Anda di halaman 1dari 23

BAB II

ISI

2.1 Patogenesis Penyakit Periodontal

Patogenesis penyakit periodontal disebabkan oleh faktor lokal yaitu adanya


akumulasi bakteri (dysbiotic microbiota) di sulkus gingiva, yang berhubungan erat
dan berperan sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Umumnya,
faktor lokal merupakan penyebab utama penyakit periodontal, dan diperberat oleh
keadaan sistemik yang kurang menguntungkan dan memungkinkan terjadinya
keadaan yang progresif.
Bakteri periodontopatogen dan produknya yaitu toksin bakteri, misalnya
lipopolisakarida (LPS) menyebabkan terjadinya inflamasi gingiva karena sel neutrofil
di dalam endothelium yang bertugas sebagai pertahanan awal telah gagal mengontrol
bakteri sehingga LPS menginvasi gingiva. Akibatnya terjadi invasi bakteri ke jaringan
ikat dan berinteraksi dengan sel-sel imun (monosit, sel dendritik, sel T) yang ada di
epitel gingiva, dan terjadi pelepasan mediator proinflamasi (Tumor
necrosisfactor/TNF, Interleukin/IL1β, IL-17) yang menyebabkan diferensiasi selT dan
berperan dalam respon inflamasi.
Sitokin IL-17 juga menginduksi pelepasan kemokin CXC, matrix
metalloproteinase (MMPs) dan molekul destruksi jaringan gingiva lainnya yaitu
reactive oxygen species/ROS dan nuclear factor kβ ligand/RANKL yang akan
memicu pematanganprekursor osteoklas (osteoclast precursors/OCPs). Sel limfosit
yang teraktivasi yaitu sel B dan sel T (Th1 dan Th17) yang berperan dalam resorpsi
tulang alveolar melalui mekanisme RANKL-dependent dimana osteoprotegerin
(OPG) akan menghambat interaksi RANKL dengan reseptornya (RANK) yang ada di
OCP. Rasio jumlah RANKL dan OPG bertambah seiring bertambahnya aktivitas
inflamasi, dan neutrofil teraktivasi mengekspresikan bertambahnya RANKL berikatan
dengan membrane dan dapat merangsang osteoklastogenesis jika jumlahnya
mencukupi menempel di tulang, sedangkan sitokin antiinflamasi IL-10 (diproduksi
oleh Tregs), Interferon/IFN (diproduksi oleh sel Th1) serta IL-4 dan IL-13 (diproduksi
oleh sel Th2) dapat menekan osteoklastogenesis.

4
5

Jika proses ini berlanjut maka inflamasi terus meluas ke dalam jaringan dan
meyebabkan rusaknya serabut dentogingiva dan puncak tulang alveolar, epitel
junsional migrasi ke apikal dan terbentuk poket periodontal disertai edema jaringan
ikat, dilatasi pembuluh darah, trombosis dan akhirnya inflamasi menyebar ke puncak
tulang alveolar dan menyebabkan resorpsi tulang alveolar. Kondisi inflamasi ini
disebut sebagai periodontitis. Pada kasus yang parah dapat terjadi supurasi dan gigi
menjadi goyang.
Selain faktor bakteri, faktor penyebab lainnya adalah kondisi sistemik antara
lain pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, penuaan atau menopause,
defisiensi vitamin, dan diabetes mellitus. Dalam hal ini dikemukakan bahwa defisiensi
vitamin D berperan penting dalam proses patogenesis penyakit periodontal.

2.2 Perbedaan Gingivitis dan Periodontitis (Klinis dan Radiologis)

Secara klinis, gingivitis tampak sebagai tahapan awal gangguan periodontal.


Secara klinis, gingiva akan tampak kemerahan, membengkak, dan mungkin terjadi
perdarahan ketika probing maupun secara spontan. Gingivitis biasanya tidak
menyebabkan akar terekspos, dan biasanya reversibel apabila ditangani dengan baik.
Periodontitis secara klinis tampak seperti gingivitis dengan derajat keparahan yang
biasanya lebih tinggi, disertai adanya poket periodontal pada pemeriksaan probing.
Periodontitis biasanya dapat menyebabkan eksposur akar atau resesi, dan pada tingkat
yang berat, periodontitis bersifat ireversibel.
Secara radiografis, gingivitis tidak memiliki gambaran khas karena hanya
memengaruhi jaringan lunak. Sementara pada kasus periodontitis akan tampak
gambaran kerusakan/destruksi tulang alveolar yang distribusi dan lokasinya berbeda-
beda, sesuai dengan jenis dari periodontitisnya. Kerusakan tulang dapat tampak secara
vertical, horizontal, maupun menunjukkan keterlibatan furkasi.

