Anda di halaman 1dari 37

PENGENDALIAN POTENSI BENCANA BANJIR DI DESA

LINGGAR, KECAMATAN RANCAEKEK

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Keruangan dan Mitigasi
Bencana
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, M.S

Disusun Oleh:
Fauzia Umami Shidiq
NIM. 2002217

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa diucapkan, karena atas


karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shawalat serta salam semoga tercurahkan
bagi Rasulullah SAW yang syafaatnya dapat kita nantikan kelak. Makalah yang
berjudul “Pengendalian Potensi Bencana Banjir di Desa Linggar, Kecamatan
Rancaekek” merupakan makalah yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Studi Keruangan dan Mitigasi Bencana yang diampu oleh Prof. Dr.
Hj. Enok Maryani, M.S.
Makalah ini menjelaskan mengenai potensi bencana banjir yang terjadi di
Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek dan upayanya mengenai pengendalian dan
mitigasi bencana. Selain itu, kajian yang dibahas pada makalah ini adalah
mengenai kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir yang
selalu terjadi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung
serta membantu penyelesaian makalah. Harapan penulis, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekaligus menumbuhkan pemahaman
bahwa masyarakat memiliki peranan penting terhadap potensi bencana yang
terjadi dalam suatu wilayah.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada
ketidaksesuaian kalimat dan kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada
kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah.

Bandung, Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................4
2.1 Banjir.........................................................................................................4
2.2 Pengendalian Banjir..................................................................................7
2.3 Konsep Umum Manajemen Bencana........................................................8
2.3.1 Manajemen Pra Bencana....................................................................9
2.3.2 Mitigasi............................................................................................11
2.3.3 Kesiapsiagaan...................................................................................12
2.3.4 Manajemen Saat Terjadi Bencana....................................................13
2.3.5 Prosedur tanggap darurat.................................................................13
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................14
3.1 Penyebab Terjadinya Banjir di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek...14
3.2 Dampak Banjir Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat.............16
3.3 Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek
dalam Menghadapi Bencana Banjir...................................................................20
3.3.1 Tata Guna Lahan..............................................................................20
3.3.2 Mitigasi Bencana..............................................................................21
3.3.3 Kesiapsiagaan Masyarakat...............................................................23
3.3.4 Peran Pendidikan dalam Mitigasi Bencana Banjir...........................24
BAB IV PENUTUP...............................................................................................27
4.1 Kesimpulan..............................................................................................27
4.2 Saran........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan dapat merupakan sumberdaya maupun bahaya (hazards). Kondisi
lingkungan mengalami perubahan baik secara cepat maupun perlahan-lahan, oleh
berbagai faktor penyebab, dan beragam dampaknya. Perubahan pada salah satu
atau lebih dari komponen lingkungan akan mempengaruhi komponen lainnya dari
lingkungan tersebut dengan intensitas yang berbeda. Pertumbuhan penduduk di
suatu daerah, misalnya, akan berpengaruh positip maupun negatip terhadap
komponen lingkungan dari daerah tersebut seperti lahan, air, flora dan fauna, dll.
Pertumbuhan penduduk memerlukan pangan, tempat tinggal, air bersih, dll yang
dapat dipenuhi oleh lingkungan. Perubahan guna lahan akan berpengaruh pada
komponen lain termasuk sumberdaya air, tanah, dll.
Dewasa ini, perubahan guna lahan dilaksanakan secara masif di Indonesia.
Disisi lain hal tersebut memberikan dampak buruk bagi lingkungan karena tidak
mengedepankan ekosistem yang ada. Lingkungan alam menjadi rusak dan tidak
dapat dipungkiri mengakibatkan sebuah bencana yang menyengsarakan
masyarakat. Salah satu bencana tersebut adalah banjir. Menurut data BNPB
(2020) sampai dengan bulan Agustus 2020, banjir menjadi bencana alam paling
mematikan dari awal Januari 2020 hingga Agustus 2020. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lebih dari 100 jiwa meninggal akibat
banjir dan 17 lainnya hilang. Dengan adanya data tersebut maka dapat
diidentifikasikan bahwa bencana banjir masih akan terus berpotensi terjadi dan
menjadi ancaman bagi masyarakat di Indonesia.
Banjir merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar
terhadap kondisi masyarakat baik secara sosial, ekonomi, budaya maupun
lingkungan. Banjir bukan merupakan masalah pribadi yang diteliti berdasarkan
disiplin ilmu, tetapi banjir diakibatkan system lingkungan yang rusak dan mata
rantai fisis lingkungan yang terganggu, sehingga untuk mengatasi masalah banjir
perlu dikaji secara terpadu. Banjir merupakan salah satu bentuk fenomena alam
yang terjadi akibat intensitas curah hujan yang tinggi di mana terjadi kelebihan air
yang tidak tertampung oleh suatu sistem (Suripin, 2004).

1
2

Banjir yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia pada umumnya selalu


dikaitkan dengan adanya aktifitas alih fungsi lahan yang marak terjadi di daerah
hulu sungai. Namun, aktifitas manusia di daerah hulu sungai tidak begitu saja
dapat mengganggu sistem aliran air. Banyak faktor lain yang bisa menyebabkan
banjir di dataran rendah. Kecuali bila dilakukan penebangan dan alih fungsi lahan
besar-besaran yang akan mengakibatkan tingginya tingkat erosi. Hal tersebut akan
mengakibatkan banyaknya jumlah sedimen yang terkikis oleh hempasan air yang
besar lalu terbawa oleh aliran air sungai yang mengakibatkan pendangkalan
sungai di daerah hilir. Dengan terjadinya pengendapan di daerah hilir maka sungai
tidak mampu menampung air yang besar dan bisa menyebabkan luapan air ketika
hujan turun. Bencana banjir sering terjadi setiap musim hujan tiba di beberapa
titik di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Kota Bandung dan Kabupaten
Bandung termasuk di dalam Cekungan Bandung. Cekungan Bandung dulunya
merupakan danau purba yang mengering setelah terjadi letusan Gunung
Tangkuban Parahu. Cekungan Bandung meliputi wilayah Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, serta Kabupaten Sumedang. Karena Kabupaten Bandung
merupakan bagian dari Cekungan Bandung maka daerah dataran rendah di
wilayah tersebut rawan akan bencana banjir akibat akumulasi air dari dataran
tinggi di sekelilingnya.
Dikutip dari berita pada laman BPBD yang terbit tanggal 3 Maret 2020
pada laman BPBD Jawa Barat (2020) dijelaskan bahwa Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung melaporkan kejadian banjir pada
bulan Maret telah merendam sebanyak 9.285 rumah di wilayah Kabupaten
Bandung, Jawa Barat. Banjir tersebut juga berdampak pada 15.639 KK/56.251
jiwa dan memaksa sedikitnya 76 KK/315 jiwa yang terdiri dari 24 balita dan 28
lansia mengungsi ke tempat yang lebih aman. Salah satu daerah yang menjadi
langganan bencana banjir di Kabupaten Bandung adalah Desa Linggar,
Kecamatan Rancaekek.
Permasalahan banjir di Kabupaten Bandung tepatnya di Desa Linggar,
Kecamatan Rancaekek merupakan masalah yang mulai disorot karena kerugian
akibat banjir tersebut sudah sangat terasa bagi berbagai pihak khususnya bagi
masyarakat yang tinggal di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek. Terjadinya
3

