Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang dilakukan di Desa

Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada tanggal 15 - 31 Mei

2019 dengan responden 50 balita dan 50 kader posyandu balita. Hasil

penelitia ini disajikan dalam dua bagian yaitu data umum dan data khusus.

Data umum menampulkan karakteristik reponden berdasarkan data umum:

umur, pendidikan dan jenis kelamin, sedangkan data khusus terdiri dari

keaktifan kader posyandu balita dan status gizi balita, serta tabel silang

menggambarkan hubungan keaktifan kader posyandu dengan status gizi

balita.

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang terletak

pada dataran rendah, sebagian besar wilayah desa merupakan dataran di

Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang adalah tanah

pertanian dan permukiman

Batas wilayah

Sebelah Utara : Desa Mayangan

Sebelah Timur : Desa Sumberbendo

Sebelah Selatan : Desa Paculgoang

Sebelah Barat : Desa Ceweng


4.1.2 Data Umum

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 15 - 31 Mei 2019 di

Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang diperoleh data

sebagai berikut

a. Karakteristik kader berdasarkan umur kader

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kader berdasarkan umur kader


posyandu balita di Desa Bandung Kecamatan Diwek
Kabupaten Jombang.

N Umur Frekuensi Persentase


o
1 26-35 tahun 2 4%
2 36-40 tahun 14 28%
3 >40 tahun 34 68%
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian

besar (68%) kader berusia >40 tahun sebanyak 34 kader

b. Karakteristik kader berdasarkan pendidikan terakhir

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kader berdasarkan pendidikan terakhir


kader posyandu balita di Desa Bandung Kecamatan Diwek
Kabupaten Jombang.

N Pendidikan terakhir kader frekuensi Persentase


o
1 Dasar 35 70%
2 Menengah 14 28%
3 Perguruan tinggi 1 2%
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian

besar (70%) kader berpendidikan dasar sebanyak 35 kader.


c. Karakteristik kader berdasarkan jenis kelamin

Seluruhanya (100%) kader perempuan sebanyak 50 kader.

d. Karakteristik kader berdasarkan pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kader berdasarkan pekerjaan kader


posyandu balita di Desa Bandung Kecamatan Diwek
Kabupaten Jombang.

N Pekerjaan frekuensi Persentase


o
1 Ibu rumah tangga 28 56%
2 Wiraswasta 24 40%
3 Buruh 2 4%
4 PNS 0 0
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar

(56%) kader bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 28 kader.

e. Karakteristik kader berdasarkan status perkawinan

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kader berdasarkan status perkawinan


kader posyandu balita di Desa Bandung Kecamatan Diwek
Kabupaten Jombang.

N Status perkawinan frekuensi Persentase


o
1 Sudah menikah 49 98%
2 Belum menikah 1 2%
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa hampir seluruhnya

(98%) kader berstatus sudah menikah sebanyak 49 kader.


f. Karakteristik balita berdasarkan umur balita

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi balita berdasarkan umur balita di Desa


Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.

N Umur frekuensi Persentase


o
1 1-2 tahun 19 38%
2 2-3 tahun 20 40%
3 3-4 tahun 8 16%
4 4-5 tahun 3 6%
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukan bahwa hampir setengahnya

(40%) balita berusia 2-3 tahun sebanyak 20 balita.

g. Karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi balita berdasarkan jenis kelamin balita


di Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.

N Jenis kelamin frekuensi Persentase


o
1 Laki-laki 25 50%
2 Perempuan 25 50%
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan bahwa setengah (50%)

balita berjenis kelamin laki-laki sejumlah 25 balita dan setengah

(50%) berjenis kelamin perempuan sejumlah 25 balita.

h. Karakteristik balita berdasarkan berat badan

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi balita berdasarkan berat badan balita di


Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.
N Berat badan Frekuensi Persentase
o
1 Sesuai KBM 40 80%
2 Tidak sesuai KBM 10 20%
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukan bahwa hampir seluruhnya

(80%) balita berat badannya sesuai dengan KBM sejumlah 40 balita.