2.3 Penatalaksanaan Periodontitis pada Penderita DM

Pasien dengan diabetes membutuhkan special precautions sebelum menjalani


terapi periodontal. Dua tipe diabetes mayor adalah diabetes tipe 1 (insulin dependent)
dan tipe 2 (non-insulin dependent). Selama decade terakhir, manajemen medis telah
berubah secara signifikan dalam usaha untuk mengurangi komplikasi yang
6

berhubungan dengan penyakit ini. Pasien didukung untuk menjaga level glukosa
darahnya dengan ketat, melalui diet, suplemen oral, dan terapi insulin.
Jika klinisi mendeteksi tanda intraoral dari diabetes yang belum terdiagnosis
atau tidak terkontrol, dibutuhkan pemeriksaan menyeluruh. Tanda klasik dari diabetes
termasuk polidipsi (rasa haus terus-menerus), poliuri (buang air terus-menerus), dan
polifagi (rasa lapar terus-menerus, namun diikuti dengan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan). Jika pasien memiliki tanda dan gejala tersebut, atau jika
kecurigaan klinisi tinggi terhadap diagnosis diabetes pada pasien, dibtuhkan
pemeriksaan lanjutan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan laboratorium dan
konsultasi dengan dokter umum. Terapi periodontal memiliki tingkat kesuksesan yang
terbatas pada keberadaan diabetes yang tidak terdiagnosis atau tidak terkontrol.
Jika pasien dicurigai menderita diabetes yang tidak terdiagnosa, prosedur
berikut harus dilakukan:
1. Konsultasi dengan dokter umum pasien
2. Lakukan pemeriksaan laboratorium terhadap gula darah puasa dan gula darah
sewaktu
3. Hindari kemungkinan terjadinya infeksi orofasial akut atau infeksi gigi berat,
jika ada infeksi, segera lakukan tatalaksana untuk menghilangkan fokus
infeksi.
4. Ciptakan kondisi rongga oral yang baik melalui penghilangan plak dan
kalkulus secara non-bedah. Berikan oral hygiene instruction pada pasien.
Batasi perawatan yang lebih kompleks sebelum diagnosis ditegakkan dan
kontrol glikemi yang baik didapatkan.

Diabetes mellitus dapat didiagnosa melalui salah satu dari tiga metode
pemeriksaan laboratorium. Metode apapun yang dilakukan tetap harus dikonfirmasi
ulang dengan metode lain keesokan harinya menggunakan salah satu metode dibawah
ini.
1. Gejala diabetes disertai gula darah sewaktu sebesar > 200mg/dl. Gula darah
sewaktu dapat dicek kapan saja tanpa memerhatikan waktu terakhir pasien
makan. Gejala klasik diabetes termasuk poliuri, polidipsi, dan kehilangan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan.
7

2. Gula darah puasa > 126mg/dl. “Puasa” didefinisikan sebagai tidak adanya
intake kalori selama minimal 8 jam. (Gula darah puasa normal adalah 70-
100mg/dl)
3. Gula darah 2 jam postpandrial > 200mg/dl saat pemeriksaan toleransi glukosa
oral. Pemeriksaan harus dilakukan menggunakan glucose load yang
mengandung 75gr glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air (gula darah 2
jam postpandrial normal adalah kurang dari 140mg/dl)

Jika pasien diketahui mengidap diabetes, penting untuk mengetahui level


kontrol glikemik yang harus dicapai sebelum memulai perawatan periodontal. Gula
darah puasa dan gula darah sewaktu menentukan gambaran konsentrasi glukosa darah
saat darah diambil; pemeriksaan ini tidak menunjukkan kontrol glikemi jangka
panjang. Pemeriksaan primer digunakan untuk menilai kontrol glikemi pada pasien
diabetes merupakan glycosylated hemoglobin assay. Tersedia dua pemeriksaan
berbeda, yaitu pemeriksaan HbA1 dan HbA1c. Pemeriksaan ini menunjukkan
engukuran akurat mengenai rerata konsentrasi glukosa darah selama 2-3 bulan
terakhir. Tujuan terapeutik bagi pasien adalah untuk mendapatkan dan
mempertahankan kadar HbA1c dibawah 8%.
Infeksi periodontal mungkin memperparah kontrol glikemik pasien diabetes,
sehingga harus ditangani dengan sebaik mungkin. Pasien diabetes dengan
periodontitis harus menerima oral hygiene instructions, debridement mekanis untuk
menghilangkan faktor lokal, dan pemeliharaan berkala. Usahakan level HbA1c pasien
dibawah 10% sebelum dilakukan perawatan bedah. Antibiotik tidak dibutuhkan secara
rutin, meskipun bukti saat ini menyebutkan bahwa kombinasi antibiotic tetrasiklin
dengan scaling dan rootplaning dapat memengaruhi kontrol glikemik secara positif.
Jika pasien memiliki kontrol glikemik yang buruk dan perawatan bedah sangat
dibutuhkan, antibiotic profilaksis dapat diberikan. Jenis antibiotic yang sering
diberikan adalah penisilin. Evaluasi berkala setelah terapi aktif dibutuhkan untuk
menilai respon terhadap perawatan dan mencegah rekurensi periodontitis.
Hampir semua pasien diabetik menggunakan glucometer untuk memonitor
gula darahnya.
1. Pasien dianjurkan untuk membawa glukometernya ke klinik ketika akan
melakukan perawatan gigi. Pasien harus memastikan kadar gula darahnya
berada diatas ambang normal sebelum perawatan dental yang panjang. Pasien
8