bencana banjir di daerah ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Mulai dari
intensitas hujan yang cukup tinggi, adanya pendangkalan sungai, pembuangan
limbah industri yang tidak semestinya, sampai dengan aspek tata guna lahan yang
tidak semestinya. Bencana banjir tersebut sangat merugikan masyarakat karena air
bisa menggenang setinggi sekitar 1-2 meter. Hal tersebut pun menimbulkan
berbagai permasalahan yang mengganggu aktifitas sosial ekonomi masyarakat
yang tinggal di desa tersebut.
Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk mengkaji mengenai “Pengendalian Bencana Banjir di Desa Linggar,
Kecamatan Rancaekek” untuk meminimalisir potensi bencana banjir yang terus
menerus terjadi setiap tahunnya. Hal tersebut pun didorong oleh kekhawatiran
mengenai kelestarian alam yang mulai rusak dan sangat mempengaruhi seluruh
lini kehidupan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan adanya latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa penyebab terjadinya bencana banjir di Desa Linggar, Kecamatan
Rancaekek?
2. Bagaimana dampak bencana banjir terhadap kehidupan sosial ekonomi yang
dirasakan masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek?
3. Bagaimana tingkat kesiapsiagaan masyarakat Desa Linggar, Kecamatan
Rancaekek dalam menghadapi bencana banjir?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penulisan makalah ini bertujuan
sebagai berikut:

1. Untuk memahami penyebab terjadinya bencana banjir di Desa Linggar,


Kecamatan Rancaekek.
2. Untuk mengetahui dampak bencana banjir terhadap kehidupan sosial ekonomi
yang dirasakan masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek.
3. Untuk menjelaskan tingkat kesiapsiagaan masyarakat Desa Linggar,
Kecamatan Rancaekek dalam menghadapi bencana banjir.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Banjir
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air
yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan
kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman
musiman yang terjadi apabila meluapnya air dari saluran yang ada dan
menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering
terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun
ekonomi.
Banjir bisa disebabkan oleh 2 (dua) jenis faktor penyebab, di antaranya : 1).
Faktor alam seperti topografi dan geofisik sungai, curah hujan yang tinggi,
penurunan tanah, kerusakan bangunan pengendali banjir, erosi dan sedimentasi
kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai, dan sebagainya; 2). Faktor
manusia seperti pembuangan sampah sembarangan, perencanaan sistem
pengendalian banjir tidak tepat, perubahan tata guna lahan, kawasan kumuh di
sepanjang sungai, dan sebagainya.
Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), faktor penyebab terjadinya banjir
dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu banjir alami dan banjir oleh
tindakan manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi,
erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air
pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah
manusia yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan seperti : perubahan
kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran,
rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusaknya hutan
(vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat.
1. Penyebab banjir secara alami
Yang termasuk sebab-sebab alami diantaranya adalah :
a. Curah hujan
Oleh karena beriklim tropis, Indonesia mempunyai dua musim
sepanjang tahun, yakni musim penghujan dan musim kemarau. Pada

4
musim hujan, curah hujan yang tinggi berakibat banjir di sungai dan bila
melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

5
6

b. Pengaruh fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan
kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai,
geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman,
potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain
merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.
c. Erosi dan Sedimentasi
Erosi di DPS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas
penampang sungai. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas
saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.
d. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan
oleh pengendapan berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul sungai yang
berlebihan. Sedimentasi sungai terjadi karena tidak adanya vegetasi
penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat. Sedimentasi
menyebabkan terjadinya agradasi dan pendangkalan pada sungai, hal ini
dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan sungai. Efek
langsung dari fenomena ini menyebabkan meluapnya air dari alur sungai
keluar dan menyebabkan banjir.
e. Kapasitas drainasi yang tidak memadai
Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi daerah
genanga yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi
langganan banjir di musim hujan.
f. Pengaruh air pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu
banjir bersamaan denganair pasang yang tinggi maka tinggi genangan
atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).
2. Penyebab banjir akibat aktifitas manusia
Yang termasuk sebab-sebab banjir karena tindakan manusia adalah :
7

a. Perubahan kondisi DAS


Perubahan kondisi DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian
yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat
memperburuk masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir.
b. Kawasan kumuh dan sampah
Perumahan kumuh di sepanjang bantaran sungai dapat menjadi
penghambat aliran. Masyarakat membuang sampah langsung ke alur
sungai, sehingga dapat meninggikan muka air banjir disebabkan karena
aliran air terhalang.
c. Drainasi lahan
Drainasi perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran
banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air
yang tinggi.
d. Kerusakan bangunan pengendali air
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir
sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat
meningkatkan kuantitas banjir.
e. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi
kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat
menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar. Semisal, bangunan
tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul ketika terjadi banjir
yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul. Hal
ini mengakibatkan kecepatan aliran yang sangat besar melalui tanggul
yang bobol sehingga menibulkan banjir yang besar.
f. Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami)
Penebangan pohon dan tanaman oleh masyarakat secara liar (illegal
logging), tani berpindah-pindah dan permainan rebiosasi hutan untuk
bisnis dan sebagainya menjadi salah satu sumber penyebab terganggunya
siklus hidrologi dan terjadinya banjir.
8

2.2 Pengendalian Banjir


Merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan pekerjaan pengendalian
banjir, eksploitasi dan pemeliharaan, yang pada dasarnya untuk
mengendalikan banjir, pengaturan penggunaan daerah dataran banjir dan
mengurangi atau mencegah adanya bahaya/kerugian akibat banjir.
Ada 4 strategi dasar untuk pengelolaan daerah banjir yang meliputi (Grigg,
1996) :
1. Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona
atau pengaturan tata guna lahan)
2. Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bantuan
pengontrol (waduk) atau normalisasi sungai.
3. Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknis mitigasi
seperti asuransi, penghindaran banjir (flood profing)

4. Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga


kelestariannya seperti penghijauan.
Alat untuk empat strategi dasar dapat digambarkan sebagai
berikut :

Pengendalian Banjir

Metode Struktur Metode Non-Struktur

 Pengelolaan DAS
 Pengaturan Tata Guna
Perbaikan Bangunan Lahan
dan Pengendali  Pengendalian erosi
 Pengembangan daerah
Pengaturan Banjir banjir
Sistem  Pengaturan daerah banjir
 Bendungan (dam)  Penanganan kondisi
sungai  Kolam Retensi darurat
 Pembuatan check dam  Peramalan banjir
 Sistem jaringan sungai
(penangkap sedimen)  Peringatan bahaya banjir
 Normalisasi sungai
 Bangunan pengurang  Asuransi
 Perlindungan tanggul
Kemiringan sungai  Law Enforcement
 Tanggul banjir
 Ground sill
 Sudetan (By Pass)
 Pembuatan Polder
 Flood way
9

Gambar 2.1Pengendalian banjir metode stuktur dan


Non Struktur

Seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1 ada dua metode pendekatan


untuk analisis pengendalian banjir yaitu metode struktur dan non-struktur.
Beberapa metode struktur diuraikan sebagai berikut :
 Bendungan (dam)
Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola distribusi aliran
sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai disebelah
hilir bendungan.
 Kolam Penampungan (retention basin)
Kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk menyimpan
sementara volume air banjir sehingga puncak banjir dapat dikurangi dan
dilepaskan kembali pada saat air surut. Wilayah yang digunakan untuk kolam
penampungan biasanya didaerah dataran rendah.

