1. MASALAH LALU-LINTAS
Kemacetan di Wilayah Perkotaan dan Dampak terhadap Sistem Logistik
Kota adalah pusat ide, perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan, produktivitas,
pengembangan sosial, dan banyak lagi. Hal ini menyebabkan munculnya
kecenderungan peningkatan urbanisasi yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut
United Nations (2020), jumlah populasi yang tinggal di dalam kota diproyeksikan
meningkat menjadi 5 miliar orang pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan
pentingnya perencanaan dan pelaksanaan manajemen kota yang efisien untuk
menghadapi tantangan yang dibawa oleh urbanisasi.
Setengah dari jumlah populasi manusia, yaitu 3,5 miliar tinggal di wilayah
perkotaan. Berdasarkan data Worldometers (2019), persentase penduduk
Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan adalah sebesar 55,8% atau 150,9 juta
jiwa dari total penduduk Indonesia yang sebesar 270,6 juta jiwa. Tingginya
populasi di wilayah perkotaan tersebut menyebabkan tingginya permintaan
terhadap kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang harus dipenuhi.
Alasan pentingnya perancangan sistem logistik yang efektif dan efisien di wilayah
perkotaan adalah agar pemenuhan kebutuhan penduduk di wilayah perkotaan
tidak menambah kemacetan yang sudah tinggi tersebut. Hal ini mengingat dalam
sistem logistik terdapat aktivitas transportasi. Semakin tinggi permintaan atau
kebutuhan sebuah wilayah perkotaan, maka semakin tinggi pula aktivitas
transportasi yang terjadi.
Menurut Taniguchi, dkk. (2001), terdapat lima alternatif yang dapat digunakan
untuk merancang sistem logistik yang efektif dan efisien serta tidak menambah
kemacetan di wilayah perkotaan. Lima alternatif tersebut adalah:
Perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar, sampai dengan saat ini sebagian
besar disediakan secara mandiri oleh masyarakat baik membangun sendiri maupun
sewa kepada pihak lain. Kendala utama yang dihadapi masyarakat pada umumnya
keterjangkauan pembiayaan rumah. Di lain pihak, kredit pemilikan rumah dari
perbankan memerlukan berbagai persyaratan yang tidak setiap pihak dapat
memperolehnya dengan mudah serta suku bunga yang tidak murah.
Isu Pembangunan Perumahan dan Permukiman
isu-isu perkembangan permukiman yang ada pada saat ini adalah :
Pembangunan jembatan dan jalan ruas Genting Gerbang-Sp Uning di Kp. Uning
Pegantungen Kec.Bies, Aceh Tengah yang pembebasan tanahnya mengunakan
anggaran milyaran rupiah (sumber APBK) menyisakan masalah soal ganti rugi
tanah milik masyarakat.
Informasi diperoleh media ini, dari 29 orang yang ditetapkan sebagai penerima
hak ganti rugi tanah, 1 diantaranya mendapat komplain dari seorang warga
setempat selaku ahli waris pemilik tanah atas nama (Alm) Thaleb Aman Banta
Cut.
“Ada kejanggalan dalam ganti rugi atas tanah bersertifikat SHM 20 milik kakek
kami Thaleb. Dimana, penerimaan dana ganti rugi senilai Rp281.544.000, oleh
pihak Dinas Pertanahan tidak melibatkan Murniati, keluarga kami selaku ahli
waris,” kata Ilham, ahli waris Thaleb Aman Banta Cut, kepada LeuserAntara.
Com, Rabu, (11/11).
Menurutnya, Dinas Pertanahan Aceh Tengah dalam hal ganti rugi tanah
dimaksud, malah menyerahkan pencairan dana kepada Amiruddinsyah. Yang
mana saat ini Amiruddin adalah ketua panitia mesjid Kampung Uning
Pegantungen yang bukan ahli waris pemilik tanah.
“Kami ahli waris sangat keberatan dan dirugikan, Apalagi, Amirudinsyah diduga
memberikan keterangan palsu seolah-olah tanah dengan dokumen SHM 20 adalah
miliknya secara keseluruhannya. Amiruddin membuat pengakuan palsu
dibuktikan melalui dokumen serah terima dana ganti rugi,” jelas Ilham sembari
menunjukan dokumen tanda terima ganti rugi dari Dinas Pertanahan.
Ditambahkan, bahwa ganti rugi yang dilakukan oleh Dinas Pertanahan hanya
berdasarkan dokumen SHM20 yang diduga tidak asli lantaran dokumen SHM20
yang asli masih ada ditangan pihak ahli waris hingga kini.
Lain itu, saat memberi keterangan pers, Ilham, turut membawa dokumen-
dokumen penting terkait persoalan tanah yang sebelumnya dimanfaatkan
masyarakat Uning Pegantungen sebagai fasilitas umum karena di atasnya telah
berdiri Joyah (bahasa Gayo-red) atau tempat MCK bagi kaum ibu di sana.
“Mediasi sudah berulang dilakukan, tapi tidak ada penyelesaian. Anehnya lagi
setelah muncul komplain dari kami dan dilaporkan secara hukum, dana yang telah
diterima Amirudin secara pribadi selanjutnya ditransfer ke kas mesjid (dimana
ketua mesjid juga Amiruddin). Kemudian panitia pembangunan masjid
mengembalikan ke kas keuangan daerah.”
“Muncul pertanyaan, kenapa dana ganti rugi itu dikembalikan ke kas Dinas
Keuangan Aceh Tengah, sementara pencairannya diserahkan Dinas Pertanahan?
Menurut kami ganti rugi ini tidak memiliki kekuatan hukum. Seharusnya,
pengembaliannya juga harus dilengkapi dokumen syah dari pejabat berwenang
untuk pembatalan pelepasan hak yang pernah dilakukan oleh Amiruddin, juga
dilengkapi surat keputusan perintah oleh pejabat berwenang secara tertulis dan
memiliki kekuatan hukum untuk memerintahkan pengembalian uang yang pernah
diterima.”
Dimana dalam surat SHM11 tertera hak tanah merupakan wakaf dari Abubakar
(Alm) yang merupakan mantan imam masjid Kampung Uning di tahun 1994 saat
pembuatan sertifikat.