dengan level gula darah kurang dari sama dengan batas normal mungkin
mengalami hipoglikemi saat perawatan. Dianjurkan bagi pasien untuk
mengonsumsi karbohidrat sebelum memulai terapi. Contoh: apabila
diperkirakan perawatan akan memakan waktu 2 jam dan kadar gula darah
praperawatan adalah 70mg/dl, maka dianjurkan untuk pasien mengonsumsi 4
oz jus buah untuk mencegah hipoglikemi selama perawatan. Jika glukosa
praperawatan terlalu tinggi, maka dokter gigi perlu menentukan apakah
kontrol glikemi pasien memang buruk belakangan ini. Hal ini daapt dilakukan
melalui anamensis dan menenntukan nilai HbA1c terkini. Jika kontrol glikemi
memang buruk selama beberapa waktu terakhir, prosedur perawatan dapat
ditunda sampai kadar glikemik telah terkontrol. Jika kadar glikemik telah
terkontrol dan hasil pemeriksaan glucometer baik, prosedur bedah periodontal
dapat dilakukan.
2. Jika prosedur berlangsung selama beberapa jam, penting untuk memeriksa
level gula selama prosedur perawatan untuk meyakinkan bahwa pasien tidak
mengalami hipoglikemi
3. Setelah prosedur selesai, gula darah dapat diperiksa Kembali untuk melihat
gambaran fluktuasinya dalam jangka waktu tertentu
4. Setiap pasien merasakan gejala hipoglikemi, dokter harus langsung memeriksa
level gula darah untuk mencegah terjadinya hipoglikemia berat

Seiring dengan berkembangnya manajemen medis bagi pasien diabetes


insidensi hipoglikemia berat meningkat. Dokter harus menanyakan pada pasien
diabetes mengenai riwayat episode hipoglikemi. Hipoglikemi lebih sering terjadi pada
pasien dengan kontrol glikemi yang baik. Saat merencanakan perawatan dental, lebih
baik untuk menjadwalkan pasien sebelumatau sesudah periode puncak aktivitas
insulin. Hal ini memerlukan pengetahuan farmakodinamis dari obat-obatan yang
dikonsumsi oleh pasien diabetes. Pasien yang mengonsumsi insulin berisiko paling
tinggi mengalami hipoglikemi, diikuti dengan pasien yang mengonsumsi agen
sulfonylurea. Metformin dan tiazolidinedion umumnya tidak menyebabkan
hipoglikemi.
Insulin diklasifikasikan menjadi rapid-acting, short-acting, intermediate-
acting, atau long-acting. Kategori tersebut bergantung pada onset, dan puncak, dan
durasi aktivitasnya. Penting bagi dokter gigi untuk menyediakan insulin yang sesuai
9

dengan yang biasa digunakan oleh pasien., jumlahnya, berapa kali per hari, dan waktu
penggunaan terakhir. Perawatan periodontal lebih baik dijadwalkan menjauhi waktu
puncak aktivitas insulin. Memeriksa kadar gula darah pra-perawatan menggunakan
glucometer, memeriksa secara berkala selama prosedur panjang, dan memeriksanya
lagi selesai prosedur memberikan gambaran yang lebih baik bagi dokter gigi dalam
memahami farmakodinamis insulin dan membantu mencegah hipoglikemi.
Jika hipoglikemi terjadi dalam perawatan dental, terapi harus langsung
dihentikan. Segera periksa level gula darah jika ada glucometer. Tatalaksana
perawatannya adalah sebagai berikut:
1. Berikan pada pasien 15gr karbohidrat oral, dapat berupa:
a. 4-6 oz jus atau soda
b. 3 atau 4 sendok gula pasir
c. Permen yang mengandung 15gr gula
2. Jika pasien tidak mampu makan/minum, atau jika pasien dalam pengaruh
sedasi
a. Berikan 25-30 ml dextrose IV 50%, atau
b. Berikan 1 mg glucagon IV (glucagon menghasilkan pelepasan cepat
dari glukosa yang tersimpan dalam liver), atau
c. Berikan 1 mg glucagon intramuscular atau subkutan

Karena terapi periodontal mungkin menyebabkan pasien tidak bisa makan

dalam kurun waktu tertentu, peneysuaian dosis insulin atau agen oral mungkin

dibutuhkan. Penting untuk menganjurkan pasien makan sebelum perawatan dental.

Konsumsi insulin tanpa makan terlebih dahulu merupakan penyebab hipoglikemi

yang paling umum.