 Tanggul Penahan Banjir


Tanggul penahan banjir adalah penghalang yang didesain untuk menahan
banjir di palung sungai untuk melindungi daerah sekitarnya.
 Saluran By pass
Saluran bay pass adalah saluran yang digunakan untuk
mengalihkan sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka
mengurangi debit banjir pada daerah yang dilindungi.
 Sistem pengerukan sungai/normalisasi sungai
Sistem pengerukan atau pengerukan saluran adalah bertujuan
memperbesar kapasitas tampung sungai dan memperlancar aliran.
Normalisasi diantaranya mencakup kegiatan melebarkan sungai,
mengarahkan alur sungai dan memperdalam sungai (pengerukan).

2.3 Konsep Umum Manajemen Bencana


Manajeman penaggulangan bencana secara definisi
memilkik kemiripan terhadap sifat dan definisi manajemen secara
umumnya. Techical Guidens For Helath Crisis Responses on Disaster
(2011) menjelaskan bahwa manajemen penanggulangan bencana adalah
10

pengelolaan sumber daya yang ada untuk mengahadapi ancaman bencana


dengan melakukan perencanaan, penyiapan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi di setiap tahap penanggulangan bencana yaitu pra bencana, saat
bencana, dan pasca bencana.
Dalam siklus manajemen bencana, siklus yang ada bersifat
fleksibel dan bergantung pada kondisi yang akan dilakukan. Akan tetapi,
setiap tahap harus mendapat perhatian secara tegas penyelesaiannya.
Dalam artian bahwa bahwa siklus manajemen haruslah dipahami
bahwa setiap waktu, semua tahapan dapat dilaksanakan secara bersama-
sama atau dimulai dengan penyesuaian terhadap kebutuhan dan pada
tahapan tertentu dengan porsi yang berbeda.
Berikut siklus manajemen yang dimaksudkan:

Siklus Manajemen Penanggulangan Bencana


Sumber: Techical Guidens For Helath Crisis Responses on
Disaster

2.3.1 Manajemen Pra Bencana


a. Saat terjadi ancaman dan saat tidak terjadi ancaman
Saat terjadi ancaman maupun saat tidak terjadi ancaman
dapat direspon dengan tindakan pencegahan bencana. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa
pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
11

tujuan mengurangi atau menhilangkan risiko bencana baik melalui


pengurangan risiko bencana meupun kerencanaan pihak yang terkena
bencana. Upaya pencegahan bertujuan menghindari terjadinya bencana
dan mengurangi risiko dampak bencana meliputi upaya:
a. Penyusunan kebijakan, peraturan perundang-undangan, pedoman
dan standar;
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan;
c. Pembuatan brosur/leaflet/poster himbauan;
d. Analisis risiko bencana dengan penggunaan metode-metode
analisis yang spesifik;
e. Pembentukan tim penanggulangan bencana;
f. Pelatihan dasar kebencanaan, dan
g. Membangunan system penanggulangan krisis kesehatan berbasis
masyarakat.
12

2.3.2 Mitigasi
Umunya bencana terjadi memiliki akibat terhadap penderitaan bagi
masyarakat, baik berupa korban jiwa manusia itu sendiri maupun kerugian
harta benda dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Untuk
mengantisipasi hal demikian, konsep mitigasi berupaya menjelaskan upaya
yang dilakukan terhadap meminimalisir dampak negative yang ditimbulkan.
Secara legalitas atau berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun
2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, mitigasi
didefiniskan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancamana bencana.
Selain itu, mitigasi (mitigation) adalah upaya-upaya atau usaha-usaha yang
dilakukan secara sadar untuk mengurangi dampak bencana, baik pengurangan
dampak secara fisik structural dan non fisik-struktural. Pengurangan secara fisik
structural adalah dapat berupa pembuatan bangunan-bangunan fisik yang
mampu meminimalkan dampak bencana. sedangkan non fisik-struktural adalah
dapat berupa penekanan dampak negatif bencana melalui perundang-undangan
dan pelatihan-pelatihan terkait dengan kebencanaan atau dapat berupa edukasi,
pemberian sangsi dan reward, penyuluhan dan penyediaan informasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 menjeaskan bahwa
kegiatan mitigasi bencana harus dilakukan melalui cara-cara seperti; perencanaan
dan pelaksanaan penataan ruang yang berdasarkan pada analisis risiko bencana;
pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata bangunan dengan
penerapan aturan standar teknis bangunan yang ditetapkan oleh BNPB/BPBD;
penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, baik secara
konvensional maupun modern yang terstandarisasi oleh BNPB/BPBD
13

2.3.3 Kesiapsiagaan
Menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, kesiapsiagaan didefiniskan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. Lebih lanjut, Undang-undang No. 24 Tahun
2007 tentang Pennggulangan Bencana menjelaskan bahwa kesiapsiagaan
tersebut haruslah dilakukan melalui; penyusunan dan uji coba rencana
penanggulangan kedaruratan bencaca; pengorganisasian, pemasangan, dan
pengujian system peringatan dini; penyediaan dan penyiapan barang pasokan
pemenuhan kebutuhan dasar (basic need); pengorganisasian, penyuluhan,
pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; penyiapan lokus
evakuasi; penyusunan data yang akurat, informative, dan pemutakhiran
prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan penyediaan dan penyiapan bahan,
barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan persamaan dan sarana.
Kesiapsiagaan yang dimaksudkannya adalah kesiapsiagaan sebagai suatu
kondisi yang hendak diacapai. Ia juga menjelaskan secara tegas bahwa
kesiapsiagaan atau kondisi (kesiapsiagaan masyarakat) secara deskripsi dapat
diukur seperti berikut:
a. Kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia (SDM) kunci yang
berperan dalam kesiapsiagaan tersebut (baik secra individu maupun
kelembagaan);
b. Sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang kesiapsiagaan tersebut;
c. Upaya untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan orang yang
terlibat;
d. Legitimasi SDM kunci yang berperan dalam kesiapsiagaan baik di
lembaga pemerintah dan non pemerintah maupun di lingkungan
masyarakat; dan
e. Jejaring sosial yang dimiliki.
14

2.3.4 Manajemen Saat Terjadi Bencana

a. Masa tanggap darurat dan perpanjangan masa tanggap darurat


Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benca, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsian, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
Sedangkan masa tanggap darurat menurut Perka BNPB Nomor 14
tahun 2010 adalah didefinisikan sebagai jangka waktu tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah (BNPB atau BPBD)
dalam melakukan proses tanggap darurat seperti yang meliputi pencarian
korban terdampak bencana, pertolongan dan evakuasi. Terhadap beberapa hal
tersebut, proses tanggap darurat dilakukan dengan membentuk pos-pos
komando di beberapa lokasi terdampak bencana dengan masa operasi 24 jam.
Sederhananya, masa tanggap darurat bencana dilakukan sejak
terjadinya bencana maupun pra-bencana dan penghentian masa tanggap
darurat dihentikan apabila korban bencana secara kesulurah telah ditemukan.
Atau proses masa tanggap darurat dapat dihentikan setelah jangka waktu 7
(tujuh) hari sejak dimulainya tanggap darurat saat bencana maupun saat
dilakukannya pencarian korban terdampak bencana.

