Anda di halaman 1dari 25

Health Education

ABORTUS

Oleh:

Hana Indah Arifint

19014101024

Masa KKM 22 Maret – 25 April 2021

SUPERVISOR PEMBIMBING
dr. Linda M. Mamengko, SpOG(K)

RESIDEN PEMBIMBING
dr. Hanna Febry Imelda Poluan

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
Lembar Pengesahan

Health Education dengan judul

“Abotus”

Mengetahui,

RESIDEN PEMBIMBING

dr. Hanna Febry Imelda Poluan

SUPERVISOR PEMBIMBING

dr. Linda M. Mamengko, SpOG(K)

1
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ 1
DAFTAR ISI...................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 5
A. Definisi................................................................................................... 5
B. Etiologi................................................................................................... 5
C. Patomekanisme Abortus......................................................................... 9
D. Klasifikasi Abortus ................................................................................11
E. Diagnosis................................................................................................14
F. Tatalaksana.............................................................................................17
G. Komplikasi..............................................................................................20
H. Prognosis.................................................................................................21
BAB III PENUTUP............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................23

2
BAB I

PENDAHULUAN

Abortus menjadi salah satu faktor penyumbang angka kematian ibu sehingga

menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia. Abortus yang dalam bahasa

Indonesia disebut keguguran merupakan salah satu penyebab perdarahan yang

terjadi pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan yang terjadi

dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan atau kehamilan terus berlanjut.

Abortus dapat terjadi secara sengaja maupun tidak disengaja.1

Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus yang disengaja banyak

tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus tidak disengaja atau

abortus spontan kadang – kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga

pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat

haid saja.2

Studi dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 menunjukkan

satu dari setiap empat kehamilan berakhir dengan abortus dan 25 juta abortus

tidak aman (45% dari total kasus abortus) terjadi setiap tahun dari tahun 2010-

2014. Mayoritas abortus tidak aman (97%) terjadi di negara berkembang seperti

Afrika, Asia dan Amerika Latin.3 Estimasi kejadian abortus yang tercatat oleh

WHO sebanyak 40-50 juta, sama halnya dengan 125.000 abortus per hari.

Abortion Incidence and Service Avaibility in United Stated pada tahun 2016

menyatakan tingkat abortus telah menurun secara signifikan sejak tahun 1990 di

negara maju tapi tidak di negara berkembang.4

3
Wilayah Asia Tenggara sendiri, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi

dilakukan setiap tahun dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia,

dimana 2.500 diantaranya berakhir dengan kematian. Angka aborsi di Indonesia

diperkirakan mencapai 2,3 juta per tahun dan sekitar 750.000 diantaranya

dilakukan oleh remaja.2

Angka kematian ibu di Indonesia menurut Survey Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 ialah 228 per 100.000 kelahiran hidup dan dari

jumlah tersebut, kematian akibat abortus tercatat mencapi 30 persen. Angka ini

telah mengalami penurunan namun belum mencapai target Millennium

Development Goals (MDGs) yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Pada

SDKI tahun 2012 angka ini meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup

dan masih belum sesuai dengan kesepatakan MDGs pada tahun 2015 yaitu 115

per 100.000 kelahiran hidup.5

Abortus dapat mengakibatkan kematian karena adanya perdarahan yang terus

menerus dan infeksi pada saat melakukan abortus. Selain masalah fisik, abortus

juga berdampak pada kondisi psikologis ibu. Abortus seringkali terjadi pada

wanita hamil dan membawa dampak psikologis yang mendalam seperti trauma,

depresi hingga kecenderungan perilaku bunuh diri. Pentingnya sosialisasi kepada

masyarakat tentang komplikasi dari abortus dapat menambah wawasan dan

kesadaran masyarakat tentang abortus serta sekiranya dapat menurunkan angka

kematian dan kesakitan ibu.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abortus ialah berakhirnya suatu kehamilan melalui cara apapun sebelum

janin mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu

didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin

kurang dari 500 gram. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia abortus

ialah terjadi keguguran janin. 6

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi

sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang

terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat

badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang

dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka

abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai

berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.1

B. Etiologi

Penyebab abortus terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut :7,8

1. Penyebab genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip

embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama

merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum

termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya

5
kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan

poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan

kariotip.

Gangguan jaringan konektif lain, misalnya Sindrom Marfan, Sindrom

Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan pseudoaxanthoma elasticum. Juga pada

perempuan dengan sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus.