2.4 Treatment Plan Kasus Berdasarkan Kaidah Ilmu Periodonsia


Terapi fase I:
- OHI DHE
- Scaling & root planning
- Kontrol 2 kali (1 minggu dan 1 bulan)
- Restorasi (gigi a/r)
10

- Occlusal adjustment (gigi 44/14, 45/15, 46/16)


Terapi fase II:
- Flap kuretase
Terapi fase III:
- GTSL
Terapi fase IV:
- Home care
- Kontrol berkala 6 bulan sekali ke dokter gigi

2.5 Kondisi – Kondisi Sistemik yang Menjadi Faktor Pemicu Periodontitis


1. Gangguan endokrin dan perubahan hormonal
- Diabetes melitus
- Sindrom metabolik
- Hormon pada wanita
- Hiperparatiroidisme
2. Gangguan hematologi dan defisiensi imun
- Gangguan leukosit (neutrophil)
- Leukeumia
- Anemia
- Trombositopenia
- Gangguan defisiensi antibodi
3. Gangguan genetik
- Chediak-Higashi syndrome
- Lazy leukocyte syndrome
- Defisiensi adhesi leukosit
- Papillon-Lefevre syndrome
- Down syndrome
4. Stres dan gangguan psikosomatis
- Stres psikososial, depresi dan coping
- Stress-induced immunosuppression
- Pengaruh stres pada hasil terapi periodontal
- Pengaruh psikiatri pada self-inflicted injury
11

5. Pengaruh nutrisi
- Defisiensi vitamin yang larut dalam lemak (fat soluble)
- Defisiensi vitamin yang larut dalam air (water soluble)
- Defisiensi protein
6. Medikasi/obat-obatan
- Bifosfonat
- Kortikosteroid
7. Kondisi sistemik lain
- Osteoporosis
- Penyakit jantung bawaan
- Hypophosphatasia
- Keracunan logam

2.6 Modalitas Radiografi yang Digunakan pada Kasus


Penggunaan citra intraoral dalam evaluasi penyakit periodontal dapat
ditingkatkan dengan menghasilkan citra dengan kualitas teknis yang tinggi.
Interproksimal (bitewing), dalam beberapa kasus bitewing vertikal, dan radiografi
periapikal berguna untuk mengevaluasi periodonsium.
Dalam hal ini, terlihat adanya resesi gingiva, poket periodontal yang dalam (>
5 mm) dan mobilitas gigi terlihat, sehingga pemeriksaan seperti radiografi panoramik
diperlukan untuk penilaian diagnostik awal. Meskipun resolusi dan ketajaman
radiografi panoramik kurang dari radiografi intraoral, proyeksi panoramik
memberikan visualisasi rahang yang lebih luas dan struktur anatomi yang berdekatan.
Unit panorama tersedia secara luas, membuat teknik pencitraan ini berguna dan
populer sebagai instrumen skrining dan penilaian untuk estimasi awal krista alveolar
dan batas kortikal kanal mandibula, sinus maksilaris, dan fossa hidung.

Radiografi yang dapat dilakukan untuk kasus di atas, antara lain :


1. Radiografi panoramik
2. Radiografi periapikal
3. Radiografi bitewing
12

Terdapat beberapa jenis radiografi panoramik yang umumnya digunakan antara lain:

1. Radiografi panoramik konvensional

Radiografi panoramik konvensional yaitu jenis radiografi panoramik yang


dalam pembuatannya masih menggunakan proses manual yaitu secara kimiawi
dengan cara mencelupkan film ke dalam cairan developer.

2. Radiografi panoramik digital

Radiografi panoramik digital yaitu jenis radiografi panoramik yang dalam


pembuatannya menggunakan alat digital dan langsung dapat dilihat pada
computer.

Gambar 1. Radiografi panoramik digital dan konvensional


13

2.7 Indikasi dan Kontraindikasi Modalitas Radiografi yang Digunakan


A. Radiografi Panoramik

Indikasi
1. Mengevaluasi keseluruhan gigi
2. Pemeriksaan patologi intraoseus, seperti kista, tumor, atau infeksi
3. Mengevaluasi sendi temporomandibular
4. Mengevaluasi posisi gigi impaksi
5. Mengevaluasi erupsi gigi permanen
6. Pemeriksaan trauma dentoalveolar
7. Melihat perkembangan maksilofasial

Kontraindikasi
1. Untuk melihat lesi karies yang kecil
2. Untuk melihat lesi periapical
3. Untuk melihat jaringan periodontal

Keuntungan
1. Memiliki cakupan yang luas dari tulang wajah dan gigi
2. Dosis radiasi yang rendah
3. Memiliki kemudahan dalam melakukan teknik radiografi panoramic
4. Dapat digunakan pada pasien dengan trismus atau pasien yang tidak dapat
mentolerir intraoral radiografi
5. Teknik yang dilakukan cepat dan nyaman
6. Bantuan visual yang dapat berguna dalam Pendidikan pasien dan
presentasi kasus

Kerugian
1. Gambar resolusi rendah yang tidak memberikan detail halus yang dapat
diberikan oleh radiografi intraoral
2. Pembesaran di seluruh gambar tidak sama, yang dapat menyulitkan untuk
pengukuran linier
14