2.3.5 Prosedur tanggap darurat

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana. Tanggap darurat bencana merupakan proses
15

pertolongan, pencarian dan proses evakuasi.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Terjadinya Banjir di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek
Desa Linggar berada di Kawasan Industri manufaktur, yang memiliki
dua sungai besar, yaitu Sungai Cikijing dan Sungai Cimande dengan kondisi yang
sudah terpapar limbah berbahaya dan banjir di musim hujan. Kedua sungai
tersebut mengalir ke Sungai Citarik yang selanjutnya mengalir ke Sungai Citarum.
Sesuai dengan penjelasan di atas, sayangnya sungai-sungai besar yang dekat
sekali dengan Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek ini tidak berfungsi
semestinya. Hal itu dikarenakan kedua sungai besar itu sudah mendangkal,
dijadikan pembuangan limbah, dan menjadi salah satu pusat potensi bencana
banjir didesa tersebut. Adapun beberapa permasalahan dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Curah hujan
Oleh karena beriklim tropis, Indonesia mempunyai dua musim sepanjang
tahun, yakni musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim hujan, curah
hujan yang tinggi berakibat banjir di sungai dan bila melebihi tebing sungai
maka akan timbul banjir atau genangan.
2. Beralihnya daerah kawasan lindung (hutan dan nonhutan) menjadi kawasan
permukiman, pertanian, peternakan, dan industri;
Jika ditinjau secara langsung, daerah hulu sungai Cimande dan
sungai Cikijing ini berada di Kabupaten Sumedang, yang notabennya kedua
sungai ini pun melewati Jalan Nasional Bandung-Garut. Beralihnya Kawasan
lindung seperti hutan di Kawasan ini memang terpampang nyata. Khususnya
daerah hulu sungai Cimande terdapat beberapa kawasan hutan yang berubah
menjadi perumahan-perumahan warga. Jika mengikuti alur sungai Cimande,
di daerah Warung Cina yang seharusnya menjadi daerah pesawahan dan
resapan air, penyempitan dan pendangkalan sungai dilatarbelakangi oleh
pembangunan pabrik-pabrik besar yang mengharuskan lahan-lahan sekitar
sungai dibeton dan hilangnya lahan untuk resapan air di daerah tersebut.
Selaras dengan hal tersebut, aliran Sungai Cikijing yang pun sudah tidak
dapat dioptimalisasi. Latar belakang masalah tersebut adalah adanya

16
penyempitan sungai untuk keperluan pembangunan pabrik dan perumahan-
perumahan yang meluas

17
18

sehingga mengorbankan aliran sungai yang harus dipersempit.


3. Bertambahnya jumlah luasan lahan kritis akibat perencanaan dan pengawasan
yang kurang baik;
Termasuk kedalam Kawasan industri, pembangunan-pembangunan
di Desa Linggar sedang gencar-gencarnya dilakukan. Sayangnya
pembangunan tersebut adalah pembangunan untuk perluasan pabrik-pabrik
dan perumahan yang pada hakikatnya tidak memerhatikan konservasi
lingkungan alam. Banyak alih fungsi lahan yang memaksa posisi lahan hijau,
lahan pertanian dan lahan resapan air beralih menjadi lahan industry dan
perumahan yang berakibat buruk bagi kelangsungan ekosistem lingkungan
sekitar. Dampak yang paling sering terasa oleh masyarakat adalah bencana
alam banjir.
4. Pencemaran terhadap sungai oleh limbah domestik, yaitu air limbah yang
berasal dari permukiman, pertanian, peternakan, dan industri;
Sebagai lingkungan padat penduduk yang berada dikawasan
industri, masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek sudah tidak dapat
memfungsikan Sungai Cimande dan Sungai Cikijing seperti seharusnya. Hal
tersebut dikarenakan aliran kedua sungai itu sudah terkontaminasi limbah-
limbah pabrik yang dibuang tanpa adanya filterisasi dan pengawasan yang
ketat sehingga mengakibatkan air pada kedua sungai itu berwarna hitam,
berbau dan sangat tidak layak untuk digunakan oleh masyarakat. Sesuai
tinjauan beberapa pihak, para pelaku industri yang memegang kendali
mengenai pembuangan limbah mengelabui masyarakat dan pemerintah
dengan membuat pipa-pipa pembuangan di bawah tanah yang mengalir ke
kedua sungai tesebut. Keadaan curah hujan besar merupakan salah satu
kondisi yang dimanfaatkan oleh pabrik-pabrik, karena ketika aliran sungai
mulai besar atau adanya banjir kiriman dari Kabupaten Sumedang mereka
dengan semena-mena membesarkan aliran pembuangan limbah sehingga arus
banjir yang selalu dirasakan masyarakat Desa Linggar, Kecamatan
Rancaekek pun tercampur limbah pabrik.
Padahal dalam beberapa kesempatan masyarakat dan pemerintah
selalu memberikan teguran kepada pihak perusahaan-perusahaan pabrik
19

tersebut untuk lebih memperhatikan lingkungan alam, tetapi karena kekuatan


investasi dan kekuatan lainnya maka teguran dan keluhan masyarakat sekitar
hanya dijadikan sebagai angina lalu.
Selain dari adanya limbah industry, permasalahan tercemarnya air
sungai pun karena masih kurang pedulinya masyarakat terhadap lingkungan
dengan membuang limbah rumah tangga ke sungai yang membuat sungai
semakin tercemar dan akibatnya dirasakan oleh masyarakat sendiri.
5. Tingkat pengambilan air tanah di luar kendali (tereksploitasi secara
berlebihan) menyebabkan penurunan muka tanah dan memperbesar potensi
daerah rawan banjir.
Desa Linggar,Kecamatan Rancaekek merupakan salah satu
lingkungan padat penduduk yang pastinya memerlukan air. Air merupakan
salah satu kebutuhan utama dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kualitas
air pun sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Dalam hal ini, dengan
banyaknya pembangunan pabrik-pabrik dan perumahan di Desa Linggar,
Kecamatan Rancaekek mengharuskan adanya eksploitasi air yang berlebihan.
Meskipun air tanah didesa tersebut dapat dikatakan tidak layak karena
berbau, berwarna kuning dan sudah terkontaminasi limbah pabrik tetapi tidak
dapat dipungkiri bahwa pengambilan air tanah tidak terkendali dan berakibat
pada penurunan muka tanah yang pada akhirnya merupakan salah satu
potensi adanya bencana banjir yang terjadi di Desa Linggar, Kecamatan
Rancaekek.
3.2 Dampak Banjir Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Dalam bencana banjir di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, masyarakat
merasakan dampak yang berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupannya.
Salah satu aspek yang sangat terdampak adalah aspek sosial dan ekonomi.
Kondisi sosial penduduk adalah keadaan yang menggambarkan kehidupan
manusia yang mempunyai nilai sosial. Kondisi sosial penduduk dalam bencana
banjir di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek dikaji melalui empat variabel yaitu
kondisi demografis, kesehatan, pendidikan dan kondisi rumah (Imas Karunia,
2012).
a. Kondisi Demografis
20