4.1.3 Data Khusus

Data khusus diperlukan untuk membuktikan adanya hubungan

keaktifan kader posyandu balita dengan status gizi balita Desa Bandung

Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Teknik analisa yang digunakan

adalah uji korelasi teknik uji yang digunakan adalah chi sqare.

a. Keaktifan kader posyandu balita

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi kader berdasarkan keaktifan kader


posyandu balita di Desa Bandung Kecamatan Diwek
Kabupaten Jombang.

N Keaktifan kader Frekuensi Persentase


o
1 Aktif 49 98%
2 Tidak aktif 1 2%
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukan bahwa hampir

seluruhnya (98%) kader aktif dalam posyandu sebanyak 49 kader.

b. Status gizi balita

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi balita berdasarkan status gizi balita di


Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.

N Berat badan Frekuensi Persentase


o
1 Naik 40 80%
2 Tidak naik 10 20%
Total 50 100%
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukan bahwa hampir

seluruhnya (80%) balita status gizinya naik sebanyak 40 balita.

4.1.4 Tabulasi Silang

a. Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan umur

Tabel 4.10 Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan


umur kader

Keaktifan Umur
Kader 20-25 26-35 36-40 >40
tahun tahun tahun tahun
f % F % f % f % Σ %
Aktif 0 0 2 4,1 14 28,6 33 67,3 49 100
Tidak 0 0 0 0 0 0 1 100 1 100
aktif
Total 0 0 2 4 14 28 34 68 50 100
Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa keaktifan kader

posyandu sebagian besar (67,3%) aktif berumur >40 tahun sebanyak

33 kader dari 49 kader.

b. Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan tingkat

pendidikan

Tabel 4.11 Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan


tingkat pendidikan.

Keaktifan kader Tingkat pendidikan


Dasar Menengah Perguruan
tinggi
F % f % f % Σ %
Aktif 34 69,4 14 28,6 1 2 49 100
Tidak aktif 1 100 0 0 0 0 1 100

Total 35 70 14 28 1 2 50 100

Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan bahwa kader yang

aktif sebagian besar (69,4%) memiliki pendidikan dasar sebanyak 34

kader dari 49 kader.

c. Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan pekerjaan

Tabel 4.12 Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan


tingkat pekerjaan.

Keaktifan Jenis pekerjaan


kader Ibu rumah Wiraswasta Buruh PNS
tangga
f % f % f % f % Σ %
Aktif 27 55,1 20 40,8 2 4,1 0 0 49 100
Tidak 1 100 0 0 0 0 0 0 1 100
aktif

Total 28 56 20 40 1 4 0 0 50 100

Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.12 menunjukkan bahwa kader yang

aktif sebagian besar (55,1%) kader berkerja sebagai ibu rumah

tangga sebanyak 27 kader dari 49 kader.

d. Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan status

pernikahan

Tabel 4.13 Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan


status perkawinan
Keaktifan kader Status perkawinan
Sudah menikah Belum menikah
f % f % Σ %
Aktif 48 98 1 2,0 49 100
Tidak aktif 1 100 0 0,0 1 100

Total 49 98 1 2,0 50 100

Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa kader yang

aktif hampir seluruhnya (98%) kader berstatus sudah menikah

sebanyak 48 kader dari 49 kader.

e. Tabulasi silang kekaktifan kader posyandu dengan status gizi balita

Tabel 4.14 Tabulasi silang keaktifan kader posyandu balita dengan


status gizi balita

Keaktifan Status gizi balita


kader Naik Tidak naik
f % f % Σ %
Aktif 40 81,6 9 18,4 49 100
Tidak aktif 0 0 1 100 1 100
Total 40 80 10 20 50 100

Sumber : data sekunder 2019

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan bahwa kader yang

aktif hampir seluruhnya (81,6%) balita memiliki status gizi naik

sebanyak 40 balita.