3. Gambar merupakan superimposisi dari gambar nyata, terlihat ganda dan


berbayang, serta memebutuhkan ketelitian visualisasi untuk dapat
menguraikan detail anatomi dan adanya patologi
4. Memerlukan pemosisian pasien yang akurat untuk menghindari kesalahan
pemosisian dan artefak
5. Sulit untuk mencitrakan kedua rahang jika pasien mengalami perbedaan
maxillomandibular yang parah

B. Radiografi Bitewing:

Indikasi:
1. Deteksi adanya karies
2. Melihat perkembangan karies
3. Pemeriksaan kepadatan restorasi
4. Pemeriksaan jaringan periodontal

Kontraindikasi
1. Untuk menentukan panjang akar
2. Pada pasien yang tidak dapat membuka mulut

Keuntungan:
1. Sederhana
2. Murah
3. Bitewing tab sekali pakai / disposable, sehingga tidak perlu prosedur
tambahan kontrol infeksi silang
4. Dapat digunakan dengan mudah untuk pasien anak

Kerugian:
1. Kepala tabung sinar-x untuk peletakan sudut horizontal dan vertical
bergantung pada operator
2. Radiografi tidak dapat direproduksi, sehingga tidak cocok untuk memantau
perkembangan karies
3. Sering terjadi coning off atau cone cutting pada bagian anterior
4. Lidah dapat dengan mudah memindahkan paket film
15

Menggunakan holder paket film simple


Keuntungan:
1. Sederhana
2. Paket film dipegang dengan kuat pada posisinya dan tidak bisa tergeser
oleh lidah
3. Posisi kepala tabung sinar-x ditentukan oleh pemegang, sehingga tidak
terlalu bergantung pada operator, pastikan bahwa sinar x-ray selalu pada
sudut yang benar ke paket film
4. Menghindari coning off atau cutting of pada bagian anterior film
5. Holder dapat di autoclave atau dapat juga disposable

Kerugian:
1. Posisi holder bergantung pada operator, oleh karena itu tidak 100% dapat
direproduksi, sehingga masih tidak ideal untuk memantau perkembangan
karies
2. Saat memposisikan holder film mungkin tidak nyaman bagi pasien
3. Beberapa holder relative mahal
4. Holder biasanya tidak cocok untuk anak-anak

C. Periapikal
Indikasi
1. Deteksi infeksi / peradangan apical
2. Penilaian status periodontal
3. Setelah trauma pada gigi yang berasosiasi pada tulang alveolar 

4. Penilaian keberadaan dan posisi gigi yang tidak erupsi


5. Penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi  
6. Selama endodontik
7. Penilaian pra dan pasca operasi apikal
8. Evaluasi terperinci dari kista apikal dan lesi lain di dalam tulang alveolar
9. Evaluasi implan pasca operasi
16

Keuntungan
1. Posisi paket film cukup nyaman untuk pasien pada semua area mulut.
2. Penentuan posisi relatif sederhana dan cepat.
3. Jika semua angulasi dinilai dengan benar, gambaran gigi akan memiliki
panjang yang sama dengan gigi itu sendiri dan harus memadai (tetapi tidak
ideal) untuk sebagian besar tujuan diagnostik.

Kerugian
1. Banyak variabel yang terlibat dalam teknik ini sehingga sering kali
mengakibatkan gambar terdistorsi dengan buruk.
2. Angulasi vertikal yang salah akan mengakibatkan gambar memendek atau
memanjang.  
3. Tingkat tulang periodontal kurang terlihat.
4. Bayangan  zygomatic buttress sering kali menutupi akar gigi molar atas.
5. Sudut horizontal dan vertikal harus dinilai untuk setiap pasien dan
diperlukan keterampilan yang cukup.
6. Tidak mungkin mendapatkan tampilan yang dapat direproduksi.
7. Coning off atau cone cutting dapat terjadi jika central ray tidak diarahkan
ke tengah film, terutama jika menggunakan rectangular collimation.
8. Angulasi horizontal yang salah akan menyebabkan tumpang tindih
mahkota dan akar.
9. Mahkota gigi sering terdistorsi, sehingga seringkali terdeteksi seperti
karies proksimal 
10. Akar bukal dari gigi premolar dan molar rahang atas memendek

2.8 Prosedur Dilakukannya Teknik Radiografi pada Kasus


A. Persiapan pasien
 Pasien harus diminta untuk melepas anting, perhiasan, jepit rambut, kaca mata,
gigi tiruan atau peralatan ortodontik.
 Prosedur dan pergerakan peralatan harus dijelaskan, untuk meyakinkan pasien
dan jika perlu gunakan uji paparan untuk menunjukkan kepada mereka
gerakan mesin.
17

B. Persiapan peralatan
 Kaset yang berisi film atau pelat fosfor harus dimasukkan ke dalam alat
rakitan (jika sesuai).
 Operator harus mengenakan sarung tangan pelindung yang sesuai (misalnya
lateks atau nitril).
 Collimation harus diatur ke ukuran bidang yang dibutuhkan.
 Faktor paparan yang tepat harus dipilih sesuai dengan ukuran pasien -
biasanya dalam kisaran 70–90 kV dan 4–12 mA. Pentingnya penentuan posisi
pasien yang akurat