Demografi merupakan istilah yang berasal dari dua kata


Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan grafein yang
berarti adalah tulisan sebagai studi ilmiah masalah penduduk yang berkaitan
dengan jumlah, struktur, serta pertumbuhannya terkait dengan bahaya banjir
(Sri Moertiningsih, 2011).
Sebagai desa yang berpotensi terkena banjir, Desa Linggar,
Kecamatan Rancaekek ini pun termasuk kedalam lingkungan padat
penduduk dengan jumlah penduduk 10.287 jiwa (Kementrian Dalam Negeri,
2020). Dengan luas wilayah pemukimannya 115,735 ha/m2. Bencana banjir
yang sering terjadi di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek sangatlah
mengancam kelangsungan hidup masyarakat setempat. Karena dengan arus
aliran banjir yang sangat deras dan kuat maka hal tersebut dapat
membahayakan masyarakat, bahkan dari beberapa tahun terakhir bencana
banjir di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek memakan korban sampai
meninggal dunia karena terbawa arus aliran banjir.
b. Kesehatan
Kesehatan dapat dinyatakan suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial. UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan.
Kondisi bencana alam khususnya banjir dapat mengganggu
kesehatan masyarakat. Hal tersebut karena air banjir yang mengalir dapat
dipastikan sangat kotor, tempat berkumpulnya bakteri dan tidak layak guna.
Masyarakat yang terkena imbas bencana banjir biasanya mengeluhkan
kesehatannya terganggu, seperti gangguan infeksi saluran pernafasan
(ISPA), demam berdarah (DBD) dan penyakit kulit dan diare.
Maka dari itu, di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek pelayanan
yang bersifat publik (public good) yang biasa dilakukan dan berkaitan
dengan kesehatan masyarakat meliputi upaya wajib, yaitu: promosi
kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi,
pemberantasan penyakit menular dengan tujuan utama memelihara dan
21

meningkatkan kesehatan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir.


c. Pendidikan
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sayangnya, dalam menghadapi bencana banjir Pendidikan merupakan salah
satu aspek yang sangat terpengaruhi. Peserta didik yang tedampak bencana
banjir di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek tidak dapat bersekolah seperti
biasanya karena rumah maupun jalan menuju sekolahnya tergenang banjir.
Tidak dapat dipungkiri, beberapa sekolah di Desa Linggar pun terkena
bencana banjir, seperti SDN Linggar 3, SDN Linggar 5, MTS Persis 24,
SMP Negeri 4 Rancaekek dan SMKN 1 Rancaekek. Tak jarang jika bencana
banjir terjadi, maka sekolah pun diliburkan karena akses maupun sekolahnya
terendam banjir. Jika genangan banjir tidak terlalu besar, terkadang peserta
didik melawan arus banjir untuk datang ke sekolah dengan menenteng
seragam, sepatu, dan tas yang berisi bbuku-buku pelajan.
d. Kondisi Rumah
Rumah merupakan kebutuhan pokok di samping sandang dan
pangan. Rumah yang baik adalah rumah yang memenuhi persyaratan
kesehatan. Rumah yang sehat dan nyaman ialah bangunan tempat kediaman
suatu keluarga yang lengkap berdiri sendiri, cukup awet dan cukup kuat
rekonstruksinya (Gilarso, 1994). Kondisi rumah penduduk dalam penulisan
makalah ini adalah suatu kriteria yang akan menunjukkan tingkat kerusakan
rumah dengan cara menilai unsur-unsur fisik rumah. Unsur-unsur tersebut
meliputi keadaan atap, dinding, lantai, kamar mandi dan WC. Tingkat
kerusakan rumah dibagi menjadi tiga, yaitu rusak berat, rusak sedang dan
rusak ringan.
Jika terjadi banjir dengan arus dan aliran yang tinggi, maka sudah
dipastikan bahwa kerusakan yang dialami masyarakat Desa Linggar
22

termasuk kedalam rusak berat. Biasanya ketika aliran banjir sangar deras,
dapat merobohkan rumah dan bahkan menyapu habis isi rumah warga.
Tetapi, sesuai dengan fakta dilapangan yang penulis kaji, kerusakan rumah
yang diderita masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek hanya
mengalami rusak sedang. Hal itu dilatarbelakangi oleh keadaan fisik rumah
warga yang sudah dinaikkan lantainya, dan membangun rumah dengan 2
lantai.
Kondisi ekonomi penduduk adalah keadaan yang menggambarkan
kehidupan manusia yang mempunyai nilai ekonomi. Kondisi ekonomi dikaji
melalui tiga variabel yaitu mata pencaharian, pendapatan dan kepemilikan barang
berharga (Imas Karunia, 2012).
a. Mata pencaharian
Mata pencaharian adalah aktivitas melakukan pekerjaan dengan
maksud memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu
jam dalam satu minggu, dilakukan secara berturut-turut dan tidak terputus
termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam usaha atau
kegiatan ekonomi (Imas Karunia, 2012).
Mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa linggar, Kecamatan
Rancaekek adalah buruh pabrik dan petani. Dampak yang dirasakan dari setiap
mata pencaharian dari adanya bencana banjir yaitu terhambatnya mobilisasi
menuju tempat kerja, untuk buruh pabrik yang bekerja pada perusahaan sekitar
pun mengalami hal yang sama karena selain harus menerjang genangan banjir,
arus lalu lintas daerah setempat pun menjadi macet. Hal serupa dan bahkan
lebih buruk adalah menimpa para petani, karena sawah-sawah yang mereka
garap tergenang air banjir dan mengakibatkan gagal panen.
b. Pendapatan
Pendapatan merupakan penghasilan yang diterima baik dari sektor
formal maupun sektor nonformal dan penghasilan subsisten yang terhitung
dalam jangka waktu tertentu yang diterima oleh anggota masyarakat maupun
pemerintah pada jangka waktu tertentu baik berupa uang maupun barang.
Terjadinya bencana banjir di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek
dapat melumpuhkan semua pendapatan masyarakat. Hal tersebut karena
23

genangan air banjir dapat menghambat masyarakat dalam melakukan kegiatan


sehari-hari, seperti berdagang, bekerja ke pabrik, dan bertani dan berimbas
pada tidak adanya pemasukan atau pendapatan masyarakat yang terdampak
dari adanya bencana banjir tersebut.

