lokomotor, atau penyesuaian, dan anak yang menjadi targetnya
disebut “exceptional children” (“anak berkelainan” atau “anak luar
biasa” (Smith et al., 1975).
2.5 Upaya, dasar dan aspek pembangunan pendidikan nasional
2.5.1 Upaya Pembangunan Pendidikan Nasional
1. Pembaruan Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan hukum yang mendasari
semua kegiatan pendidikan dan mengenai hal-hal yang penting
seperti komponen struktur pendidikan, kurikulum,
pengelolaan, pengawasan dan ketenagaan.
2. Pembaruan kurikulum
Pembaruan kurikulum dapat dilihat dari segi orientasinya,
strategi, isi/program, dan metodenya. Seperti kurikulum
1975/1976, 1984, 1992, 1994, 1999, 2004 (KBK), dan yang
terakhir adalah kurkulum 2006.
3. Pembaruan Tenaga Pendidikan
Yang dimaksud tenaga kependidikaan adalah tenaga yang
bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti, mengembangkan, mengelolah, dan memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
2.5.2 Dasar Dan Aspek Legal Pembangunan Pendidikan Nasional
Dasar dan Aspek legal pembangunan pendidikan nasional berupa
ktentuan-ketentuan yuridis yang menjadi dasar, acuan, serta
mengatur penyelenggaraan system pendidikan nasional, seperti
Pancasila, UUD 1945, GBHN, UU, peraturan pemerintah, dan lain-
lan. Pancasila seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945
yang mempunyai misi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya UUD 1945 tertuang dalam TAP MPR tentang GBHN
khususnya bidang pendidikan. Dalam TAP MPR No. IV/MPR/
1973 s.d. TAP MPR RI No. II/MPR/1993 dikemukakan program
umum pembaruan dan pembangunan pendidikan. Di dalam semua
ketetapan itu terlihat adanya kesinambungan yang mencakup :
• Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan.
• Peningkatan mutu pendidikan.
• Peningkatan relevansi pendidikan.
• Peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan.
• Pengembangan kebudayaan.
• Pembinaan generasi muda.
2.5.3 Upaya pembangunan pendidikan nasional
Setiap bangsa memliki system pendidikan nasional, pendidikan
nasional masing-masing bangsa berdasarkan pada dan dijiwai
oleh kebudayaannya. Kebudayaan tersebut sarat dengan nilai-nilai
yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah sehingga mewarnai
seluruh gerak hidup suatu bangsa. Demikian halnya bangsa
Indonesia yang memiliki falsafah Negara, yaitu Pancasila dan
UUD 1945, telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Dasar Republik Indonesia tahun
1945. Sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa, maka
Pancasila merupakan pedoman yang menujukkan arah, cita-cita
dan tujuan bangsa. Pancasila menjadi dasar system pendidikan
nasonal dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 dan
Pancasila sehingga pendidikan nasional Indonesia adalah
pendidikan Pancasila. Selain berdasarkan Pancasila, pendidikan
nasional juga bercita-cita untuk membentuk manusia Pancasilais,
yaitu manusia Indonesia yang menghayati dan mengamalkan
Pancasila dalam sikap perbuatan dan tingkah lakunya, baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penghayatan
dan pengamalan Pancasila tercermin dalam 45 butir nilai
pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila. Oleh karena
itu, melalui system pendidikan nasional yang berdasar Pancasila
dan UUD 1945 sebagai kristalisasi nilai-nilai hidup bangsa
Indonesia diharapkan kepada setiap rakyat agar dijadikan sebagai
pegangan hidup, terutama dalam mempertahankan hidupnya,
mengembangkan dirinya dan secara bersama-sama membangun
masyarakatnya, sehingga menjadi bangsa yang bermartabat
dimata dunia. Bermartabat mengandung makna, memiliki harga
diri, jati diri dan integritas sebagai bangsa.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem pendidikan nasional merupakan satu
keseluruhan yang terpadu dari semua suatu kegiatan
pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan
tercapainya tujuan pendidikan nasional dan
diselenggarakan oleh pemerintah. Jenis pendidikan
adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan
sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang
termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas
pendidikan umum, pendidikan keturunan dan
pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuaannya
meliputi landasan yuridis, kurikulum dan prangkat
penunjang nya, struktur pendidikan dan tenaga
kependidikan
3.2 Saran
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan untuk penulisan makalah ke depannya.
Semoga penulisan yang selanjutnya dapat lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional


(Telaah Epistemologi Terhadap Problematika Pendidikan Islam) Jurnal
Ilmiah DIDAKTIKA VOL. 19, NO. 1, Agustus 2018 VOL. 19, NO. 1, 34-49 )
http://asmiralmadi.blogspot.com/
https://www.dosenpendidikan.co.id/pendidikan-informal/

Anda mungkin juga menyukai