Makalah Seminar
Makalah Seminar
“APENDISITIS AKUT”
Tugas Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Keperawatan
Dosen Pengampu : Ikhsan Nurdiansyah, S.Kep
DISUSUN OLEH :
ARISTA ALIFIA NUR MUHAMMAD RAFLY R
AYU DWI SAFITRHI NUR PUSPA FAJRIYATI
DEDE ARIS HERDIANSYAH RIKA NURZAQIAH
FIKRI RAIHAN AKBAR RINDIANI KURNIA
HADIAN NURFAJAR SITI AISYAH
LIA YULIAWATI SITI MARISA
NEGIA NOVIA RAHMADANTI SYIFA MARIATUL KIBTIAH
KEPERATAN 4B
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Jl. Harapan No.50, RT.2/RW.7, Lenteng Agung, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12610
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,hidayah,dan inayah-nya,sehingga penulis dapat menyeleaikan tugas ini dengan tepat dan
waktunya.
Makalah ini di susun penulis untuk untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Seminar
Keperawatan dari Bapak Ikhsan Nurdiansyah, S.Kep dengan judul “Apendisitis Akut”
Tak lupa penulis ucapkan terimakasih yang sebesa-besarnya kepada ibu dosen serta pihak-pihak
yang terlibat dan telah memberi bantuan baik moril maupun material.
Makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Cianjur, 29 Mei 2021
Penyusun,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
DAFTAR ISI.................................................................................................................4
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan
terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah
dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik
yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap
memiliki angka morbiditas yang signifikan2. Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang
sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal.
Angka appendectomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien
dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis2
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan
shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis
acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. Apendisitis
a) Pengertian
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu feses
kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks verivormis (Nugroho,
2011). Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis adalah suatu
peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal (Reksoprojo, 2010).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing. Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks vermivormis,
yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada
bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks)
(Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi
pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil yang
berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum (Rosdahl dan Mary T. Kowalski, 2015).
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis. Apendiks
vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu,
merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum (Nurfaridah, 2015).
b) Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Nurafif & Kusuma (2013) terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan tanda, disertai maupun
tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda setempat. Gejala apendisitis
akut antara lain nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral di saerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Hidayat 2005 dalam
Mardalena,Ida 2017)
5
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut bagian kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut
pertama sembuh spontan.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan
keluhan hilang setelah apendiktomi.
Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal yaitu pertama, pasien
memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama paling sedikit tiga minggu
tanpa alternatif diagnosa lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien
akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis
yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan Craig 2006 dalam Mardalena, Ida 2017).
3) Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor penyebabnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, batu
feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.Histolytica
(Sjamsuhidajat, 2010).
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi
kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi
karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan
pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:
Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang
parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix
oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis
yaitu7: Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila
species Lactobacillus species.
4) Patofisiologi
Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh
apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam
kalsium, debris fekal), atauparasit E-Histolytica. Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh
6
kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi. Kondisi
obstruktif akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri.
Hal ini akan mengakibatkan peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding
apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks. Pada fase ini penderita mengalami
nyeri pada area periumbilikal. Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi, akan terjadi
pembentukan eksudat pada permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan
perietal peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce, 2009 dalam dalam
muttaqin & kumala sari, 2011).
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan
tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding apendiks yang ditandai dengan
ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan
iskemia dan nekrosis serta diikuti peningkatan tekanan intraluminal, juga akan meningkatkan risiko
perforasi dari apendiks. Pada proses fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap bakteri
ditandai dengan pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan
pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga
abdomen kemudian akan memberikan respon inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi
peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses, maka akan ditandai dengan gejala
nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian akan memberikan respons peritonitis. Gejala yang
khas dari perforasi apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan
bawah (Tzanaki, 2005 dalam muttaqin, Arif & kumala sari, 2011).
e) Patogenesis
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam
setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith,
gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan.
penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada anak dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak
7
dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan
obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid
yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat
infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba,
diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan
cytomegalovirus.
perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan
obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200
tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya
appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis.
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan,
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai
8
dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah
menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih
dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat
yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,
terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan
menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah
itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat
kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari
dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s.
Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral
sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena
eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan
penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang.
Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica
urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi
retensi urine. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan
pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan
suhu melebihi 38,6℃, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.
Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam
tanpa perforasi.
9
Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi.
Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum.
Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat
diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik. Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus
sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat
iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.
f) Gambaran Klinis
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada
neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis jauh
lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali
dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan
waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring
dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri
yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat
mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank,
nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan
appendicitis retrocecal arau pelvis1. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau
bladder, gejal dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam
beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat
infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat
yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis.
Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat
terjadi pada anak dengan appendicitis1. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam
10
ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak
dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan
dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising
usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan
appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat
tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan . Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang
menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik
g) Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya AN dan Putri (2013), gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri
atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung
lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri rangsangan peritoneum
tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada
kuadran kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan,
nafsu makan menurun, demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi
h) Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam penanganannya. Adapun jenis
1. Perforasi apendiks
11
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar ke rongga perut.
Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri
tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit.
2. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga abdomen). Komplikasi
ini termasuk komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
3. Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa lunak di kuadran kanan
i) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang
lebih, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi.