Hal ini karena adanya mikroinfark pada plasenta. Kelainan hematologik

lain yang menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi, defisiensi

faktor XIII dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi kongenital.

2. Penyebab anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi

obstetik, seperti abortus berulang, prematuritas serta malpresentasi janin.

Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus ialah septum

uterus, kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis serta

mioma uteri. Sindrom Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat

implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.

3. Penyebab autoimun

Terdapat hubungan yang nyata antara aborus berulang dan penyakit

autoimun misalnya pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan

Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan ntobodi spedifik

yang didapati pada perempuan dengan SLE. Paling sedikit ada 3 bentuk

aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting yaitu Lupus

Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically

false-positive untuk syphilis (FP-STS)

6
4. Penyebab infeksi

Organisme yang berdampak pada kejadian abortus antara lain : virus

(sitomegalovirus, rubela, HSV, HIV dan parvovirus), bakteri

(L.monositogenes, C. tracomatis, Ureaplasma urealiitikum, Mikoplasma

hominis, bakterial vaginosis), parasit (Toxoplasmosis gondii, Plasmodium

falciparum) dan spirokaeta (Treponema pallidum).

Terdapat beberapa teori yang menerangkan peran infeksi terhadap

risiko abortus/EPL diantaranya sebagai berikut:

- Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin atau sitokin yang

berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat

sehingga janin sulit bertahan hidup.

- Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut

kematian janin.

- Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah

yang bisa mengganggu proses implantasi

- Amnionitis

- Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio.

5. Penyebab lingkungan

Malformasi janin dapat terjadi akibat dari paparan obat, bahan kimia

atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan

terhadap gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan

unsur toksik, antara lain nikotik yang telah diketahui mempunyai efek

vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon

7
monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janiin serta memacu

neurotoksin. Dengan adanya gangguan apda sistem sirkulasi fetoplasenta

dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya

abortus.

6. Penyebab hematologik

Beberapa kasus abortus berulang dditandai dengan defek plasentasi dan

adanya mirkotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen

koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada impantasi

embrio, invasi trofoblas dan plasentasi.

7. Penyebab hormonal

- Diabetes mellitus. Perempuan dengan DM dengan kadar HbA1c tinggi

pada trimester perama, risiko abortus dan malformasi janin meningkat

signifikan.

- Kadar progesterone yang rendah. Progesteron punya peran penting

dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi

embrio. Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7

minggu, yaitu saat dimana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid

untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum

usia 7 minggu akan menyebabkan abortus

- Defek fase luteal

- Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua

8. Faktor psikologis.

Terdapat hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan

mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap

8
terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan

sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter

untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu

kepadanya, sangat membantu. Pada penderita ini, penyebab yang menetap

pada terjadinya abortus spontan yang berulang masih belum dapat

dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita untuk melakukan pemeriksaan

lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan

abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil guna

mempersiapkan kehamilan yang berikutnya

C. Patomekanisme Abortus

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh

bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan

fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut

menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus.1

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih

terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan

secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam

cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat

proses pengeluaran hasil konsepsi.1

Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali

dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran

janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta

mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada

9
dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam

yang banyak.1

Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan

diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang

plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan

kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan

umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari

penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan

uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.1

Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:

- Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini,

meninggalkansisa desidua.

- Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion

dan desidua.

- Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan

janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin

yang dikeluarkan).

- Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.

Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan

atau infeksi lebih lanjut.

10
D. Klasifikasi Abortus7

1. Abortus spontan

Abortus spontan ialah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis

atau medis untuk mengosongkan uterus. Kata lain yang luas digunakan

adalah keguguran (miscarriage). Abortus spontan dibagi menjadi enam

subklasifikasi:

a. Abortus Iminens (Threatened abortion)

Abortus iminens merupakan abortus tingkat permulaan dan

merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan

pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik

dalam kandungan.

b. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

Abortus insipiens merupakan abortus yang sedang mengancam

yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah

membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan

dalam proses pengeluaran.

c. Abortus Kompletus

Abortus kompletus yaitu seluruh hasil konsepsi telah keluar dari

kavum uteri pada kehamlan kurang dari 20 minggu atau berat janin

kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium

uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan

sedikit. Besar uterus tidak sesuai umur kehamilan.