C. Posisi pasien
 Pasien harus diposisikan di unit sehingga tulang belakang mereka lurus dan
diinstruksikan untuk memegang penyangga atau pegangan penstabil yang
disediakan.
 Pasien harus diinstruksikan untuk menggigit gigi insisivus atas dan bawah
edge-to-edge pada bite-peg dengan dagu menyentuh penyangga dagu dengan
baik.
 Kepala harus diimobilisasi dengan menggunakan penyangga pelipis.
 Light beam marker harus digunakan sehingga bidang mid-sagital vertikal,
bidang Frankfort horizontal dan cahaya pada kaninus terletak di antara gigi
insisivus lateral atas dan gigi kaninus.
 Pasien harus diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah
mereka di langit-langit mulut sehingga menyentuh langit-langit keras dan tidak
bergerak selama siklus eksposur (sekitar 15-18 detik)
18

Gambar 2. Pasien diposisikan di Planmeca PM2002. Perhatikan bite-peg, penyangga dagu,


dan pelipis, serta tiga light-beam marker untuk memfasilitasi posisi yang akurat.

D. Poin penting yang diperhatikan

 Radiografi panoramik umumnya dianggap tidak sesuai untuk anak di bawah

enam tahun, karena lamanya paparan dan pasien harus tetap diam

 Apron pelindung timah tidak boleh digunakan. Di Inggris, Catatan Panduan

2001 menegaskan untuk tidak menggunakan Apron pelindung timah. Jika

digunakan, apron pelindung timah dapat mengganggu hasil gambar akhir.

E. Setelah paparan
 Penyangga pelipis harus terlepas secara otomatis untuk memungkinkan pasien
meninggalkan mesin.
 Peralatan harus dibersihkan dengan desinfektan dan bite-peg disterilkan.
 Sarung tangan harus dibuang sebagai limbah klinis.
 Film atau pelat fosfor harus diproses.
19

Pentingnya penentuan posisi pasien yang akurat


Penempatan kepala pasien dalam jenis peralatan ini sangat penting - kepala
harus diposisikan secara akurat sehingga gigi terletak di dalam focal trough. Efek dari
menempatkan kepala terlalu jauh ke depan, terlalu jauh ke belakang atau secara
asimetris dalam kaitannya dengan palung fokus ditunjukkan pada Gambar 3. Bagian
rahang di luar focal trough akan keluar dari fokus. Sinar X berbentuk kipas
menyebabkan malposisi pasien ditunjukkan terutama sebagai distorsi pada bidang
horizontal, yaitu gigi tampak terlalu lebar atau terlalu sempit daripada memendek atau
memanjang. Jadi, jika pasien diputar ke kiri, gigi kiri lebih dekat dengan film dan
akan lebih sempit, sedangkan gigi di kanan akan lebih jauh dari film dan lebih lebar.
Betapapun akuratnya posisi kepala pasien, kemiringan gigi-geligi insisivus, atau pola
dasar kerangka yang mendasari, dapat membuat gigi mandibula dan maksila tidak
dapat ditempatkan secara ideal dalam koridor fokal (lihat Gambar 4).

Gambar 3. Diagram yang menunjukkan posisi mandibula dalam kaitannya dengan focal
trough jika posisi pasien tidak benar. A Pasien terlalu dekat dengan film dan di depan focal
trough. B Pasien terlalu jauh dari film dan di belakang focal trough. C dan D Pasien
ditempatkan secara asimetris di dalam mesin
20

Gambar 4. Diagram yang menunjukkan dinding vertikal focal trough di regio insisivus dan
posisi relatif gigi dengan kelainan gigi atau rangka yang mendasari berbeda. A Kelas I. B
Gross kelas II divisi 1 maloklusi dengan overjet besar. Dasar kerangka kelas II Angle C.
Dasar kerangka kelas III D Angle. Area berbayang di luar focal trough akan menjadi kabur
dan tidak fokus.

Prosedur radiografi intraoral

1. Menyapa pasien dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur radiografik,


bahaya sinar x yang akan dilakukan secara singkat dan jelas.
2. Semua benda-benda yang dapat mengganggu regio yang akan diperiksa seperti
kacamata, gigi tiruan lepasan atau perhiasan di kepala dan leher dilepaskan.
3. Melakukan persiapan pasien dan operator meliputi:
a. Apron
b. Sarung tangan dan masker
c. Alat dasar
d. Alkohol dan kapas
e. Film intraoral, ukuran menyesuaikan gigi yang akan di foto
radiografi
4. Atur pesawat sesuai proyeksi dan posisi tube head sesuai regio sehingga siap
digunakan segera setelah penempatan film.
5. Periksa rongga mulut pasien, lihat secara keseluruhan, amati inklinasi gigi dan
perhatikan apakah ada hambatan yang dapat mempersulit penempatan film.
6. Atur posisi kepala pasien sesuai tujuan dan proyeksi.
a. Sesuaikan posisi kursi sehingga posisi tubuh pasien tegak. Ketinggian kursi
disesuaikan agar posisi operator dapat melakukan pengambilan foto
21

b. Sesuaikan posisi headrest, sehingga midsagital plane pasien tegak lurus lantai
c. Occlusal plane