c. Kepemilikan Barang Berharga


Kepemilikan barang berharga dapat diartikan sebagai pemilikan
sejumlah barang yang dinilai oleh penduduk sebagai barang berharga. Barang
berharga tersebut meliputi mobil, sepeda motor, televisi atau radio atau tape,
handphone dan perabotan lainnya yang dianggap penduduk sebagai barang
berharga Barang berharga yang dimiliki masyarakat Desa Linggar, Kecamatan
Rancaekek selain berupa barang-barang juga dinilai dari kepemilikan hewan
ternak dan penguasaan lahan sawah. Bencana kecenderungan mempengaruhi
budaya, mata pencaharian, dan penalaran pada skala lokal dalam sosial
ekonomi, kerugian ekonomi disebabkan oleh banjir yang secara langsung yang
dapat diamati adalah kerugian rusak dan hancurnya perumahan dan sektor
usaha tidak hanya berakibat pada kerugian output yang tidak bisa dihasilkan,
tetapi juga kemungkinan munculnya kemiskinan sebagai akibat dari
penyesuaian kondisi struktural masyarakat yang berubah.
3.3 Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek
dalam Menghadapi Bencana Banjir

3.3.1 Tata Guna Lahan


Posisi geografis desa Linggar masuk Kabupaten Bandung
dipisah oleh jalan utama yang masuk Wilayah Kabupaten Sumedang, banjir
dan limbah industri seringkali berasal dari pabrik-pabrik dan meluapnya
sungai Cikijing dan Cimande dari Wilayah Sumedang. Situasi ini turut
menambah kompleksitas dalam mencari solusi di Desa Linggar sendiri,
khususnya masalah banjir dan limbah industri.
24

Peta lokasi Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek.


Sumber: Google maps

Dapat ditinjau dari peta lokasi Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek di atas
bahwa tata ruang Desa Linggar ini merupakan salah satu lingkungan padat
penduduk dan pula merupakan wilayah yang dekat dengan Kawasan Industri
terbesar di Kabupaten Bandung Timur. Tata guna lahan dalam wilayah cakupan
Desa Linggar pun banyak yang tidak sesuai semestinya, dapat dilihat dari peta
lokasi atas bahwa lahan-lahan hijau yang harusnya diperuntukan untuk lahan
resapan air dijadikan bangunan pabrik dan perumahan-perumahan yang semakin
banyak didirikan. Dengan adanya fakta lokasi di atas bahwa kawasan industri
yang sangat padat berada dilingkungan Kabupaten Sumedang dan Desa Linggar,
Kecamatan Rancaekek, maka aliran sungai Cimande dan Sungai Cikijing
menyempit dan terjadi pendangkalan. Jika dilihat lebih jelas, daerah hulu sungai
Cimande yang berada di Kabupaten Sumedang maka dari Jalan Nasional
Bandung-Garut pun terlihat bahwa pembangunan perumahan-perumahan sangat
masif dilakukan. Hal tersebut mempengaruhi kelestarian alam yang mana dapat
mengurangi lokasi resapan air dan hutan-hutan yang menjadi sarana untuk
penahan air hujan langsung turun ketanah.

3.3.2 Mitigasi Bencana


Untuk menanggulangi bencana banjir yang terjadi, maka perlu adanya upaya
mitigasi bencana banjir sehingga dampak negative berupa kerugian dapat
dikurangi. Mitigasi bencana dalam UU No. 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, diartikan sebagai “Serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana”.
Dalam melakukan mitigasi terhadap bencana, menurut Hermon (2015, hlm. 14),
geografi kebencanaan lebih menekankan pada: konsep keruangan, konsep
regional, dan konsep ekologi.
25

Sebagai wilayah yang memiliki tingkat kerentanan bencana banjir yang


tinggi, maka masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek harus dioptimalkan
mampu siap dan tanggap dalam melakukan mitigasi bencana untuk mengurangi
dampak dari adanya bencana banjir. Untuk mendukung keberhasilan upaya
mitigasi bencana yang dilakukan, salah satu upaya mitigasi bencana yang
dilakukan untuk meminimalisir terjadinya bencana banjir adalah penataan daerah
aliran sungai secara terpadu. Kementrian PUPR sedang mengoptimalkan
Normalisasi Sungai Cimande yang dilakukan dengan memperlebar sungai dari 4
meter menjadi 24 meter sepanjang 6,7 km. Selain itu dilakukan pengerukan
sedimen sehingga kapasitasnya bertambah. Hal tersebut dilakukan karena Sungai
Cimande menyempit akibat sedimentasi dari erosi di bagian hulu dan alih fungsi
lahan menjadi kawasan permukiman. Berbagai upaya pemerintahan Desa Linggar
dilakukan untuk mengurangi potensi banjir yang selalu terjadi. Seperti
mengadakan konsiliasi mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) dari
perusahaan-perusahaan yang berpengaruh terhadap daerah aliran sungai
Cimande dan sungai Cikijing untuk menuntaskan masalah banjir. Selain itu,
pemerintah Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek sedang mengoptimalisasi
masyarakat untuk tidak membangun rumah dan permukiman di bantaran sungai,
hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir resiko dari adanya bencana banjir
yang mengancam masyarakat. Hal lain yang selalu dicanangkan untuk
meminimalisir banjir adalah mengenai pembuangan sampah pada tempatnya,
meskipun masih banyak masyarakat yang tidak taat aturan dalam pembuangan
sampah, tetapi jika hal ini diterapkan oleh seluruh masyarakat Desa Linggar,
Kecamatan Rancaekek maka dapat mengurangi potensi bencana banjir yang
terjadi.
Demi keberlanjutan pengembangan masyarakat tangguh bencana sebagai
upaya mitigasi banjir di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek maka perlu
pendampingan partisipasi masyarakat, fasilitasi, bimbingan teknis kepada
masyarakat, relawan dan aparat terkait pendidikan kebencanaan banjir,
tanggap darurat dan kesiapsiagan bencana serta dilakukan sosialisasi early
warning system dan pendidikan konservasi lahan. Selain itu perlu
keterlibatan stakeholder ke tengah masyarakat terutama yang beroperasi di
26

daerah rawan bencana sebagai bukti tanggung jawab korporasi dan yang
sangat penting peran pemerintah terkait sehingga penanggulangan bencana
banjir lebih efektif. Lebih dari itu upaya penanggulangan banjir harus
dilakukan secara komprehensif, tidak hanya di bagian hilir saja tetapi
konservasi di bagian hulu dari Sungai Cimande dan Sungai Cikijing sehingga
kerusakan daerah aliran sungai bisa diperbaiki yang pada akhirnya ancaman
bencana banjir bisa ditekan.