11
d. Abortus Inkompletus

Pada abortus inkompletus, sebagian hasil konsepsi telah keluar dari

kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Sebagian jaringan hasil

konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan

vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam

kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.

e. Abortus Tertunda (Missed abortion) Abortus tertunda adalah keadaan

dimana jaembrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum

kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan

dalam kandungan

f. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)9

Abortus habitualis merupakan abortus spontan yang terjadi tiga kali

atau lebih secara berturut-turut. Anomali kromosom parental,

gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan struktural uterus

merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis. Etiologi

abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana

sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu,

disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu

tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus

luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.

g. Abortus Septik (Septic abortion)

Abortus septik ialah keguguran disertai infeksi berat dengan

penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau

peritoneum.

12
2. Abortus provokatus

Abortus provokatus ialah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk

menghilangkan kehamilan sebelum umur 20 minggu atau berat janin 500

gram. Abortus ini terbagi lagi menjadi:

a. Abortus medisinalis (therapeutic abortion)

Abortus medisinalis ialah pengakhiran kehamilan sebelum saatnya

janin mampu hidup dengan maksud melindungi kesehatan ibu. Indikasi

untuk melakukan abortus medisinalis ialah apabila kelangsungan

kehamilan dapat membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada

penyakit vaskular hipertensif tahap lanjut dan karsinoma invasive pada

serviks. Selain itu, abortus medisinalis juga boleh dilakukan pada

kehamilan akibat perkosaan atau akibat hubungan saudara (incest) dan

sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan deformitas fisik yang

berat atau retardasi mental.

b. Abortus kriminalis

Abortus kriminalis ialah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis

yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh

hukum atau dilakukan oleh yang tidak berwenang.

13
Gambar . Klasifikasi Abortus

E. Diagnosis7

1. Abortus iminens (Threatened abortion)

a. Anamnesis : perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak

ada atau ringan.

b. Pemeriksaan dalam : fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan

besar uterus sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan spekulum

dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma servis.

14
c. Pemeriksaan penunjang : USG transvaginal atau transabdominal.

Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin

yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi

pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong

gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.

2. Abortus insipiens (Inevitable abortion)

a. Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi

rahim.

b. Pemeriksaan dalam : ostium terbuka, hasil konsepsi masih dalam

rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol), besar uterus masih

sesuai dengan umur kehamilan dengan tes Turin kehamilan masih

positif.

c. Pemeriksaan penunjang : USG akan didapati pembesaran uterus yang

masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung

janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya

terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan ada

tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.

3. Abortus kompletus

a. Anamnesis : tidak ada keluhan atau perdarahan sedikit

b. Pemeriksaan dalam : semua hasil konsepsi telah keluar, ostium uteri

telah menutup, uterus sudah mengecil.

c. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila

pemeriksaan secara klinis sudah memadai.

4. Abortus inkompletus

15
a. Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri /

kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.

b. Pemeriksaan dalam : ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah

kehamilan.

c. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita

ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari

umur kehamilan dan kantong gestasi sudah dulit dikenali, di kavum

uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.

5. Abortus tertunda (Missed abortion)

a. Anamnesis : tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan

pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan, perdarahan

bisa ada atau tidak.

b. Pemeriksaan obstetri : fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan

dan bunyi jantung janin tidak ada.

c. Pemeriksaan penunjang : Pada pemeriksaan USG akan didapatkan

uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil dan bentuknya

tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda –tanda

kehidupan. Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium (Hb, trombosit,

fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu

protrombin).

6. Abortus habitualis (Recurrent abortion)

a. Histerosalfingografi : untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus

submukosa dan anomali kongenital.

16
b. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada

atau tidak gangguan glandula thyroidea.

7. Abortus Septik (Septic abortion)

a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah

ditolong di luar rumah sakit.

b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan

dan sebagainya.

c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri

tekan dan leukositosis.

d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil,

nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.

F. Tatalaksana7,10,11

1. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfusi

darah dan cairan yang cukup.

2. Tatalaksana sesuai jenis abortus.

- Abortus iminens : tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi

spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan

hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya

abortus. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan

dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai

lebih kurang 2 minggu.

17
- Abortus insipiens : setelah penanganan hemodinamik, segera

dilakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul

dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pasca tindakan perlu

perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, antibiotik

profilaksis.

- Abortus kompletus : tidak memerlukan tindakan khusus ataupun

pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila

keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.