4.2 Analisis uji statistik

Tabel 4.15 Analisis uji SPSS chi square

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 4.082a 1 .043
Sumber : SPSS 2019

Berdasarkan tabel output diatas diketahui nilai Asymp.Sig. (2-

sided) pada uji Pearson Chi-Square adalah sebesar 0,043. Karena

nilai Asymp.Sig. (2-sided) 0,043 < 0,05, maka berdasarkan

pengambilan keputusa di atas, dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak

dan H1 diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ada

hubungan antara keaktifan kader posyandu dengan status gizi balita

dengan pendekatan konsep model Lowrence W.Green di posyandu

desa Bandung kecamatan Diwek kabupaten Jombang. Sedangkan

untuk mengetahui tingkat hubungan kedua variabel dengan melihat

nilai koefisien kontigensi dan didapatkan bahwa nilai koefisien

kontngensi sebesar 0,268. Dikarenakan nilai koefesien kontingen

0,268 masuk kedalam interval antara 0,200-0,399 maka termasuk

kedalam kategori rendah. Dengan demikian hubungan keaktifan

kader posyandu dengan status gizi balita dikategorikan rendah.

4.3 Pembahasaan

4.3.1 Keaktifan kader balita di Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten

Jombang

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukan bahwa hampir seluruhnya (98%)

kader aktif dalam posyandu sebanyak 49 kader.


Keaktifan kader kesehatan dapat diasumsikan bahwa kader

kesehatan yang aktif melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawabnya, maka kader kesehatan tersebut termasuk

dalam kategori yang aktif (Sulistyo, 2018). Namun, apabila kader kesehatan

tidak mampu melaksanakan tugasnya maka mereka tergolong yang tidak

aktif (Rochmawati, 2010). Salah satu indikatornya adalah kehadiran atau

keaktifan kader, dimana kader yang hadir ikut melaksanakan tugas dan

fungsinya di Posyandu ≥ 8 kali dalam setahun dinyatakan sebagai kader

aktif (Cahyo, 2010; Tristanti & Khoirunnisa, 2018).

Faktor yang mempengaruhi keaktifan kader adalah umur kader.

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa kader yang aktif sebagian besar

(67,3%) berumur >40 tahun sebanyak 33 kader.

Karakteristik pada kader posyandu berdasarkan umur sangat

berpengaruh terhadap keaktifan seorang kader posyandu dalam

memanfaatkan kegiatan di posyandu, dimana semakin tua umur seorang

kader posyandu maka kesiapan kader posyandu dalam memanfaatkan

posyandu khususnya dalam pemanfaatan meja penyuluhan dapat berjalan

dengan baik, lebih berpengalaman, karena umur seseorang sedemikian

besarnya akan mempengaruhi kinerja, karena semakin lanjut umurnya,

maka semakin lebih bertanggung jawab (Nurfitriani, 2010).

Keaktifan kader posyandu diperngaruhi oleh umur, semakin

bertambah nya umur kader posyandu maka pemanfaat posyandu akan

berjalan lebih baik karena kader yang lebih tua lebih berpengalaman dalam
melaksankan program posyandu dan di samping itu juga kader yang lebih

tua memiliki tanggung jawab lehih tinggi yang dibebankan.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi keaktifan kader adalah

pendidikan terakhir. Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan bahwa kader

yang aktif sebagian besar (69,4%) kader memiliki pendidikan dasar

sebanyak 34 kader.

Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat

pengertian tentang pemanfaatan meja penyuluhan, kesadarannya terhadap

program Posyandu yang dilakukan bagi keluarga, masyarakat (Putri,

Sulastri, & Lestari, 2016). Tingkat pendidikan turut pula menentukan

rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai pengetahuan khususnya

tentang pemanfaatan meja penyuluhan. Tingkat pendidikan kader kesehatan

yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan

tentang pemanfaatan meja penyuluhan menjadi terhambat atau terbatas

(Agustina, 2014).

Pendidikan yang masih rendah mendorong seseorang untuk lebih

giat dalam melakukan perubahan perilaku yang semakin baik. Informasi

yang didapat dari kegiatan posyandu dapat digunakan dan diaplikasikasikan

oleh kader-kader dalam kehidupan sehari-hari sehingga kader lebih aktif

dalam posyandu untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat.

