Anda di halaman 1dari 7

ARSITEKTUR KOTA & PEMUKIMAN 1

NUR ICHWANI PRATIWI


034 20190012
C3
TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MASALAH SOSIAL DIPERKOTAAN

1. MASALAH LALU-LINTAS
Kemacetan di Wilayah Perkotaan dan Dampak terhadap Sistem Logistik
Kota adalah pusat ide, perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan, produktivitas,
pengembangan sosial, dan banyak lagi. Hal ini menyebabkan munculnya
kecenderungan peningkatan urbanisasi yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut
United Nations (2020), jumlah populasi yang tinggal di dalam kota diproyeksikan
meningkat menjadi 5 miliar orang pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan
pentingnya perencanaan dan pelaksanaan manajemen kota yang efisien untuk
menghadapi tantangan yang dibawa oleh urbanisasi.

Setengah dari jumlah populasi manusia, yaitu 3,5 miliar tinggal di wilayah
perkotaan. Berdasarkan data Worldometers (2019), persentase penduduk
Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan adalah sebesar 55,8% atau 150,9 juta
jiwa dari total penduduk Indonesia yang sebesar 270,6 juta jiwa. Tingginya
populasi di wilayah perkotaan tersebut menyebabkan tingginya permintaan
terhadap kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang harus dipenuhi.

Mengingat padatnya populasi wilayah perkotaan tersebut, maka hampir seluruh


kebutuhan terhadap pangan dipasok dari luar wilayah perkotaan. Hal tersebut
disebabkan karena lahan di wilayah perkotaan digunakan untuk perumahan.
Pemenuhan kebutuhan pangan dari luar wilayah perkotaan menuju wilayah
perkotaan membutuhkan perancangan sistem logistik yang efektif dan efisien.
Tantangan perancangan sistem logistik tersebut semakin besar mengingat wilayah
perkotaan tengah menghadapi permasalahan yang semakin lama semakin parah,
yaitu kemacetan lalu lintas.

Kemacetan muncul ketika permintaan untuk perjalanan melebihi kapasitas


maksimum jaringan transportasi. Tersedia berbagai cara untuk mengukur
kemacetan. Misalnya, kemacetan bisa dikatakan terjadi ketika kecepatan
kendaraan rata-rata turun di bawah ambang batas selama periode waktu tertentu.
Kemacetan juga dapat diukur dalam hal waktu perjalanan tambahan yang
diperlukan selama durasi normal dengan lalu lintas yang mengalir bebas.
Beberapa lembaga mengukur kemacetan sebagai volume lalu lintas terhadap
kapasitas fasilitas transportasi pada waktu tertentu (Asian Development Bank,
2019).
Berdasarkan Asian Development Bank (2019), tiga kota paling macet di Indonesia
berturut-turut adalah Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Kerugian yang disebabkan
kemacetan di Indonesia, menurut Bank Dunia, mencapai paling sedikit US$ 4
miliar atau setara dengan 0,5% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
(Victoria, 2019). Hal tersebut menunjukkan tingkat kemacetan yang tinggi dari
aktivitas transportasi yang berlangsung di wilayah perkotaan.

Alasan pentingnya perancangan sistem logistik yang efektif dan efisien di wilayah
perkotaan adalah agar pemenuhan kebutuhan penduduk di wilayah perkotaan
tidak menambah kemacetan yang sudah tinggi tersebut. Hal ini mengingat dalam
sistem logistik terdapat aktivitas transportasi. Semakin tinggi permintaan atau
kebutuhan sebuah wilayah perkotaan, maka semakin tinggi pula aktivitas
transportasi yang terjadi.

Menurut Taniguchi, dkk. (2001), terdapat lima alternatif yang dapat digunakan
untuk merancang sistem logistik yang efektif dan efisien serta tidak menambah
kemacetan di wilayah perkotaan. Lima alternatif tersebut adalah:

1. Sistem informasi maju


Contohnya adalah penggunaan sistem berbasiskan satelit untuk
mengumpulkan data serta selanjutnya mengolah dan menganalisis data
tersebut untuk merancang sistem logistik di wilayah perkotaan.
2. Sistem transportasi barang kooperatif
Sistem transportasi barang kooperatif bertujuan untuk mengurangi jumlah
truk yang digunakan untuk mengumpulkan atau mengirimkan jumlah
barang yang sama.
3. Terminal logistik umum
Terdapat beberapa istilah lain yang dekat dengan istilah terminal logistik
umum, yaitu urban consolidation center, city distribution center, city
consolidation center, dan urban freight consolidation. Terminal logistik
umum yang berada di area perkotaan dapat membantu dalam
mempromosikan sistem transportasi barang kooperatif.
4. Pengendalian faktor beban
Pengendalian muatan untuk truk penjemputan atau pengiriman merupakan
sebuah inisiatif yang relatif baru dibandingkan dengan regulasi
konvensional seperti batasan berat kendaraan, rancangan waktu untuk truk
yang dapat memasuki pusat kota, dan pengendalian emisi kendaraan.
5. Sistem transportasi barang bawah tanah
Sistem transportasi barang bawah tanah merupakan solusi inovatif untuk
permasalahan transportasi barang.
Menurut saya, selain dengan menjalankan beberapa alternatif menurut
Taniguchi, dkk. (2001) tersebut, perlu diiringi dengan sosialisasi masyarakat
dan pembatasan jumlah kendaraan bermotor tiap keluarga, agar
meminimalisir terjadinya kemacetan yang lebih tinggi.

2. MASALAH PENGEMBANGAN DAERAH INDUSTRI DAN


PEMUKIMAN

Perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar, sampai dengan saat ini sebagian
besar disediakan secara mandiri oleh masyarakat baik membangun sendiri maupun
sewa kepada pihak lain. Kendala utama yang dihadapi masyarakat pada umumnya
keterjangkauan pembiayaan rumah. Di lain pihak, kredit pemilikan rumah dari
perbankan memerlukan berbagai persyaratan yang tidak setiap pihak dapat
memperolehnya dengan mudah serta suku bunga yang tidak murah.
Isu Pembangunan Perumahan dan Permukiman
isu-isu perkembangan permukiman yang ada pada saat ini adalah :

1. perbedaan peluang antar pelaku pembangunan yang ditunjukkan oleh


ketimpangan pada pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan,
perumahan dan ruang untuk kesempatan berusaha;
2. konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada
suatu kelompok dalam pembangunan perumahan dan permukiman;
3. alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan
yang cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada
alokasi tanah dan ruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan
pembangunan lain dan kondisi ekologis daerah yang bersangkutan;
4. terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami tingkat
urbanisasi dan industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam;
5. komunitas lokal tersisih akibat orientasi pembangunan yang terfokus pada
pengejaran target melalui proyek pembangunan baru, berorientasi ke pasar
terbuka dan terhadap kelompok masyarakat yang mampu dan
menguntungkan.
6. urbanisasi di daerah tumbuh cepat sebagai tantangan bagi pemerintah untuk
secara positif berupaya agar pertumbuhan lebih merata;
7. perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh
dengan mengabaikan sektor lainnya seperti sektor pertanian, hal ini
berakibat pada semakin tingginya alih fungsi lahan sawah. Ironisnya alih
fungsi terjadi pada sawah lestari, dengan lokasi yang relatif datar/landai
cocok untuk pengembangan permukiman atau industri/perdagangan; dan
8. marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global.
Menurut saya permasalahan ini dapat diatasi dengan perencanaan dan
pengolahan kota yang lebih tepat, peningkatan pembangunan diwilayah
pedesaan juga perlu diperhatikan sehingga beberapa desa tidak tertiggal
yang kemudian memicuh terjadi banyaknya perpindahan penduduk dari
desa ke kota karena kurangnya fasilitas yang mereka dapatkan.

3. MASALAH PEMBEBASAN TANAH

Pembangunan jembatan dan jalan ruas Genting Gerbang-Sp Uning di Kp. Uning
Pegantungen Kec.Bies, Aceh Tengah yang pembebasan tanahnya mengunakan
anggaran milyaran rupiah (sumber APBK) menyisakan masalah soal ganti rugi
tanah milik masyarakat.

Informasi diperoleh media ini, dari 29 orang yang ditetapkan sebagai penerima
hak ganti rugi tanah, 1 diantaranya mendapat komplain dari seorang warga
setempat selaku ahli waris pemilik tanah atas nama (Alm) Thaleb Aman Banta
Cut.

“Ada kejanggalan dalam ganti rugi atas tanah bersertifikat SHM 20 milik kakek
kami Thaleb. Dimana, penerimaan dana ganti rugi senilai Rp281.544.000, oleh
pihak Dinas Pertanahan tidak melibatkan Murniati, keluarga kami selaku ahli
waris,” kata Ilham, ahli waris Thaleb Aman Banta Cut, kepada LeuserAntara.
Com, Rabu, (11/11).

Menurutnya, Dinas Pertanahan Aceh Tengah dalam hal ganti rugi tanah
dimaksud, malah menyerahkan pencairan dana kepada Amiruddinsyah. Yang
mana saat ini Amiruddin adalah ketua panitia mesjid Kampung Uning
Pegantungen yang bukan ahli waris pemilik tanah.