- Abortus inkompletus : Bila terjadi perdarahan hebat dianjurkan segera

melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manuala gar

jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera

dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan

bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Pascatindakan

perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotik.

- Missed abortion : Pada umur kehamilan kurang dari dari 12 minggu

tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan

dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur

kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan

keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan

induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan

kanalis servikalis.

3. Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke

rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang

menyebabkan anemia berat atau infeksi.

18
4. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan

kembali ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang memburuk

atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih

berat.

Dilatasi dan Kuretase Aborsi bedah sebelum 14 minggu dilakukan mula-

mula dengan membuka serviks, kemudian mengeluarkan kehamilan dengan

secara mekanis mengerok keluar isi uterus (kuretase tajam), dengan aspirasi

vakum (kuretase isap), atau keduanya. Setelah 16 minggu, dilakukan dilatasi

dan evakuasi (D&E). Tindakan ini berupa pembukaan seviks secara lebar

diikuti oleh dekstruksi mekanis dan evakuasi bagian janin. Setelah janin

dikeluarkan secara lengkap maka digunakan kuret vakum berlubang besar

untuk mengeluarkan plasenta dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan Curretase

(D&C) serupa dengan D&E kecuali pada D&C, bahwa sebagian dari janin

mula-mula dikuretase melalui serviks yang telah membuka untuk

mempermudah tindakan.

19
Gambar : Tindakan dilatasi dan kuretase (D&C)

G. Komplikasi1,12

1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan

tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera

pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.

2. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat

mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila

setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus

diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan

histologik harus dilakukan dengan teliti.

3. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam

uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga

gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama

20
sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah

kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70-

100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera.

4. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan

tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini

dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak

dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.

5. Keracunan obat / zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik

lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat

mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-

obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb,

pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk

menegakkan diagnosis.

6. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan

tetapi memerlukan waktu.

H. Prognosis

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan

sebelumnya.

1. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang

rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %.

2. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui,

kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %.

21
3. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung

janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih

aborsi spontan yang tidak jelas.

BAB III

PENUTUP

Abortus ialah pengehantian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar

rahim yaitu usia kurang dari 20 minggu usia kehamilan dengan berat janin kurang

dari 500 gram. Abortus diklasifikasikan menjadi dua klasifikasi besar yaitu

abortus spontan yang terdiri abortus imminens, abortus insipiens, abortus

inkomplit, abortus komplit serta abortus provokatus yang terdiri dari therapeutic,

eugenic abortion dan elective abortion. Faktor – faktor yang berhubungan dengan

kejadian abortus yaitu faktor ibu, faktor janin dan faktor eksternal dari

lingkungan. Komplikasi abortus bisa dari segi medis maupun psikologis. Peran

22
sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang

abortus sangatlah penting untuk mencegah terjadinya abortus dan menurunkan

angka kematian ibu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo; 2010.

2. Azhari. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. In


Palembang; 2002.

3. Singh S, Remez L, Sedgh G, Kwok L, Onda T. Abortion Worldwide 2017


Uneven Progress and Unequal Access. Guttmacher Institute; 2017.

4. Sedgh G, Bearak J, Alkema L. Abortion incidence between 1990 and


2014:global, regional and subregional levels and trends. Lancet.
2016;388(10041):258–67.

5. Kemenkes. Bappenas : Angka Kematian Ibu. Jakarta; 2014.

23
6. Lumbanraja SN. Kegawatdaruratan obstetri. Medan: USU Press; 2017.

7. Hadijanto B. Perdarahan Pada Kehamilan Muda. In: Ilmu Kebidanan.


Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016.

8. Purwaningrum ED, Fibriana AI. Faktor Risiko Kejadian Abortus Spontan.


Higeia Jorunal Public Heal. 2017;1(3):84–94.

9. Handarto H, Santoso B, Harzif A. Konsensus Keguguran Berulang. Vol.


53, Journal of Chemical Information and Modeling. Jakarta: HIFERI,
POGI; 2018.

10. WHO. Medical Management of Abortion. Geneva: WHO Press; 2018.

11. Westhoff C. A Better Medical Regimen for the Management of


Miscarriage. N Engl J Med. 2018;378(23):2232.

12. Ramsey P, Owen J. Midtrimester cervical ripening and labor induction.


Clin Obs Gynecol. 2000;43(3):495.

24

Anda mungkin juga menyukai