2. Pemeriksaan Radiologi
a) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
b) Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendik.
c) CT – Scan
Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan adanya kemungkinan
perforasi.
d) C – Reactive Protein (CRP)
C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai respon dari
infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif &
Kumala Sari 2011)
12
j) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan
pembedahan/Apendiktomi
1. Pengertian Apendiktomi
Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan bagian tubuh yang
mengalami masalah atau mempunyai penyakit. Apendiktomi dapat dilakukan dengan dua metode
pembedahan yaitu pembedahan secara terbuka/ pembedahan konveksional (laparotomi) atau dengan
menggunakan teknik laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal infasif dengan
metode terbaru yang sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam Manurung, Melva dkk, 2019)
Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan bedah invasive minimal yang paling banyak digunakan
pada apendisitis akut. Tindakan ini cukup dengan memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar)
yang dipasang melalui umbilikus dan dipantau melalui layar monitor. Sedangkan Apendiktomi
terbuka adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah atau pada
daerah Mc Burney sampai menembus peritoneum.
2. Tindakan Operasi
a. Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan anastesi sebelum dilakukan
pembedahan
b. Pemberian cairan intravena ditujukan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan
menggantikan cairan yang telah hilang.
c. Aspirin dapat diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu.
d. Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.
13
j). Konsep Nyeri
1. Pengertian nyeri
Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang
rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Arthur
Menurut Association for the study of pain, Nyeri adalah awitan yang tiba – tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung < 6 bulan maupun > 6 bulan. Nyeri merupakan mechanism protektif yang
dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran telah atau akan terjadi kerusakan jaringan
2. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi menurut Wilkinson Judith M. & Nancy R. Ahern, 2011 sebagai berikut :
Nyeri Akut
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti
( International Association for the study of pain) ; awitan yang tiba – tiba atau
perlahan dengan intesitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
Nyeri Kronis
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
(International Association for the study of pain); awitan yang tiba – tiba atau perlahan
dengan intesitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
3. Etiologi Nyeri
Menurut Atoilah, E. M., & Engkus, K. (2013), etiologi dari nyeri adalah sebagai
14
berikut :
1) Trauma
Trauma mekanik berupa benturan, gesekan, luka, bekas sayatan pasca operasi yang
Trauma thermik seperti panas api, air dingin yang berlebih akan merangsang reseptor
nyeri
Trauma elektrik seperti aliran listrik yang kuat akan merangsang reseptor nyeri akibat
2) Neoplasma
Neoplasma jinak dapat menyebabkan penekanan pada ujung saraf reseptor nyeri.
Neoplasma ganas akan mengakibatkan kerusakan jaringan, akibat tarikan, jepitan atau
Peradangan seperti abses, pleuritis akan mengakibatkan kerusakan saraf reseptor nyeri
jaringan.
3) IskemikJaringan
4) Trauma psikologis
15
2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
1. Usia
dikarenakan lansia sering kali memiliki sumber nyeri yang lebih dari
2. Jenis kelamin
menganggap bahwa anak laki – laki harus berani dan tidak boleh
3. Kebudayaan
16
berpengaruh pada bagaimana seseorang merespon terhadap nyeri.Sejak
mereka merespon nyeri yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak
2013).
4. Makna nyeri
2013).
5. Perhatian
6. Ansietas
17
nyeri mengaktifkan bagian sistem limbicyang diyakini mengendalikan
7. Keletihan
kesulitan tidur, persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi.
2013).
8. Pengalaman sebelumnya
sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas dapat muncul.
Andarmoyo 2013).
9. Gaya koping
18
mengalami nyeri, sumber yang dimaksud seperti berkomunikasi
Andarmoyo, 2013).
Andarmoyo, 2013).
berhasil untuk satu orang klien mungkin tidak berhasil untuk klien yang
19
1. Terapi Farmakologis
(NSAID)
(Andarmoyo, 2013).
20
dan nyeri maligna.Analgesik ini bekerja pada sistem saraf pusat
menstimulasi (Andarmoyo,2013).
(Andarmoyo, 2013).
a. Distraksi
21
adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di
2013).
3) Distraksi Intelektual
22
dengan mengisi teka teki silang, beramin kartu, menulis buku
b. Relaksasi
pada area yang nyeru. TENS adalah salah satu prosedur non
invasif dan salah satu metode yang aman untuk mengurangi nyeri
d. Imajinasi terbimbing
23
menyengat maupun cahaya yang terang perlu di pertimbangkan
e. Akupuntur
tersebut
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri
24
1. Skala numerik (Numerical Rating Scale)
dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak
seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri
25
Gambar 2.3 Skala Deskriptif
Sumber : Sulistyo Andarmoyo, 2013.
kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk
menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang
dibuat pasien pada garis “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam
26
PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
27
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat
untuk mencegah timbulnya komplikasi.
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi
perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca
appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan
lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
KOMPLIKASI
PENATALAKSANAAN
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik dan
antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala n Penelitian menunjukkan
bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan
fisik. n Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi. n Berikan
antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi n Penelitian menunjukkan
28
pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi
mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut
lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi
Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative n Pemberian antibiotika
preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post opersi. n Diberikan
antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob n
Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. n Antibiotik
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan
antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan
Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat,
termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus
viridans, Klebsiella, dan Bacteroides. Teknik operasi Appendectomy 2,,5 A. Open
Appendectomy 1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan
kulit: Horizontal Oblique 3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/
Paramedian Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial.
Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia
ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya
satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis. 2 lapis M.rectus abd. sayatan b. Mc
Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai serabut
otot. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy B. Laparoscopic
Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat
dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen
dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan
penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan
menggunakan laparoskop
29
BAB III KESIMPULAN
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada
emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja Gejala
appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel
dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam
beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anaka akan menjadi
lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis sering
appendicitis.
30
31