“Kami ahli waris sangat keberatan dan dirugikan, Apalagi, Amirudinsyah diduga
memberikan keterangan palsu seolah-olah tanah dengan dokumen SHM 20 adalah
miliknya secara keseluruhannya. Amiruddin membuat pengakuan palsu
dibuktikan melalui dokumen serah terima dana ganti rugi,” jelas Ilham sembari
menunjukan dokumen tanda terima ganti rugi dari Dinas Pertanahan.
Ditambahkan, bahwa ganti rugi yang dilakukan oleh Dinas Pertanahan hanya
berdasarkan dokumen SHM20 yang diduga tidak asli lantaran dokumen SHM20
yang asli masih ada ditangan pihak ahli waris hingga kini.

Lain itu, saat memberi keterangan pers, Ilham, turut membawa dokumen-
dokumen penting terkait persoalan tanah yang sebelumnya dimanfaatkan
masyarakat Uning Pegantungen sebagai fasilitas umum karena di atasnya telah
berdiri Joyah (bahasa Gayo-red) atau tempat MCK bagi kaum ibu di sana.

“Mediasi sudah berulang dilakukan, tapi tidak ada penyelesaian. Anehnya lagi
setelah muncul komplain dari kami dan dilaporkan secara hukum, dana yang telah
diterima Amirudin secara pribadi selanjutnya ditransfer ke kas mesjid (dimana
ketua mesjid juga Amiruddin). Kemudian panitia pembangunan masjid
mengembalikan ke kas keuangan daerah.”

“Muncul pertanyaan, kenapa dana ganti rugi itu dikembalikan ke kas Dinas
Keuangan Aceh Tengah, sementara pencairannya diserahkan Dinas Pertanahan?
Menurut kami ganti rugi ini tidak memiliki kekuatan hukum. Seharusnya,
pengembaliannya juga harus dilengkapi dokumen syah dari pejabat berwenang
untuk pembatalan pelepasan hak yang pernah dilakukan oleh Amiruddin, juga
dilengkapi surat keputusan perintah oleh pejabat berwenang secara tertulis dan
memiliki kekuatan hukum untuk memerintahkan pengembalian uang yang pernah
diterima.”

“Kejanggalan lainnya, pembayaran ganti rugi kepada Amiruddin Syah tidak


disertai dokumen dokumen penting lain seperti bukti teransfer bank atau
sejenisnya sesuai aturan yang ada. Yang kami lihat hanya menggunakan kwintasi
yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanahan. Apa bisa seperti itu? Pembayaran ganti
rugi dari Dinas Pertanahan tidak dilakukan sekaligus, ditemukan ada sisa uang
yang akan dibayar berikutnya (dicicil). Nah, jika seperti itu bagaimana tekhnis
cara membayar kewajiban pajak seperti PPN, PPH, PPHTB atau pajak lainya
kepada negara atas transaksi ganti rugi yang terjadi?” ungkap Ilham.

Sepengetahuannya, aturan pengadaan jasa dan barang, apalagi tanah seyogyanya


harus tuntas dan lunas dibayar oleh Pemerintah.
Sementara, selain itu lanjut Ilham, dalam proses mediasi yang dilakukan oleh
Dinas Pertanahan setelah peristiwa dugaan pemalsuan yang dilakukan oleh
AmiruddinSyah dilaporkan ke kepolisian, dimunculkan dokumen baru oleh Dinas
Pertanahan bahwa ternyata ada sertifikat lain, yaitu SHM11 (wakaf) diatas tanah
waris Thaleb.

Dimana dalam surat SHM11 tertera hak tanah merupakan wakaf dari Abubakar
(Alm) yang merupakan mantan imam masjid Kampung Uning di tahun 1994 saat
pembuatan sertifikat.

Terkait dengan adanya SHM11 yang dimaksud, Ilham memprotes Dinas


Pertanahan dan mengingatkan secara berulang, bahwa Amirudin secara defacto
dan dejure terindikasi melakukan pernyataan palsu karena telah menerima ganti
rugi mengunakan SHM 20 milik Thaleb Aman Banta Cut. Namun, setelah
ketahuan dan dilakukan proses mediasi, tiba-tiba Dinas Pertanahan memasukan
sumber SHM lain dalam proses ini.

Menurut saya, peran pemerintah harus lebih efektif dalam mengkaji


peraturan-peraturan yang berlaku agar tidak terlalu merugikan
masyarakat, dan lebih terbukaan dan telitih dalam menangani kelengkapan
surat dan sertivikat tanah

Anda mungkin juga menyukai