Adapun faktor yang dapat memperngaruhi keaktifan kader dalam

posyandu yakni pekerjaan selain menjadi kader. Berdasarkan tabel 4.12


menunjukkan bahwa kader yang aktif sebagian besar (55,1%) kader berkerja

sebagai ibu rumah tangga sebanyak 27 kader.

Faktor bekerja berpengaruh pada peran kader kesehatan sebagai

timbulnya suatu masalah pada pemanfaatan meja penyuluhan, karena kader

mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan yang belum cukup, yang

berdampak pada tidak adanya waktu para kader untuk aktif pada

pemanfaatan meja penyuluhan, serta tidak ada waktu kader mencari

informasi karena kesibukan kader dalam bekerja, kondisi kerja yang

menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi pemanfaatan meja penyuluhan

(Tirayoh, Kandou, & Abeng, 2017).

Kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi mengharuskan ibu

untuk bekerja, sehingga waktu luang yang seharusnya dapat digunakan

untuk mengikuti kegiatan posyandu menjadi berkurang atau pun tidak ada,

oleh karena itu pekerjaan ibu selain menjadi kader posyandu menyebabkan

kurangnya keaktifan dalam posyandu.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi keaktifan kader posyandu ada

status pernikahan pada kader. Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa

kader yang aktif hampir seluruhnya (98%) kader berstatus sudah menikah

sebanyak 48 kader.

Kader yang telah menikah atau telah mempunyai bayi dan anak bisa

akan tetap aktif mengingat bayinya harus selalu ditimbang dan dikontrol

pertumbuhan dan perkembangannya sehingga ia akan tetap aktif dalam

kegiatan posyandu maka akan lebih mudah bagi kader itu sendiri karena
disamping ia melaksanakan tugasnya sebagai kader ia juga dapat langsung

membawa anaknya ke posyandu pada setiap bulannya untuk ditimbang

(Nurfitriani, 2010).

Status gizi yang terjaga secara baik maka tumbuh kembang anak

akan menjadi optimal, perlu nya pemantauan gizi yang lakukan secara

teratur dan dilakukan secara berkala berguna untuk menjaga kesehatan anak,

salah satu cara untuk mengetahui status gizi anak adalah mengikuti kegiatan

posyandu. Dengan ini kader yang telah memiliki anak akan aktif mengikuti

kegiatan posyandu guna untuk mengontrol dan mengetahui perkembangan

anaknya, sedangkan bagi kader yang belum miliki anak, informasi-

informasi yang didapatkan pada kegiatan posyandu akan berguna untuk

kesiapan kader memiliki anak.

4.3.2 Hubungan Keaktifan Kader Posyandu Dengan Status Gizi Balita Di Desa

Bandung Diwek

Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan keaktifan kader

posyandu dengan status gizi balita dengan nilai probabilitis sebesar 0.043

lebih kecil dari standart signifikan 0.05 maka Ho ditolak yang berarti ada

hubungan keaktifan kader posyandu dengan status gizi balita.

Tugas atau peran kader yang terkait dengan gizi adalah melakukan

pendataan balita, melakukan penimbangan serta mencatat dalam kartu sehat

(KMS), memberikan makanan tambahan, mendistribusikan vitamin A,

melakukan penyuluhan gizi serta kunjungan rumah ibu yang memiliki balita
maka kader diharapkan berperan aktif dan menjadi pendorong, motifator

dan penyuluh masyarakat (Onthonie et al., 2015).

Secara tidak langsung kader mempengaruhi status gizi ini

dikarenkan kader memiliki peran serta dalam pembentukan kesehatan

masyarkat yang terlibat langsung dalam posyandu, aktif nya kader dalam

proses kegiatan posyandu akan mengakhibat lancarnya proses penilaian

status gizi dan mendeteksi ada nya masalah pada gizi (Isaura, 2011).

Aktifnya kader pada posyadu dengan status gizi balita memiliki

hubungan yang rendah, ini dikarenakan banyak faktor yang dapat

mempengaruhi status gizi secara langsung maupun secara tidak langsung.

