Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

ORGANOFOSFAT
Organofosfat merupakan insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada manusia. Organofosfat bekerja sebagai racun kontak,
racun perut, dan racun pernafasan. Dalam jumlah sedikit organofosfat dapat menyebabkan
kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk menyebabkan kematian pada orang
dewasa. Organofosfat memiliki struktur kimia dengan atom oksigen atau sulfur yang
berikatan ganda dengan fosfor, sehingga disebut phosphate atau phosphorothioates. Sebagian
besar senyawa organofosfat berikatan sulfur, karena bentuk P=S lebih stabil dan larut lemak.
Insektisida golongan organofosfat yang tidak membutuhkan aktivitas metabolik yang
disebut juga dengan inhibitor langsung yang dapat menghasilkan efek toksik pada daerah
kontak langsung, seperti keringat (berhubungan langsung dengan kulit), miosis atau pupil
pinpoint (kontak dengan mata), dan/atau bronkospasme (kontak dengan pernafasan). Pada
insektisida golongan organofosfat, ada organofosfat dengan inhibisi langsung (yang
mengandung = O) dan organofosfat dengan inhibisi tak langsung (yang mengandung = S)
tergantung dibutuhkan atau tidaknya pengaktifan metabolik sebelum terjadinya hambatan
pada asetilkolinesterase. Senyawa organofosfat indirek harus menjalani bioaktivasi sehingga
menjadi aktif secara biologi. Senyawa organofosfat indirek contohnya parathion, diazinon,
malathion, dan chlorpyrifos menjadi lebih toksik dibandingkan senyawa induknya.
Tanda dan gejala akut dari intoksikasi organofosfat berhubungan dengan inhibisi
asetilkolinesterase. Manifestasi klinik dari kontak dengan senyawa organofosfat berupa:
a. Efek muskarinik (sistem parasimpatis) termasuk keringat, hipersalivasi, hiperlakrimasi,
bronkospasme, dyspnea, gejala gastrointestinal (mual, muntah, keram abdomen, dan
diare), miosis (pupil pinpoint), penglihatan kabur, inkontinensia urin, wheezing,
bradikardi.
b. Efek nikotinik (sistem saraf simpatis dan motorik) termasuk hipertensi, fasikulasi otot,
keram otot, kelemahan motorik, takikardi, dan paralisis.
c. Efek CNS termasuk kecemasan, pusing, insomnia, mimpi buruk, sakit kepala, tremor,
bingung, ataksia, koma.

Tanda dan gejala dari intoksikasi organofosfat ini dapat digambarkan dalam DUMBELS:
Diare, Urination, Miosis, Bronkospasme, Emesis, Lakrimasi,
Salivasi. Tanda dan gejala dari intoksikasi ini tidak akan terjadi kecuali aktivitas kolineterase
sekitar 50 persen atau kurang dari aktifitas normalnya.
Takaran fatal untuk golongan organofosfat, Malathion 1-5 gram; Parathion 10 mg/kgBB;
Systox 100 mg; dan tetraetilpirofosfat 0,4 mg/kgBB. Dosis letal sulit ditentukan oleh karena
berbagai faktor yang mempengaruhi kerja racun. Oleh karena itu, dosis racun yang
digunakan ialah Approximately Fatal Dose (AFD) yang membantu dokter untuk menilai
prognosis suatu kasus. AFD bisa disebut juga dengan
Usual Fatal Dose (UFD). Biasanya UFD berdasarkan pada Minimum Lethal Dose (MLD)
yang umumnya merupakan indikasi dosis letal pada 50% dari hewan (LD50). UFD pada
organofosfat jenis Diazinon adalah 0.1 gm untuk orang dewasa.
Toksisitas didefinisikan sebagai LD50 yang dinyatakan dalam mg senyawa pestisida per
kilogram berat badan, dalam perkataan lain dosis yang dapat membunuh 50% persen dari
jumlah hewan percobaan yang digunakan pada kondisi laboratorium. LD50 dapat dinyatakan
dengan oral (melalui mulut atau diletakan dalam perut tikus), melalui kulit (digunakan
terhadap kulit tikus atau kelinci), dan melalui pernapasan. Besarnya konsentrasi (dosis)
merupakan faktor yang sangat penting di dalam menentukan bahaya atau tidaknya suatu jenis
pestisida/bahan kimia. Di samping toksisitas, variabel lainnya yang cukup penting ialah
dosis, lamanya terkena pestisida, dan caranya masuk ke dalam badan. Jumlah pestisida yang
dibutuhkan untuk membunuh manusia dapat dihubungkan dengan LD50 dari senyawa kimia
terhadap tikus di laboratorium.

Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh


senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP) dan oktamil
pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup
nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.