Pasien diposisikan sehingga ketika mulut terbuka dan film sudah diletakkan
pada mulut, occlusal plane pada rahang yang akan diradiografi harus sejajar dengan
lantai. Untuk proyeksi di rahang bawah posisi pasien sedikit menonggak, sehingga
dapat diperoleh posisi occlusal plane yang sejajar dengan lantai.

a. Metode bisektris atau garis sudut

1. Pastikan semua persiapan terpenuhi


2. Masukan film ke dalam mulut pasien sesuai regio yang akan diperiksa
3. Bagian depan film menghadap obyek, hati-hati jangan terbalik
4. Pengaturan posisi film, secara umum posisi film diletakkan sesuai regio atau
tujuan pemeriksaan, pengaturan posisi kepala dan sudut penetrasi
5. Instruksikan pasien agar menahan (jangan menekan) film dengan jari telunjuk
dan jempol pasien, disesuaikan dengan regio yang akan di foto
6. Arahkan tabung sinar-x dan atur besarnya sudut sesuai kasus (pasien) dan
regio yang diperiksa. Arahkan sinar-x tegak lurus garis bagi antara sumbu
gigi dan film dan secara horizontal sinar-x sejajar interdental gigi
7. Periksa kembali posisi pasien, instruksikan diam dan jangan bergerak selama
penyinaran dan operator kembali ke ruangan
8. Atur waktu penyinaran (sec) sesuai regio kasus
9. Tekan tombol penyinaran, pastikan sampai tanda penyinaran selesai
10. Keluarkan film dari mulut pasien, bersihkan film dari saliva

Menentukan sudut tabung


Terdapat 2 sudut :
1. Sudut vertikal
Adalah sudut yang dibentuk antara tabung dengan bidang oklusal
- Bila sudut diatas bidang oklusal maka nilainya positif
- Bila sudut sejajar bidang oklusal maka nilainya 0
- Bila sudut dibawahbidang oklusal maka nilainya negatif
22

Sudut vertikal untuk RA :


- Gigi 11 dan 12 adalah 55o sampai 60o
- Gigi C adalah 45o sampai 50o
- Gigi P1 dan P2 adalah 40o sampai 45o
- Gigi M1, M2, dan M3 adalag 25o sampai 30o

Sudut vertikal untuk RB :


- Gigi 11 dan 12 adalah -5o sampai 10o
- Gigi C adalah -10o sampai -15o
- Gigi P1 dan P2 adalah 0o sampai -15o
- Gigi M1, M2 dan M3 adalah -15o

2. Sudut horizontal
Sudut yang dibentuk antara tabung dan bidang sagital
- Gigi 11 dan 12 adalah 0o
- Gigi C adalah 45o
- Gigi P1 dan P2 adalah 75o
- Gigi M1, M2 dan M3 adalah 90o

Untuk sudut horizontal RA dan RB sama

Penentuan titik penetrasi


- Rahang atas
Tentukan garis khayal rahang atas, yaitu garis khayal yang menghubungkan
cuping hidung dan tragus
Titik penetrasi
a. Gigi 1 dan 2 pada foto pada fosa nasalis
b. Gigi 3 pada tepi dari cuping hidung
c. Gigi 4 tepat di tengah pupil mata
d. Gigi 5, 1 cm ke posterior dari gigi 4
e. Gigi 6, sudut mata terakhir
f. Gigi 7, 1 cm ke posterior dari gigi 6
g. Gigi 8, 1 cm ke posterior dari gigi 7
23

- Rahang bawah
o Tentukan garis khayal pada rahang bawah yaitu 0,5 cm dari batas rahang
bawah
o Proyeksikan titik-titik dari rahang atas pada garis khayal rahang bawah

b. Metode paralel
1. Pasikan semua persiapan sudah terpenuhi
2. Atur posisi film holder, pastikan posisinya tepat
3. Sesuaikan film di film holder di dalam mulut pasien sesuai regio
4. Pastikan posisi film sejajar sumbu gigi, atur gigitan pasien pada bite tab
dengan tepat
5. Arahkan tabung sinar-x sesuai indikator, hingga pusat jatuh sinar-x tegak lurus
sumbu gigi dan film
6. Periksa kembali posisi pasien, instruksikan diam dan jangan bergerak selama
penyinaran dan operator kembali ke ruangan
7. Atur waktu penyinaran sesuai regio dan kasus
8. Tekan tombol penyinaran (expose button), tunggu sampai tanda selesai
9. Setelah penyinaran selesai :
- Keluarkan film dan film holder dari mulut pasien
- Instruksikan pasien untuk menunggu di luar
- Lepaskan film dari film holder
- Bersihkan film dari saliva dengan menggunakan tissue
- Letakkan film yang sudah terpapar sesuai nomor urut di surat konsul
- Cuci dan sterilkan film holder sterilkan dengan menggunakan alkohol 90%
- Kembalikan ke tempatnya semula
- Operator melepaskan sarung tangan, membuangnya di tempat sampah.
Kemudian mencuci tangan dan memakai sarung tangan baru pada
pemeriksaan pasien berikutnya.
24