3.3.3 Kesiapsiagaan Masyarakat


Kesiapsiagaan lebih ditujukan untuk menghadapi kondisi sesaat setelah
bencana dan upaya pemulihan kembali ke kondisi normal. Upaya-upaya yang
dapat dilakukan pada tahap kesiapsiagaan ini diantaranya mempersiapkan diri
untuk melakukan pertolongan pertama setelah terjadi bencana, bagaimana
melakukan koordinasi dalam kondisi tanggap darurat, serta bagaimana melakukan
evakuasi dari daerah yang terkena bencana ke daerah yang aman.
Kesiapsiagaan masyarakat di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek termasuk
dalam kategori siap dalam menghadapi bencana banjir. Hal itu karena adanya pos-
pos pemantauan dan siaga bencana, pengadaan perahu kayu dan perahu karet yang
berpusat di Kantor Desa Linggar yang membuat masyarakat lebih siap dalam
menghadapi bencana banjir. Selanjutnya, sebagai daerah yang rawan bencana
banjir dari berbagai pihak seperti pihak pemerintah desa, posyandu, puskesmas
pun melakukan pelatihan-pelatihan kebencanaan, sosialisasi bencana dan
penyuluhan bencana, menjadikan masyarakat lebih terarah ketika terjadi bencana.
Pada beberapa kesempatan pun, terdapat beberapa poster yang dibuat masyarakat,
pemerintah Desa Linggar maupun Pemerintah Kabupaten Bandung untuk menjaga
lingkungan agar tidak terjadi bencana banjir. Selain itu, kesiapsiagaan masyarakat
Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek dalam menghadapi bencana banjir adalah
dengan menyiapkan tanggul-tanggul di depan rumah dan sudah menyiapkan
posko-posko masyarakat yang terdampak untuk di relokasi ke mesjid-mesjid, gor
dan sekolah yang aman dari genangan banjir. Maka dari itu, meskipun terjadi
bencana banjir yang sangat merugikan, tetapi masyarakat Desa Linggar dapat
menghadapinya dengan solutif.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencegah warga terkena
27

dampak banjir. Secara teknis, pemerintah daerah Kabupaten Bandung yang


didukung oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Pusat telah
melakukan normalisasi sungai Citarum. Dasar sungai yang telah dangkal
kemudian dikeruk untuk mengembalikan kedalaman sungai, sehingga diharapkan
permukaan aliran sungai tidak terlalu meluap. Penanganan secara sosial pun telah
dilakukan, seperti evakuasi dan relokasi pemukiman warga secara permanen agar
terhindar dari luapan air sungai. Tetapi berbagai upaya tersebut dalam realisasinya
tidak sepenuhnya optimal menghindarkan masyarakat dari bencana banjir. Salah
satu kendala utama diyakini berasal dari kondisi masyarakat itu sendiri.
Peningkatan jumlah penduduk, kepadatan pemukiman dan sikap masyarakat
terhadap bencana banjir diyakini memiliki relevansi terhadap keberhasilan
program-program pemerintah untuk menangani masalah banjir. Terlebih lagi
status wilayah Kabupaten Bandung yang sebagian besar merupakan kawasan
industri sehingga masyarakat memiliki ketergantungan secara ekonomi. Tetapi,
untuk mempertahankan kehidupannya tersebut mereka telah melakukan
beradaptasi didalam menghadapi bencana banjir.

3.3.4 Peran Pendidikan dalam Mitigasi Bencana Banjir


Kebijakan pendidikan adalah keseluruhan dari proses dan hasil perumusan
langkah-langkah stategis pendidikan yang dijabarkan dari visi,misi pendidikan
dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu
masyarakat untuk kurun waktu tertentu. Proses kebijakan pendidikan harus
memiliki 5 komponen menurut Arif Rohman (2001, hlm. 72) yaitu : tujuan (goal),
rencana (plans), program (program), keputusan (decision), dan dampak (effects).
Dalam penerapannya kebijakan pendidikan, baik pemerintah, masyarakat, serta
sekolah idealnya bersama-sama saling membantu dalam bekerja dan
melaksanakan tugas-tugasnya demi suksenya kebijakan pendidikan tersebut.
Mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal dengan
berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan
yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan yang lain, maka
sekolah dituntut untuk dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya. Dalam
hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu
28

diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai


dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Sebagai daerah rawan
bencana banjir, sekolah-sekolah disekitar daerah Desa Linggar, Kecamatan
Rancaekek memiliki fokus pada Kebijakan Mitigasi Bencana yaitu program yang
bertujuan untuk menciptakan sekolah yang mampu memiliki wawasan tentang
lingkungan hidup dan mitigasi bencana khususnya banjir, serta memunculkan
masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, tanggap bencana melalui
pendidikan di sekolah dengan memaksimalkan perilaku penghidupan di
lingkungan masyarakat. Beberapa kebijakan yang diberikan oleh pihak sekolah
dalam mewujudkan peserta didik yang tanggap darurat salah satunya adalah
mengenai pemahaman akan potensi bencana banjir yang meliputi penyebab,
proses terjadinya dan dampak dari adanya bencana banjir bagi lingkungan warga
Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek. Salah satu penyebab terjadinya banjir
adalah mengenai banyaknya produksi sampah plastik yang dihasilkan. Maka
untuk mengurangi banyaknya sampah plastic yang dapat mengotori sungai , pihak
sekolah mewajibkan peserta didik untuk membawa botol air minum dan tempat
makan sendiri dari rumah. Selain itu sebagai daerah yang sering terkena banjir,
sekolah-sekolah di Rancaekek mengembangkan program biopori sebagai salah
satu langkah untuk membuat lahan resapan air agar air tidak menggenang. Selain
itu, upaya mitigasi bencana dalam bidang pendidikan khususnya pembelajaran
IPS yang merupakan bagian dari dari kurikulum dan memiliki tanggungjawab
utama untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, sikap, nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat baik di tingkat lokal, nasional maupun global, maka pembelajaran IPS
berbasis mitigasi bencana adalah melalui proses pembelajaran melalui metode
pembelajaran diskusi, simulasi dan demonstrasi yang berkaitan dengan mitigasi
bencana. Adapun untuk media pembelajaran yang dianggap efektif adalah film,
gambar dan peta, sedangkan evaluasi pembelajaran dapat dipadukan antara test,
portofolio dan hasil keterampilan peserta didik lainnya yang menunjukan proses
mitigasi bencana. Dengan adanya proses pembelajaran IPS berbasis mitigasi
bencana, maka diharapkan bahwa siswa mampu mengembangkan kemampuan
yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran ips yang terdiri dari:
29