Terapi antidotum didefinikan sebagai tata cara yang ditunjukkan untuk membatasi intensitas
efek toksik zat kimia atau menyembuhkannya sehingga bermanfaat dalam mencegahnya
timbulnya bahaya selanjutnya.
Terapi non spesifik adalah suatu terapi keracunan yang bermanfaat hampir pada semua
kasus, melalui cara-cara seperti memacu muntah, bilas lambung, dan memberikan zat
absorben, mempercepat eliminasi dengan pengasaman dan pembasaan urin atau hemodialisis.
Terapi antidotum spesifik adalah terapi antidotum yang hanya efektif untuk zat-zat tertentu.
Cukup banyak antidotum spesifik telah digunakan dalam klinik. Untuk memudahkan
mempelajarinya, antidotum yang spesifik dikelompokan menjadi : antidotum yang bekerja
secara kimiawi, bekerja secara farmakologi dan yang bekerja secara fungsional.
I. Struktur Komponen Organofosfat
Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan
tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal
synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan
yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian
berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik
terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.

Nama Structure

Tetraethylpyrophosphate (TEPP)

Parathion

Malathion

Sarin
II. Mekanisme Kerja Organofosfat
Senyawa Organofosfat ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin yang
dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan
ujung-ujung saraf motorik menjadi asetat dan kholin.. Hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut. Hal
tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh. ( Lihat gambar.2 )

Gambar.1
Gambar.2

Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps,
sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari
asam asetil dan kholin. Kemudian akan terjadi terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem
saraf tepi, sistem saraf pusat, neomuscular junction dan sel darah merah. Akibatnya akan
menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik. 

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi


enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

Tabel 1. Nilai LD50 insektisida organofosfat


Komponen LD50 (mg/Kg)
Akton 146
Coroxon 12
Diazinon 100
Dichlorovos 56
Ethion 27
Malathion 1375
Mecarban 36
Methyl parathion 10
Parathion 3
Sevin 274
Systox 2,5
TEPP 1

Kita dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika :


1. Gejala – gejala timbul cepat , bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan insektisida
golongan ini.
2. Gejala – gejala progresif , makin lama makin hebat , sehingga jika tidak segera
mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal , terjadi depresi pernafasan dan blok jantung.
3. Gejala – gejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma penyakit apapun , gejala
dapat seperti gastro – enteritis , ensephalitis , pneumonia, dll.
4. Dengan terapi yang lazim tidak menolong.
5. Anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.

III. Tanda – Tanda Keracunan Organofosfat


1. Efek muskarinik :

singkatan DUMBELS berguna untuk mengingat karena gejala dan


tanda ini berkembang lebih awal, 12-24 jam setelah ingestion.
D : Diare
U : Urinasi
M : Miosis (absent pada 10% kasus)
B : Bronchorrhoe/bronkospasme/bradikardi
E : Emesis
L : Lacrimasi
S : Salivation dan Hipotensi

2. Efek Nikotinik
- Diaforesis, hipoventilasi, dan takikardi
- Fasikulasi otot, kram dan kelemahan yang menyebabkan flaccid muscle
paralysis
- Tremor

3. Efek CNS
- Ansietas, gelisah, insomnia, neurosis
- Depresi respirasi dan gangguan jantung
- Kejang

- Koma

- Sakit kepala
- Emosi tidak stabil

- Kelemahan umum

- Bicara terbata-bata

Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan , dan pada penelitian menunjukkan bahwa
segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang
terdapat pada pons dan medulla ( Bajgor , 1971 ). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena
adanya kelemahan otot pernafasan , spasme bronchus dan edema pulmonum .

No Variabel Nilai p RP 95% C I Keterangan


1 Umur 0,944 1,06 0,758-1,484 Tidak Signifikan
2 Tingkat Pengetahuan 0,005 1,96 1,094-3,515 Signifikan
3 Status Gizi 0,363 0,83 0,591-1,155 Tidak Signifikan
4 Cara Penyimpanan 0,011 1,61 1,090-2,369 Signifikan
5 Tempat Pencampuran 0,030 1,51 1,030-2,218 Signifikan
6 Cara Penanganan 0,001 2,44 1,182-5,057 Signifikan

HASIL ANALISIS

Tabel 1. Hasil analisis antar variabel bebas dengan kejadian keracunan pestisida di desa
Sumberejo Kecamatan Ngablak 2009

Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik antara faktor yang berhubungan dengan
kejadian keracunan pestisida di desa Sumberejo Kecamatan Ngablak 2009

No Variabel B Nilai p Exp (B) 95% C I Keterangan


1 Tingkat pengetahuan 1,674 0,018 5,33 1,332- Signifikan
21,361
2 Cara penyimpanan 1,300 0,052 3,67 0,990- Tidak Signifikan
13,597
3 Tempat 0.489 0,492 1,63 0,404-6,577 Tidak Signifikan
Pencampuran
4 Cara Penanganan 1,580 0,041 4,85 1,070- Signifikan
22,027
DAFTAR PUSTAKA

R. Kamanyire and L. Karalliedde.Organophosphate toxicity and occupational


Exposure. Occupational Medicine 2004;54:69–75.DOI: 10.1093/occmed/kqh018
Howard C, Adelman M. Establishing the Time of Death. In: Forensic Medicine. New York:
Infobase Publishing, 2007; p. 20-6.
Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, Winardi T, Mun’in A, Sidhi, et al. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta; FKUI, 1997; p. 25-7.

Anda mungkin juga menyukai