Aktif nya kader posyandu berfungsi untuk memantau gizi dan memberikan

penyuluhan gizi kepada ibu balita. Jika ibu balita bisa menerapkan

informasi-informasi yang diberikan oleh kader, maka status gizi balita tidak

akan mengalami gangguan.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembelajaran pada bab 4, maka dapat ditarik

kesimpulan yang menjawab tujuan dari penelitian

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data penelitian dan pembahasan keaktifan kader

posyandu balita dengan status gizi balita di wilayah kerja pukesmas Cukir di

posyandu desa Bandung kecamatan Diwek kabupaten Jombang dapat

disimpulkan sebagai berikut:


1. Hampir seluruhnya keaktifan kader di posyandu desa Bandung

kecamatan Diwek kabupaten Jombang dalam kategori baik.

2. Hampir seluruhnya status gizi balita di posyandu desa Bandung

kecamatan Diwek kabupaten Jombang dalam kategori naik.

3. Keaktifan kader dengan status gizi balita memiliki tingkat

hubungan yang rendah karena ada faktor yang secara langsung

mempengaruhi status gizi balita.

5.2 Saran

5.2.1 Teoritis

Hasil penelitian ini hendaknya dapat menjadi tambahan

wawasan bagi penelitian selanjutnya serta menambah literatur dan

penelitian bagi dunia keperawatan khusunya keperawatan anak.

5.2.2 Praktis

1. Bagi Institusi

Kepada institusi pendidikan hendaknya memperbanyak

litratur berupa makalah, jurnal dan buku yang membahas kader

posyandu terutama posyandu balita.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan referensi peneliti selanjutnya tentang keaktifan kader

posyandu dengan status gizi balita, diharapkan peneliti selanjutnya


untuk tidak hanya menggunakan data sekunder sebaiknya juga

melihat data primer secara langsung.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi tenaga

kesehatan dalam meningkatkan keaktifan kader, dan melaksanakan

skrinning dan deteksi terhadap balita sehingga meminimalkan balita

dengan gizi kurang dan yang membutuhkan kunjungan rumah.

4. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pembelajaran pada kader

untuk lebih aktif memantau gizi balita pada wilayah kerjanya.