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat


dan lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan
berkompetisi dalam masyarakat yang mejemuk, di tingkat lokal, nasional,
global.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Banjir merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap
kondisi masyarakat baik secara sosial, ekonomi, budaya maupun lingkungan.
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang
melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian
fisik, sosial dan ekonomi. Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek berada di
Kawasan Industri manufaktur, yang memiliki dua sungai besar, yaitu Sungai
Cikijing dan Sungai Cimande dengan kondisi yang sudah terpapar limbah
berbahaya dan banjir di musim hujan. Kedua sungai tersebut mengalir ke Sungai
Citarik yang selanjutnya mengalir ke Sungai Citarum. Permasalahan yang terjadi
diwilayah ini adalah mengenai bencana banjir yang selalu dirasakan oleh
masyarakat. Dapat diidentifikasi bahwa penyebab banjir di daerah ini adalah
karena curah hujan yang tinggi, beralihnya daerah kawasan lindung (hutan dan
nonhutan) menjadi kawasan permukiman, pertanian, peternakan, dan industry,
bertambahnya jumlah luasan lahan kritis akibat perencanaan dan pengawasan
yang kurang baik; pencemaran terhadap sungai oleh limbah domestik, yaitu air
limbah yang berasal dari permukiman, pertanian, peternakan, dan industri; dan
ingkat pengambilan air tanah di luar kendali (tereksploitasi secara berlebihan)
menyebabkan penurunan muka tanah dan memperbesar potensi daerah rawan
banjir. Bencana banjir pun tidak semata-mata terjadi begitu saja, tetapi memiliki
dampak yang dirasakan oleh masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek.
Salah satu aspek yang sangat terdampak adalah aspek sosial dan ekonomi.
Dampak bencana banjir dalam aspek sosial dikaji dari pandangan kondisi
demografis, kesehatan, pendidikan dan kondisi Rumah penduduk sekitar. Adapun
untuk aspek ekonomi meliputi mata pencaharian, pendapatan dan kepemilikan
barang berharga. Berkaitan dengan tata guna lahan, dalam wilayah cakupan Desa
Linggar banyak pembangunan yang tidak sesuai semestinya, hal tersebut karena
banyaknya lahan-lahan hijau yang harusnya diperuntukan untuk lahan resapan air
dijadikan bangunan pabrik dan perumahan-perumahan yang menjadi salah satu
potensi terjadinya bencana banjir.

30
Disisi lain, dengan adanya dampak dari terjadinya bencana banjir tersebut,
masyarakat setempat dan pemerintah terus mengoptimalkan untuk dapat
meningkatkan mitigasi bencana dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
banjir. Salah satu mitigasi bencana yang sedang dilakukan adalah normalisasi
Sungai Cimande yang dilakukan dengan memperlebar sungai dari 4 meter
menjadi 24 meter sepanjang 6,7 km. Selain itu dilakukan pengerukan sedimen
sehingga kapasitasnya bertambah. Hal tersebut dilakukan karena Sungai Cimande
menyempit akibat sedimentasi dari erosi di bagian hulu dan alih fungsi lahan
menjadi kawasan permukiman, mengadakan konsiliasi dengan perusahaan-
perusahaan mengenai Corporate Social Responsibility (CSR), mengoptimalkan
masyarakat untuk tidak mendirikan bangunan atau rumah di bantaran sungai dan
memberikan edukasi mengenai penrtingnya membuang sampah pada
tempatnya.Dalam aspek kesiapsiagaan masyarakat di Desa Linggar, Kecamatan
Rancaekek termasuk dalam kategori siap dalam menghadapi bencana banjir. Hal
itu karena adanya pos-pos pemantauan dan siaga bencana, pengadaan perahu kayu
dan perahu karet yang berpusat di Kantor Desa Linggar, pelatihan-pelatihan
kebencanaan, sosialisasi bencana dan penyuluhan bencana, menjadikan
masyarakat lebih terarah ketika terjadi bencana, kesiapan masyarakat dengan
menyiapkan tanggul-tanggul di depan rumah, dan adanya poster-poster peduli
lingkungan yang mengingatkan masyarakat akan pentingnya pelestarian
lingkungan.
Maka masyarakat dan pemerintah pun harus bekerja sama dengan baik untuk
dapat menanggulangi dan mengurangi potensi bencana banjir yang terjadi di Desa
Linggar, Kecamatan Rancaekek yang dapat mempengaruhi segala aspek
kehidupan masyarakat.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran
yang diuraikan sebagai berikut:
1. Masyarakat Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek harus mampu mengenali
dan memahami kondisi alam sekitar agar kelangsungan ekosistem tetap terjaga
dan selalu menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah ke sungai
untuk mencegah terjadinya bencana banjir.

31
2. Pihak perusahan-perusahaan Kabupaten Sumedang dan masyarakat Desa
Linggar, Kecamatan Rancaekek harus bekerja sama untuk mengedepankan
konservasi alam khususnya mengenai daerah aliran Sungai Cimande dan
Sungai Cikijing untuk mengurangi potensi bencana banjir dan tidak saling
menyalahkan satu sama lain.
3. Pemerintah harus mengadakan pengawasan secara ketat terhadap perusahaan-
perusahaan yang mengabaikan pelestarian lingkungan dan pembangunan
perumahan-perumahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi alam.

32
DAFTAR PUSTAKA
Arif Rohman. (2001).Kebijakan Pendidikan dalam Mitigasi Bencana. Ejournal
UNY. Diakses online dari: https://journal.uny.ac.id/
BNPB. (2020). Banjir Menjadi Bencana Alam Paling Mematikan. Diakses online
dari: https://bpbd.go.id/Banjir-menjadi-bencana-mematikan
BPBD Jawa Barat. (2020). Banjir Rendam 9.285 Rumah di Kabupaten Bandung.
Diakses Online dari: https://bpbd.go.id/berita/banjir-rendam-9-285-rumah-di-
kabupaten-bandung
Gilarso, T.(1994). Pengantar Ekonomi Mikro.Jilid 1. Yogyakarta:
Kanisius.
Grigg, Neil. (1996). Water Resources management: Principles, Rgulations, and
Cases. McGraw-Hill.
Google Maps. (2020). Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek. Diakses Online dari:
https://www.google.com/maps/place/Linggar,+Kec.+Rancaekek,+Bandung,
+Jawa+Barat/6.971992,107.775581,5462m/data
Hermon, Dedi. 2015. Geogrfai Bencana Alam. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Imas, Kurnia. (2012). Dampak Bencana Banjir Lahar Dingin Terhadap Kondisi
Sosial Ekonomi Penduduk di Desa Jumoyo Kecamatan Salam Kabupaten
Magelang Tahun 2010-2011. Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Yogyakarta.
Kementerian Dalam Negeri Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Jumlah
Penduduk dan Kepala Keluarga. (2020). Jumlah Penduduk Desa Linggar.
Diakses Online dari:
http://prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id/gjpenduduk_detil/
Kodoatie, R.J. dan Sugiyanto, 2002. Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode
Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
PPK Kemenkes RI, 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Akibat
Bencana (mengacu pada standar Internasional). Technical Guidelines For
Health Crisis. Panduan Bagi Petugas Kesehatan yang Bekerja dalam

33
Penanganan Krisis Kesehatan akibat Bencana di Indonesia, Jakarta.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
 Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pembentukan Pos
Komando Tanggap Darurat Bencana
Rahayu. Dkk. (2009). Banjir dan Upaya Penanggulangannya. Bandung : Pusat
Mitigasi Bencana (PMB-ITB)
Suripin. (2004). Sistem Drainase Yang Berkelanjutan. Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta
Undang-Undang nomer 24 Tahun 2007 tentang Penggolongan bencana

Undang-undang No . 36 Tahun2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 

34

Anda mungkin juga menyukai