Prosedur radiografi bitewing


1. Persiapkan film atau pelat fosfor dengan ukuran yang sesuai dipilih dan tab
dipasang, diorientasikan secara tepat untuk proyeksi horizontal atau vertikal
a. Paket film / pelat fosfor besar (31 × 41 mm) untuk orang dewasa
b. Paket film / pelat fosfor kecil (22 × 35 mm) untuk anak di bawah 12
tahun. Setelah gigi geraham permanen kedua tumbuh, diperlukan
ukuran dewasa
c. Kadang-kadang paket film / plat fosfor panjang (53 × 26 mm)
digunakan untuk orang dewasa.
2. Kepala pasien diposisikan dan bidang oklusal horizontal.
3. Bentuk lengkung gigi dan jumlah film perlu dipertimbangkan.
4. Operator memegang tab antara ibu jari dan telunjuk dan memasukkan reseptor
gambar ke dalam sulkus lingualis di seberang gigi posterior.
5. Tepi anterior dari reseptor gambar harus ditempatkan lagi di distal kaninus
bawah - dalam posisi ini, tepi posterior paket film biasanya meluas tepat di
mesial gigi molar tiga bawah.
6. Tab dipasang pada permukaan oklusal gigi bawah.
7. Pasien diminta untuk menutup gigi dengan kuat pada tab.
8. Saat pasien menutup gigi, operator menarik tab dengan kuat di antara gigi
untuk memastikan bahwa reseptor gambar dan gigi bersentuhan.
9. Operator melepaskan tab.
10. Operator menilai sudut horizontal dan vertikal dan memposisikan kepala
tabung sinar-X sehingga berkas sinar-X diarahkan langsung melalui area
kontak, pada sudut kanan ke gigi dan reseptor gambar, dengan kira-kira 5–8 °
angulasi vertikal ke bawah.
11. Eksposur dibuat.
12. Jika diperlukan, prosedur ini diulangi untuk gigi premolar dengan reseptor
citra baru dan posisi kepala tabung sinar-X.
25

Radiograf sangat membantu dalam evaluasi fitur-fitur berikut:


• Jumlah tulang yang ada
• Kondisi puncak alveolar
- Melihat adanya penurunan puncak tulang alveolar atau tidak
- Gambaran radioopak yang berbentuk seperti anyaman. Tulang alveolar yang
berbentuk meruncing dan terletak diantara 2 gigi disebut puncak tulang
alveolar, gambarannya lebih radioopak
- Cara mengukur : tandai puncak tulang alveolar dan CEJ dengan menggunakan
pensil, kemudian ukur jaraknya menggunakan penggaris, normalnya adalah 1-
2 mm, jika lebih dari 3 mm maka terjadi penurunan tulang. Sedangkan untuk
mengetahui penurunannya secara vertikal atau horizontal dengan cara menarik
garis, jika kedua garis pada puncak tulang alveolar dan CEJ berhimpit maka
terjadi penurunan secara vertikal, sedangkan jika bertemu atau bersilangan
maka terjadi penurunan secara horizontal. Contoh : terdapat penurunan puncak
tulang alveolar secara vertikal sebesar 4 mm.

• Kehilangan tulang di area furkasi. Melihat adanya resorpsi , melihat apakah terdapat
pelebaran membran periodontal yang sudah mencapai ½ atau 1/3 akar
• Lebar ruang ligamen periodontal
- Melihat adanya pelebaran membran periodontal atau tidak
- Gambaran radiolusen, tepat menempel pada akar gigi
- Pada gambaran normal terdapat garis tipis tidak terputus
- Tampak mulai dari batas CEJ sampai dengan apikal
- Pada keadaan inflamasi atau infeksi, gambaran membran periodontal
akan terganggu, bisa melebar atau bahkan menghilang

2.9. Penilaian Radiografis pada Kasus


• Faktor iritasi lokal yang meningkatkan risiko penyakit periodontal
- Kalkulus
- Restorasi dengan kontur yang buruk atau terlalu panjang
• Panjang akar dan morfologi serta rasio mahkota-akar
• Kontak interproksimal yang terbuka, yang mungkin menjadi tempat impaksi
makanan
26

• Pertimbangan anatomi
- Posisi sinus maksilaris dalam hubungannya dengan deformitas
periodontal
- Gigi hilang, supernumary, impaksi, dan tipping
• Pertimbangan patologis
- Karies
- Lesi periapical
- Resorpsi akar

Anda mungkin juga menyukai