Daftar pustaka

Agustina, D. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu


dalam wilayah kerja pukesmas peusangan siblah krueng.
Aidina, chintya nurul. (2016). Pola makan , kecukupan gizi dan status gizi balita
pada keluarga miskin di perumnas mandala, kelurahan kenangan baru, 1–8.
Alhafij, A., Erlisa, C., & Catur, R. (2017). Motivasi dan pengetahuan kader
meningkatkan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu, 2, 556–562.
Alwi. (2012). Kamus besar bahasa indonesia (4th ed.). Jakarta: Balai pustaka.
Amalia, P. (2018). Hubungan pengetahuan dan sikap tentang gizi dengan
keaktifan ibu membawa balita ke posyandu didesa makmur kecamtan
gunung shilan, 2, 196–209.
Amir, H. (2018). pengaruh peran kader kesehatan terhadap peningkatan status gizi
balita di wilayah kerja pukesmas sangkub.
Batubara, I., Nasution, N., Dalimunthe, M., ., ., & . (2015). Analisis faktor
kunjungan balita ke posyandu di kecamatan batang angkola kabupaten
tapanuli selatan, 263–266.
Cahyo. (2010). Posyandu dan desa siaga. Jakarta: Nuha Medika.
Davidson, S. M., Dwiriani, C. M., & Khomsan, A. (2018). Densitas gizi dan
morbiditas serta hubungannya dengan status gizi anak usia prasekolah
pedesaan nutrient density and morbidity and its relationship with nutritional
status of preschool children in rural areas, 14(3), 251–259.
Dewi, novi ratika. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada
anak balita di instalasi rawat jalan rsud ir soekarno kabupaten sukoharjo.
Dinar, A., & Hartuti, P. (2017). Implementasi program perbaikan gizi balita di
pukesmas wonosalam kabupaten demak.
Dinas kesehatan. (2018). Laporan posyandu kota kendari.
Febry K, ayu bulan, & Marendra, Z. (2008). Buku pintar menu balita. Jakarta
selatan: Pt. wahyu medika.
Hardiyanti, P. (2017). Peran kader terhadap peningkatan gizi balita di desa
banyuraden sleman yogyakarta. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA.
Hardiyanti, R., Jus, I., & Angkasa, D. (2018). Hubungan lama kerja menjadi
kader, pengetahuan, pelatihan dengan presisi dan akurasi hasil penimbangan
berat badan balita oleh kader posyandu, 3(1), 74–81.
https://doi.org/10.30867/action.v3i1.
Husniyanti, yeni rahmah. (2016). Analisis motivasi terhadap kinerja kader
posyandu berdasarkan teori victor vroom, 4, 126–135.
Isaura, V. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja kader
posyandu di wilayah kerja pukesmas tarusan kecamatan koto. universitas
andalas.
kabupaten jombang, D. kesehatan. (2017). Profil kesehatan 2017.
Kartika, Nurlela, M., Karmila, Marlina, ., & . (2018). Faktor yang mempengaruhi
peran kader dalam upaya perbaikan gizi pada balita di wilayah kerja
pukesmas mila, 1(2), 45–51.
Karwati. (2011). Asuhan kebidanan komunitas. Jakarta: Trans info media.
Kemenkes RI. (2010). Pedoman kegiatan kader di posyandu. Jakarta: Depkes RI.
kementerian kesehatan. (2012). Ayo ke POSYANDU.
kementerian kesehatan, R. (2005). Buku pedoman umum pengelolaan posyandu.
Jakarta: Depkes RI.
kementerian kesehatan, R. (2016). Buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta: Depkes
RI.
Kesehatan, K. (2010). Peraturan mentteri kesehatan republik Indonesia tentang
pedoman penggunaan kms bagi balita.
Khomsan, ali. (2010). Pangan dan gizi untuk kesehatan (1st ed.). Jakarta: Pt.
rajawali perss.
Lalolorang, M., Tucunan, A. A. T., & Maramis, F. R. R. (2018). Hubungan antara
motivasi dan dukungan keluarga dengan keaktifan kader posyandu di
kecamatan likupang timur kabupaten minahasa utara, 7.
Lia, F., & Imam, S. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan sulit makan
pada anak usia pra sekolah di tk at nurus sholihah kebagusan pasar minggu
jakarta selatan.
Linda, A. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi kader dalam
penyelenggaraan kelas ibu hamil di keluarahan ngesrep kota semarang, 5.
Liswati, E. M. E. Y. (2016). Hubungan karakteristik ibu dengan status gizi balita
yang memiliki jamkesmas di desa tegal giri kecamatan nogosari kabupaten
boyolali.
Lubis, Z., & Syahri, isyantun mardiyah. (2015). Pengetahuan dan tindakan kader
posyandu dalam pemantauan pertumbuhan anak balita, 11(1), 65–73.
Maharani, sandy isna, Martanti, eko listyaning, Bahiyatun, Nisa, R., ., ., & .
(2018). Kajian pemberdayaan masyarakat melalui desa siaga dalam rangka
upaya penurunan aki di bergas kabupaten semarang, 7(15), 10–16.
Mardiana, N. (2016). Peran posyandu dalam meningkatkan kesehatan ibu dan
anak diwilayah kerja pukesmas konda kecematan konda kabupaten konawe
selatan, 1(4), 1–12.
Muaris, H. (2006). Sarapan sehat untuk anak balita. Jakarta: Gramedia pustaka
utama.
Mubarak. (2018). Analisis faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita
di wilayah pesisir kecamatan soropia, 5(April), 454–463.
Notoadmojo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Renika cipta.
Nugroho, kristiawan P. ., Adi, bagus P. ., & Angelina, R. (2018). Gambaran
status gizi kurang dan kejadian penyakit ispa pada balita di desa batur,
kecamatan getasan, kabupaten semarang, 233–242.
Nurapriyanti, I., & Sarwinanti. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi status
gizi balita di posyandu kunir putih 13 wilayah kerja pukesmas umbulharjo 1
kota yogyakarta. Stikes ’aisyiyah yogyakarta.
Nurfitriani. (2010). Faktor– faktor yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu
di pukesmas tanete kecamatan bulukumpa kabupaten bulukumba. Universitas
islam negeri alauddin makasar.
Nursalam. (2017). Metodologi penelitian ilmu keperawatan pendekatan Praktis
(4th ed.). surabaya: Salemba medika.
Oktarina, S. (2018). Hubungan peran kader dan dukungan kerluarga dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di wilayah kerja pukesmas tarusan,
XII(80), 111–118.
Oktavia, S., Widajanti, L., & Aruben, R. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan status gizi buruk pada balita di kota semarang, 5, 186–192.
Onthonie, H., Ismanto, Y., Onibala, F., ., ., & . (2015). Hubungan peran serta
kader posyandu degan status gizi balita di wilayah kerja pukesmas manganitu
kabupaten kepulaun sangihe, 3.
Profil Kesehatan. (2017). Profil kesehatan indonesia 2017.
Putri, R. F., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan status gizi anak balita di wilayah kerja puskesmas nanggalo padang,
4(1), 254–261.
Ramadhan, N. (2017). Faktor-faktor ibu berkunjung ke posyandu di desa beringin
kecamatan peureulak kabupaten aceh timur, 1, 177–186.
Rante, B. (2015). Studi pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi pada balita di desa
kotaraya barat, 52–57.
Rochmawati, A. (2010). Hubungan antara Keaktifan Kader Kesehatan dengan
Pengembangan Program Desa Siaga di Kecamatan Masaran Kabupaten
Sragen, 1–67.
Rozali, nur azikin. (2016). Peranan pendidikan, pekerjaan ibu dan pendapatan
keluarga terhadap status gizi balita.
Saputri, I. M., & Rohmawati, N. (2016). Peran dan fungsi kader , dukungan sosial
suami , dan pengetahuan tentang budaya keluarga pada pelaksanaan keluarga
sadar gizi ( roles and functions of cadre , husband social support , and
knowledge of family culture on the implementation of nutrition cons, 4(1),
168–174.
Sintya, A., & Muljono, P. (2018). Hubungan sikap dan motivasi kerja dengan
kinerja kader posyandu, 2(April), 223–238.
Sugiyono. (2003). Metode penelitian bisnis. Bandung: Pusat bahasa depdiknas.
Sulistyo, D. A. (2018). Hubungan antara tingkat pendidikan dan kehadiran ibu ke
posyandu dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas grogol
sukoharjo.
Sumarni, Fridayanti, W., & Wahyuni, T. (2013). THE DIFFERENCES IN
NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN OF WORKING MOTHERS
WITH AREN ’ T WORKING IN THE KEJOBONG DISTRICT
PURBALINGGA REGENCY, V(01).
Supariasa, i dewa nyoman. (2014). Pendidikan dan kosultasi gizi. Jakarta: EGC.
Suryabrata. (2014). Psikologi pendidikan. Jakarta: Rajawali press.
Susiani, A. N. I. (2017). Pelaksanaan desa siaga : literatur review.
Syafei, A. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan patisipasi kader dalam
kegiatan gizi balita di keluarahan rengas kecamatan ciputat, 23.
Tirayoh, N., Kandou, G. D., & Abeng, T. D. E. (2017). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan keaktifan kader pos pelayanan terpadu di wilayah kerja
pukesmas kema kecamatan kema kabupaten minahasa utara, 93–102.
Tristanti, I. (2017). Motivasi kader dan kelengkapan pengisihan kartu menuju
sehat balita di kabupaten kudus, I(I), 1–11.
Tristanti, I., & Khoirunnisa, F. N. (2018). Kinerja kader kesehatan dalam
pelaksaan posyandu di kabupaten kudus, 9(2), 192–199.
UNICEF. (2012). Gizi Ibu & Anak.
Wahyuningsih, W., & Setiyaningsih, A. (2017). Hubungan peran kader posyandu
dengan status gizi balita, IX(02), 192–201.

Anda mungkin juga menyukai